Ashes of Love - Chapter 18
“Ada berapa banyak dewi yang sudah memiliki hubungan fisik dengan Xiao Yu Xian Guan?” Aku duduk di atas ranjang bambu, menggigit bibirku, dan dengan bersungguh-sungguh menatap Xiao Yu Xian Guan yang setengah berlutut di hadapanku.
Tangannya berhenti, pipinya merona merah. Dia memalingkan kepala untuk terbatuk lalu kembali menatapku dengan sorot mata lembut, “Melakukan hubungan fisik itu bukan permainan anak-anak. Karena aku punya perjanjian pernikahan dengan Jin Mi, kenapa aku perlu memiliki hubungan fisik dengan dewi yang lainnya? Aku hanya menantikan untuk menikahi Jin Mi pada tanggal delapan bulan depan, kita kemudian akan menjadi suami istri selama sepuluh ribu tahun.”
Aku terdiam. Dari yang telah dikatakan oleh Xiao Yu Xian Guan, apakah hanya pria dan wanita yang akan menikah yang seharusnya melakukan pertapaan berpasangan? Tetapi Pu Chi Jun bilang bahwa asalkan yang satu adalah pria dan yang satunya wanita, maka mereka bisa melakukan pertapaan berpasangan, dan xian rubah juga pernah bilang kalau pertapaan berpasangan menyelaraskan yin dan yang. Karena mereka berdua memiliki pandangan yang begitu berbeda, aku jadi merasa agak bingung.
Xiao Yu Xian Guan menatapku dan berkata tenang, “Kenapa Jin Mi menanyakan ini? Apa Run Yu telah melakukan suatu kesalahan?”
Phoenix dan Sui He tak punya perjanjian pernikahan apapun. Tiba-tiba aku teringat pada pemandangan yang telah kulihat di Istana Qi Wu. Kukerutkan alisku dan menatap pada sorot mata jernih Xiao Yu Xian Guan, “Kau baik sekali, bahkan lebih baik daripada sangat baik. Aku datang untuk menemanimu melihat rembulan, dan hanya mengajukan pertanyaan itu secara asal.”
Xiao Yu Xian Guan memberikan seulas senyum yang elegan dan lembut. Dia bangkit dan duduk di sebelahku. Ditahannya punggungku untuk menciumku, rasanya begitu lembut dan halus bagai sirup maple yang larut ke bibirku. Lama kemudian, dia akhirnya menjauh. Dahinya menempel pada dahiku, ujung hidungnya menyentuh ujung hidungku. Dia mendesah dengan perasaan mendalam, dan kemudian meletakkan tangannya pada bahuku lalu duduk di sebelahku. Diangkatnya kepala untuk menatap rembulan di angkasa. ujarnya sambil tersenyum, “Bulannya tampak kesepian malam ini.”
Udara malam dingin seperti di dalam air, kunang-kunang mungil beterbangan di sekeliling kami. Kelopak mataku mulai terasa semakin berat dan aku menguap. Kusandarkan tubuhku pada lengan Xiao Yu Xian Guan dan tertidur dengan nyaman….
Saat fajar merekah dan giliran tugas Xiao Yu Xian Guan selesai, aku sudah bangun dan Xiao Yu Xian Guan mengantarku pulang ke Wisma Luo Xiang. Saat aku melangkah ke dalam wisma, kulihat sekelompok xian pelayan yang tampak tak berdaya ketika mereka mengelilingi sebuah sosok berbaju hijau yang meratap, “Ah Jin Mi! Ah Jin Mi! aku sudah menunggu selama sehari semalam hanya untuk menemuimu. Tapi, siapa sangka aku hanya bisa melihat jenazahmu? Tak seorang pun yang bisa menghentikanku! Aku akan mengejar Jin Mi ke alam baka!” Sambil menangis, dia kelihatan ingin menghantamkan kepalanya ke pilar dan suaranya pun naik dengan penuh perasaan.
Aku melihat bahwa orang ini adalah Pu Chi Jun.
“SIapa yang bilang kalau Jin Mi sudah mati?” Ayah Dewa Air berkata tegas saat berjalan ke halaman dan menatap Pu Chi Jun, alisnya bertaut erat seakan mengalami sakit kepala yang hebat.
“Kalau dia tidak mati, kenapa Dewa Agung tak membiarkan saya menemuinya?” Pu Chi Jun memeluk pilar dan tak mau melepaskannya, namun air matanya langsung berhenti.
