Master Series - Chapter 8
Terbangun pada kicauan burung yang merdu, aku mendapati kalau aku telah kembali ke halaman milik Mu Xuan di Sekte Cang Lin. Tanpa ada seorang pun di sisiku, aku bertanya-tanya: di mana Mu Xuan? Dia tak pergi bersama dengan si orang berbaju hitam, kan? Jantungku mengejang dan saat aku buru-buru duduk, kurasakan sakit yang mengoyak di punggungku.
Mendesis, aku menghirup udara dingin. Aku berjuang untuk berjalan keluar halaman, namun tak ada seorang pun yang terlihat. Aku tak tahu Mu Xuan sudah pergi ke mana, meninggalkan aku yang terluka parah sendirian.
Saat aku merasa kebingunga, Mu Jue mendorong pintu hingga terbuka. Melihatku, dia sedikit tersentak, kemudian buru-buru berkata, “Kenapa kau keluar, lukamu tidak ringan. Cepat kembali dan berbaring, Kakak Seperguruan menyuruhku untuk merawatmu dengan baik.”
“Guru?”
“Yah, ternyata dia menganggap muridnya sebagai yang paling berharga. Aku tak pernah melihat Kakak Seperguruan begitu panik untuk seseorang sebelumnya.” Mu Jue melambaikan tangannya, “Kembalilah dulu ke kamar bersamaku.”
Dengan patuh aku mengikutinya, bertanya, “Di mana Guru?”
“Kakak Seperguruan dipanggil untuk ditanyai.” Mu Jue, seraya membantuku mencampurkan salep, berkata, “Kupikir Guru juga salah. Ekspedisi ke Gunung Jing kali ini, siapa yang bisa menerka kalau akan ada pengepungan dari klan iblis? Kalau bukan berkat Kakak Seperguruan, takutnya jumlah orang yang bisa selamat dari sekumpulan murid ini bisa dihitunng dengan satu tangan. Para guru ingin menyalahkan Kakak Seperguruan karena telah menangani urusan ini secara salah benar-benar tidak adil kepada Kakak Seperguruan.”
Aku terdiam dan tiba-tiba teringat pada ekspresi si Iblis Besar saat menyuruhku untuk menghentikan Mu Xuan.
Kuterka kalau pada waktu itu dia mungkin mengikuti si orang berbaju hitam.
Mu Xuan pergi pada situasi semacam itu, kerugian para murid Cang Lin tentu sangat mengerikan…. Dia mungkin sangat menyesalinya, itulah sebabnya dia mendesakku untuk menghentikan dirinya. Namun pada akhirnya, kenapa dia ingin pergi bersama dengan orang berbaju hitam itu pada situasi tersebut….
Tak mungkin kan itu karena… dia sakit? (T/N: jadi buat yang masih belum jelas, istilah ‘sakit’ yang disebut dalam judul cerita yang ini adalah sakit di bagian otaknya / sinting)
“Apakah Paman Guru tahu kapan Guruku akna kembali?”
Mu Jue menjawab, “Ceramah orang-orang tua itu biasanya berlangsung sepanjang hari, yang setelahnya orang yang bersangkutan biasanya akan dikurung. Kupikir Kakak Seperguruan kemungkinan akan dikurung selama dua hingga tiga bulan. Setelah tiga bulan, kau akan bisa bertemu dengan Gurumu.”
Mu Xuan juga akan dikurung….
Aku terdiam. Tiba-tiba menolehkan kepalaku, “Saat dikurung, apa aku bisa mengirimkan sesuatu untuk dimakan kepada Guru?”
“Biasanya, itu tak mungkin.” Mu Jue selesai mencampur salep dan membuka mulutnya untuk tersenyum kepadaku, “Tapi kali ini, semua orang di sekte memuja Kakak Seperguruan. Hukuman dari orang-orang tua itu adalah satu masalah, kami secara pribadi ‘mengalirkan air’ (T/N: memberi kelonggaran) adalah masalah lain.” Mu Jue menggerak-gerakkan alisnya padaku, “Paman Seperguruan akan membantumu menyogok sedikit?”
Dibuat terharu hingga menangis, aku menatap Mu Jue, “Paman Guru memang orang yang baik!”
Mu Jue tertawa begitu keras hingga tampak seakan ekornya yang bergoyang-goyang akan copot.
