Ashes of Love - Chapter 14
Mulut prajurit langit kecil itu mencebik dan matanya kelihatan seperti hendak menangis.
Pu Chi Jun menaikkan alisnya dan berbalik untuk bertanya padaku, “Cantik, bagaimana kau tahu kalau Run Yu menyukaimu?”
“Tentu saja karena dia yang berkata begitu,” kataku jujur.
“Pfft!” Pu Chi Jun tertawa, “Jin Mi, kau itu naïf sekali. Seseorang berkata apdamu ‘aku menyukaimu’ itu sama seperti seorang wanita yang berkata ‘aku membencimu’. Kau tak bisa memercayainya! Cinta itu adalah hal yang dalam dan besar, intinya terdiri dari enam kata – ‘Ucapan Tak Sama Dengan Isi Hati’.”
“Lalu bagaimana orang bisa tahu apakah ‘rasa suka’ ini tulus?” si prajurit langit kecil itu bertanya ingin tahu. Dia bahkan duduk di undakan batu untuk mendengarkan. Rusa Yan Shou menggosok ujung jubahku dan dengan lembut berbaring di sebelah kakiku, dia menatap Pu Chi Jun dengan mata berkilauan.
Pu Chi Jun bagaikan bulan yang dipuja oleh bintang-bintang, dia mulai menceramahi dengan ekspresi bersungguh-sungguh, “Kalau seseorang menyukaimu secara tulus, dia akan sering menatapmu dengan terbengong-bengong. Contohnya, seperti caraku menatap Jin Mi saat ini.” Pu Chi Jun menatapku dengan sorot mabuk hingga membuatku bergidik.
“Jika seseorang menyukaimu dengan tulus, dia takkan melampiaskan amarahnya padamu. Contohnya, seperti bagaimana aku memanjakan Jin Mi. bila seseorang menyukaimu dengan tulus, dia akan menjadi lebih senang darimu saat kau senang, dia akan menghiburmu supaya berbahagia ketika kau sedih, hatinya akan terasa sakit untukmu lebih daripada hatimu sendiri, dia akan tahu bagaimana cara merawatmu dengan lebih baik ketimbang dirimu sendiri. Contohnya, jempol kaki Jin Mi bengkak, sekujur tubuhku terasa sakit seakan telah diinjak-injak.” Pu Chi Jun tiba-tiba meraih jempol kakiku dan menggosoknya. Ada sedikit kehangatan dari telapak tangannya yang pasti berasal dari kekuatannya sendiri. Dengan satu gosokan ini, rasanya memang jadi lebih baik.
Tetapi ekspresi Pu Chi Jun yang mirip seperti seekor anjing yang melihat tulang berdaging saat dia memegangi kakiku terlihat sedikit menakutkan, jadi aku bergidik dan memasukkan kaki telanjangku ke dalam sepatu sutraku. Pu Chi Jun dengan enggan melepaskannya dan berkata, “Sebenarnya, selain aku, semua orang di dunia ini menyukai apa yang takkan pernah bisa mereka dapatkan.” Pu Chi Jun melontarkan senyum lebar padaku, “Contohnya….”
“Salam kepada Pangeran Kedua!”
Aku menolehkan kepalaku. Kedua prajurit langit yang menjaga Gerbang Langit Selatan sama-sama membungkuk sambil mengacungkan kepalan tangannya dengan penuh hormat kepada sesosok tinggi yang mencolok. Orang itu bersinar-sinar dalam jubah kebesarannya dan memiliki sepuluh orang penjaga berdiri di belakangnya. Kalau bukan Phoenix, siapa lagi? Di bawah alisnya yang pongah, matanya yang jernih menatap kemari.
Phoenix pasti telah membawa prajuritnya untuk memeriksa gerbang-gerbang langit. Aku memberinya senyum bersahabat. Dia tak mengatakan sepatah kata pun, sorot matanya seperti belalang yang melompat di permukaan air, namun menjadi tajam begitu dia melihat Pu Chi Jun.
“Kalau aku tidak salah mengingat, Tuan Muda Yan You menganggap rendah Dunia Kahyangan dan tidak bersedia datang kemari. Untuk tujuan apa, sekarang Anda jadi begitu sering datang?”
