Ashes of Love - Chapter 17
Di halaman belakang kediaman ayah, aku mengambil beberapa gumpal awan, membuka sebuah tempat kosong, dan meletakkan beberapa daun pisang di bagian yang lembab dan sejuk. Dalam sekejap, di antara sungai dan gunung buatan yang berkabut, tumbuhlah dua batang pohon pisang. Tak peduli bagaimanapun aku melihatnya, aku merasa senang. Kemampuanku saat ini dalam menanam bunga dan rumput tak mengecewakan gelarku sebagai putri dari Dewi Bunga. Kuletakkan sebuah bangku bambu di bawah naungan dedaunan dan dengan secangkir air segar, aku pun bersiap untuk tidur.
“Jin Mi Xian Zi, Yang Mulia Dewa Api meminta bertemu Anda di pintu masuk.” Tepat saat aku baru saja duduk, seorang xiantong yang menjaga Wisma Luo Xiang melapor padaku.
Kututup mataku dan melambaikan tangan, “Aku takkan menemuinya.” Berpikir bagaimana lingli-ku sepertinya malah menurun alih-alih meningkat, tak peduli betapapun menyenangkannya sifatku, mau tak mau aku jadi merasa agak kesal.
Saat xian pelayan kecil itu pergi untuk menolak Phoenix, aku mendengarkan suara menenangkan dari aliran air dan mulai tertidur. Sesaat kemudian, xiantong itu kembali, “Yang Mulia Dewa Api berkata bahwa dia harus bertemu dengan Jin Mi Xian Zi hari ini, kalau tidak dia akan terus berdiri di luar Wisma Luo Xiang.”
Phoenix ini… kenapa setelah satu malam dia kemudian turun dari gayanya yang pongah dan sok menjadi seseorang yang begitu tak tahu malu. Kata-kata ini sungguh bukan gayanya yang biasa. Hari ini, Kakek Buddha sedang memberikan kebaktian di Barat, para dewa dan xian dari enam dunia telah pergi untuk menghadirinya. Ayah pergi, Xiao Yu Xian Guan pergi, bahkan xian rubah juga pergi. sebenarnya, semua dewa termasuk Kaisar Langit juga sudah pergi, tetapi kenapa Phoenix tidak ikut ke sana?
“Katakan padanya bahwa bagaimanapun juga aku takkan menjumpainya hari ini,” kataku pada xian pelayan kecil itu. Saat aku menenangkan pernapasanku dan melihat bahwa xiantong itu tak kembali, hatiku mulai menjadi tenang karena Phoenix pasti sudah pergi. Tepat saat aku akan menutup mataku sepenuhnya, aku terperanjat saat melihat Phoenix berada di hadapanku. Xian kecil itu sedang merangkapkan kepalan tangannya dengan penuh hormat dan tak yakin pihak mana yang harus dia pilih. “Yang Mulia Dewa Api… Jin Mi Xian Zi….”
Phoenix melambaikan tangannya untuk mengisyaratkan pada xian pelayan kecil itu agar mengundurkan diri. Serta merta, xiantong tersebut membungkukkan tubuh dan bergegas pergi. Kugertakkan gerahamku dan berpikir bahwa otoritas jelas merupakan sesuatu yang perlu didukung oleh kesaktian. Phoenix bertukar pandang denganku, sorot matanya tampak penuh tekad seakan dia bisa melihat melalui sesuatu, aku merasa gentar dan langsung mengalihkan tatapanku. Mendadak dia mengulurkan tangannya dan memegang bahuku. Aku menolehkan kepala dengan kaget, dan menjadi semakin kaget lagi saat melihat ekspresi ragu di wajahnya.
