Ashes of Love - Chapter 12
Dewa Air menurunkan kepalanya untuk menatapku, danau jernih di matanya mulai beriak membentuk gelombang, sebaris air mata mengalir dari matanya dan mendarat di lengan bajuku. “Jin Mi, kau telah menderita…. Aku berhutang kepada Zi Fen, aku juga berhutang padamu sebagai seorang ayah. Bahkan bila kau tak mau mengakuiku, aku takkan menyalahkanmu….” Meski dia bicara seperti ini dari mulutnya, dia mengeratkan pelukannya padaku.
Dengan patuh aku menyandar pada bahunya. Aku tak meronta. Ujarku dengan nada melankolis, “Bukannya Jin Mi tak mau mengakui, tetapi kekuatan Jin Mi rendah, bahkan bila aku memaksa diriku untuk percaya, bagaimana Dewa Air akan bisa mengakui pada dunia bahwa Jin Mi, seorang peri buah, merupakan keturunan Dewi Bunga dan Dewa Air? Kalau tidak bisa meyakinkan orang banyak, kelak pasti akan ada masalah.”
Aku melihat melalui bahu Dewa Air dan mendapati Pemimpin Bunga Pertama mengerutkan alisnya dan memelototiku. Kugosok hidungku dan bersembunyi dalam pelukan Dewa Air. Saat Dewa Air memelukku, dia tampak sangat senang. Dengan penuh kasih dia membelai puncak kepalaku dan berkata pelan, “Jin Mi tidak usah cemas, inti dewamu ditutup dengan segel oleh Zi Fen, jadi kamu yang sekarang ini bukan dirimu yang sesungguhnya. Ayah akan pergi ke Barat untuk meminta Sang Buddha membuka segel dirimu yang sesungguhnya.”
Aku selalu seorang diri selama empat ribu tahun lebih, dan tak pernah merasa kekuarangan apapun. Tetapi kini saat dia memelukku dengan begitu penuh kasih, aku jadi terpana, aku hanya merasa bahwa meski di luar salju turun, rasanya seakan seluruh musim semi telah dimampatkan di dalam pelukan hangat ini. Ttanpa sadar aku memberikan seulas senyum lemah pada salju yang berguguran di luar, sekuntum bunga kuning mungil perlahan tumbuh dari lapisan-lapisan salju, mekar dengan keras kepala melawan angin musim salju yang dingin.
Dengan lembut aku menggumamkan kata itu, perlahan mengulanginya di mulutku, “A…. Ayah….”
Pelukan itu bergetar.
Tiba-tiba angin musim semi berhembus, salju putih yang telah menyelimumti langit dan tanah menghilang tanpa jejak. Hanya ada langit yang jernih yang cerah, di mana-mana bunga bermekaran.
Pemimpin Bunga Pertama memandang kami, pinggiran matanya memerah. Mata pemimpin bunga Yu Lan tampaknya kemasukan apsir, dia terus memakai lengan jubahnya untuk menyeka matanya.
“Jin Mi…. Jin Mi yang patuh….” Dewa Air membuka lagi mulutnya, suaranya bergetar seakan dia kesulitan menekan kegembiraannya, “Asalkan Jin Mi suka, jangankan esensi dewa, bahkan bila ayah harus memberikan seluruh dirinya, kenapa tidak?”
Jangan menyerang dengan kuat, mintalah seakan dirimu lemah – kata-kata xian rubah semaunay memang benar, ini adalah jurus penakhluk semua lelaki, tak peduli berapapun umurnya. Diam-diam aku bersorak atas hal ini.
“Tetapi tubuh Jin Mi memiliki tenaga panas ‘Yang’ dalam jumlah besar, dari mana ini berasal?” Dewa Air mengubah topik, suaranya sarat dengan kekhawatiran, “Untuk melepaskan lonceng kita harus menemukan orang yang mengikatkan loncengnya. Saat ini, sangat penting mencari orang itu untuk mengambil kembali tenaga yang telah dia berikan padamu.”
“Tenaga panas Yang? Apa mungkin itu adalah tenaga yang telah diberikan oleh Kaisar Langit padaku semalam?” aku berseloroh.
“Kaisar Langit?!” Pemimpin Bunga Pertama memelototiku, “Yu Lan! Bukankah kamu yang menjaga Jin Mi semalam, kau mau bilang apa?”
Pemimpin Bunga Yu Lan berlutut di depan makan. Dengan gugup aku berkata, “Ini tidak ada hubungannya dengan Pemimpin Bunga Yu Lan. Kaisar Langit telah memanggil jiwaku ke sebuah Dunia Ilusi, dan dengan seenaknya memberiku esensi dewa lima ribu tahun.”
“Apa yang dia katakan padamu?” Pemimpin Bunga Pertama menatapku dengan garang, aku mengkeret dalam pelukan Dewa Air, tetapi melihat bahwa Dewa Air sedang larut dalam pemikirannya sendiri.
“Dia bilang… dia bilang…. Dia bilang dia juga ayahku,” kutelan ludahku dan akhirnya berhasil mengeluarkannya. Dewa Air membeku.
