Master Series - Chapter 3
Qian Gu sampai ditawan adalah karena sejumlah energi besar yang telah kutinggalkan pada pedang dewaku saat aku meninggalkan Kong Ling. Pedang itu membuat ketiga puluh ribu murid sekte tahu kalau aku sudah bangun. Dan tentang bagaimana aku terbangun, bila sesama anggota sekte sedikit memakai otak mereka, mereka pasti akan bisa menghubungkan semuanya.
Aku seharusnya sudah tahu kalau mereka akan datang untuk menanyai Qian Gu tentang hal itu, tapi aku takkan menyangka kalau para murid junior itu akan menangkap dia.
Juga bahwa Qian Gu akan dengan pasrah membiarkan dirinya dibawa untuk menderita dicambuk sebanyak sembilan kali sembilan lecutan dari Cambuk Penggigit Arwah.
Delapan puluh satu lecutan, jangankan Qian Gu, bahkan aku juga takkan mampu menahannya.
Jadi aku bergegas menuju aula penghukuman.
Di depan aula berdiri banyak siswa yang menonton pemandangan itu, namun di dalam, tak satu bunyi pun yang bisa terdengar, kecuali suara memekakkan telinga dari cambuk yang mendarat pada punggung Qian Gu.
‘Tahan tanganmu.”
Aku melangkah melewati jalan yang telah dibukakan oleh para murid untukku.
Biasanya, aku jarang ikut campur dengan urusan Sekte Kong Ling dan banyak murid junior yang tak pernah melihat wajahku sebelumnya. Jadi, meski pada saat itu mereka semua seharusnya menundukkan kepala mereka dengan penuh hormat, tetapi satu atau dua masih melongo menatapku dnegan mata terbuka. Di antara para murid junior itu, tidak sedikit yang sudah terlihat seperti amnggota-anggota tua dengan rambut putih berkibar.
Tetua berjenggot putih yang memegang cambuk langsung berhenti. Dia adalah murid terkecil dari Adik Seperguruan terakhirku. Dalam sekte ini dia sudah dianggap sebagai seorang tetua.
Aku melangkah naik ke altar dan mengambil Cambuk Penggigit Arwah dari kawan tua itu.
Pria itu terhuyung-huyung menghampiri sisiku:
“Xian Shang, Murid Senior Qian Gu telah melanggar aturan-aturan Sekte Kong Ling, dia tak bisa diampuni dari delapan puluh satu cambukan ini. Kalau tidak, apa yang akan terjadi pada aturan sekte kita….”
Anggota yang lain menyepakati pendapatnya.
Qian Gu, yang terentang di atas altar, menolehkan kepalanya untuk menatapku. Wajahnya sepucat mayat, di matanya, untuk suatu alasan yang tak kuketahui, terlihat keputusasaan tanpa harapan.
“Seribu tahun yang lalu aku sendirilah yang meletakkan aturan-aturan ketat Sekte Kong Ling. Tentu saja aku takkan memihak.”
Menyabetkan cambuk di tanganku, petir berkilat dan tiga hantaman mendarat di punggung Qian Gu.
Kulit yang koyak dan daging yang terbuka bisa terlihat, darah terus mengalir.
Qian Gu, yang sebelumnya telah bertahan dan bahkan tak bersuara sedikitpun, terdengar menarik napas dengan kesakitan.
Sesama anggota junior tersekat, beberapa bahkan memalingkan kepala mereka dan memejamkan mata mereka.
“Hanya saja, ini adalah muridku. Tidak benar bila kalian memukul dia. Adalah tugasku untuk mendisiplinkannya sendiri.”
Tak ada yang bicara.
“Ketiga cambukan ini kuberikan padamu sebagai gurumu untuk menghukummu dari kejahatanmu yang memalukan. Kau katakanlah padaku, mengalami pukulan-pukulan ini, apa kau bersedia atau tidak?”
Napas Qian Gu luar biasa lemah, tetapi dia masih mengangguk.
Seorang anak yang telah kubesarkan sendiri, yang aku telah berjanji untuk menyayangi dan menghargainya – melihat dia seperti ini, hatiku langsung melunak. Aku tak sanggup membuat diriku sendiri memakai cambuk ini lagi, sehingga membiarkannya terjatuh ke tanah.
“Sejak kanak-kanak kau telah menjadi muridku, tapi kau telah mengembangkan pemikiran yang tidak patut. Aku tak bisa lagi melanjutkan mengajarimu berlatih. Setelah tiga cambukan hari ini, kau bukan lagi murid Sekte Kong Ling, kau juga bukan lagi muridku. Sejak saat ini, kau uruslah dirimu sendiri dengan baik.”