“Jin Mi sudah ditunangkan dengan Dewa Malam. Saya harap Tuan Muda Yan You bisa bicara dengan hati-hati dan tak mencelakai reputasi Jin Mi,” ujar ayah dingin, dia kelihatan sedikit marah.
“Kata-kata Dewa Agung ini agak terlalu dingin. Meski Jin Mi punya hak untuk bertunangan, saya juga punya hak untuk memiliki cinta sepihak,” kata Pu Chi Jun dengan berani.
“Kalau begitu, Tuan Muda Yan You bisa pergi sendiri untuk menjalani cinta sepihak Anda.” Ayah mengibaskan lengan bajunya ke samping dan memerintahkan, “Antar tamu keluar.”
“Aku tak peduli, aku tak peduli! Aku ingin bertemu Jin’er!” Pu Chi Jun memeluk pilarnya erat-erat seperti ingin menunjukkan bahwa dia berencana untuk tetap tinggal. Para pelayan di sekeliling tak berani mendekat dan tak bisa melakukan apa-apa terhadapnya.
“Tuan Muda Yan You bukan anak-anak lagi. Datang kemari selama sepuluh hari berturut-turut, tidakkah Anda mendapati kalau hal ini memalukan?” Ah, ternyata Pu Chi Jun sudah datang selama berhari-hari, tapi aku tak pernah mengetahuinya.
“Hatiku ini tulus dan murni, apanya yang memalukan?”
Karena ayah berhati baik dan tidak kejam seperti Phoenix, dia takkan dengan begitu mudahnya memakai kekuatannya untuk membereskan Pu Chi Jun. Kulihat ayah menekan dahinya yang berdenyut-denyut dan berjalan keluar dari aula, menyuruh para pelayan untuk menjaga agar pintu tetap tertutup dan meninggalkan Pu Chi Jun.
Para pelayan di aula pasti telah terbiasa dengan Pu Chi Jun, mereka langsung keluar setelah menerima perintah. Saat aku mendorong pintu dan masuk, mata Pu Chi Jun langsung berbinar dan dia segera melepaskan pilar lalu bergegas menghampiriku. Dengan gembira dia mencubit pipiku dan memekik, “Ah! Empuk! Hangat! Kau sungguh masih hidup!”
Kusingkirkan tangannya. “Untuk apa Pu Chi Jun mencariku?”
“Cantik, saat kudengar kau dapat masalah, aku begitu khawatir sampai-sampai tak sanggup makan ataupun tidur. Bahkan dengan risiko membuat marah Dewa Air, aku harus datang sendiri kemari untuk melihatmu. Lihatlah aku, aku sudah menyusut sampai tinggal kulit dan tulang!” Pu Chi Jun menarik lengan bajunya ke atas untuk menunjukkan lengannya padaku.
Dengan sangat kooperatif aku mencolek kulit lengannya dan membatin, “Jadi kurus kan bagus.”
Pu Chi Jun mengerjap dan berkata pilu, “Kau mengguruiku….” Mendadak dia berkata, “Jin’er, apa kau bisa tidak menikah dengan Dewa malam?”
“Kenapa? Kalau aku tak menikahi Xiao Yu Xian Guan, siapa yang akan menikahi dia? Kecuali, Pu Chi Jun telah memberikan hatinya pada Xiao Yu Xian Guan?”
Alis Pu Chi Jun berdiri tegak, “Mana mungkin itu terjadi! Bahkan meski demikian, Dewa Malamlah yang memberikan hatinya padaku! Lihatlah betapa tampan dan menonjolnya diriku ini, bahkan satu ujung jariku pun penuh dengan karisma yang membuat orang tak bisa untuk tidak jatuh cinta padaku. Aku adalah seorang pria yang diimpikan oleh semua wanita!”
Aku menahan semua ini dalam diam dan pura-pura tak mendengarnya.
Tiba-tiba, wajah Pu Chi Jun berubah serius dan dia meraih tanganku, “Cantik, dengarkan aku, kau tak boleh menikahi Dewa Malam!”
Aku tak bisa menahan rasa penasaranku, “Kenapa tidak?”
Pu Chi Jun merendahkan suaranya, “Aku melihat bintang-bintang di langit beberapa hari yang lalu… konstelasinya memiliki kilauan yang ganjil, tampaknya akan terjadi perubahan posisi besar-besaran. Rahasia Langit tak boleh dibocorkan, tapi aku akan membocorkan ini padamu saja… bintang-bintang mengungkapkan kalau… mengungkapkan kalau kau hanya bisa menikah denganku!”