“Konyol!” Pemimpin Bunga Pertama tersenyum dingin, kedua puluh tiga Pemimpin BUnga lainnya juga tampak murka. Pemimpin Bunga Kecil Ding Xiang kelihatan seakan sudah tak sabar untuk menguliti Kaisar Langit, “Kalau bukan gara-gara dia! Kenapa jiwa majikan kita musnah dan mati dengan kebencian sebesar itu?! Bisa dibilang dia adalah musuh yang telah membunuh ibumu juga tidak bisa dibilang memfitnahnya!”
“Ding Xiang!” Pemimpin Bunga Pertama ingin menghentikannya tapi sudah terlambat.
“Apa katamu? Ding Xiang, apa yang tadi kau katakan?” Dewa Air angkat bicara, wajahnya seputih kertas, ujung jarinya tak bisa berhenti gemetar, “Bagaimana Zi Fen pergi? Sudah lewat empat ribu tahun, berapa lama lagi kalian berencana menyembunyikannya dariku?”
“Bagaimana majikan kami pergi? Bisa dibilang, Dewa Air juga punya andil di dalamnya! Hari ini bahkan bila aku melanggar sumpahku dan harus menghancurkan tubuh asliku, aku tetap harus mengucapkan kebenarannya pada Jin Mi!” Pemimpin Bunga Kecil Ding Xiang mendorong Pemimpin Bunga Pertama, “Semua lelaki di dunia ini begitu plin-plan! Sekarang saat Jin Mi sudah tumbuh dewasa, satu demi satu mereka datang untuk menjadi ayah Jin Mi! Apa kalian tahu kalau majikan kami telah melindungi anak ini dengan memakai seluruh hasil pertapaannya? Ya, aku mungkin tidak jelas, tetapi bagaimana dengan Dewa Air? Saat Jin Mi lahir, saat majikan kami menutup matanya, saat itu jugalah Dewa Air menikah. kau bahkan belum punya kesempatan untuk menikmati bunga persikmu yang sekarang, kapan kau akan punya waktu untuk mengenang kembali kekasih lama?”
Sekujur tubuh Dewa Air berguncang, seakan dirinya tersambar petir, seakan air sedingin es telah diguyurkan ke atas kepalanya. Pelukannya pada tubuhku melonggar. Dia bangkit, “Itu adalah penanggalan Langit, saat pertama salju turun yang ke dua puluh delapan ribu enam ratus dua belas… bukannya penanggalan Langit, musim panas ke dua puluh delapan ribu, enam ratus tiga belas, apakah Dunia Bunga telah menyembunyikan kematian Zi Fen selama satu tahun?” Dewa Air terlihat nyaris kehilangan jiwanya, dia menggumam sendiri, “Zi Fen bilang kalau dia tak pernah menyukaiku… dia hanya punya perasaan kepada Kaisar Langit… dia memaksaku menikah dengan Lin Xiu….”
(T/N: Lin Xiu adalah Dewi Angin, istri Dewa Air yang sekarang)
Pemimpin Bunga Kecil Ding Xiang menutupi wajahnya. Dia menangis pilu hingga tak ada sedikitpun suara yang bisa terdengar.
“Kedua puluh empat Pemimpin Bunga telah bersumpah kepada majikan terdahulu pada tahun itu, Dewa Air tak seharusnya menekan mereka lagi. Apa yang telah terjadi pada tahun itu, kebetulan saya tahu sedikit, apakah Dewa Agung bersedia mendengarkan saya?” Sebuah bayangan merah bulat muncul di depan Pemimpin Bunga Kecil Ding Xiang. Aku menatapnya dengan seksama dan menyadari bahwa dia ternyata adalah Lao Hu si tukang menguping.
Dewa Air tak bicara, sikap diamnya membuat orang gelisah.
“Tahun itu, saya pikir Dewa Air tahu dengan lebih baik daripada saya bagaimana Putra Mahkota Langit telah merayu dan menipu untuk mendapatkan hati majikan kami yang terdahulu. Bagaimanapun, sebelum Kaisar Langit yang terdahulu mangkat, Beliau telah mengatur pernikahan putri Klan Burung sebagai istrinya. Pada saat itu, enam dunia sedang berada dalam kekacauan. Demi untuk menenangkan keadaan, Putra Mahkota Langit melakukan pernikahan dengan Klan Burung untuk menakhlukkan Dunia Iblis yang ingin memberontak dan merebut tahta. Majikan yang terdahulu sakit hati oleh hal ini. Kaisar Langit tak mengubah sifatnya yang mata keranjang bahkan setelah dia naik tahta, dia masih memikirkan majikan terdahulu dan ingin menjadikan majikan terdahulu sebagai selirnya. Majikan terdahulu menolak dan menunjukkan bahwa dia tak lagi ingin bertemu dengan lelaki itu.”
“Dewa Agung selalu baik kepada majikan kami yang terdahulu. Seakan sepuluh ribu tahun telah menjadi satu hari, majikan terdahulu perlahan-lahan mulai mengembangkan perasaan terhadap Anda, Dewa Agung, dan sebenarnya ini adalah suatu hal yang indah. Bagaimanapun, siapa yang tahu bahwa ketika Kaisar Langit mengetahui tentang ini, dia menjadi sangat marah sehingga memaksakan dirinya pada majikan terdahulu. Majikan terdahulu begitu kecewa hingga ingin menghancurkan dirinya sendiri di dalam Sungai Kelupaan, namun dia dihentikan oleh kekuatan Kaisar Langit, dan dikurung di dalam Istana Wu Tong. Di sisi lain, Kaisar Langit bersiasat untuk membuat pertunangan antara Anda dnegan Dewi Angin.”