Dia memanggil seorang murid wanita Cang Lin untuk membantuku mengganti perban. Si murid wanita mulutnya bahkan lebih longgar daripada Mu Jue. Seraya mengoleskan salep, dia menyebutkan semua gosip mengenai Mu Xuan yang beredar di Sekte Cang Lin. Bagaimana jiwa heroik Mu Xuan, dihadapkan pada bahaya mematikan, begitu menggerakkan hati. Bagaimana murid-murid Paman Guru Nan yang sombong, yang dibuat ketakutan oleh klan iblis sampai-sampai mengompol di celana mereka, pada akhirnya diselamatkan oleh Mu Xuan. Bagaimana Mu Xuan luar biasa tertekan demi muridnya, mencincang siluman yang telah melukai muridnya hingga jadi serpihan….
Mendengar namaku disebut dalam rumor-rumor itu, aku sangat terkejut. Dalam pendapatku, Mu Xuan bisa membawaku pulang sudah luar biasa murah hati. Dia bahkan marah karena aku terluka…. Aku memberanikan diri untuk menerka bahwa dalam hatinya, semestinya dia sudah sedikit peduli tentangku….
Ada harapan dalam mendapatkan cermin itu.
Aku memuji diriku sendiri. Tindakan melompat untuk mengorbankan diri demi menyelamatkan sang Guru benar-benar telah dijalankan dengan indah.
Keesokan paginya, Mu Jue datang berlari seperti angin untuk memberitahuku bahwa Mu Xuan benar-benar telah dikurung. Dia menyuruhku untuk menunggu lima, enam hari hingga para Guru tak terlalu peduli lagi tentang masalah Mu Xuan. Setelah itu dia akan membantuku dengan memakai kontaknya.
Masalah ini tidak mendesak bagiku, namun murid wanita yang datang untuk mengganti perbanku tanpa disengaja telah mengungkit satu masalah yang ada dalam hatiku.
Dia berkata bahwa klan iblis yang melancarkan serangan pada murid-murid Cang Lin kali ini adalah klan yang berlokasi di dekat Gunung Jing, Klan Iblis Fu Shan. Dan klan ini telah dibantai oleh suatu orang misterius dua atau tiga hari yang lalu. Itu bukan gerakan Sekte Cang Lin, juga bukan langkah sekte xian yang lain. Beberapa orang bilang, orang yang membantai Sekte Fu Shan telah memakai sihir iblis, jadi semestinya merupakan konflik dalam di antara sekte-sekte iblis. Si murid wanita, tempak seakan sedang mengepulkan banyak asap, berkata bahwa ini adalah siklus alami hukum Langit, tak seorang pun yang akan bisa lolos.
Namun mendengar kabar ini, aku tak bisa merasa gembira sama sekali. Menghitung waktunya, kuterka kalau lebih dari separuhnya adalah perbuatan dari si Iblis Besar….
Satu orang menghabisi satu sekte iblis sendirian, bahkan bila kekuatan sihirnya telah mencapai tingkatan Iblis Besar, melakukan hal semacam itu seharusnya masih menghabiskan banyak tenaga. Tak peduli apakah berakhir sukses ataupun gagal, dia pasti telah membayar harga yang lumayan besar.
Tak mampu menahan kegelisahanku, aku berlari ke belakang gunung pada tengah malam dan melepaskan beberapa ekor burung sihiran, membiarkan mereka mencari jejak sang Iblis Besar.
Setelah menunggu selama dua hari, aku tak menerima pesan dari burung itu, namun Mu Jue berlari menghampiri untuk memberitahuku bahwa kami sekarang bisa diam-diam membawakan Mu Xuan makanan.
Karenanya, aku harus mengendalikan emosiku. Aku membawa sekeranjang makanan dan berlari menuju Puncak Cang Qiong yang bersalju untuk mencari Mu Xuan.
Saat aku pergi ke sana, bahkan tak ada seorang murid pun yang menjaga pintu. Tampaknya sogokan Mu Jue telah dilakukan dengan cukup baik. Setelah memasuki gua es Puncak Cang Qiong, hawa dingin terasa menusuk tulang. Aku tak berani memakai sihir untuk menangkal udara dingin dan hanya bisa memeluk lenganku dan dengan gemetaran berjalan lebih jauh ke dalam. Setelah berjalan selama waktu setengah dupa, aku melihat sebuah ruangan es di dalam gua.