Hasil ini sudah bisa diduga oleh semua orang.
Tetapi Qian Gu tak mampu menerimanya, dia berjuang untuk menatapku:
“Guru, murid ini bersedia untuk menderita delapan puluh satu cambukan, mohon Guru jangan mengusirku!”
Bocah kepala batu ini, semua orang tahu kalau delapan puluh satu cambukan jelas-jelas akan membunuhnya.
Aku, mengusirnya pergi, adalah untuk mengampuni nyawanya.
Dia tak mau pergi dengan tenang dan malah menuntutku untuk membiarkan dia tetap tinggal, benar-benar… dia tak memakai otaknya.
Kulambaikan tanganku dan membuka borgol besi yang membelenggu kedua tangannya.
Dia terjatuh ke lantai, berjuang untuk merayap ke arahku:
“Kumohon Guru… jangan usir murid ini… pergi….”
Aku menarik napas dalam-dalam, memutar kepalaku, dan menatap lurus ke dalam matanya:
“Bawa dia ke luar gerbang gunung. Sejak saat ini, dia tak diizinkan masuk selangkah pun ke dalam Sekte Kong Ling.”
Qian Gu diikat paksa oleh para murid yang lain. Dia berjuang sekuat tenaga dan terus memanggilku, berteriak hingga serak, “Guru.”
Darah pekat mewarnai seluruh jalan Bai Yu dengan warna merah.
Aula menjadi luar biasa sunyi.
Aku terbatuk sekali. Harus menangani begitu banyak hal setelah terbangun, pelipisku sakit.
“Bubar, semua orang pergilah berlatih sendiri-sendiri.”
Aku pun kembali ke Puncak Kong Ling.
***
Duduk di dalam aula istanaku yang terbengkalai, kepalaku sakit luar biasa, tapi entah kenapa aku tetap tak ingin berbaring di ranjangku.
Aku menatap ke laur jendela.
Rasanya seakan aku bisa melihat Qian Gu muda berlatih ilmu pedangnya. Pergerakannya, meski masih tak terlalu ahli, sudah mampu memabngkitkan energi dewa yang samar.
Aku menggelengkan kepalaku dan menoleh untuk menatap batu tinta di atas meja.
Aku melihat Qian Gu yang berusia sekitar sepuluh tahun duduk di seberangku, memakai kuasnya untuk menyalin dari buku. Diangkatnya kepala untuk tersenyum padaku:
“Guru, Guru tidur lebih lama daripada waktu yang kubutuhkan untuk menyalin dua ratus naskah.”
Lidah-lidah api lilin berkedip, wajahnya tampak jelas sekaligus samar.
Aku tak sanggup lagi terus duduk di dalam, jadi aku keluar dan memandangi kolam arak.
Aku teringat saat aku terkantuk-kantuk hari itu, merasakan sentuhan hangat yang samar itu di sisi bibirku dan mendengar dia menggumam parau, “Guru, Guru” di samping telingaku. Kedengarannya seakan dia telah diam-diam memakan sesuatu yang paling berharga di dunia, merasa puas namun juga sedikit bersalah.
Kututupi wajahku, mendesah dalam-dalam.
Pada akhirnya aku melakukan teknik penyamaran, diam-diam meninggalkan Puncak Kong Ling dan mencari tempat ke mana Qian Gu diusir. Dia dilemparkan ke atas sekumpulan batu, air sungai mengalir pada tubuhnya, membasuh pergi darah segar.
Aku membawanya keluar dan meletakkan dirinya pada gua terdekat.
Pada malam harinya Qian Gu mulai terkena demam tinggi, selalu menggumamkan sesuatu tanpa sadar. Setelah dilecut oleh Cambuk Penggigit Arwah, sulit untuk tak menderita luka besar pada roh intinya.
Aku tak membawa obat satu pun di tanganku, jadi aku hanya bisa memakai energi dewaku untuk dengan kuat menahan energi darahnya yang bergejolak.
Proses ini berlangsung selama tiga hari tiga malam. Kepalanya terbaring di lututku, keringatnya meresap membasahi pakaianku.
Pada pagi hari keempat, akhirnya pernapasannya perlahan kembali stabil. Kutarik kekuatan dewaku, memberinya sebuah batu untuk membaringkan kepalanya, menggosok kedua kakiku yang sudah mati rasa dan meninggalkan gua.