“Sifat asli Permaisuri Langit itu kejam dan keji, dia mengetahui perbuatan Kaisar Langit dan memendam kebencian di dalam hatinya. Dia mengambil kesempatan saat majikan terdahulu tak sadarkan diri dan meracuninya untuk membakar wujud aslinya. Meski majikan terdahulu berhasil meloloskan diri, wujud aslinya telah terluka parah. Majikan terdahulu tahu kalau dirinya tak punya waktu lebih lama untuk hidup, maka beliau jadi bersikap dingin kepada Dewa Air, untuk memaksa Dewa Air menikah dengan Dewi Angin, agar melupakan dirinya dan agar menjalani kehidupan yang bahagia.”
“Majikan terdahulu tak ingin Xiao Tao Tao (Jin Mi) mengikuti jejaknya, jadi beliau memerintahkan kedua puluh empat Pemimpin Bunga untuk menyembunyikan identitas putrinya itu dari dunia, memakai Tusuk Rambut Penyegel Jiwa untuk untuk menyamarkan kecantikannya, dan untuk mengurung Xiao Tao Tao di dalam Shui Jing selama sepuluh ribu tahun. Beliau memerintahkan saya untuk menjaganya, siapa tahu….” Lao Hu mendesah, desahannya penuh kemasaman.
“… Zi Fen, Zi Fen, aku bisa naik ke Kahyangan, bisa turun ke bumi, tetapi di mana Kakak Seperguruan bisa menemukanmu?” Sorot mata Dewa Air sarat dengan air mata bagai kepingan kristal.
Dalam kesedihan aku menggosok dahiku. Siapa yang tahu kalau ternyata aku adalah leturunan dari Dewa Air dan Dewi Bunga, memiliki kepribadian seperti air dan bunga*, sepertinya ungkapan semacam itu tidak bagus….
(*T/N: frase 水性杨花 yang berarti memiliki sifat yang berubah-ubah seperti air dan mengambang seperti bunga, biasanya itu mengesankan seorang wanita yang plin-plan dan tidak setia. Jin Mi banget yak….)
Tiba-tiba aku menyadari, dalam sandiwara dramatis tentang pengungkapan besar identitas kelahiranku, ternyata pihak ketiga adalah orangtua Phoenix. Lain kali aku bisa menggoda burung itu.
***
“Jin Mi Xian Zi?” Seseorang dengan kebingungan memanggilku. Sebelum aku bisa berbalik, kulihat seekor rusa sika melompat ringan ke sisiku, hidungnya yang basah mengendusi bajuku, matanya yang bulat berkilauan ke arahku.
Kutepuk-tepuk kepala Yan Shou itu, menatap cahaya mentari yang nyaris memudar, aku bertanya, “Apakah Xiao Yu Xian Guan akan segera pergi bertugas?”
“Benar.” Xiao Yu Xian Guan mengenakan jubah biru bagai danau, awan mengambang di sekeliling kakinya, ada jejak kekhawatiran di matanya. “Jin Mi Xian Zi telah kembali ke Dunia Bunga selama beberapa hari terakhir ini, apakah kedua puluh empat Pemimpin Bunga telah menyusahkanmu?” Dia meneruskan, “Kenapa Jin Mi Xian Zi datang ke Dunia Kahyangan hari ini? Permaisuri Langit masih marah, beliau mungkin bisa mencelakai Jin Mi Xian Zi, jadi kenapa Jin Mi tidak mengikutiku saja, supaya aku bisa menjagamu?”
Xiao Yu Xian Guan sungguh naga yang baik, hanya saja aku tak perlu sampai merepotkannya kali ini. aku menjawab, “Banyak terima kasih atas kemurahan hati Dewa Malam. Tetapi harap jangan cemas, kau bisa pergi dan menjalankan tugasmu. Aku tak mau menghalangimu dari menggantungkan bintang-bintang di langit.”
Hari ini Ayah Dewa Air membawaku ke Dunia Kahyangan untuk meminta Kaisar Langit mengambil kembali esensi dewanya. Siapa tahu begitu kami memasuki Gerbang Langit Selatan, kami akan bertemu dengan Xiao Yu Xian Guan. Ayah Dewa Air berada di sisiku, tapi secara kebetulan sosoknya terhalang oleh sebuah pilar besar di pintu dan hanya menampakkan ujung jubahnya. Xiao Yu Xian Guan pasti belum melihatnya.
Aku melihat Xiao Yu Xian Guan membelai sisi leher Yan Shou dan tersenyum lembut padaku, “Saya sangat bersyukur atas perkataan Jin Mi sebelumnya saat kau bilang kau menyukai Run Yu. Hal itu mengisi hatiku dengan rasa terima kasih. Bisa membantu Jin Mi itu lebih daripada yang bisa kuharapkan.”
Di samping, tubuh Ayah Dewa Air terguncang. Wajahnya yang elegan berubah, alisnya berkerut.
Xiao Yu Xian Guan menurunkan kelopak matanya, wajahnya tampak sedikit sedih, lalu dia berkata, “Bagaimanapun, Run Yu sudah ditunangkan. Aku takkan bisa membalas niat baik Jin Mi.”