“Yan You tentu saja datang untuk seorang wanita cantik,”Pu Chi Jun lagi-lagi menatapku dengan sorot seakan aku ini tulang berdaging.
Pedang di pinggang Phoenix berayun ditiup angin. “Tuan Muda Yan You memiliki daftar panjang catatan buruk, aturan kahyangan yang telah Anda langgar lebih daripada yang bisa dihitung. Atau, Anda berencana untuk mendapatkan kenaikan tingkat dengan melakukan kejahatan yang lebih besar seperti menerobos ke dalam Dunia Kahyangan?”
Dengan acuh tak acuh Pu Chi Jun mengibaskan lengan bajunya, “Kalau bunga Mu Dan tidak mati, bahkan bila menjadi hantu, orang akan tetap bermain cinta. Lagipula, meski Yan You berada di dekat Dunia Kahyangan, saya sebenarnya tidak berada di Dunia Kahyangan. Saya berada di luar Gerbang Langit Selatan.”
Tangan Phoenix sudah berada di gagang pedangnya, senyumnya tampaks edikit gelap. “Saya selalu mendangar bahwa Tuan Muda Yan You ahli dalam bertarung. Kenapa saya tidak memberi Tuan Muda Yan You sebuah kesempatan untuk memperbaiki dosa-dosanya yang terdahulu dengan bergabung dalam pasukan? Bagaimana menurut Tuan Muda Yan You?”
Seakan dirinya telah ditikam, wajah Pu Chi Jun berubah hijau.
Secara kebetulan pada saat ini, sebuah rombongan lain tiba di Gerbang Langit Selatan. Memimpin rombongan ini adalah kepala dari Klan Burung, Sui He. Dengan aksesoris megah dan jubah yang menakjubkan, sekelompok xian burung aneka warna yang memukau mengikuti di belakangnya. Putri Sui He memberikan seulas senyum samar saat dia mendekat, wajahnya menjadi kaku saat melihat Pu Chi Jun, dan tampaknya ada suatu kesan kegelisahan di sana. Dia buru-buru meneguhkan ekspresinya daat berkata pada Phoenix, “Kebetulan sekali. Bibi telah memanggil untuk bicara pada saya dan saya telah berencana untuk mengunjungi istana Anda setelah memberi salam kepada Permaisuri Langit. Siapa yang tahu kalau ternyata saya akan berjumpa dengan Pangeran Kedua yang sedang memeriksa gerbang-gerbang langit.”
Phoenix memberinya senyum hangat, “Karena sangat langka bagi Sui He untuk datang ke Dunia Kahyangan, kenapa tidak tinggal beberapa hari lebih lama sebelum pergi.”
Tiba-tiba aku merasa kalau jumlah orang yang berada di luar Gerbang Langit Selatan jadi sedikit menggelikan. Saat aku hendak meminta Pu Chi Jun mengikutiku ke istana Xiao Yu Xian Guan untuk minum teh, Phoenix mendadak menolehkan kepalanya dan bertanya, “Apa kau adalah bawahan Pangeran Pertama?”
Si prajurit langit kecil menaikkan kepalan tangannya dengan penuh hormat dan berkata, “Bawahan ini memang berada di bawah perintah Pangeran Pertama.”
“Karena kau berada di bawah Dewa Malam, sekarang karena waktunya sudah tengah malam, kenapa kau tak melakukan tugas jaga malam?” Phoenix itu memang selalu berdarah dingin saat berurusan dengan mendisiplinkan para prajurit dan yang ini juga bukan pengecualian.
“Pangeran Pertama pernah berkata bahwa saya boleh beristirahat saat bekerja….” Si prajurit langit kecil itu biasanya jujur dan tanpa rasa takut, namun di bawah tatapan mengintimidasi dari Phoenix, suaranya mulai gelagapan dan tiba-tiba dia berkata, “Bawahan ini akan pergi jaga malam!” Dia meluruskan pinggangnya, memegang tombak berjumbai merah, dan bergegas pergi.
