Ashes of Love - Chapter 16
Klontang!
Suara tersebut tajam dan nyaring, sepasang mata terbuka seketika, seakan mendadak dibangunkan dari mimpi.
Di dalam kabut tipis pagi hari, sosok tinggi Dewa Malam membuat orang memikirkan tentang sebatang pohon Bodhi dari Barat, membawa filosofi murni namun jauh. Dia duduk dengan punggung tegak di depan meja, di satu tangan terdapat kepingan-kepingan piring porselen yang pecah. Yan Shou dengan ketakutan meringkuk di tanah di sisi kakinya, sebuah bola cahaya perlahan-lahan menghilang.
Menggosok mata, aku bangkit dari kursi panjang dari dahan wisteria, dan menyadari bahwa tanpa sadar telah tertidur saat menunggu Xiao Yu Xian Guan di Aula Bunga. Polos dan bingung, rasanya seakan telah bermimpi sangat panjang, namun juga merasa seperti tak bermimpi sama sekali….
Aku sudah terbiasa memakan sarapan di Istana Xuan Ji milik Xiao Yu Xian Guan, dan hari ini tidak ada bedanya. Hanya saja pertapaan bersama semalam telah memakan terlalu banyak energi fisik, siapa yang tahu kalau pada malam saat Xiao Yu Xian Guan sedang menyiapkan sarapan aku akan jatuh tertidur. Aku penasaran sudah berapa banyak lingli-ku meningkat dan memutuskan kalau aku harus mengujinya saat tak ada orang nanti.
“Sudah bangun?” Suara Xiao Yu Xian Guan dalam dan rendah, punggungnya lurus dan tegak hingga terlihat agak kaku.
Aku bersuara mengiyakan saat aku bangkit dan berjalan menuju meja. Aku menatap meja yang penuh dengan makanan dan merasa luar biasa lapar. Tepat saat aku mulai makan, pergelangan tanganku ditangkap oleh Xiao Yu Xian Guan yang memekik, “Hati-hati dengan kakimu!”
Aku menunduk dan menyadari bahwa ada dua keping pecahan porselen yang tajam di ujung ibu jari kakiku. Ini terlalu berisiko. Aku sudah akan menggerakkan pergelangan tanagnku dan berpikir akan menggunakan sihir untuk menyingkirkan pecahan-pecahan ini saat Xiao Yu Xian Guan menaikkan tangannya menghentikanku. Dengan satu putaran daru ujung jarinya, hembusan angin sepoi mengangkat pecahan itu dan dalam sekejap pecahan-pecahan itu pun kembali menjadi sebuah piring bulan separuh kecil yang berkilauan. Dia menggunakan piring kecil ini untuk membawa air bersih dan duduk di seberangku, kelopak matanya tertutup saat dia menyesap dengan tenang.
Setelah selesai makan, kuangkat kepalaku dan melihat bahwa Xiao Yu Xian Guan masih berada pada posisi yang sama. Dia kelihatan telah meminum airnya dengan penuh konsentrasi, namun air di piring itu tak berkurang setetespun. Aku penasaran apa yang sedang dia pikirkan secara mendalam dan mengulurkan tanganku untuk dilambaikan di depan matanya, “Apa kau tidak makan?”
Mendadak dia tampak mendapatkan kembali kesadarannya dan mengangkat sepasang sumpit untuk mengambil selembar selada yang sangat segar dan lembut. Entah kenapa gerakannya tampak sedikit kaku, dan tak memiliki keanggunannya yang biasa. Dia menggunakan sepasang sumpit itu seperti sedang memegang senjata, dia berusaha mengambil seladanya beberapa kali tetapi gagal. Akhirnya, dia meletakkan sumpitnya dan alis gelapnya perlahan naik. Yan Shou menatap lantai dan kelihatan ingin segera keluar, tetapi tak berani melakukannya.