Kenapa dia tiba-tiba menyebut-nyebut soal pertunangan? Tetapi saat melihat Xiao Yu Xian Guan tampak begitu sedih, pasti akan terasa melukai harga diri bagi seseorang yang sudah bertunangan, ajdi aku menenangkan, “Tidak apa-apa, bahkan bila Xiao Yu Xian Guan sudah bertunangan, aku akan tetap menyukaimu.”
Saat mendengar hal ini, ekspresi Ayah Dewa Air berkilauan, jubahnya bergerak.
Mata Xiao Yu Xian Guan bersinar, mulutnya melengkung membentuk seulas senyum ringan, dia mendesah pelan, seakan hatinya penuh dengan penyesalan, “Aku juga menyukaimu.” Suaranya itu begitu pelan, tak mungkin bisa lebih pelan lagi, hingga nyaris pudar menjadi ketiadaan dalam kegelapan.
Ayah terbatuk keras dan berjalan keluar dari balik pilar langit.
Ekspresi Xiao Yu Xian Guan tampak kaget. Dengan decercah jejak rasa takut, dengan penuh hormat dia membungkuk pada Ayah Dewa Air, “Run Yu memberi salam kepada Dewa Agung. Saya tadi terlalu gegabah dan tidak menyadari keberadaan Dewa Agung. Harap maafkan saya.”
Ayah tak berkata-kata. Ditatapnya Xiao Yu Xian Guan dengan ekspresi rumit.
Getaran emosi di wajah Xiao Yu Xian Guan saat dia pertama melihat Ayah perlahan menjadi stabi di bawah tatapan kaku Ayah. Setelah tenang, dia pun berkata, “Run Yu tidak tahu kalau Dewa Agung telah tiba, Anda pasti telah mendengar percakapan saya dengan Jin Mi Xian Zi….” Dia terdiam, seakan telah membuat keputusan dalam hati, dia lalu mengibaskan jubahnya dan dengan penuh hormat berlutut di hadapan Ayah Dewa Air, “Run Yu mengaku bersalah kepada Dewa Air.”
Tatapan jernih Ayah terarah pada Xiao Yu Xian Guan. Sesaat kemudian, dia berkata, “Kesalahan apa yang Dewa Malam maksudkan? Saya ingin tahu.”
“Sebuah kesalahan besar, Run Yu tidak seharusnya mengkhianati janji pernikahan antara Ayahanda dan Dewa Agung, tetapi saya telah jatuh cinta kepada Jin Mi Xian Zi! Meski Run Yu bukan orang suci, tetapi saya tidak bisa bersama dengan orang lain saat hati saya berada di tempat lain. Karena hati saya sudah terarah pada Jin Mi yang hatinya juga terarah kepada saya, saya hanya bisa memberikan hati saya kepadanya, karenanya saya tidak bisa menikahi orang lain dan akan harus mengkhianati perjanjian untuk menikahi putri tertua Dewa Agung. Run Yu tahu bahwa kesalahan saya tak bisa dimaafkan, harap Dewa Agung menghukum saya!”
Xiao Yu Xian Guan berlutut di tanah, ucapannya yang berlebihan membuatku amat bingung. Dalam kebingungan ini aku tiba-tiba teringat, bukankah aku adalah putri tertua Dewa Air? Jelas, Xiao Yu Xian Guan tidak tahu ini.
Mulut Ayah Dewa Air menggelap, “Apakah Dewa Malam mengetahui harga dari melanggar perjanjian ini?”
Punggung Xiao Yu Xian Guan ditegakkan saat dia mengangkat kepalanya ke arahku. Dengan tatapan lurus dia tersenyum, “Dicabut peringkat dewanya dan diusir ke Dunia Fana! Tetapi bila saya bisa bersama dengan Jin Mi Xian Zi, apalah artinya meninggalkan posisi saya?”
Ekspresi Ayah berubah seratus kali, “Kehidupan manusia fana tak lebih dari setetes air di lautan, hanya beberapa puluh tahun dan dia harus mengalami penderitaan dari menua dan mati. Demi Jin Mi, apakah Dewa Malam tidak takut?”
Sorot mata Xiao Yu Xian Guan bagai bintang biduk besar, sepuluh ribu tahun menghadap ke Selatan, tak pernah berubah. “Hati Run Yu memiliki arahnya sendiri, saya tidak punya penyesalan bahkan bila saya harus mati sembilan kali!”
Ayah tampaknya terguncang oleh pernyataan ini. Dengan teliti dia mengamati Xiao Yu Xian Guan, “Bagus! Apa yang Dewa malam katakan hari ini, aku akan mengingatnya.” Setelahnya, dia berpaling padaku, “Jin Mi, ayo pergi.”
Ayah Dewa Air menarikku yang kebingungan menuju tempat kediaman Kaisar Langit, Istana Sembilan Awan Kabut, sementara Xiao Yu Xian Guan ditinggalkan di Gerbang Langit Selatan. Setelah sekilas terlihat cahaya emas, dari balik awan aku berbalik dan melihat Xiao Yu Xian Guan, hanya untuk mendapati dia masih berlutut dalam kabut sore, Yan Shou merundukkan kepalanya dan menjilat-jilat punggung jemarinya. Aku tak tahu apakah ini hanya penglihatanku yang salah, tetapi aku hanya merasa kalau sosoknya yang biru bagaikan rembulan yang telah kehilangan dirinya sendiri di musim semi, sendiri dan sedih.
