Master Series - Chapter 1
Aku terlahir di bawah Gunung Cang Lan, jadi aku sangat mengenal wilayah itu. Aku tahu kalau Gunung Cang Lan memiliki puluhan ribu aliran air serta sungai kecil, yang semuanya bergabung menjadi danau Ling Jing yang tak terukur dalamnya. Aku juga tahu bahwa di dalam Sekte Cang Lan terdapat sebuah legenda, mengatakan bahwa sang iblis besar yang telah mendatangkan bencana ke langit dan bumi telah disegel di dasar danau. Aku tahu bahwa benda yang menyegel penguasa kegelapan adalah sebuah cermin arwah dan kau juga tahu kalau ada orang yang mengambil cermin itu, sang iblis besar akan menerobos keluar dari segelnya, kembali ke tiga dunia dan membahayakan rakyat jelata.
Tapi aku takkan pernah berpikir kalau pada suatu hari akulah yang akan membebaskannya….
Malam itu rembulannya gelap dan anginnya kuat. Aku berencana untuk pergi ke Sekte Cang Lan demi mencuri sebuah benda yang luar biasa penting bagiku. Siapa yang tahu kalau aku akan ketahuan oleh para murid yang menjaga pintu menuju gunung? Saat aku sedang kabur mati-matian, aku pun melompat ke dalam Danau Ling Jing. Hanya berpikir untuk menyelam demi kabur, tanpa sengaja aku menjangkau dasar danau, tanpa disengaja menjumpai sebuah gua es di mana si iblis besar disegel dan tanpa disengaja melihat cermin arwah yang tertancap di dalam es yang gelap.
Aku bersumpah pada Langit, aku tak melakukan apa-apa pada saat itu!
Hanya… jari telunjukku yang penasaran terulur untuk menyentuh pinggiran cermin arwah. Tapi kemudian… siapa yang akan mengira kalau cermin penyegel sepenting itu akan jadi begitu tidak stabil? ‘Prang’ Cermin itu langsung pecah berhamburan di tanganku!
Hal itu menakutiku habis-habisan, membuatku merasa benci karena tak bisa memotong tanganku sendiri dan melemparkannya ke ujung dunia bersama dengan cermin itu.
Tidak memberiku sedikit pun waktu untuk melakukannya, pada saat berikutnya layar cermin sihir yang legendaris itu mulai menampakkan retakan. Ditambah lagi, es misterius di depanku ‘krak’ juga mulai terbelah. Setelah sepotong es terjatuh, kulihat sepasang mata indah yang menyorot mengintip dari balik es tersebut. Bulu-bulu mata yang berkibar sedikit bergetar, kelopak matanya perlahan terbuka untuk menampakkan sepasang pupil yang luar biasa gelap sehingga seakan mengandung langit malam berbintang dunia ini di dalamnya
Perlahan-lahan, kulihat dari pantulan di matanya penampilan terperangahku sendiri.
Saat aku terus berada dalam kondisi lingung, cermin arwah di dalam tanganku terus ber- ‘krak krak’ dan lanjut terbelah-belah. Permukaan cerminnya pecah dan memudar menjadi serbuk halus yang melayang pergi bersama dengan air danau. Es gelap di depanku juga meledak terbelah dan pecah berserakan.
Dengan kekuatan gelombang yang dihasilkannya aku terhuyung mundur dan baru bisa berhenti setelah terguling beberapa kali.
Kudongakkan kepalaku untuk melihat bahwa sang iblis besar yang legendaris sudah mendobrak keluar dari dalam es. Jubah dan rambut panjangnya melayang-layang di dalam air, menghasilkan suatu kecemerlangan yang tak terlukiskan. Dia menatap lurus padaku, sedikit menautkan alisnya. Memikirkan tentang kisah-kisah yang menyebutka bahwa dia telah membunuh tanpa berkedip, aku ketakutan. Bahkan tanpa sempat berdiri aku pun mulai merangkak keluar dari dalam gua es itu. Pada saat itu, sebuah gemuruh hebat mengguncang tanah di dasar danau dan membuatku pusing. Air danau terasa bagaikan buaian seorang ibu, mengayunku ke depan dan ke belakang hingga aku mendarat tepat di samping kaki si iblis besar.