Sebelum pergi, aku masih melihat ke belakang satu kali lagi. Qian Gu terbaring di tanah dan dengan lemah membuka matanya hanya untuk menutupnya dan kembali kehilangan kesadaran.
Pada saat itu, aku sungguh mengira kalau Qian Gu telah keluar dari hidupku selamanya, tak pernah muncul lagi.
Tiga bulan kemudian, QIan Zhi keluar dari Gua Kong Ling. Dia tak bisa menemukan Qian Gu. Setelah menanyakan ke mana-mana, dia pun mengetahui tentang masalah aku yang mencambuk dan mengusir Quan Gu keluar dari sekte.
Meski Qian Zhi kerap kali dipukuli oleh Kakak Seperguruan Pertamanya, baginya Qian Gu masih lebih seperti gurunya ketimbang aku, yang telah memberi dia hasil pertapaan selama seratus tahun hanya untuk tak pernah benar-benar membuat diriku peduli dengannya setelah itu.
Qian Zhi dengan temperamennya yang meledak-ledak, tak mampu menahan diri dan mengkritikku keras-keras, “Kakak Seperguruan Pertama siap untuk merisikokan hidupnya untuk mendapatkan obat demi Guru. Mengetahui bahwa dia akan mendapatkan hukuman setelahnya, dia tetap menyelamatkan Guru. Tapi Guru, setelah bangun, beginikah caramu memperlakukan Kakak Seperguruan Pertama?”
Aku meminum tehku dalam diam.
Qian Zhi menggertakkan giginya dan menatapku:
“Kukira setelah Guru menyadari tentang niatan Kakak Seperguruan Pertama, kau akan memarahinya atas kesalahannya, tetapi takkan dengan kejamnya menghukum dia. Tapi Qian Zhi telah salah menilai Guru.”
Selesai bicara, dia berbalik untuk pergi.
“Kau mau ke mana?” Kuletakkan cangkir tehku.
“Para pertapa begitu dingin dan kejam, aku tak mau bertapa lagi. Aku akan mencari Xiao Hong dan berkelana di Dunia Persilatan bersama dengannya. Kami akan hidup dengan bahagia dan bebas dari kekhawatiran.”
(T/N: Xiao Hong 小红 = Hong Kecil = Yue Lao Hong 月老红)
“Kembali.”
Qian Zhi tak menanggapi.
Kukerutkan alisku, mengangkat tanganku dan sebuah tembok pembatas pun muncul di depannya.
Siapa yang mengira kalau Qian Zhi juga akan mengangkat tangannya dan memakai serangan energi dewa untuk memecahkan pembatas itu.
Memakai teknikku, memakai gerak tangan yang telah kuajarkan kepadanya, tak butuh upaya keras untuk memecahkan pembatasku dan menggenggam pedang dewanya.
Kupukul meja, “Bocah ini!”
Dengan cepat, aku melompat tepat di hadapan Qian Zhi.
Tangannya mulai memancarkan berkas-berkas cahaya.
Aku tertawa dingin.
“Bagus, kau ingin menyerang guru.”
Kuayunkan tanganku untuk memukul telinganya, tapi Qian Zhi mengangkat tangannya untuk menangkis.
AKu sudah menetapkan batinku untuk memukulnya, jadi bagaimana bisa dia mampu menahanku?
Satu tamparan dengan mudah mendarat di kepalanya, membuat dia pusing dan berkunang-kunang. Kemudian aku meraih telinganya, dengan tanganku sendiri membawanya kembali ke Gua Kong Ling dan menguncinya.
“Murid-murid yang telah kuterima, mempertahankanmu atau tidak adalah keputusanku. Bukan pada giliranmu untuk memutuskan apakah kau ingin pergi atau tinggal. Kau instrospeksilah di sana. Kalau kau tak mengakui kesalahanmu, maka jangan pernah berpikir untuk keluar.”
“Aku tidak salah!”
Qian Zhi berteriak di belakangku.
“Aku tidak salah; Kakak Seperguruan Pertama juga tidak salah! Guru, kau lah yang bersalah! Kau bersalah!”
Aku mengabaikannya dan meninggalkan Gua Kong Ling.
Setengah bulan kemudian, seorang murid junior datang untuk mengabariku bahwa sesuatu yang besar telah terjadi.
Aku bergegas menuju aula hanya untuk mendapati bahwa Yue Laohong telah menarik mantan muridku; Quan Gu, ke dalam Mo Dao….
Kugosok dadaku, sungguh… merasa amat sesak.