Ashes of Love - Chapter 13
Tiga atau empat batang bambu hijau, dua bagian daun pisang, satu tirai rumput. Siapa yang mengira kalau halaman belakang Istana Xuan Ji hanya setengah kali mebih besar daripada halaman di Shui Jing. Aku mendesah, menarik sebuah bangku bambu, dan duduk.
Di atas meja bantu, terdapat deklarasi kertas yang ditahan oleh pi xiu kristal (T/N: pi xiu adalah hewan mistis yang bisa dianggap sebagai pelindung) yang sedang berbaring. Kertas itu melambai-lambai naik turun dihembus angin malam, tak bisa lepas, bahai kupu-kupu yang mengembangkan sayapnya. Kuputuskan untuk menyelamatkan deklarasi ini, kupungut dan membacanya. Ternyata itu adalah sebuah perjanjian pernikahan, di bawahnya terdapat tiga nama. Dua kata ‘Tai Wei’ tampak kuat dan bertenaga, dua kata ‘Luo Lin’ melayang dengan elegan, lalu ada dua kata ‘Run Yu’ yang terlihat bagai arakan awan dan aliran air, namun menunjukkan jejak ketidakpedulian dan kekuatan.
(T/N: Tai Wei adalah nama Kaisar Langit, Luo Lin adalah nama Dewa Air)
“Ini adalah perjanjian yang telah dibuat oleh Ayahanda dan Dewa Agung.” Cahaya bulan yang keperakan menyorot turun, di tengah jalan cahaya itu terhalang oleh daun pisang yang lebat, dan sebuah bayangan pun terbentuk di wajah Xiao Yu Xian Guan, menampakkan kehangatan yang samar. “Empat ribu tahun yang lalu, perjanjian ini ditandatangani pada pernikahan Dewa Agung, sekarang kita hanya perlu Jin Mi menandatangani namanya.”
Aku memungut sebuah kuas dan menggigit kepalanya, berpikir sesaat, lalu menuliskan namaku.
Saat aku sedang menulis, Xiao Yu Xian Guan menundukkan kepalanya dan menatap penuh minat pada tungku merah kecil di sampingku yang sedang merebus sepoci teh. Di tengah-tengah uapnya yang menggelegak, tidak jelas apa yang sedang dia pikirkan. Jubah putihnya bersinar di bawah cahaya bulan, begitu putih hingga membuat gigiku gatal dan dalam hatiku timbul suatu perasaan ingin menodainya. Jadi aku pun mencelupkan kuas pada bak tinta, dan saat Xiao Yu Xian Guan teralihkan, kugambar sekuntum bunga di ujung lengan bajunya.
Saat dia mendapatkan kembali kesadarannya, kayu telah menjadi perahu. Aku mengerjap padanya. Xiao Yu Xian Guan tersenyum saat menatap lengan bajunya. Dia tidak marah. Dituangkannya secangkir teh untukku dan berkata lembut, “Bunga ini digambar dengan sangat hidup. Run Yu punya banyak pakaian polos, kelak aku harus merepotkan Jin Mi Xian Zi untuk menambahkan beberapa warna untukku.” Xiao Yu Xian Guan sungguh orang yang memiliki perangai baik.
“Bagus, bagus,” aku meremas kuasnya dan menganggukkan kepalaku terus-terusan.
Malam ini setelah meninggalkan Istana Sembilan Awan Kabut milik Kaisar Langit, Xiao Yu Xian Guan mengundangku ke istana Xuan Ji nya untuk berkunjung sebentar, berkata bahwa bunga sedap malam yang telah kuberikan padanya baru saja mulai tumbuh. Dia tak tahu apakah bunga itu akan mekar malam ini. Ayah hanya melirik pada kami, dia tak mengatakan apa-apa, jadi dengan riang aku setuju untuk mengikuti Xiao Yu Xian Guan pulang.
Istana Xuan Ji sangat berbeda dengan Istana Qi Wu milik Phoenix. Dindingnya putih, bangunannya sederhana dan bersahaja. Selain beberapa orang xian pelayan kecil di pintu dan segerombol Yan Shou yang tak bisa bicara, tak terlihat adanya bayangan orang lain. Malam di sini begitu sunyi.
Seekor Yan Shou kecil, kira-kira hanya berusia satu bulan, berbaring malu-malu di kaki Xiao Yu Xian Guan. Mata bulatnya menatapku dengan waspada. Aku menyihir sebuah daun kubis putih di tanganku, membungkukkan pinggangku dan berusaha menggodanya, “Menurutlah, ayo coba ini.” Kebiasaan baik harus dipupuk sejak kecil, Yan Shou yang memilih-miih makanan itu tidak baik. Siapa yang tahu kaau niat baikku tidak dihargai oleh Yan Shou kecil itu. Dengan gaya meremehkan dia memalingkan kepalanya.