Putri Sui He menatap punggung si prajurit langit kecil dan tersenyum, “Pangeran Kedua jelas tahu bahwa dia berasal dari Tai Si Xian Jun, jadi kenapa Anda menyisahkan dia. Terkadang bagus juga bila mengikuti arus air dan bersikap ramah.” Jadi ternyata prajurit langit kecil itu memiliki gunung besar yang melindunginya, tak heran kalau dia jadi begitu keras kepala. Tetapi Putri Sui He juga tidak sederhana, dia sungguh berani tidak setuju dengan Phoenix mengenai caranya mendisiplinkan prajurit. Memang, ini persis seperti bagaimana Permaisuri Langit telah menggambarkan Putri Sui He sebagai pasangan yang tepat bagi Phoenix.
“Karena telah bergabung dengan pasukan, maka dia harus mengikuti aturan pasukan. Bagaimanapun, saran Sui He akan menjadi sesuatu yang kupertimbangkan,” Phoenix telah memberi penekanan yang jelas tentang pendiriannya namun masih dengan gagah memberi muka pada sang putri.
Putri Shui He dengan puas merangkapkan tangannya dan menoleh padaku, “Xian Zi ini yang pernah saya lihat sebelumnya di Perjamuan Permaisuri Langit – Anda pasti adalah putri yang baru saja didapatkan kembali oleh Dewa Air?”
Ya,” aku memberinya anggukan bersahabat. Pu Chi Jun, yang berada di sebelahku, tetap berdiam diri. Tiba-tiba aku menyadari betapa langkanya dia menjadi begitu diam dalam waktu selama ini.
Putri Shui He dengan sikap akrab menarik sebelah tanganku dan berkata, “Saya selalu tahu bahwa Pangeran Pertama telah memiliki perjanjian pernikahan dengan putri tertua Dewa Air. Meski semuanya telah diatur, selalu ada bagian terpenting yang kurang. Kini karena Jin Mi sudah kembali, dan Anda juga adalah putri dari Dewi Bunga, ini sungguh merupakan suatu kesempatan di mana semua bunga bermkaran! Boleh Sui He bertanya kapan pernikahan itu akan diadakan? Harap jangan lupakan saya untuk acara besar itu.” Meski Putri Sui He berbicara padaku, aku tak tahu kenapa sorot matanya dengan ringan berpindah menuju Phoenix.
“Pernikahannya sepertinya akan dilakukan segera.” Karena aku dulu pernah menyebabkan Klan Burung menderita kelaparan secara tidak adil, aku jadi merasa agak bersalah dan tak keberatan mengadakan perjamuan untuk memberi mereka makan.
Mata Phoenix yang mencolok memicing.
Mata Phoenix memicing, dan tiba-tiba di dalam kegelapan malam, dia mengulas senyum padaku. Senyum itu bagai salju putih yang tiba-tiba turun di atas pegunungan yang diperkaya oleh plum[plum merah membara – luar biasa memukau. Orang-orang di sekeliling semua membelu oleh senyum Phoenix. Pipi para xian dari Klan Burung tiba-tiba dihias oleh dua awan merah yang memabukkan, mata mata Dewi Merak berbinar-binar.
Namun seberkas angin dingin menerpa tubuhku. Meski Phoenix biasanya memiliki suasana hati yang labi, sifatnya lebih condong pada sisi gelap. Dia biasanya dingin dan kejam padaku, jadi dia yang mendadak tersenyum padaku itu, mau tak mau membuatku merinding kedinginan. Aku begitu ketakutan hingga menundukkan kepala.
Ujung jubah Phoenix bergerak meski tak ada angin, pedang berharga di tangannya mendadak terhunus dari sarungnya. Suara pedang yang diloloskan begitu tajam dan memekakkan telinga, bilah tajam pedang itu perlahan melintas sangat dekat dengan mataku yang ditundukkan. Jantungku jumpalitan.
Pu Chi Jun bergerak dan sisi tubuhnya menutupiku dari arah depan. Punggungnya tegak dan kaku, seakan dia adalah panah pada busur yang terentang, auranya sepenuhnya siap dan siaga. Keduanya berada pada posisi sejajar. Mendadak Phoenix menengadahkan kepalanya dan tertawa gelap, “Kenapa? Memangnya aku bisa melukai istri Pangeran Pertama?” saat dia selesai bicara, dia membalikkan tubuhnya dengan satu kibasan jubahnya. Seperti turunnya hujan setelah guntur yang membahana, dia meninggalkan sekelompok orang yang saling tatap dengan canggung.