“Sudah barang tentu kau marah padaku, semalam… aku sudah melanggar peraturan….” Mata Phoenix yang biasanya berkilauan kini tampak kaku, namun ekspresinya secara mengejutkan tampak menggearkan dan penuh tekad. Meski bibirnya tak tersenyum, mulutnya samar-samar melengkung naik sehingga bisa terlihat lesung pipitnya yang langka yang hanya bisa dilihat dalam seratus tahun sekali. Di pipinya, terdapat suatu kilauan yang ganjil. Aku melihat dengan syok, apa mungkin ini adalah rasa malu? Seakan berusaha menyembunyikan ekspresinya, mendadak dia melangkah maju dan menarikku ke dalam pelukan. Sesaat kemudian, sesuatu yang lunak mendarat di puncak kepalaku, “Tapi, aku tak menyesal. Bahkan bila kejadian semalam terulang kembali, bahkan bila aku tidak sedang mabuk, aku akan kembali melakukan hal yang sama.”
Telapak tangannya hangat dan lembut. Dia membelai ringan punggungku, mendadak semua rasa sakit di punggungku menghilang. “Jin Mi, aku sudah tahu isi hatiku. Bahkan bila kau marah denganku, bahkan bila kau mengutukku, aku bertekad untuk tak membiarkanmu menikah dengan Run Yu!” Kata-katanya begitu sombong dan arogan, namun tatapannya ke dalam mataku serta wajahnya menampakkan suatu kegalauan, seolah dia sedang mencari setitik dukungan.
Konyol! Kudorong dia menjauh. Aku tak tahu kenapa aku bisa kehilangan ketenanganku yang biasanya. Kuangkat kakiku dan menginjak ibu jari kakinya kuat-kuat, “Siapapun yang menghancurkan pernikahan akan pergi ke neraka, jelas-jelas aku akan menikahi Dewa Malam!”
Daun pisang yang lebar berayun tertiup angin dan menutupi matahari yang hangat. Daun-daun itu menaungi wajah Phoenix dalam kegelapan. Dia berdiri tak bergerak saat aku terus menginjak ibu jari kakinya. Sikap diamnya itu menggelisahkan. Setelah kesunyian yang panjang, dia pun berkata dalam suara rendah, “Pergi ke neraka – lalu apa?” Dia tersenyum, “Tak ada yang kutakuti di dunia ini!”
Suasana hati Phoenix itu memang labil, tak ada yang tahu kapan dia senang atau marah. Dalam sekejap, ekspresinya berubah dan dia jadi dilingkupi oleh suatu kesedihan yang mendalam, “Kau bicara seperti ini padaku… setelah semalam, dengan bersemangat aku kemari dengan penuh harapan, tetapi kata-kata pertama yang kau katakan padaku adalah bahwa kau bersumpah untuk menikahi Dewa Malam….” Dia menekankan pelipisnya, “Jin Mi, kupikir, akan datang hari di mana aku akhirnya akan membunuhmu.”
Aku syok saat mendadak teringat bagaimana dia sudah dua kali berusaha mencabut nyawaku.
Pada akhirnya, kami pun berpisah dalam ketidakbahagiaan. Sebelum Phoenix pergi, dia memberiku tatapan yang membuat jantungku bergetar, merasa tercekik seakan sedang tenggelam. Aku melihat bahwa di balik sorot matanya yang sejernih kristal terdapat rasa ketidakberdayaan dan kebingungan, sebuah kesedihan yang hanya bisa dimiliki seorang anak laki-laki.
Aku duduk terbengong-bengong di halaman belakang selama setengah harian, sampai matahari berada setinggi batang pohon bambu. Seorang xian pelayan datang untuk berkata bahwa Tai Shang Lai Jun telah mengundang ayah untuk pergi mencoba pil merahnya. Aku jadi penasaran, apakah Tai Shang Lai Jun tidak pergi untuk mengikuti kebaktian hari ini? Bahkan bila dia memang tidak pergi, dia seharusnya tidak lupa bahwa ayah pasti akan pergi. Lalu aku berpikir, Tai Shang Lai Jun hanya peduli tentang meneliti cara membuat pil dewa dan menyelidiki kegunaan dari beragam tumbuhan, dia tak peduli pada urusan keduniawian – seringkali, dia akan menjadi begitu tenggelam dalam membuat pil sehingga dia tak tahu waktu maupun musim. Tidak aneh baginya untuk melupakan tentang acara hari ini, jadi kukatakan pada xian pelayan yang membawa undangan tersebut, “Dewa Air pergi ke Barat untuk mendengarkan khotbah Sang Buddha, dia tak ada di wisma hari ini.”