Di dalam ruangan itu udaranya bahkan lebih dingin lagi. Mu Xuan duduk sendirian, menyandar pada dinding es. Matanya terpejam, serupa dengan kali pertama aku melihat penampilannya di dalam es, tetapi juga cukup berbeda. Kali ini aku merasa bahwa energi di sekitarnya suram dengan tak tergambarkan. Dia jelas tidak disegel selama tiga ratus tahun, namun entah bagaimana aku merasa kalau tubuhnya telah mengumpulkan kesepian selama ratusan tahun. Dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, dirinya telah kurus banyak.
“Guru,” aku memanggilnya. Barulah saat itu dia membuka matanya.
Sepasang mata yang dalam menatap tepat ke dalam mataku. Barulah setelah menatapku selama sesaat dia bertanya kepadaku dengan suara parau, “Bagaimana kau bisa ada di sini lagi?”
Kata ‘lagi’ ini benar-benar digunakan dalam cara yang membuatku merasa sangat bingung. Hal-hal yang tak kumengerti, aku akan mengabaikannya tanpa ragu. Aku membawakan keranjang ke sampingnya dan meletakkannya. “Aku membawakan Guru sedikit makanan.”
Dia melirik keranjang itu, kemudian kembali memejamkan matanya, “Bawa pergi, aku tak butuh.”
Aku kebingungan. Pada saat itu, aku jelas-jelas telah menghentikan dirinya, dia juga jelas-jelas telah menyelamatkan murid-murid Cang Lin dan sekarang di seluruh sekte ini tak ada seorang pun yang tidak memujanya. Menurut akal sehat, bahkan bila dia sekarang dikurung, dalam hati dia seharusnya gembira. Penampilan sedih ini mirip dengan ayam jantan yang dikalahkan oleh ayam jantan lain, pada akhirnya apa masalahnya….
“Guru, Guru tak mau makan, kalau begitu aku akan menemani Guru bicara….”
“Tak usah.”
“Kalau begitu Guru menemaniku bicara.”
“.…”
Dengan bebal aku duduk di sampingnya. Karena hawa dingin, aku merapat sedikit ke lengannya. Mu Xuan akhirnya melirikku. Karena sejumlah salep di punggungku telah merosot karena duduk, aku pun memakai tanganku untuk menepuk-nepuk punggungku.
Melihat ini, Mu Xuan menolehkan kepalanya, dan setelah terdiam selama sesaat, dia bertanya, “Bagaimana lukanya?”
Dari kalimat ini aku mendengar kalau dia peduli terhadapku, namun juga malu. Dengan gembira aku menjawabnya, “Paman Guru Mu Jue bilang kalau tak ada bagian penting yang kena; aku akan pulih setelah beberapa waktu. Dia telah menyuruh Adik Seperguruannya untuk membantuku mengganti perban. Adik Seperguruannya setiap hari memberitahuku betapa heroik dirimu, Guru, di Gunung Jing, dan menjadi pahlawan bagi semua orang. Bahkan Paman Guru Nan yang merasa tidak yakin juga tak bicara sepatah kata pun sekarang.”
Mu Xuan begitu mendengar kabar itu, matanya jadi lebih redup dan berat lagi “Heroik….”
Dia tiba-tiba tertawa dingin.
Aku tak mengerti, karenanya lagi-lagi aku mengabaikan ekspresinya dan lanjut bicara tentang yang terjadi di Sekte Cang Lin. Tentang sesama muridnya yang tertawa, bermain, dan membuat masalah setiap hari. Mu Xuan tak pernah menjawabku, aku bicara hingga kepalaku terasa agak linglung. Saat kepalaku perlahan mulai mengarah ke bahunya, dia menepuk kepalaku dan membangunkanku.
“Puncak Cang Qiong luar biasa dingin, lukamu belum sembuh, hawa dingin bisa dengan mudah memasuki tubuh. Setelahnya.…”
“Setelahnya aku akan memakai sedikit lebih banyak pakaian sebelum datang.” Aku mengeluarkan roti kukus yang sudah membeku jadi es dari dalam keranjang dan menyerahkannya pada Mu Xuan, “Guru simpanlah ini, kalau Guru lapar ini bisa mengisi perut.”
Dia terdiam, namun tak menolak lagi.
Menguap, aku mengambil keranjangnya dan pergi. Sebelum meninggalkan gua es, aku berbalik dan melihat Mu Xuan memasukkan roti kukus itu ke dalam mulutnya, lalu menghantamkan giginya pada roti kukus yang sudah sekeras batu bata. Aku tak bisa menahan diri untuk diam-diam tertawa. Dia mendongakkan kepalanya untuk menatapku.
Saat mataku menjelajah, tiba-tiba aku merasa kalau detak jantungku meningkat.