Dewi Merak menatapku lalu buru-buru mengejar Phoenix. Aku tak tahu apakah perasaanku ini salah, tetapi dalam sorot matanya aku merasakan suatu amarah yang tak bersahabat.
Dengan terbengong-bengong aku memandangi bayangan mereka yang menjauh, jiwaku masih ketakutan dan tidak tenang. Aku tak yakin apakah dalam mata tersenyum Phoenix, aku sebenarnya telah melihat sebuah niat membunuh yang melintas dengan cepat.
Aku melihat Dewi Merak mengejar Phoenix dalam seratus langkah dan mengatakan sesuatu kepadanya. Phoenix melambaikan tangannya pada Dewi Merak seperti sedang menolak. Dewi Merak dengan enggan memimpin xian Klan Burungnya menuju istana di mana Permaisuri Langit bertempat, dan dengans etiap langkah, dia berbalik tiga kali. Namun Phoenix tetap berada di tempatnya berdiri. Dia menengadahkan kepalanya ke arah langit malam penuh bintang, tidak jelas apa yang sedang dia pikirkan. Para pengawal di belakangnya berdiri tegak dan kaku, senjata di tangan mereka berkilauan dengan aura mengintimidasi.
Pu Chi Jun menghembuskan napas dan berkata, “Sungguh, dia bertarung dan mencintai dengan cara yang sama. Sejak Phoenix menjadi Dewa Api, api di perutnya hanya bertambah besar saja.”
Aku berkata ringan, “Tak heran dia perlu membakar dirinya sendiri setiap lima ratus tahun.”
“Membakar diri? Si cantik ini bicara tentang kelahiran kembali api Nirvana?” Pu Chi Jun berpikir sejenak dan memutuskan, “Itu memang penggambaran yang tepat.”
Di sini, terdengar suara kekagetan was-was dalam seratus langkah, “Yang Mulia!”
Aku menoleh ke arah teriakan para prajurit langit itu dan melihat bahwa pedang berharga Phoenix telah jatuh ke tanah, sementara dia sendiri sedang memegangi dadanya dan terhuyung-huyung, kakinya tidak stabil. Tampaknya jenderal yang sekuat gunung itu akan roboh. Aku tak tahu apakah kesadaran dewaku masih terpengaruh pleh niat membunuh Phoenix, tetapi melihat Phoenix yang hampir pingsan, aku pun bergerak lebih cepat daripada yang bisa kupikirkan. Dalam sekejap aku telah meninggalkan Pu Chi Jun yang masih bergumam padaku dan telah mencapai Phoenix.
Aku mendorong pergi para prajurit langit yang ada disekeliling dan melihat bahwa ada satu prajurit yang memegangi lengan Phoenix. Mata Phoenix terpejam saat dia memegangi dadanya, alisnya bertaut seakan dia sedang menekan siksaan menyakitkan yang mendalam. Dia berkata, “Tidak apa-apa, ini hanya penyakit lama dari Jarum-Jarum Wabah. Aku hanya perlu menahannya sebentar dan sakitnya akan hilang.”
Jantungku mencelos. Jadi itu adalah serangga yang perlahan menggerogoti dasar hati orang. Aku mendengar si prajurit buru-buru berkata, “Karena ini adalah rasa sakit dari penyakit, maka harus segera diperiksa, tidak boleh ditahan saja dan dibiarkan berlarut-larut. Saya akan membawa Yang Mulia ke tempat Lao Jun untuk diperiksa dan mendapatkan beberapa pil obat.”
“Tak usah terburu-buru, aku punya obat untuk menyembuhkan penyakit Dewa Api.” Setelah bicara, aku langsung menyesal. Barusan Phoenix ingin membunuhku tapi aku tak mendendam sedikit pun dan malah ingin menolong dia. Aku ini memang luar biasa murah hati.
“Metode bagus apa yang dimiliki Jin Mi Xian Zi?” Siapa yang tahu bahwa meski si prajurit memiliki wajah yang jujur, ternyata dia masih mencurigaiku?
Dengan malas aku berkata, “Hanya beberapa Ling Zhi Xian Cao, bahkan bila tidak bisa menyembuhkan penyakit Dewa Api, tetap takkan membunuhnya.”