Xian pelayan itu kelihatannya telah menyadari sesuatu dan memukul bagian belakang kepalanya, “Ah, benar juga. Majikan saya baru saja keluar dari meditasi tertutupnya dan psti sudah salah mengingat waktunya.” Dia tampak ragu selama sesaat dan berkata dengan agak susah payah, “Satu set pil khusus tanpa seorang pun yang mengujinya, majikan saya pasti akan sangat kecewa. Entah apakah Jin MI Xian Zi sedang senggang? Karena saya tak bisa mengundang Dewa Air, bila mengundang putri dari Dewa Air setidaknya akan membuat saya bisa menjawab majikan saya.”
Aku berpikir sejenak. Karena aku memang tak ada yang harus dilakukan dan juga sudah lama mendengar tentang pil-pil buatan Tai Shang Lai Jun… pil itu bisa membangkitkan orang dari kematian dan bahkan bisa memberikan keabadian, aku bisa mengambil kesempatan untuk menyaksikannya sendiri. Maka aku pun menjawab, “Itu boleh juga. Silakan tunjukkan jalannya.”
Xian pelayan itu membungkukkan tubuh dan membimbingku menuju timur. Aku mengikuti dari belakang dengan menaiki awan. Saat kami sampai di sebuah wisma, aku mengikuti serangkaian koridor yang sambung-menyambung seperti labirin. Aku merasa aneh karena wisma ini tak disusun dalam formasi Ba Gua, dan tampaknya justru menyerupai lambang suatu suku asing.
Tepat saat aku merasa curiga dan kebingungan, xian pelayan itu berhenti di depan sebuah pintu kayu. Pintu itu tak berukir dan tampak mengesankan serta berat. Pintu tersebut tak memiliki penampilan elegan seperti pintu-pintu yang biasanya ada di Dunia Kahyangan tapi sebenarnya malah mirip dengan papan talenan di Dunia Fana. Xian pelayan itu tersenyum lebar saat mengetuk pintu dan mengarahkanku agar masuk. Sebelum aku bisa melangkah dan melihat dengan teliti apa yang ada di balik pintu tersebut, aku merasakan suatu kekuatan kasar yang sangat kuat mendorongku dari belakang dan aku pun terjerambab ke dalam.
Kudengar pintu itu terbanting menutup di belakangku. Jantungku mencelos.
Kuangkat kepalaku, dan melihat sebuah punggung yang mengenakan jubah emas berkilauan yang mewah berbalik ke arahku. Di belakangnya, terdapat suatu bentukan kuncup bunga yang berputar-putar.
Akhirnya aku teringat – bagian dalam koridor di wisma ini disusun dalam lambang Klan Burung.
“Jin Mi Xian Zi, kau telah membuatku menunggu lama….” Sebuah suara yang mengancam, arogan, dan mengintimidasi. Bila ini adalah papan talenan, dia adalah pisau jagal dan aku adalah daging ikannya.
Orang yang mengeluarkan suara itu datang dari atas, menunduk menatapku lewat dagunya yang terangkat pongah.
Ah ah ah, aku sudah ditipu, ditipu.
Aku merayap naik dari lantai, mengibaskan jubahku dan memukul dahiku. “Ah? Saya kemari untuk bertemu dengan Tai Shang Lai Jun untuk melihat beliau membuat pil-pilnya, tetapi xian pelayan tadi pasti sudah tersesat dan salam mengantar saya kemari. Saya telah mengganggu Yang MUlia. Saya sungguh tak seharusnya berada di sini, Jin Mi akan segera mengundurkan diri.” Aku membungkuk dan buru-buru menuju pintu keluar. Siapa tahu bahwa ternyata ada pembatas yang menyala keemasan di pintu yang langsung melontarkanku kembali.