Memutar kepalaku, aku kabur dari gua es itu.
Aku tahu kalau aku mungkin telah mengembangkan suatu pemikiran terhadap Mu Xuan yang tak seharusnya kumiliki, tapi… siapa suruh dia tampak begitu tampan.
Tetapi aku tak boleh memiliki pemikiran-pemikiran ini terhadapnya, karena aku ditakdirkan untuk kembali ke masa tiga ratus tahun kemudian. Kalau sampai hatiku tergerak, maka itu seharusnya terhadap si Iblis Besar….
Sorenya, burung yang telah kulepaskan untuk mencari si Iblis Besar kembali.
Pada salah satu bulu burung itu terdapat percikan darah. Aku mengambil obat yang telah Mu Jue berikan kepadaku dan turun dengan memakai jalan setapak kecil di belakang gunung. Setelah mengawasi ke kiri dan kanan, memastikan bahwa tak ada murid yang terlihat, aku pun menunggangi awan dan mengikuti burung yang terbang itu hingga ssejauh dua gunung. Akhirnya kutemukan si Iblis Besar berada pada tepi sungai yang berbatu-batu.
Berbaring di tepi sungai, seluruh tubuhnya basah kuyup. Aku mendekat untuk mengamati dan barulah kemudian menemukan bahwa yang ada di tubuhnya bukanlah air sungai, melainkan darahnya sendiri.
Aku menariknya ke tempat datar di tepi sungai dan membuka pakaian luar bagian atasnya untuk dihadapkan pada pemandangan tragis tentang dadanya yang berlumuran darah. Aku begitu ketakutan hingga tanganku mulai gemetar. Setelah menyobek pakaian dalamnya dan mencucinya di sungai, aku membantunya menyeka luka di tubuhnya hingga bersih. Kemudian, dengan gemetaran aku mengeluarkan obat dan mengoleskannyaa pada luka tersebut.
Memikirkan saat aku menyayat lehernya dan bilah belati itu bahkan dibuat melengkung saat berhadapan dengan tubuhnya. Namun, si Iblis Besar yang ganas ini telah terluka sampai seperti ini. Bisa dibayangkan betapa ganas pastinya pertarungan antara dirinya dan Klan Iblis Fu Shan….
Seberapa besar dia pasti telah membenci Klan Fu Shan sampai merisikokan nyawanya seperti ini. Apakah itu hanya karena dahulu Klan Fu Shan telah membunuh murid-murid Cang Lin?
Memikirkan tentang penampakan Mu Xuan saat dia bicara dengan si orang berbaju hitam, kupikir pasti ada rahasia lainnya.
Aku merawat si Iblis Besar sejak tengah malam hingga siang keesokan harinya, namun dia tetap tak sadarkan diri. Setelah melihat waktunya, aku tahu kalau aku harus pulang, jadi aku hanya bisa menyeretnya ke gua di samping tepi sungai untuk menyembunyikan dirinya dari pandangan.
Setelah kembali ke Sekte Cang Lin, aku langsung berangkat untuk membawakan makanan bagi Mu Xuan. Bersikap tenang, aku mengobrol dengan Mu Xuan selama sesaat. Kemudian, setelah mengumpulkan beberapa barang aku pun bergegas kembali ke tepi sungai.
Tetapi mungkin karena telah turun hujan di beberapa tempat di gunung, itulah sebabnya sungai telah meluap dan membanjiri gua tempat aku menyembunyikan si iblis besar. Setelah berdiri di tepian dalam waktu lama, aku pun melompat ke sungai. Sesudah mencari di dalam gua, aku tak bisa melihat si Iblis Besar. Seraya mengambang, aku rasanya ingin menangis.
Sudah berakhir.
Aku telah kehilangan si Iblis Besar. Dengan luka separah itu, setelah disapu oleh air, kalau dia tidak mati maka akan cacat. Dalam hidup ini aku takkan bisa melihat dirinya lagi. Tanpa bantuannya, bagaimana aku bisa kembali ke masa tiga ratus tahun di masa depan….
Mengambang di sungai, ingin menangis tapi tak punya air mata, aku memandangi sungai yang panjang itu. Tiba-tiba, sebatang ranting mengenai kepalaku. Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat kalau si Iblis Besar sedang duduk di cabang pohon di tepian, dengan acuh tak acuh menatapku: “Aku belum mati.”
Pada saat itu, aku dibuat terharu sampai-sampai mataku dipenuhi oleh air mata.