Mulanya aku mendengarkan Pu Chi Jun dengan penuh perhatian, tetapi saat dia mengucapkan kalimat terakhirnya yang menggelikan, wajahku pun menggelap dan aku tertawa kering. “Sungguh suatu pertanda bintang yang begitu ajaib.”
“Memang ajaib!” Pu Chi Jun dengan pongah membelai dagunya dan melontarkan seuas senyum cerah, “Belakangan ini, aku mulai mempelajari seni ramalan dari seorang separuh dewa di Dunia Fana! Ramalannya sangat akurat. Apa kau mau belajar?”
“Tak usah. Aku baru saja pulih dari luka serius dan tidak cocok untuk mempelajari ramalan, kau bisa mempelajarinya pelan-pelan,” dengan lembut kutolak tawaran Pu Chi Jun. Aku melihat kedatangan ayah dari kejauhan untuk membawakan obat untukku, jadi aku pun mendorong tangan Pu Chi Jun jauh-jauh. Aku merasa bahwa telapak tanganku terasa agak lengket dan memikirkan tentang bagaimana Pu Chi Jun telah mengeluarkan air mata dari matanya dan ingus dari hidungnya tadi. Aku tak yakin apakah aku telah menyentuh sesuatu yang kotor, jadi buru-buru kuseka tanganku pada lengan bajunya dan berkata “aku akan minum obatku, jadi aku tak bisa mengantar kepergian Pu Chi Jun.”
“Ah, sungguh si cantik yang tak punya hati,” Pu Chi Jun mengesah lalu tertawa, “tapi aku menyukainya! Ha Ha!”
Saat aku berjalan ke arah ayah, kudengar gumaman terakhir Pu Chi Jun sebelum dia pergi, “Dewa Malam bukan orang yang sederhana….”
Ayah mengawasi kepergian Pu Chi Jun dari kejauhan dan mengerutkan alisnya. Dia bertanya, “Bagaimana Jin’er bisa bertemu dengan orang tak tahu malu ini?”
“Dia datang saat aku pertama kali memakai mantra untuk memanggil peri.”
Ayah mengangguk samar. “Tuan Muda Yan You dulunya adalah salah satu dari dua belas dewa shio, wujud aslinya adalah ular air. Karena dia telah melanggar salah satu hukum Langit, dia dikirim ke alam yang lebih rendah dan berada di bawah pengawasanku. Dia mungkin memang bereaksi pada mantra air.”
Aku terperanjat. Aku tak pernah menyangka kalau Pu Chi Jun itu dulunya adalah salah satu dari dewa shio yang berada di puncak dan disegani. “Hukum Langit apa yang dilanggar oleh Pu Chi Jun?”
Seperti biasa ayah tak tertarik pada hal-hal seperti ini dan hanya berkata, “Aku kurang jelas, tetapi sifat dasar orang ini tidak baik, jadi pasti itu ada hubungannya dengan sifat mata keranjangnya. Ayah menasihati Jin’er untuk menghindar dari bertemu dengannya. Minumlah obatmu selagi masih hangat.” Dengan lemah lembut ayah meniup obat itu lalu menyerahkannya padaku.
Aku menerima obatnya dari ayah, memijit hidungku dan menghabiskannya dalam sekali tegukan. Ayah tersenyum dan dengan satu tangan memanggil setetes embun yang berasal dari atas kelopak bunga, mengubahnya menjadi gula dan segera meletakkan embun manis ini ke dalam mulutku. Melihat wajahku telah terlihat lebih nyaman, dia pun tersenyum penuh kasih, matanya berbinar-binar.
Kutatap aura menakjubkan ayah. Hatiku menghangat dan aku pun jadi terpikirkan tentang dua baris puisi dari Dunia Fana, “Dapatkah baktiku yang kecil ini membalas besarnya cinta orangtua yang tak terbatas?”
Tetapi, aku lupa kalau Dunia Fana juga memiliki perkataan ini, ‘Sifat seseorang tak bisa ditentukan dari penampilannya, samudera tak bisa diujur dengan sebuah cangkir’. Meski Pu Chi Jun baiasanya mengucapkan banyak omong kosong, tetapi kali ini dia telah menebak dengan benar. Benar, aku tak menikahi Dewa Malam pada tanggal delapan bulan ketiga.
***
Hari ketiga pada bulan ketiga adalah saat musim semi kembali ke bumi. Saat seluruh makhluk hidup bangun dari tidur musim dingin mereka, yang paling mereka nantikan adalah adalah hujan musim semi yang basah. Tetapi, mereka semua ditakdirkan untuk merasa kecewa pada tahun ini.