“Memang benar bahwa pil akan dibuat hari ini,” Permaisuri Langit melontarkan tawa dingin, “Kecuali bahwa pil tersebut tak dibuat oleh Tai Shang Lao Jun….” dia menyeret jubahnya yang menjuntai hingga ke lantai dan perlahan maju dua langkah, “Aku selalu merasa penasaran, apa sebenarnya wujud asli dari Jin Mi Xian Zi? Kenapa tak kita ambil kesempatan untuk mengujinya hari ini? ini akan menjadi pengalaman yang membuka mata bagiku.”
Mendadak aku menyadari bahwa aku telah ditempatkan di atas sebuah roda Ba Gua, di atas roda ini terdapat dua sisi ekstrim ‘Yin dan Yang’. Permaisuri Langit berada pada sisi Yang roda tersebut, dan aku terkunci oleh pembatas di dalam sisi Yin. Mengelilingi roda itu terdapat lingkaran air, dan pada air itu ada dua atau tiga ekor ikan karper merah membara yang berenang-renang bebas.
Kusentuh jepit rambutku, hatiku menjadi was-was saat merasakan tekstur kasarnya. Kusadari bahwa karena ayah telah menyuruhku untuk menyimpan Pusaka Bulu Phoenix Agung, aku pun mengganti tusuk rambutku dengan sulur anggur biasa. Tanpa ada apapun yang bisa melindungiku, mana mungkin aku melawan Permaisuri Langit?
“Permaisuri Langit pasti bercanda. Sebelumnya di Istana Sembilan Awan Kabut, bukankah Ayah Dewa Air telah mengumumkan pada semua dewa bahwa wujud asli Jin Mi adalah bunga es berkelopak enam?”
Permaisuri Langit mendengus merendahkan, “Zi Fen, siluman penggoda itu, hanya berdasarkan penampilannya yang sedikit rupawan dia mampu menggoda Kaisar Langit dan Dewa Air, siapa yang bisa tahu siapa sesungguhnya ayahmu? Bahkan Dewa Air juga tak bisa merasa yakin dalam hatinya. Daripada hanya memercayai kata-kata, aku lebih memilih untuk memastikannya dengan mata kepalaku sendiri. Karena tak seorang pun yang pernah melihat wujud asli silumanmu, hari ini aku akan mengujinya sendiri.”
Begitu selesai bicara, dia mewujudkan sebuah kendi kumala hijau, dan dengan satu putaran tubuhnya, sesuatu mulai mengalir keluar dari dalam kendi dan bergabung ke dalam lingkaran air yang mengelilingi roda Ba Gua. Aku mencium aroma kuat alkohol, jadi kendi itu pasti berisi arak kuat tingkat tinggi.
Saat araknya perlahan bercampur ke dalam air, tampaknya tak ada yang tidak biasa. Bagaimanapun, ketika araknya bercampur dengan air tempat ikan-ikan karper merah itu berenang, mendadak dengan suara berdesis, muncullah ledakan api merah yang berkobar-kobar. Aku jadi menyadari bahwa yang sebenarnya sedang berenang-renang dengan damai di dalam air bukanlah karper merah melainkan bola-bola api yang bergetar. Dengan cepat, bola-bola api itu dibangkitkan oleh arak dan roda Ba Gua pun dikepung oleh dinding api membara yang mengelilingi kami berdua.
Aku merasa sekujur tubuhku memanas dan organ-organ dalamku bergemuruh.
“Ada delapan puluh satu jenis api, api dari kunang-kunang, dari lilin, atau obor; lidah-lidah api ini takkan berguna untuk melawan Jin Mi Xian Zi. Karena kita tak punya banyak waktu, aku harus mulai mengujimu dengan lidah api tingkat keempat, bagaimana menurutmu?” Permaisuri Langit memutar sesuatu di udara dan api yang mengepung roda Ba Gua pun tiba-tiba menjadi lebih kuat. “Tahun itu, ibumu mampu menahan hingga tingkat terakhir, api yang terkuat dari semuanya – api racun. Aku penasaran kau bisa bertahan hingga tingkat mana? Aku menjadi penuh dengan antisipasi.”