Aku sudah diguncangkan hingga lututku terasa lemas dan lambungku mual. Dalam saat-saat keputusasaan, aku memakai satu tangan untuk menjangkau paha si iblis dan berpegangan erat kepadanya.
“Lepaskan.” Aku mendengar suaranya yang mengancam dengan dingin dari atas kepalaku.
Aku takut akan dibunuh olehnya, tapi di belakangku terdapat sebuah pusaran yang perlahan-lahan mewujud dan memakai kekuatan yang semakin lama semakin kuat untuk menghisapku. Aku bahkan lebih takut bila dihisap ke dalam pusaran itu dan dicincang hingga menjadi daging giling.
Karena hanya ada kematian di kanan maupun di kiri, tentu saja aku mengambil pilihan yang lebih tidak menderita.
“Tuan Iblis Besar! Akulah yang telah membebaskanmu! Bagaimanapun juga mohon selamatkan nyawaku!”
“Enyah! Dia kedengaran murka.
Dalam situasi yang menyangkut hidup dan mati semacam itu, aku tiba-tiba terpikirkan tentang hal-hal yang sering dikatakan oleh murid-murid bodoh dari Sekte Cang Lin: “Aku tak mau pergi duluan! Kalau memang harus mati, mari kita mati sama-sama!” Frase ini tampaknya terlalu cocok dengan situasi benakku saat ini. Aku berpegangan erat-erat pada pahanya sambil menangis, “Mari kita mati sama-sama! Aku takkan membiarkanmu pergi sendirian!”
Melihat dia merapal mantra ke arahku, tanpa berpikir lebih jauh lagi aku memakai mulutku untuk ‘mmpfh’, menggigit sisi pinggangnya. Dia mengerang. Seakan seluruh tenaganya telah memudar karena gigitan itu, mantra di tangannya lenyap dan tubuhnya tiba-tiba merosot. Energi dari pusaran di belakangku tiba-tiba jadi semakin ganas dan pada saat kekacauan itu aku dan dia terhisap ke dalamnya bersama-sama.
Sebelum aku jadi tak sadarkan diri, aku cuma punya satu pemikiran.
Pinggang si iblis besar itu… benar-benar kencang.
Dan kemudian?
Dan kemudian… saat aku terbangun, sesuatu yang misterius telah terjadi.
Aku dan sang iblis besar, kami telah mendarat di Gunung Cang Lin dari waktu tiga ratus tahun yang lalu.
Aku terbangun di sebuah belantara bersalku dan melihat sang iblis besar setengah terkubur didalam salju.
Meski aku masih tidak yakin dengan situasi persisnya, aku sempat berpikir untuk membunuh dia dengan tanpa perasaan. Sang iblis ini telah membunuh gurunya sendiri, membantai teman-teman sesama muridnya, bekerjasama dengan klan sesat dan membuat rakyat jelata menderita. Perbuatan jahatnya terkenal telah melampaui semua sesamanya yang lain dalam hal kekejian. Reputasinya begitu mengerikan hingga bahkan sekarang para orangtua memakai namanya untuk menakut-nakuti anak yang nakal.
Orang semacam ini telah dibebaskan olehku, aku jelas harus memperbaiki kesalahan-kesalahanku.
Aku merapal mantra untuk dimampatkan pada belatiku, dengan kuat menyayat lehernya, hanya untuk mendengar suara ‘swish’, gesekan antara belati dan kulitnya telah menghasilkan percikan api dan ujung belati besiku tergulung ke atas….
Tergulung ke atas….
Aku begitu ketakutan hingga daguku nyaris menyentuh tanah. Belati Chu Yun-ku adalah sebuah senjata sihir yang diberikan kepadaku oleh ibuku! Melihat si iblis besar bahkan tidak mendapat satu goresan pun di lehernya, aku tak punya waktu untuk menangisi senjata ibuku yang rusak. Gemetaran, aku menyingkirkan belatinya dan mulai bergegas pergi.