“Ling Zhi Xian Cao!” Wajah jujur si prajurit yang tebal itu memerah. Dia pasti merasa malu karena telah mencurigaiku. Dia langsung meminta maaf dan memerintahkan orang-orangnya untuk membawa Phoenix kembali ke istanya supaya aku bisa memberinya obat.
Dalam perjalanan kembali ke istana, aku menyadari bahwa mata Phoenix setengah terpejam. Dia tak bicara, ekspresinya tak terbaca. Tidak jelas apa yang sedang dia pikirkan, entah apakah dia sedang kesakitan. Hanya saat para prajurit meletakkannya ke atas ranjang di kamarnya lah dia perlahan membuka matanya, namun dia bahkan tak mentapku sekali pun. Dia hanya emngulurkan tangannya, melambaikannya pada para prajurit, dan mereka pun langsung pergi.
Mata Phoenix menutup lagi dan kedua tangannya diletakkan di atas perutnya. Dia tak bersuara saat terbaring di ranjang, alisnya sedikit berkerut, pipinya tegang. Tampaknya dia begitu kesakitan hingga harus menggertakkan giginya. Namun, wajahnya tak lagi lemah dan putih, dan sebenarnya tampak ada cahaya kebahagiaan yang menyebar di sana.
Saat aku mengeluarkan kekuatanku untuk menumbuhkan Ling Zhi Xian Cao, dengan gugup aku memeriksa sekelilingku. Di kamar yang besar ini, tak ada satu pun orang lain. Bila Phoenix berusaha menyabetku dengan pedang saat dia terbangun, maka takkan ada satu orang pun yang menghentikannya.
Memikirkan tentang hal ini, tanganku mau tak mau jadi gemetaran. Aku sungguh merasa menyesal. Aku mulai berpikir apakah aku seharusnya menarik kembali janjiku dan diam-diam kabur saat Phoenix masih pingsan. Saat ini, Phoenix mengeluarkan suara lirih, tampaknya dia benar-benar kesakitan, kesepuluh jarinya perlahan menekuk. Melihat dia seperti ini, sifat aneh serangga di hatinya mendadak menyerangku lagi. Tanpa sadar, aku melupakan niatanku untuk pergi. kueratkan cengkeramanku pada Ling Zhi Xian Cao yang mulai bertumbuh.
Namun hatiku jadi merasa aneh. Sebelumnya saat Phoenix terluka oleh Jarum-jarum Wbah, aku sudah memberi dia Ling Zhi Xian Cao untuk dimakan, aku juga tak pernah mendengar dia mengalami tanda-tanda kesakitan ataupun gejala yang tersisa setelahnya. Kenapa setelah dia menunjukkan ledakan energi dengan mengayunkan pedangnya padaku, mendadak dia jadi terjatuh ke lantai?
Meski aku punya kecurigaanku sendiri, aku juga berpikir kalau Phoenix itu selalu kompetitif dan keras kepala, dia takkan pernah menunjukkan sedikit pun tanda kelemahan kepada siapapun, apalagi sampai berpura-pura sakit. Karenanya, aku membuang kecurigaanku dan membawakan air yang telah direbus dengan Ling Zhi Xian Cao ke ranjang. Kulihat mata Phoenix telah terbuka dan dia sedang menatapku dalam-dalam. Aku begitu terkejut sampai-sampai nyaris menyiramkan air di tanganku ke wajahnya.
Dengan susah payah, kutenangkan pikiranku dan berkata, “Karena kau sudah bangun, kau harus meminum air Lingzhi ini. Aku takkan lagi mengganggumu dan akan langsung pergi.”
Saat aku baru saja berbalik, kudengar sebuah erangan kesakitan. Ketika aku berputar, kulihat salah satu telapak tangan Phoenix sedang memegangi dahinya, tangan yang satunya lagi mencengkeram sisi ranjang. Kekuatan tangannya begitu besar hingga buku-buku jarinya mulai memutih.
Aku mengamatinya selama sesaat lalu duduk di sisi ranjang dan memijit dahinya. Aku bertanya santai, “Bukankah barusan tadi dadamu yang sakit? Kenapa sekarang jadi kepalamu?” Tangan yang sedang memegangi sisi ranjang dengan sangat kooperatif menebah dada Phoenix, ada dua butir keringat di tengah-tengah alisnya. Dia terengah pelan, “Aku hanya berasa sekujur tubuhku sakit, aku tak bisa menentukan di mana rasa sakitnya….”