Guanyin Pusa! Kakek Buddha Yang Agung! Permaisuri Langit memang sungguh kejam dan keji. Padahal sebenarnya aku berharap bahwa bila aku tak melukai siapapun, tak seorang pun yang akan berusaha melukaiku, tapi siapa yang menyangka bisa menjadi sejahat apa sifat beberapa orang? Ah, sifat dasar beberapa orang pastilah memang jahat. Aku ini adalah bunga es yang terbuat dari air, dan bahkan bila aku hanya sebutir anggur, karena dia adalah Dewi Api yang sebelumnya, takkan mungkin aku bisa menanggung siksaan apinya terhadap diriku. Meski dia bilang kalau dia ingin mencari tahu wujud asliku, kenyataannya adalah bahwa dia ingin membunuhku, lalu membersihkan semua jejak kejahatannya.
Karena tak ada gunanya berusaha kabur, aku hanya bisa berusaha menahannya semampuku. Dengan efisien kugunakan selapis tipis kekuatan dewa untuk melindungi titik-titik meridianku yang menting dan menciptakan sebuah lapisan pelindung tipis untuk menghalau udara panas yang menekan. Meski lingli-ku lemah, secara mengejutkan api yang membara itu jadi kelihatan seperti harimau ganas yang dengan cepat dipenggal kepalanya, dan tak mampu mendekatiku. Ini adalah hasil mengejutkan yang membuatku senang.
Dalam kurun waktu untuk menghabiskan setengah poci teh, kudengar sebuah tawa dingin dalam lautan api itu. Dengan sebuah lambaian tangannya, kolam arak itu mendadak berubah menjadi minyak yang mendidih, warna apinya menjadi semakin pekat dan mulai memercik langsung ke arahku.
“Api tingkat ketujuh, api minyak yang mendidih!”
Aku mengerahkan lingli dari perutku untuk memperkuat pembatas yang melindungi diriku – tetapi siapa yang tahu kalau api mendidih itu tak melemah namun malah menempel pada pembatas dan kelihatannya menjadi semakin kuat. Melihatnya menguat membuat hatiku jadi semakin panik!
Alis Permaisuri Langit berkedut, seakan dia benar-benar jadi sedikit terkejut, “Jadi ternyata kau memang putri Luo Lin….”
Aku tak punya tenaga untuk peduli tentang dia yang menyadari apakah aku terlahir dari Kaisar Langit ataupun Dewa Air. Aku hanya melihat bahwa apinya kelihatan semakin pekat dan ganas saat merambat semakin dekat ke arahku. Kusadari bahwa pembatas yang tadi kubuat itu terdiri dari air – meski air bisa memadamkan api, itu hanya api biasa, namun minyak bisa mengambang di atas permukaan air, karenanya api minyak tidak takut pada air tetapi justru mengambang di atas air dan tumbuh semakin kuat.
Barusan tadi pembatas airku mampu menyingkirkan api alkohol, tetapi pembatas air ini tiba-tiba menjadi belenggu yang membawa api minyak ke arahku. Pasti beginilah cara Permaisuri Langit untuk memastikan bahwa aku adalah keturunan dari Dewa Air.
Kutekankan tiga jari ke mulutku dan berseru, “Hancur!” dalam sekejap, pembatas air pun pecah. Api minyak yang mengambang di pembatas air langsung memudar. Meski api telah menghilang, pembatas air yang melindungiku juga demikian dan hawa panas dari api yang mengepung roda Ba Gua pun menyerangku. Aku merasakan sakit yang liar biasa di sekujur tubuhku, seakan aku sedang dicambuk. Sedikit kabut air yang berada di atas roda pun ditelah sepenuhnya oleh lidah api dan menghilang tanpa jejak.
Aku mulai terbatuk-batuk tanpa henti saat rubuh sambil memegangi dadaku. Aku tak mampu menekan batukku. Pada akhirnya, aku berusaha sebaik mungkin untuk memusatkan tenaganku dan akhirnya berhasil bicara, “Permaisuri Langit… Permaisuri… kalau kau menghancurkan esensiku, takutnya… takutnya kau juga akan membunuh… anak dari Dewa Api!”
Wajah Permaisuri Langit langsung berubah sepenuhnya, “Apa katamu?!”