Dengan ramah aku membantunya mengambil selada yang lembut itu dan juga mengambilkan nasi lima biji-bijian kepadanya. Aku bahkan memindahkan bawang tak dia sukai dari seladanya. Secara mendasar, aku telah melakukan segalanya kecuali menelan nasi dan sayuran untuknya. Aku sungguh merasa kalau diriku ini sudah memberi perhatian sebesar yang kubisa!
Tak seperti Xiao Yu Xian Guan biasanya yang hangat dan lembut, Xiao Yu Xian Guan yang sekarang bahkan tak bersedia tersenyum padaku sebagai balasannya. Dia sepertinya sedang larut dalam pikirannya dan alisnya bahkan bertautan dengan begitu mendalam hingga dia sendiri tak bisa mengurainya. Aku jadi kehilangan minat akibat kurangnya respon atas kemurahan hatiku dan menundukkan kepalaku untuk melihat perutku.
“Semalam, Bunga Sedap Malamnya mekar.” Setelah terdiam selama sesaat, Xiao Yu Xian Guan meneruskan, “Sayangnya, Mi’er sedang tidak ada… bunga mekar tetapi tak ada yang menikmati, sepi sama seperti keharumannya yang tak punya pemilik, kesedihan terbesar dari bunga pastilah hal ini.”
“Bagaimana mungkin tak ada seorang pun yang menikmati? Begitu aku memberikannya kepada Xiao Yu Xian Guan, kau lah pemilik sejatinya. Semalam, bunganya mekar dan Xiao Yu Xian Guan ada di sana, jadi dia tak mekar dengan sia-sia.” Begitu selesai makan, kunikmati aroma teh panas di bawah hidungku. Siapa yang tahu, bahwa suatu kekuatan luar yang besar akan mendatangiku dan aku akan jatuh ke dalam sebuah pelukan. Kuangkat kepalaku dan melihat wajah elegan Xiao Yu Xian Guan, kedua tangannya memeluk dadaku.
“Apakah aku adalah pemiliknya yang sejati?” Senyuman terhangatnya tak mampu menyembunyikan kesedihan yang meluap dari sorot matanya. Dia mencondongkan tubuh ke bawah dan merapatkan bibirnya erat-erat, hampir terlihat adanya kabut sedingin es tembus pandang di sekitar bibirnya, dingin bagai lagu-lagu hikayat. Mau tak mau aku jadi sedikit bergidik. Mendadak aku terjatuh ke dalam kebingungan seakan ada kabut tanpa batas di mana-mana.
Dalam sekejap, sentuhan dari sesuatu yang sekeras dan sedingin logam menusuk kembali kesadaranku. Kulihat di bawah telapak tanganku terdapat sisik naga keperakan, tepat seperti saat pertama kali aku melihatnya, sisik itu memantulkan pancaran cahaya matahari namun juga membawa kilau rembulan yang jauh.
Dada tempatku menyandar ringan menjadi kaku, seakan ini adalah hasil yang tak diinginkan dalam harapan. Lama kemudian, dia pun menghembuskan napas panjang, “Dalam sepuluh ribu tahun terakhir, aku hanya pernah menampakkan wujud asliku dua kali, namun pada keduanya sama-sama dilihat oleh Jin Mi. Hal ini akan membuat mereka yang mengetahuinya tertawa.”
Aku bertanya, tak mengerti, “Apanya yang lucu tentang menunjukkan wujud asli? Apalagi ekor naga ini sangat indah!”
Xiao Yu Xian Guan tertawa ringan, begitu ringan hingga langsung pudar di udara.
Saat aku masih kecil, aku tinggal di Danau Tai. Ibu kandungku adalah ikan koi sutra merah biasa. Sejak aku dilahirkan, aku selalu bersama dengan teman-teman ikan koi merah, aku tak tahu sesberapa tinggi langit atau seberapa luas samudera. Aku tak tahu kenapa ibuku, hari demi hari, akan merapalkan mantra pada tubuhku….” Dia memijit titik di antara alisnya, matanya tak melihat pada ekor yang membawa cahaya bulan.
