A Love So Beautiful - Special 13.3
“Aku pulang.” Jiang Chen berkata di luar kebiasaan saat dia mendorong pintu rumah hingga terbuka.
Rumahnya luar biasa sunyi, dan tak ada respon. Dia menaikkan sedikir volume suaranya, “Aku pulang.”
Pintu kamar nyaris tertutup. Melihat ke dalam lewat celah pintu, Chen Xiaoxi sedang menyandar pada bagian kepala ranjang sambil membaca manga-nya, Jiang Ke Kecil berada di sisinya, tidur nyenyak.
Jiang Chen mendorong terbuka pintu kamar, “Aku pulang.”
Chen Xiaoxi mengalihkan tatapannya dari manga selama dua detik, “Oh, aku dengar kok, pelan-pelan! Jangan ganggu Keke.”
Siapa yang mengubah coding untuk mode setelan di mana Chen Xiaoxi akan memelesat keluar, mencengkeram lengannya dan bertanya, “Kenapa kau pulang kerja begitu awal hari ini? Apa kau lelah? Apa kau lapar? Haruskah aku ambilkan sesuatu untuk kau makan? Tuangkan segelas air untukmu? Atau apa kau ingin minuman tertentu?”
Setelah berdiri dengan sia-sia selama beberapa menit, Jiang Chen mendapati kalau Chen Xiaoxi sekali lagi telah kembali ke dunia manganya. Jiang Chen hanya bisa pergi ke ruang belajarnya dengan tanpa suara dan perlahan.
Di ruang belajar, dua meja diseraki secara berantakan oleh beberapa kertas gambar. Akhir-akhir ini Chen Xiaoxi keranjingan pada ilustrasi anak-anak, dan memanfaatkan cuti melahirkannya untuk membuat ilustrasi buku dongeng anak-anak. Dahulu, Chen Xiaoxi takkan berani menyerakkan barang-barangnya ke meja Jiang Chen, terlebih lagi, dahulu, salah satu tugas Chen Xiaoxi adalah membantu Jiang Chen merapikan meja kerjanya yang berantakan. Ini sungguh sebuah kasus tentang ‘saat ini berbeda dengan masa lalu’.
Jiang Chen ingin mengosongkan tempat untuk menulis makalahnya, dan mulanya hanya berniat menumpuk barang-barang tambahan yang telah muncul di atas mejanya kembali ke meja Chen Xiaoxi, tetapi siapa tahu bahwa dari tumpukan kertas-kertas itu, dia akan berakhir memungut sebungkus biskuit yang sudah separuh dimakan, sebungkus tisu basah, dan popok sekali pakai yang tak pernah dipakai sebelumnya. Dia harus membilak-balik tumpukan kertas di atas meja Chen Xiaoxi, dan memang, dia berhasil mengeluarkan sebuah dot dan sendok sup.
Jiang Chen menghela napas tanpa daya, dia memiliki seorang istri yang baik di dalam rumah.
***
Saat keharuman makanan mulai menyebar di dalam rumah, Jiang Chen meletakkan pena di tangannya, membuka pintu ruang belajar, dan melihat Chen Xiaoxi menggendong Jiang Ke sambil menyuapi anak itu semangkok substansi yang seperti pasta.
Melihat dirinya keluar, Chen Xiaoxi dengan antusias memanggilkan untuk Jiang Ke dan berkata, “Lihat, itu Ayah.”
Jiang Ke tidak memedulikan hal ini, dan mengoceh saat dia memonyongkan mulutnya untuk mengejar sendok di tangan Chen Xiaoxi.
Chen Xiaoxi begitu geli hingga dia meledakkan tawa lantang, dan mengambil sesendok penuh untuk diantarkan ke mulut Jiang Ke. Saat Jiang Ke membuka mulutnya untuk memakannya, Chen Xiaoxi menarik sendoknya menjauh. Jiang Ke begitu marah hingga dia menangis keras.
Mereka berdua pun dengan riang mulai memainkan permainan ‘mengambil makanan’ dengan satu sendok itu. Jiang Chen dibiarkan begitu saja di samping, dan secara tak terlukiskan merasa bahwa dirinya sangat seperti tambahan.
Terpaksa Jiang Chen bersuara dan bertanya, “Apa kita bisa makan?”
Chen Xiaoxi tertawa saat dia menjawab, “Kau bisa makan bubur nasi di dalam kuali. Aku masak kebanyakan, dia tak bisa menghabiskanya.”
Memangnya aku mau makan buruk payah macam itu! Dalam hati Jiang Chen membalikkan meja.
“Lantas apa yang akan kau makan?”
Chen Xiaoxi mengedikkan bahunya, “Aku makan sesuatu di siang hari. Aku tidak lapar sekarang. Saat aku lapar aku akan masak mi untuk dimakan.”
Saat malam tiba, Jiang Chen yang hanya makan semangkuk bubur nasi merasa kelaparan dan mengantuk saat dia terbaring di atas ranjang dengan terbengong-bengong: Chen Xiaoxi dan Jiang Keke sedang berbaring di ranjang memainkan permainan ‘terbang tinggi’.
Jiang Ke berdeguk saat dia tertawa, Chen Xiaoxi juga berdeguk saat dia tertawa.
“Cepat bujuk dia untuk tidur, sekarang sudah jam dua belas,” Jiang Chen mengangkat tangannya dan menutupi matanya seraya berkata lemah.
“Dia sudah tidur sepanjang siang hari ini, dia penuh dengan semangat.” Chen Xiaoxi berkicau pada Jiang Ke, “Kan? Kan kan?”
Jiang Ke tentu saja tak bisa menjawab, dan hanya berdeguk dan tertawa sepenuh hati.
Jiang Chen hanya bisa berkata, “Aku ada jadwal operasi besok pagi-pagi sekali.”
Barulah saat itu Chen Xiaoxi mengerti. Dia pun menyarankan dengan penuh pertimbangan :Ah, kalau begitu kau bisa tidur di ruang belajar. Istirahatlah lebih awal, jangan biarkan kami mengganggumu.”
Jiang Chen menarik selimutnya dan menutupi dirinya sendiri dari kepala hingga ujung kaki, dan berkata sedih, “Lupakan saja”, dan berbalik untuk tidur dengan punggung menghadap mereka berdua.
Sekarang karena segalanya sudah sampai pada tahap ini, Jiang Chen akhirnya menyadari, dia telah sepenuhnya kehilangan semua dukungan dalam keluarga ini.