Dengan lemah kuangkat tanganku dan menyentuh wilayah di antara alisku, “Di dalam, ada esensi dewa Pangeran Kedua… dalam waktu kurang dari… dari sepuluh tahun… sepuluh tahun….”
“Mustahil!”
Kutarik lemah mulutku dan menyunggingkan senyum, “Kenapa… kenapa mustahil? Dewa Api dan aku… telah melakukan pertapaan berpasangan… pertapaan berpasangan.”
Permaisuri Langit berdiri di pusat lautan api yang mengamuk, wajahnya menggelap menjadi sewarna tinta hitam, kedua tangannya mengepal dan aku bisa melihat urat-urat nadi kehijauan menonjol keluar dari punggung tangannya. Aku tak tahu apakah dia marah atau murka, kaget atau curiga.
Kujilat bibirku yang pecah-pecah. Perasaan kasarnya membuatku menyerutkan alis. Ujarku pelan, “Kalau… kalau Anda tak percaya, kenapa tak mengujinya… menguji wujud dewaku….”
Di Dunia Fana ada pepatah – bahkan harimau ganas takkan memansa anak-anaknya. Tetapi, apakah harimau ganas yang ini akan memangsa cucunya? Bagaimanapun juga, api yang mengepungku ini sepertinya telah sedikit melemah dan aku pun menghirup udara banyak-banyak. Saat kulihat Permaisuri Langit melangkah ke arahku dan mencondongkan diri ke sisi tubuhku, dia mengangkat tangannya dan meraba nadiku, “Kau siluman penggoda, kau berani menggoda Xu Feng….”
Kupejamkan mataku, menggertakkan gigiku, dan menghimpun seluruh tenagaku dalam satu telapak tangan, kemudian telapak tangan ini menghantam telapak tangan Permaisuri Langit dengan telak. Meski api bisa mendidihkan air, aku tak percaya bila air rak mampu melawan api! Aku adalah peri dan paling benci bila ada yang menyebutku ‘siluman’!
Dari telapak tanganku, keluarlah sebuah bayangan seputih salju yang tajam bagai pedang, pedang ini adalah es paling dingin yang ada di semesta dan langsung menyerang Permaisuri Langit. Bilah es yang tajam itu memotong telapak tangannya.
Wajah Permaisuri Langit berubah dan dia berusaha menarik kembali telapak tangannya, namun sudah terlambat. Begitu dia menyadarinya, dia membuka mulut dan mulai merapal. Sebuah kuncup api mulai tumbuh dari telapak tangannya, sebuah teratai merah mulai merekah.
Api teratai merah!
Segera kutahan tanganku dan berhasil menarik telapak tanganku sepenuhnya dalam jarak yang tipis tepat sebelum terkena serangan mematikannya. Tiga puluh persen kekuatan penuhku membalik padaku dan membuat seluruh dadaku bergetar. Entah apakah tulangku ada yang patah.
Telapak tangan Permaisuri Langit tadi telah tergores oleh kekuatan bilah esku dan luka itu mulai menampakkan darah segar. Dia berdiri, wajahnya sarat dengan amarah, “Siluman betina! Berani-beraninya kau berusaha membunuhku! Kau telah terlalu tinggi menilai dirimu sendiri! Hari ini, aku akan memusnahkanmu sepenuhnya dan membakarmu hingga habis!”
Meski aku berada pada garis tipis di antara hidup dan mati, aku tak bisa menahan diri dari memaki Pu Chi Jun. Kalau saja bukan gara-gara dia bilang bahwa kau bisa melahirkan bayi setelah melakukan pertapaan berpasangan, aku takkan punya pikiran untuk berencana mencoba mengakali Permaisuri Langit dan berusaha membunuhnya.
Kalau saja aku hanya terbakar sampai mati, masih akan ada kesempatan bagi jiwa kecilku ini untuk bisa bereinkarnasi atau menjadi manusia. Tetapi, bila jiwaku terbakar habis, takkan ada yang tersisa dariku.
Gemetaran, aku pun memejamkan mataku untuk menerima takdir. Namun, mendadak aku mendengar sebuah jeritan tajam, “Jin Mi!”