“Seiring berlalunya waktu, perlahan-lahan aku menyadari perbedaanku, karena ekorku tumbuh semakin panjang dan semakin panjang, serta tiba-tiba tumbuh tonjolan di kepalaku. Di bawah perutku, cakar mulai terbentuk, apalagi tak peduli berapa banyakpun mantra yang berusaha dirapalkan oleh ibu kandungku, dia tak mampu menyembunyikan sisik-sisik putihku dengan kekuatannya yang lemah. Koi-koi merah di sekelilingku mulai menjauhkan diri mereka dariku, mereka menolok-olok sosokku yang garang dan buruk serta warna putihku yang pucat. Mereka menyebutku ‘monster’, memandangku sebagai makhluk pembawa sial. Aku bersembunyi di sudut danau, dan melihat dengan iri pada warna merah mereka yang membara, juga ekor mereka yang melambai bebas seperti pita sutra. Sekarang aku telah menyadari bahwa perasaanku ini pastilah perasaan rendah diri….”
“Ibu berkata padaku bahwa manusia memiliki perkataan bahwa ‘ketekunan bisa menutupi kebodohan’, jadi aku berpegang pada cahaya harapan yang lemah itu, dan berlatih siang malam, hanya berharap bahwa pertapaan tingkat tinggiku akan membuatku mendapatkan penghormatan. Saat aku berhasil berlatih hingga memiliki bentuk manusia, aku tak lagi bersedia menampakkan wujud asliku, dan aku akan memilih untuk mengenakan baju-baju merah membara. Bahkan saat aku mengubah diriku, aku hanya akan memilih penampilan dari seekor koi biasa. Aku selalu ebrpikir bahwa dengan melakukan hal tersebut, aku akan tumbuh dengan penampilan semakin mirip ikan biasa… tetapi sekarang saat aku memikirkannya, aku ini seperti katak yang tinggal di dasar perigi.” Xiao Yu Xian Guan menggelengkan kepalanya dan memberikan seulas senyum yang dangkal, sangat dangkal.
“Seribu tahun kemudian, prajurit langit turun dari angkasa dan membawaku ke Dunia Kahyangan. Pada saat itu, aku menyadari bahwa kerja kerasku dalam seribu tahun terakhir ini sia-sia belaka. Ternyata aku bukan ikan koi, aku hanya seekor naga putih yang selalu ingin menjadi ikan.” Dia merundukkan kelopak matanya dan memejamkan mata. Ujarnya ringan seakan dia hanya sedang menggambarkan awan dan angin di langit, “Sebenarnya, selalu menjadi katak dalam dasar perigi yang dicela dan diolok-olok bisa jadi juga merupakan suatu kebahagiaan….”
Dalam diam aku mendengarkan potongan kisah yang tak memiliki awal, pertengahan, ataupun akhir yang sepantasnya ini. kubasahi tenggorokanku dan berkata menghibur, “Jadi kita berdua ini sebenarnya cocok! Aku dulu adalah peri buah selama empat ribu tahun terakhir yang ternyata adalah bunga es. Sungguh sangat cocok!”
Xiao Yu Xian Guan membuka matanya, pupil mata hitamnya terpusat padaku. Dia merundukkan wajahnya dan menekan bibirku. Setelah berciuman cukup lama, dia berkata, “Aku tak menginginkan banyak, aku takkan memintamu untuk mencintaiku secara mendalam. Aku hanya meminta agar kau setiap hari menyukaiku sedikit, sedikit saja, saat hari berubah menjadi bulan, saat bulan menjadi tahun, saat tahun menjadi seumur hidup. Apa kau bersedia?”
Dia berkata, “Aku tak keberatan meski cinta itu dangkal, aku hanya menginginkan cinta yang bertahan selama satu masa kehidupan.”
…..
Cinta, apa sebenarnya benda ini? Sepertinya hal ini lebih sulit dimengerti ketimbang pertapaan bersama… aku pun menjadi kebingungan. Di Kolam Liu Zi, sepertinya di sana masih berbaring Phoenix yang sedang mabuk oleh arak osmanthus….