Master Series - Chapter 7
Pada hari berikutnya, murid-murid Sekte Cang Lin bergegas melanjutkan perjalanan di atas pedang mereka. Semakin dekat kami dengan Gunung Jing, semakin gelisah hatiku dan semakin kencang tanganku berpegangan pada pakaian Mu Xuan. Hingga Mu Xuan memutar kepalanya untuk menatapku, “Takut pada monster?”
“Ah?” Aku mendongakkan kepalaku untuk menatapnya. Kemudian aku buru-buru melonggarkan jemariku, tetapi melihat kalau pakaian Mu Xuan sudah dibentuk menjadi dua onggokan olehku. Tanpa sadar, aku berusaha merapikan kembali pakaiannya seperti seorang kacung.
“Tidak usah takut, hanya beberapa monster kecil.”
Justru karena itu bukan cuma beberapa monster kecil….
Begitu suara Mu Xuan berakhir, tiba-tiba seorang murid Cangling di bagian belakang berseru keras, “Siluman babi hutan liar itu akan menyerang!”
Mu Xuan melihat ke belakang, namun sebelum dia bisa berseru pada murid itu agar berhenti, si murid yang telah melihat siluman itu sudah menghambur maju, “Siluman jahat, terima nasibmu!” Beberapa orang lainnya juga turun ke tanah bersamanya.
Mu Xuan mengernyit. Pedang Mu Jue mendatar tepat waktu di samping Mu Xuan, “Kakak Seperguruan, perlu aku turun untuk melindungi mereka?”
“Aku yang akan pergi.” Begitu suara Mu Xuan terdengar, aku pun ditarik ke atas pedang Mu Jue, “Diam di sini.”
Aku mengulurkan tanganku untuk menahannya, namun Mu Xuan sudah melayang turun. Dari orang-orang lain yang mulanya melayang di udara, para ‘murid dari Paman Guru Nan’ buru-buru berseru, “Kakak Seperguruan Pertama akan turun untuk membasmi siluman bahkan tanpa memanggil kami, apa kau ingin mengambil jasanya seorang diri atau berlatih sendirian?”
Pada saat itu, beberapa siluman lain muncul dari dalam hutan. Para murid itu, tanpa memberi Mu Xuan pemberitahuan terlebih dahulu, menaiki pedang mereka dan menghambur menuju medan perang. Melihat hal ini, murid-murid yang tersisa juga menaiki pedang mereka.
Dalam hati, aku memaki mereka sebagai orang-orang tolol. Dengan tidak sabar memandangi ke arah hutan untuk mencari bayangan Mu Xuan, barulah kemudian aku teringat pada sebuah pertanyaan yang sangat penting. Hari ini sang Iblis Besar telah menyuruhku untuk menghentikan Mu Xuan, namun dia tak memberitahuku persisnya pada situasi apa, pada waktu apa aku seharusnya menghentikan Mu Xuan!
Apakah sekarang, atau apakah nanti setelah para kultivator iblis tiba, atau apakah….
Tidak menungguku selesai berspekulasi, sebuah energi yang tidak normal memancar dari hutan. Aku mengenal energi ini; energi ini berasal dari para kultivator iblis.
Aku buru-buru menarik Mu Jue: “Turun, turun!”
Mu Jue mengernyit, “Energi di bawah sana sangat aneh, kau tak punya kekuatan sihir sama sekali, kalau kau turun kau hanya akan menambah kekacauan. Jangan membuat masalah kepada gurumu.”
Tiba-tiba, dari dalam hutan muncullah suara gemerisik anak panah melayang. Tak lama setelahnya, dua, tiga orang murid Cang Lin sudah terjatuh ke tanah.
Melihat hal ini Mu Jue terperanjat, “Dari mana anak-anak panah ini berasal?!” Menjadi waspada, dia menatap ke segala arah, “Ada pengepungan!”
Memanfaatkan kesempatan ini, aku berkata kepadanya, “Bena, benar, turun dan katakan kepada mereka!” Mu Jue adalah orang yang gegabah, kalau dia bertemu dengan monster dan siluman kecil itu, dia bisa mengurus mereka. Namun berhadapan dengan niat membunuh dan pengepungan, dia tak paham sama sekali, jadi ideku pun menjadi idenya. Tanpa berpikir, dia menaiki pedangnya dan melayang turun, “Ada pengepungan! Ada pengepungan, semuanya cepat pergi!” dia meraung keras-keras. Tatapanku terpancang lurus pada Mu Xuan yang sedang menghadapi siluman.
Mendengar suara Mu Jue, Mu Xuan menancapkan pedangnya ke tubuh siluman itu dan mendongakkan kepalanya untuk meraung, “Naik!”
Di tengah-tengah kilasan cahaya, sebuah anak panah hitam panjang yang terbentuk dari miasma meluncur ke arah padang rumput di antara hutan, mengarah tepat pada Mu Jue. Aku menggertakkan gigiku dan tanpa berpikir aku mendorong Mu Jue jatuh dari pedang. Mu Jue menghindari anak panah itu, namun mendarat di antara pepohonan. Aku ‘tak bisa mengendalikan’ pedangnya dan tentu saja juga terjatuh keras ke tanah.