Di gerbang Istana Sembilan Awan kabut, kudengar bunyi-bunyi alat musik. Penjaga mengumumkan, “Dewa Air yang Agung telah tiba.”
“Cepat masuklah,” sebuah suara yang riang keluar dari istana itu. ini pasti Kaisar Langit.
—
Ayah Dewa Air meraih tanganku dan membimbingku masuk ke dalam istana. Di tengah-tengah istana itu ada seorang dewa yang sedang memainkan alat musik dengan punggungnya menhadap kami. Mengelilingi sang dewa terdapat barisan para dewa yang menikmati musiknya.
“Dewa Air datang tepat pada waktunya, kudengar Dewa Air memiliki pengetahuan tinggi dalam bermusik. Hari ini aku memiliki sebuah alat musik yang spesial, akan menyenangkan kalau Dewa Air bisa memberiku pendapatnya tentang alat ini…,” ujar Kaisar Langit dengan penuh semangat. Saat dia melihatku berada di belakang sosok Ayah Dewa Air, ekspresinya langsung jadi keheranan.
Permaisuri Langit duduk di sisi kirinya. Dia telah menoleh untuk memberikan seulas senyum, tetapi ketika melihatku, ujung matanya menyipit dan wajahnya berkerut sedikit terlalu jauh.
Selain dewa yang sedang memainkan alat musik yang punggungnya masih menghadap kami, dewa-dewa lainnya memandangiku. Aku harus bilang kalau mereka agak kurang beretika.
Mata gelap Dewa Air membawa kebeluan yang tak tergoyahkan di dalamnya saat mata itu menatap Kaisar Langit, namun kedua tangannya mengencang di ujung jubahnya, ujung-ujung jarinya memutih.
Kaisar Langit merasa curiga, Permaisuri Langit marah, ayahku murka. Di tengah-tengah alunan musik, ketiganya saling bertatapan tanpa mengucapkan apa-apa.
Seperti kolam air yang dalam, melodi sendu air musim gugur yang menitik ke tanah menyapu ke seluruh aula. Melodi itu menjadi semakin gelisah saat semuanya berlanjut, seakan sebuah perang akan dimulai, nada-nadanya meninggi, dan pada puncaknya yang mengamuk, sebuah senar pun putus. Seakan sebuah mantra telah dipecahkan, dalam kesunyian, semua dewa yang ada di aula mendapatkan kembali kesadarannya.
Si pemain musik mengangkat alat musiknya dan berdiri, dengan satu sapuan jubah hitam berhias warna merah, sesosok dewa yang tinggi dan bangga berbalik. Ternyata dia adalah Phoenix. Namun matanya yang pongah menyapu wajahku bagai setetes air, meintas tanpa jejak.
Beberapa xian pelayan mengambil alat musiknya dari tangan Phoenix. Dia mengibaskan jubahnya dan duduk di sisi kanan Kaisar Langit, ekpresinya acuh tak acuh.
“Ke!” Kaisar Langit terbatuk dengan gugup saat mendapatkan kembali kesadarannya, “Kenapa Dewa Agung datang hari ini? Mungkin para dewa yang ada di sini sebaiknya pergi terlebih dahulu, dan kembali di hari lain untuk menikmati musiknya.”
“Tunggu!” Ayah Dewa Air melambaikan tangannya untuk menghentikan sekelompok dewa yang sudah akan pergi. Ditatapnya Kaisar Langit, mata gelapnya terlihat seakan dia hendak membongkar semuanya. Ekspresi Kaisar Langit berkilauan. “Tidak ada hal yang terlalu besar, saya hanya ingin meminta Kaisar Langit mengambil kembali tenaga ‘Yang’ lima ribu tahun dari tubuh putri saya – tenaga itu bertentangan dengan esensi internalnya.”
Permaisuri Langit tanpak syok. Phoenix dengan tajam menaikkan kepalanya. Kaisar Langit tampak tak percaya. “Putrimu… kecuali… Jin Mi….”
“Benar,” sorot mata Ayah begitu menusuk. Ujarnya tegas, “Jin Mi adalah putriku dan Zi Fen.”
Mata Phoenix berkilat-kilat. Pada saat itu, seakan ada ribuan bunga yang mekar dan bangkit di musim semi. Aku selalu tahu kalau suasana hatinya selalu berayun tidak jelas dari senang ke marah, jadi aku sudah terbiasa dengannya. Aku tak mau repot-repot memikirkan kenapa dia mendadak jadi gembira.
Sekelompok dewa-dewa itu jadi begitu kaget hingga dibuat terdiam. Mereka yang berusaha mengintip padaku secara diam-diam kini menandangku dengan terang-terangan. Dewa Er Lang yang duduknya paling dekat denganku, dia punya mata tambahan di dahinya, ketiga matanya yang menatapku membuatku merasa tidak nyaman.
Kaisar Langit tampak begitu terpengaruh hingga jadi sedikit pusing. Dia kelihatan bingung dan linglung, aku tak tahu apa yang dia pikirkan.