Melihat wajah Phoenix yang penuh dengan kesalitan dan tekanan, aku mengabaikan perasaan aneh akan serangga yang menggerogoti hatiku. Aku harus bilang bahwa aku telah mengalami semacam kepuasan – siapa suruh dia dulu menindas aku si buah lemah ini hanya karena dia lebih tua dan memiliki lingli yang lebih besar.
Setelah mengamati selama sesaat, akhirnya, aku semacam mengangkatnya. Dia bersandar di pinggiran ranjang saat aku menyuapinya air lingzhi. Siapa yang tahu bahwa ketika bibir tipisnya menyentuh sendok, dia langsung memalingkan kepalanya dan berkata muak, “Terlalu panas.”
Aku tak punya pilihan, aku hanya bisa meniup-niup sendok itu dengan mulutku, lalu berusaha menyuapinya. Dia akan mencicipinya perlahan dan kemudian meminumnya dengan suatu kompromi. Semangkuk kecil, di bawah gaya menghinanya yang pemilih, membutuhkan setidaknya satu jam untuk habis. Kalau saja aku tehu lebih awal bahwa hal ini akan jadi sangat merepotkan, aku akan memukulnya hingga pingsan dan menuangkannya langsung ke mulutnya!
Aku memapahnya untuk berbaring nyaman di ranjang. Melihat bahwa napasnya sudah stabil dan alisnya menjadi santai, kupikir dia pasti sudah membaik, dan berdiri untuk pergi. tetapi, setiap kali aku berdiri, Phoenix akan mulai melenguh kesakitan. Karena, kami orang-orang dari Dunia Bunga selalu ingin menyelesaikan perbuatan baik yang telah kami mulai, aku pun hanya bisa menumbuhkan lebih banyak lagi Ling Zhi Xian Cao dan membuat obat untuknya. Sepanjang malam, dia benar-benar telah memakan lima Ling Zhi Xian Cao sebelum akhirnya tertidur. Ini sungguh suatu kemewahan yang disia-siakan!
Aku begitu lelah setelah menjagainya semalaman, jadi aku sudah terlalu malas untuk bergerak. Aku berbaring di sisi ranjang dai tertidur selama sesaat. Saat aku terbangun, secara kebiasaan aku menggosok mataku namun merasa bahwa ada sesuatu yang menekan pada tangan kananku. Wajah Phoenix memakai tanganku sebagai bantal, dan dia tidur dengan wajah yang sarat dengan kepuasan.
Aku marah dan menarik kembali tanganku untuk pergi ke arah pintu. Ketika aku pergi, kudengar sebuah suara yang terdengar seperti ilusi, “Jadi, hatimu masih memiliki sedikit jejak untukku?”
Phoenix pasti bermimpi.
Saat aku meninggalkan istana, ada beberapa orang xian wanita yang menyapaku dengan terkejut. Karena aku sudah tak berada di sini dalam waktu lama, tentu saja mereka menunjukkan perhatian padaku saat mereka melihatku berjalan keluar dari kamar Phoenix di pagi hari.
Kuangkat kepalaku untuk menatap matahari terbit. Jam ‘yin’ baru saja berlalu dan ada sanyar sedikit orang yang berlalu-lalang di jalan kahyangan. Dengan pelan dan santai aku berjalan maju dan lemihat bahwa pada ujung jaan terdapat pelangi tujuh warna. Mau tak mau aku jadi terkeju, kemarin tidak ada hujan, jadi bagaimana bisa ada pelangi? Tiba-tiba aku teringat dengan apa yang pernah dikatakan oleh Xiao Yu Xian Guan, kalau kau berjalan di atas jembatan pelangi, kau akan sampai ke Istana Xuan Ji. Sebelum-sebelumnya saat aku pergi ke Istana Xuan Ji, Xiao Yu Xian Guan lah yang menunjukkan jalan padaku. Jadi, aku pun memakai jembatan pelangi itu dan berusaha menemukan jalanku sendiri menuju istana Xiao Yu Xian Guan untuk mencari sarapan.