Master Series - Epilog
Dunia membentang luas dengan warna putih – aku tak tahu kapan akhirnya aku akan bisa terbangun kembali.
Rasanya seperti waktu ketika aku tak sadarkan diri karena menyelamatkan Qian Zhi dari kolam iblis.
Aku bisa mendengar suara-suara di luar, bisa merasakan pergerakan di luar, tetapi aku tak bisa membuka mataku, tak mampu menggerakkan tubuhku.
Persepsiku tentang dunia luar terkadang jelas, terkadang buram.
Tetapi tak peduli kapanpun, rasanya seperti aku selalu bisa mendengar sebuah suara berbisik di samping telingaku:
“Guru, lima puluh tahun, kau masih belum cukup tidur?”
“Guru, seratus tahun, berapa lama kau akan membuatku menunggu….”
“Guru, tiga ratus tahun, kolam arak akan segera dikeringkan oleh sinar matahari.”
“Guru… daun-daun dedalu di tepi kolam telah beterbangan di seluruh halaman depan. Suara aku sedang menyapu hari ini, apakah kau mendengarnya….”
Aku mendengarnya.
Kubuka mataku dan melihat ukiran-ukiran kayu di sisi ranjang. Dari luar, hembusan angin lembut bertiup masuk.
Aku menolehkan kepalaku dan lewat jendela melihat Qian Gu sedang memegang sapu untuk menyapu halaman di depan.
‘Srak-srak’ – lagi dan lagi, seperti seorang rahib Buddhis yang terserap dalam pertapaan melalui kesukaran.
Begitu sepi.
Kami masih berada di Puncak Kong Ling, mantra di tubuhnya juga belum dilepaskan. Suara-suara yang kudengar selama aku bermimpi juga masih bergema di telingaku.
Qian Gu ah, Qian Gu.
Sudah berapa tahun rasa sakit dan penderitaan yang kau tanggung dalam diam demi menemaniku di sini?
Aku menggerakkan ujung-ujung jariku dan duduk.
Siluet sosok yang menyapu halaman di luar sepertinya berhenti bergerak dalam sekejap.
Dia menolehkan kepalanya untuk melihat dan menatapku lewat jendela.
Aku juga menatapnya.
Wajah yang telah pucar pasi karena menahan kesakitan hebat selama bertahun-tahun.
Wajah yang telah berubah tirus, seakan dia sudah tak memakan apapun dalam waktu lama.
Untukku, dia telah banyak menderita.
Dengan susah payah, aku berusaha melengkungkan bibirku ke atas membentuk senyuman, namun gagal untuk melakukannya. Aku hanya bisa memakai ujung jariku untuk menghasilkan seberkas cahaya – setelah tidak memakai mantra apapun dalam waktu yang sangat lama, rasanya jadi sangat tidak mengenakkan, tetapi semua ini tak bisa dibandingkan dengan penderitaan Qian Gu.
Begoyang-goyang, berkas cahaya keperakan melayang di depan Qian Gu tanpa memasuki dahinya.
Aku melambai kepadanya:
“Qian Gu, kemarilah.”
***
Setelah bertahun-tahun, orang-orang di Dunia Persilatan akan dengan antusias berdiskusi di antara mereka:
Suatu kali, tiga Penguasa Kegelapan Agung di tanah ini pernah dididik oleh satu-satunya dewa di tanah ini.
Pada akhirnya, di atas semua itu, dewa ini dengan murid pertamanya, melahirkan sekumpulan penguasa kegelapan kecil….