Setelah Permaisuri Langit dibuat terkejut, ada sesaat kebimbangan pada dirinya yang menghilang dengan cepat. Dia lalu membuka mulutnya dan tersenyum, “Apakah Dewa Air telah melakukan kesalahan? Wujud asli peri ini adalah tanaman anggur, semua dewa sudah melihatnya saat itu, untuk mengatakan bahwa dia adalah putri dari Dewa Air dan Dewi Bunga itu sepertinya agak tidak masuk akal. Tidakkah Dewa Air setuju?”
Dengan satu kali bicara, Permaisuri Langit telah mengguncangkan semua orang hingga sadar. Mereka mulai menganggukkan kepala mereka. Tai Bai Jin Xing (Bintang Emas Tai Bai – sebutan Tiongkok Kuno untuk Planet Venus) membelai jenggot putihnya dan dengan penuh perhatian memberitahu Ayahku, “Yang diucapkan oleh Permaisuri Langit masuk akal, Dewa Agung janan sampai melakukan kesalahan.”
Ayah menggenggam tanganku dengan hangat, dengan sorot dingin dia menatap Kaisar Langit dan Permaisuri Langit, “Saya tidak memerlukan Prrmaisuri Langit untuk ikut campur. Bila bukan karena kekejaman hati dari beberapa orang, untuk apa Zi Fen menggunakan kekuatannya untuk menyembunyikan wujud sejadi Jin Mi saat dia lahir!” Ayah meneruskan dengan dingin, “Apakah Kaisar Langit tahu bagaimana Dewi Bunga meninggal pada saat itu?”
Kaisar Langit terbengong-bengong. Dia terbatuk dua kali. Wajah Permaisuri langit berubah. “Takdir Langit lah yang menentukan kepergiannya, bagaimana bisa Dewa Air tak mengetahuinya? Di dalam Kitab Enam Dunia, tercatat bahwa Dewi Bunga dulunya adalah sekuntum teratai di hadapan Sang Buddha, merupakan takdir karmanya untuk menghilang. Tetapi Dewa Air yang telah salah memasuki Tiga Pulau dan Sepuluh Benua tanpa sengaja telah menolongnya, melawan Langit, namun pada akhirnya pasti ada penghukuman, itulah sebabnya hidup Dewi Bunga berakhir sebagai penebusan karma dari kekuatannya sendiri. Hal ini diketahui dengan jelas di seluruh Enam Dunia.”
Dengan berat hati, Ayah memejamkan matanya. Saat dia membukanya kembali, mata itu sarat oleh senyum dingin. “Saya hanya tahu bahwa dalam Kitab Enam Dunia, ada api yang bisa menghancurkan esensi dewa, Api Teratai Merah adalah yang terkuat. Memiliki lima jenis, api racun adalah yang paling mematikan, bisa membakar dan memusnahkan jiwa surgawi hingga yang paling dalam, dan ini dikendalikan oleh Dewa Api! Tahun itu, Zi Fen….”
“Dewa Malam telah tiba.” Kata-kata itu diumumkan oleh seorang pelayan di aula, orang ini tanpa disengaja memotong perkataan ayahku.
Xiao Yu Xian Guan dengan tenang berjalan memasuki istana, tidak cemat maupun lambat. Ketika dia berdiri di sisiku, rasanya seakan dia membawa angin malam yang berhembus di atas danau, “Run Yu memberi salam kepada Ayahanda Kaisar, memberi salam kepada Permaisuri Langit,” dia lalu berbalik pada ayahku, “saya memberi salam kepada Dewa Air.” Sorot matanya menyapu ringan melewatiku, membawa suatu riak sunyi, yang segera menghilang begitu muncul.
Mulanya Permaisuri Langit telah mengetatkan alis dan bibirnya dan kelihatan luar biasa gelisah, seakan dia takut pada apa yang akan dikatakan oleh ayahku. Tetapi kini setelah menjadi sedikit tenang, dia pun mendesah lega, seolah tak pernah sedemikian senang saat melihat Xiao Yu Xian Guan. Dengan hangat dia berkata, “Pangeran Pertama tak perlu begitu bersopan-santun.”
“Saya dengar Ayahanda Kaisar telah menerima sebuah alat musik yang sangat berharga. Saya harus menggantung bintang-bintang di langit malam sehingga menjadi begitu terlambat, saya tak tahu apakah saya telah melewatkan kesempatan untuk menikmati musiknya.” Jadi ternyata Xiao Yu Xian Guan terlah terburu-buru kemari untuk mendengarkan musik.
“Sayang sekali, sayang sekali, takutnya Pangeran Pertama telah melewatkan kesempatannya,” Phoenix mengulurkan tangan dan memetik alat musiknya, lagunya indah tapi seperti kekurangan sesuatu, “Senarnya putus.”
Xiao Yu Xian Guan tersenyum lembut. Ditundukkannya kepala dan neggelengkannya perlahan, seakan dia sangat menyesalinya. “Tampaknya saya memang benar-benar telah melewatkannya, ini alah menambahkan daftar penyesalan dalam hidup saya. Saya hanya berharap apa yang telah saya lewatkan saat mentari terbit, bisa saya dapatkan saat mentari terbenam.”