Xiao Yu Xian Guan tersenyum dan menyentuh telinganya. Yan Shou kecil itu menolehkan kepalanya kembali pdaku. Perlahan dia berdiri di hadapanku, ragu-ragu sejenak, lalu seakan menatap langsung kematian pada seonggok daun tersebut, dia pun menelannya langsung ke dalam perut. Dengan riang kubelai kepalanya dan memuji, “Patuh sekali, patuh sekali.”
“Run Yu tak punya benda berharga untuk diberikan kepada Jin Mi, hanya ada Yan SHou ini. Bila Jin Mi Xian Zi menyukainya, maka biarkan dia mengikutimu sejak saat ini. setelah dua bulan saat dia menjadi lebih kuat, Jin Mi bisa menungganginya. Aku hanya berharap kalau Jin Mi tak menganggap dia merepotkan.”
Dengan gembira aku merespon, “Terima kasih, terima kasih.” Menunggangi seekor rusa jauh lebih stabil daripada menunggangi awan. Kalau tidak hati-hati aku bisa menjadi daging penyet.
Rusa kecil itu berbaring kaku di sisiku, perutnya berkedut dan dia pun mengeluarkan sendawa berbau kubis.
Kubelai bulu pendek di belakang lehernya. Kubawa secangkir teh dan berjongkok di samping pot bunga sedap malam yang berada di tengah kebun. Meski kuncup bunganya telah muncul, namun setelah menunggu sepanjang malam, bunga itu masih menyembunyikan wajahnya dan tak mau mekar. Dia benar-benar tak mau memberiku muka.
Di belakangku terdengar suara langkah kaki ringan. Xiao Yu Xian Guan juga berjongkok di sampingku. Dengan hati-hati dia menatap bunga dan terdiam.
Setelah waktu yang dipakai untuk menghabiskan sepoci teh lewat, kami sudah meminum habis tehnya dan aku sedang bersiap untuk mengisi ulangnya, saat kudengar Xiao Yu Xian Guan berkata lembut, “Run Yu ini miskin, dalam satu masa kehidupan aku hanya memiliki malam sebagai teman. Aku tak punya kedudukan yang penting, keluarga juga sangat sedikit. Yang kumiliki hanya beberapa ekor Yan Shou kecil dan sebuah rumah sederhana… bila suatu hari Jin Mi Xian Zi menikah dan menjadi istriku, kau akan harus menderita bersamaku. Bila demikian, apakah Jin Mi Xian Zi akan membecinya?”
Aku berpaling, namun melihat Xiao Yu Xian Guan tetap mempertahankan posisinya semula dan menatap bunga sedap malam. Sorotnya yang penuh konsentrasi membuat seakan kata-kata tadi bukan berasal darinya, melainkan bunga yang telah kulukis di lengan bajunya, yang kini sedang berada di telapak tangannya, jemarinya ternoda oleh tinta.
Karena Xiao Yu Xian Guan telah bertanya padaku, dengan serius aku pun mempertimbangkan masalah ini. Kudengar para gadis manusia setelah mencapai usia tertentu semuanya harus menikahi seseorang. Kalau memang beginilah adanya, dan aku harus menikahi seseorang, lebih baik aku menikahi Xiao Yu Xian Guan yang kukenal baik saja. Terlebih lagi, kekuatan Xiao Yu Xian Guan itu besar, bila kelak aku melakukan pertapaan bersama denganny, kekuatanku sendiri pasti akan meningkat. Apa yang bisa lebih penting daripada kekuatan dewa? Jadi aku menjawab, “Aku tidak membencinya.”
Genggamannya pada lengan baju merenggang, bunga tinta di lengan bajunya terjatuh ke lantai. Xiao Yu Xian Guan perlahan mengangkat kepalanya, matanya yang menatapku berkilauan bagai sebaris cahaya bintang yang melintas di air.
Aku ebrjongkok lagi, dan bertanya padanya dengan sungguh-sungguh, “Kapan kita bisa bertapa bersama?”
Tubuh Xiao Yu Xian Guan membeku. Sesaat kemudian, pipinya memerah.
Di tengah hembusan angin malam, tiba-tiba aku merasakan sebuah keharuman yang kuat menyerang hidungku. Aku mengikuti arah datangnya angin. Di bawah rembulan bunga sedap malam pun merekah dengan indahnya, kelopak-kelopak ungu mudanya membuka lapis demi lapis. Di bawah cahaya bulan, bunga itu tampak luar biasa memikat dan lembut. Aku memekik dengan kaget sekaligus senang, “Akhirnya mekar juga!”