Aku terduduk dan tanpa sempat mengibaskan debu, bangun untuk berlari ke arah Mu Xuan. Berpikir dalam hati, tak peduli apa pun yang ingin dia lakukan sekarang, aku harus menghentikan dia. Namun pada saat itu, sekelompok orang berbaju hitam, seakan muncul dari dalam tanah, mulai bertarung dengan murid-murid Cang Lin. Dari cara semuanya berlangsung, murid-murid Cang Lin berada pada posisi lebih lemah.
Melihat hal ini, Mu Xuan membentuk segel di telapak tangannya dengan memakai energi dewa dan mengalirkannya ke tanah. Orang-orang berbaju hitam serta para siluman tiba-tiba mulai tampak sangat menderita.
Namun satu orang berbaju hitam tampak seakan tak terpengaruh oleh serangan Mu Xuan sama sekali. Mengambil pedangnya, dia mengarahkannya langsung ke jantung Mu Xuan. Mu Xuan menangkis dengan lengan bajunya, namun masih terkena serangan di lengannya. Momentum dari pedang orang berbaju hitam itu tertahan dan lanjut mengarah ke bawah, jelas berniat memotong lengan Mu Xuan!
Melihat hal itu, jantungku tiba-tiba mengejang. Mendadak, si orang berbaju hitam berhenti, dan ekspresi tidak percaya muncul di wajahnya. Bibirnya tiba-tiba bergerak.
Akibat jarak, aku tak bisa mendengar suara mereka, tetapi aku melihat Mu Xuan juga berhenti dengan kaku. Dengan terbengong-bengong dia menatap si pria berbaju hitam dan mereka bertukar beberapa patah kata. Aku menghampiri mereka dan mendengar si orang berbaju hitam berkata tenang, “…. Kalau kau tak memercayainya, maka ikutlah denganku.”
Si orang berbaju hitam berbalik untuk pergi. Mu Xuan menggerakkan kakinya.
Dia ingin mengikuti? Dalam situasi semacam itu, Mu Xuan ingin meninggalkan murid-murid Cang Lin demi mengikuti si orang berbaju hitam!
Tak perlu menerka lebih jauh lagi, ‘hentikan dia’ yang dimaksud oleh si iblis besar tak mungkin hal lainnya lagi!
Aku menggertakkan gigiku dan berlari ke arah Mu Xuan tanpa berpikir. Dari sudut mataku kulihat seorang kultivator iblis menarik busurnya, anak panah mengarah pada Mu Xuan. Dalam hati, aku mengacungkan jempol pada si iblis gendut itu karena memberiku alasan untuk menghampiri Mu Xuan.
Saat anak panahnya meluncur, aku berseru, “Guru!” melemparkan diriku sendiri kepadanya, memeluknya erat-erat. Merasakan sakit di punggungku, ternyata sebuah anak panah miasma telah menancapkan dirinya sendiri dalam-dalam di bagian tengah punggungku.
Menggertakkan gigiku, aku menahan rasa sakit yang luar biasa itu. Berpikir dalam hati, si gendut itu telah bertindak luar biasa kejam. Tetapi saat ini, hasilnya hanya bisa didapatkan dengan bersikap kejam. Mu Xuan mungkin takkan meninggalkanku yang sedang terluka parah untuk mengejar si orang baju hitam kan…?
Ini adalah seorang iblis besar yang akan memilih mo dao. Aku yang mulanya berencana untuk terpuruk lemah ke tanah, mengerahkan seluruh energiku untuk berpegangan erat pada Mu Xuan.
“Guru….” Memegangi dirinya dengan amat erat, begitu erat hingga tanganku bahkan mulai gemetaran. Dan persisnya karena aku memegangi dirinya dengan begitu erat, aku bisa merasakan dia tertegun karena tak berani percaya.
Tampaknya waktu telah berlalu lama sebelum dia mengulurkan tangannya ke arah punggungku. Selain dari setelapak tangan penuh darah yang lengket, dia mungkin tak bisa merasakan apa-apa lagi. Aku mengangkat tanganku untuk menatapnya, hanay untuk melihat matanya yang terkejut. Menggertakkan gigiku, aku menahan rasa sakitnya, “Guru… Guru tidak apa-apa?” Mengatakan hal ini, sosok Mu Xuan di mataku mulai memudar, lenganku juga mulai kehilangan tenaga.
Pada saat itu, bukan karena aku ingin merosot lemah ke tanah, melainkan kakiku benar-benar jadi lemas. Mu Xuan memegangiku, “Kenapa kau datang?” Suaranya sama seperti sebelumnya, namun dengan suatu ketegangan yang ditutupi, “Cepat lepaskan.”
“Selama Guru baik-baik saja, maka itu bagus.” Aku mengingatkan dirinya, “Murid-murid Sekte Cang Lin… semuanya mengandalkan Guru sekarang…!”
Mu Xuan menegang.
Kukira dengan rasa bertanggungjawab Mu Xuan, demi nyawa para murid Cang Lin itu, dia takkan mengikuti si orang berbaju hitam dalam ketergesaan. Aku memegangi kelepak baju Mu Xuan, dengan kencang membentuk dua bekas berkerut. Hanya berharap bahwa setelah urusan ini dibereskan, dia akan melihat bekas ini dan teringat bahwa muridnya ini yang, demi ‘menyelamatkan’ dirinya, telah pingsan karena luka parah: “Guru… Guru harus….”
Harus membawaku pulang.
Sebelum menyelesaikan kalimat ini, kegelapan melingkupiku dan aku pun mau tak mau jatuh pingsan.