(T/N: maksudnya, biarpun terlewat bagian awalnya, setidaknya masih bisa mendapatkan bagian akhirnya. Atau ada makna rahasia lain seperti matahari terbit adalah Phoenix, yang bertemu Jin Mi pertama kali, dan matahari terbenam adalah dia, sang Dewa Malam, yang akan menjadi orang terakhir di hidup Jin Mi)
Kaisar Langit menjawab tidak dengan sepenuh hati, “Apakah Dewa Air mengetahui apa wujud sejati Jin Mi? Bila Dewa Air tak mengatakannya, bagaimana saya bisa menyelesaikan ini?” Tampaknya dia masih menggenggam sedikit harapan.
Ayah terdiam selama sesaat. Semua dewa menunggu jawaban dengan napas tertahan. Aku sendiri tak mampu menahan rasa penasaran tentang apa yang mungkin akan menjadi sifat luar biasa dari diriku yang sejati.
“Jin Mi terlahir pada waktu salju musim dingin turun untuk pertama kalinya, dia bisa menumbuhkan bunga dan memanggil air, sifat dasarnya adalah ‘Yin’ musim dingin, wujud aslinya adalah bunga es berkelopak enam.”
Hal ini sungguh membuat orang tertekan habis-habisan. Bunga es turun di malam hari dan menghilang dalam sinar mentari, datang dan pergi tanpa jejak, ringan dan berongga, tampaknya hidupku ini akan menjadi sangat rapuh dan tipis. Aku lebih memilih menjadi tanaman anggur saja, yang bulat, kokoh, dan tampak kaya.
Kaisar langit juga terlihat depresi habis-habisan. Dia itu sepertiku, wajah kami tampak seakan mimpi kami telah dihancurkan.
“Besok pagi, Kolam Liu Zi, tunggu aku,” sebuah suara rendah yang memerintah melayang ke telingaku, suara itu kedengaran sangat akrab. Aku terkejut. Kuangkat kepalaku, dan hanya melihat mata panjang dan sipit Phoenix menatapku. Ternyata dia diam-diam telah mengirimkan pesan padaku, entah bagaimana caranya melakukan itu.
“Bunga es yang berguguran? Jin Mi Xian Zi….” Xiao Yu Xian Guan tampak seakan dia tak mampu memahaminya, “Bolehkah saya bersikap tidak sopan dengan bertanya apa arti dari perkataan Dewa Agung?”
Ayah menatap Xiao Yu Xian Guan dengan tenang, tanpa sedikit pun getaran maupun riak, dia tak mengatakan apa-apa.
Kaisar Langit berdiri. Perlahan dia berjalan menuruni panggung awan, berdiri kokoh di hadapanku, memejamkan matanya lalu mengesah. Aku merasakan hembusan angin berkumpul dalam diriku dan keluar dari dahiku. Kaisar Langit mengulurkan tangannya, angin tak berwujud itu memudar menjadi cahaya terang di telapak tangannya, lalu serta-merta menghilang. “Sayang sekali….” Dua kata dari Kaisar Langit itu telah mengungkapkan isi hatiku. Lima ribu tahun hasil pertapaan menghilang begitu saja, ini memang sangat disayangkan.
Kaisar Langit menatapku dengan pendambaan dan penyesalan tanpa batas, “Siapa yang akan mengira kalau kau adalah putri dari Dewa Air.”
Tangan kiri Ayah menggenggam tanganku dan dia berjalan mundur satu langkah. Ditatapnya Kaisar Langit, tak ada sikap lembut yang biasa di matanya. Tangan kanannya mengibaskan jubahnya. Kaisar Langit mendadak berdiri, alisnya berkerut dan gugup.
Dalam suasana tegang ini, Xiao Yu Xian Guan mendadak berseru, “Maksud Ayahanda Kaisar… berarti Jin Mi adalah putri dari Dewa Air yang Agung?” Sorot matanya sarat dengan ketidakpercayaan, penuh oleh keterkejutan bahagia sekaligus kelegaan, ekspresinya terus berubah-ubah di antara emosi-emosi ini. sejak aku mengenal Xiao Yu Xian Guan, tak pernah aku melihat dia seemosional ini sebelumnya.
“Benar.” Kaisar Langit menatap Xiao Yu Xian Guan lalu menatapku,”Karena Jin Mi adalah putri tertua dari Dewa Air, dia juga adalah istri yang akan kau nikahi.”
Alis Ayah berkerut, dengan serius ditatapnya Xiao Yu Xian Guan. Mata Xiao Yu Xian Guan terpaku padaku, seakan mengandung sesuatu yang menunggu untuk meluap keluar. Mulutnya melengkung membentuk seulas senyum yang tampan dan elegan. ‘Karena kau telah menggaruk punggungku, maka aku akan menggaruk punggungmu’ dan balas tersenyum padanya. Sesaat kemudian, Ayah tampak telah membuat sebuah keputusan dalam hatinya. Dengan kuat ditariknya tangan kanan dalam lengan bajunya, tatapan dinginnya tampak menekan dan menoleransi sesuatu.