Di belakangku hembusan napas yang ringan namun hangat menerpa leherku, “Sejak saat ini, aku akan memanggilmu Mi’er. Bolehkah?”
Aku berkata setengah hati, “Tentu saja boleh.”
Saat aku berbalik, Xiao Yu Xian Guan memberiku seulas senyum hangat. Rona merah di wajahnya telah memudar. Dia berkata, “Kudengar bunga ini juga disebut Aroma Rembulan. Dia memang sangat cantik, tapi menurutku masih tak secantik bunga es di bawah rembulan.”
Dengan kebingungan aku menatap sekelilingku, tetapi aku tak melihat turunnya bunga es sedikitpun.
***
Malamnya, aku tinggal di Wisma Luo Xiang milik Ayah Dewa Air. Aku tidur dengan nyenyak, dan hanya terbangun saat mantahari berada pada bambu ketiga. Setelah menyisir rambutku, sencara alamiah kuletakkan bulu Phoenix di puncak kepalaku. Tiba-tiba aku teringat perintah Phoenix kemarin untuk pergi ke Kolam Liu Zi hari ini untuk menemui dia. Jantungku mencelos, sekarang sudah hampir waktunya. Aku pun buru-buru pergi ke Istana Qi Wu.
Rusa kecil yang diberikan oleh Xiao Yu Xian Guan padaku cukup penurut. Dia mengikutiku ke Istana Qi Wu. Saat aku hampir sampai ke Kolam Liu Zi, tiba-tiba aku mendengar sebuah suara nyaring, “Jin Mi yang mana?”
Ah? Kedengarannya ada seseorang sedang memanggilku. Aku menghentikan gerakanku dan berpaling ke arah suara itu berasal.
Pada saat ini, aku mendengar suara yang lain, “Jin Mi yang mana lagi. Dia itu shutong yang dulu mengikuti Pangeran Kedua selama hampir seratus tahun di Istana Qi Wu!”
“Ah! Ternyata peri cantik itu! aku pernah melirik dia sebentar, memang, penampilannya sungguh suatu dosa! Amitabha, untung saja dia sudah ditunangkan dengan Pangeran Pertama, kalau tidak wajahnya itu akan menyebabkan bencana pada banyak orang. Aku mendengar para pengiring berkata bahwa Pangeran Kedua hampir kehilangan hatinya kepada dia.”
Aku terkejut. Pertama, aku tak pernah membunuh siapapun. Kedua, aku tak pernah melepaskan api, jadi bagaimana aku akan bisa mendatangkan bencana pada orang-orang?
“Bicara tentang Pangeran Kedua, kudengar kemarin dia telah memberikan Pusaka Bulu Phoenix Agung keapda Jin Mi.”
Mendengar hal ini, bibi dewi yang lain menarik napas dingin, “Sungguh lancang sekali! Pusaka Bulu Phoenix Agung adalah pusaka tertinggi milik Klan Burung, benda itu adalah senjata yang melindungi tubuh. Ayahanda dari Permaisuri Langit telah memberikan Pusaka Bulu Phoenix Agung kepada Bangsa Kahyangan sebagai hadiah kepada Kaisar Langit terdahulu karena telah mengorbankan nyawanya dalam perang melawan para iblis. Permaisuri Langit kemudian memberikannya keapda Kaisar Langit sebagai tanda cinta. Pangeran Kedua dengan perbuatan ini….”
Seseorang terbatuk dingin. Kedua bibi dewi yang sedang berdiskusi panas tentang isu tersebut tiba-tiba membeku. Tiba-tiba mereka berkata dengan penuh hormat, “Kami memberi salam kepada Pangeran Kedua.”
Karena itu adalah Phoenix, dan mendengar kedua bibi dewi itu memberikan penghormatan kepada Phoenix dan dia membubarkan mereka dengan dingin, aku pun menjadi ragu-ragu di dalam Hutan Dedalu. Dari suaranya, aku bisa bilang kalau suasana hati Phoenix sedang tidak bagus. Lebih baik aku kembali ke rumah dan menghindari bahaya ini.
Saat aku sedang bersiap untuk menyelamatkan diri, mendadak Phoenix muncul di hadapanku. Dia membuatku kaget dan aku pun mematahkan ranting dedalu di sebelahku menajdi dua.
Kutatap ekspresi Phoenix dan dengan canggung meletakkan ranting dedalu itu ke mulut Yan Shou, membujuknya, “Patuhlah, patuhlah.”