Orang ini memiliki tubuh yang tak bisa dihancurkan!
Tidak heran kalau tiga ratus tahun yang lalu, dengan menghabiskan tenaga dari tiga sekte xian terbesar hanya cukup untuk menyegelnya dan tidak membunuhnya. Tampaknya bukannya mereka tidak ingin membunuh dia, melainkan mereka tak mampu melakukannya!
Habislah sudah, habislah sudah. Aku telah membuat kesalahan besar.
Saat aku disergap oleh rasa panik, kurasakan pergelangan kakiku mengetat. Jantungku mencelos. Aku berbalik untuk melihat dan memang, si iblis besar telah sadar. Tangannya yang sedingin es mencengkeram pergelangan tanganku dengan kokoh, sepasang pupil mata hitam pekat memelototiku dengan niat membunuh. Menilaiku dengan matanya, sebuah cahaya merah yang tersembunyi tampak di pupilnya.
Aku tahu kalau ini adalah energi kegelapan.
Aku berseru, “Tuan! Apa pun yang Anda inginkan, selama itu bukan nyawa saya, saya akan memberikannya kepada Anda!”
Menarik pergelangan kakiku, dia merangkak keluar dari tanah bersalju, menampakkan sosok yang menyedihkan sama seperti diriku. “Murid Cang Lin?” Suaranya sedingin es.
Setelah disegel di bawah Gunung Cang Lin selama tiga ratus tahun, dia jelas membenci murid-murid Cang Lin. Buru-buru aku menggelengkan kepalaku: “Bukan, bukan, saya bukan murid Cang Lin!” Melihat dia menatap pakaianku, aku langsung menjelaskan, “Aku mencuri baju ini! A a a… aku berasal dari sekte iblis!”
Demi mempertahankan hidupku, aku hanya bisa mengakui rahasia terbesarku. Hanya berharap kalau dengan mempertimbangkan berasal dari sekte yang sama, dia akan mengampuni nyawaku.
Dia terdiam selama sesaat. Aku merasakan secercah energi, memancar dari tempat di mana dia menggenggam pergelangan kakiku, menyorot naik dan menempelkan dirinya sendiri pada tubuhku. Aku tahu kalau dia sedang memeriksa identitasku dan merasakan energinya berlarian ke sini dan ke sana. Sesaat kemudian dia bertanya dengan ekspresi yang tidak jelas, “Setengah manusia, setengah iblis?”
Aku mengangguk, “Ayah adalah iblis; ibu adalah seorang kultivator….”
Ekspresinya berubah, bahkan aku bisa dengan mudah melihat ketidakyakinannya.
Apa…. identitasku ini, apakah itu lebih dianggapnya rendah ketimbang seorang murid Cang Lin….
Kenapa kau tak bilang lebih awal?! Kalau begitu aku pasti akan dengan tanpa ragu mengakui kalau aku adalah murid Cang Lin!
Pada akhirnya, dia masih mengampuni nyawaku.
Aku diseret olehnya untuk menuruni gunung salju. Pada saat itu, aku masih tak tahu kenapa pemandangannya telah berubah menjadi begitu tidak dikenal. Hingga kami melewati gerbang di pintu masuk yang didirikan oleh Sekte Cang Lin, aku berseru, “Sejak kapan gerbang ini jadi begitu baru dan bersih?”
Sang Iblis besar melontarkan lirikan padaku dan bertanya kepadaku secara mendalam, “Kau bilang barusan tadi, aku disegel selama tiga ratus tahun?”
Aku mengangguk. Melihat dia memicingkan matanya, aku langsung mulai mengangkat jemariku dan bersumpah kepada Langit: “Kalau aku mengucapkan bahkan satu saja kebohongan, maka biarkan petir langit menyambarku sampai mati sekarang juga!”
Ekspresi sang iblis besar berubah dan dia menggumam: “Kalau begitu sekarang, adalah persis tiga ratus tahun yang lalu.”