Tiba-tiba, aku merasakan suatu hawa dingin menusuk-nusuk bagian belakang leherku, seolah ada sesuatu yang meluncur melewatiku. Aku berbalik, ternyata tusuk rambutku terjatuh begitu saja, rambut panjangku yang kehilangan penyangga ini pun terjatuh dalam sekejap. Setangkai Bulu Phoenix emas jatuh dari rambutku dan menampakkan sebuah lengkungan kesepian saat terjatuh ke lantai. Aku tak tahu apakah ini karena redupnya pencahayaan di malam hari, tetapi Bulu Phoenix yang biasanya berkilauan, yang kini tergeletak di tengah-tengah Istana Kumala Putih, kini menampakkan suatu kesan kerapuhan karena telah jatuh ke tanah dan tersingkir ke dalam kotoran dan debu.
Dengan gugup aku memungut Bulu Phoenix itu ke telapak tanganku. Aku berpaling pada Phoenix, dengan anehnya suatu rasa bersalah dan kekosongan seakan aku baru saja melakukan suatu kesalahan berkembang dalam hatiku. Aku ingat bahwa saat aku meninggalkan rumah pagi ini, aku telah memasangkannya dengan kencang ke rambutku, kenapa bisa lepas dan jatuh? Bulu Phoenix ini luar biasa berharga, aku akan benar-benar berada dalam masalah kalau Phoenix melihatnya terjatuh ke tanah, dia pasti akan sangat marah.
Dengan ketakutan aku menatap Phoenix, namun melihat bahwa tatapannya bagai selapis kegelapan saat dia memandangku, begitu sunyi bagai sehelai daun yang gugur, tanpa riak maupun guncangan.
Aku selalu berpikir kalau tak peduli apapun yang dikenakan oleh Phoenix, entah itu warna gelap maupun terang, tetap takkan bisa menyembunyikan auranya yang menyilaukan. Aku bahkan pernah melihat dia tanpa pakaiannya dan aura mendominasinya begitu tak terkalahkan. Namun hari ini dalam jubah hitam kelam dengan bercak merah, dia memberikan suatu perasaan rapuh dari bara yang padam dalam cahaya lentera, sedih bagai senar musik yang telah putus.
Selama sesaat, aku dibuat membatu.
“Pusaka Bulu Phoenix Agung?” Aku tak tahu siapa yang telah bicara dengan begitu terkejut. Semua ekspresi para dewa yang ada di sekeliling pun berubah, namun mereka tak berani melawan di hadapan Kaisar Langit dan Permaisuri Langit, jadi mereka pun menekan dorongan untuk berbalik dan bergosip di telinga satu sama lain, namun mereka tak bisa menahan diri untuk melontarkan lirikan ke arahku.
Di bawah tatapan menusuk dari semua orang, Xiao Yu Xian Guan melepas suur anggur di kepalanya dan meletakkannya ke tanganku. “Kenapa kau tak mengenakan ini lebih dulu.” Setelah mengatakan hal ini, dengan mulus dia mengambil Bulu Phoenix, berbalik kalem dan berkata, “Beberapa hari yang lalu, saya dengar saat Dewa Api sedang melakukan perjalanan, tanpa sengaja dia telah menghilangkan Pusaka Bulu Phoenix Agung. Siapa yang tahu bahwa Jin Mi secara tidak disengaja telah memungutnya, bagus sekali kalau benda yang hilang ini bisa dikembalikan.”
Namun Xiao Yu Xian Guan hanya tahu sebagian dari hal ini, Pusaka Bulu Phoenix Agung ini memang telah dipungut olehku, tetapi kemudian Phoenix telah memberikannya padaku dengan tangannya sendiri. Aku sudah akan membuka mulutku saat Permaisuri Langit buru-buru menambahkan, “Untung saja sudah ditemukan, kebetulan sekali, kebetulan sekali.”
Para dewa di sekeliling berkata, “Hari ini adalah hari baik, putri Dewa Air telah kembali, Dewa Malam mendapatkan istri, dan Dewa Api telah menemukan barangnya yang hilang. Hal ini sungguh patut dirayakan! Tiga kejadian baik telah muncul hari ini!”
Di tengah-tengah ucapan selamat, Phoenix bangkit dari tempat duduknya, selangkah demi selangkah dia berjalan ke hadapanku, dan kemudian dia menundukkan kepalanya lalu mengambil Bulu Phoenixnya. Bulu Phoenix itu ringan bagai seulas senyum, kemudian dia menempatkan bulu itu ke tengah-tengah tanganku, “Tak mungkin mengambil kembali hadiah yang telah diberikan… apa lagi yang telah kuhilangkan kepada Jin Mi bukan hanya Bulu Phoenix kecil ini. Bila harus dikembalikan, maka harap kembalikan semuanya sekaligus, bila tidak… lebih baik tak mengembalikan apa-apa sama sekali….”
Phoenix menghilangkan padaku lebih daripada sekedar Bulu Phoenix kecil ini? Jantungku melompat. Apa dia bilang… jangan bilang padaku kalau yang dia maksud adalah hasil pertapaan enam ratus tahun itu?
Aku memegang erat-erat Bulu Phoenix itu dan dengan penuh tekad berkata, “Tidak dikembalikan! Aku takkan mengembalikan apa-apa!” Aku baru saja kehilangan lima ribu tahun hasil pertapaan, kalau aku kehilangan lagi enam ratus tahun hasil pertapaan, itu akan seperti menambahkan salju pada es.
Phoenix tertawa pahit dan berbalik dengan penuh kedukaan.