Dengan perginya Dewa Air, hujan akan datang dari mana?
“Kaisar Langit telah menitahkan!” Seorang Xian pelayan yang pongah mengumumkan di dalam aula yang sarat dengan para dewa yang menangis sekuat jantung dan paru-paru mereka, “Jin Mi Xian Zi menerima titah!”
Aku mengeluarkan suara mengiyakan dan berlutut untuk menerima titah Kaisar.
“Kepergian Dewa Air telah membuat seluruh dunia menangis. Dewa Air selalu dicintai oleh semua makhluk di dunia dan memakai kekuatan dewanya untuk membantu banyak makhluk hidup. Dia akan diberi gelar sebagai Dewa Suci Yang Welas Asih. Jin Mi adalah anak satu-satunya dari Dewa Air dan akan harus memenuhi tugas bakti untuk menjaga makamnya selama tiga tahun. Pernikahannya dengan Dewa Malam akan ditunda selama tiga tahun. Terakhir, Jin Mi akan diangkat sebagai dewa sejak saat ini dan mewarisi gelar sebagai Dewi Air!”
“Jin Mi menerima titah!” Aku menerima titah suci itu… meski akhirnya aku telah mencapai impianku untuk menjadi seorang dewa, namun anehnya hatiku terasa hampa.
Dalam semalam, aku mendapatkan seorang ayah Dewa Air.
Dalam semalam, jiwa ayah Dewa Air lenyap dari keberadaan.
Rasanya bagaikan hujan rintik-rintik musim semi di bulan empat, sebelum kau bisa menyentuhnya, dia sudah menghilang dalam kemilau musim semi, membuat orang ragu apakah yang kau lihat itu nyata.
Sekali lagi, aku kembali menjadi yatim piatu.
Kugenggam pedang es dedalu di telapak tanganku, hawa dinginnya meresap ke dalam tulangku. Seluruh aula sarat dengan warna kuning wijen dan putih polos, warna perkabungan. Menghadapi begitu banyak dewa yang datang untuk menangisi ayahku, aku hanya menatap nanar dan berkata kebas, “Andai saja Ayah tak memakai separuh tenaga dewanya untuk membuat pedang es dedalu ini demi melindungi tubuhku, apakah jiwanya takkan menghilang ketika dia dihantam oleh serangan beracun itu? Andai saja aku tahu lebih awal… andai saja aku tahu lebih awal….”
Xiao Yu Xian Guan memelukku dan membelai ringan punggungku. Rasanya sama persis seperti cara ayah biasanya menenangkanku. “Bahkan ribuan tael emas takkan bisa membeli ramalan. Mi’er jangan terlalu bersedih, masih ada aku di sini, Dewa Air juga tak mau melihat Jin Mi patah hati karena dirinya….”
Aku menatapnya dengan sorot nyalang. “Mematahkan hatiku?” Apa itu patah hati? Dadaku hanya terasa sedikit berat, seakan ada sebuah batu besar menghantam dadaku. Kupikir tibuhku hanya sedikit kelelahan… dan aku akan merasa lebih baik setelah beristirahat.
Di sampingku, Dewi Angin mengenakan baju berkabung dari rami, sorot matanya tenang saat dia menyalakan tiga batang dupa dan berkowtow tiga kali. Dia kemudian duduk diam di samping untuk menerima belasungkawa dari beragam dewa.
Meski Dewi Angin adalah pasangan resmi dari ayah, sebeanrnya aku jarang melihat dia. Dia tak tinggal di Wisma Luo Xiang dan meski dia telah menikah dengan ayah, pada kenyataannya, mereka dipaksa menikah oleh Kaisar Langit dan menjadi pasangan hanya dalam nama saja. Sifat mereka berdua sama-sama dingin serta jauh dan mereka jarang bertemu kecuali pada acara-acara penting di Dunia Kahyangan. Kalau aku tak melihatnya hari ini, aku pasti sudah lupa akan keberadaannya.
Xiantong kecil di pintu sedang mengumumkan para dewa yang masuk untuk berbelasungkawa saat dia terdiam… tidak jelas siapa yang dia lihat, tetapi nada suaranya meninggi dan kemudian memekik, “Yang Mulia Dewa Api telah datang untuk memberikan penghormatan!”
Aku berbalik dan mataku bersirobok dengan sorot mata Phoenix yang tak memiliki kesombongannya yang biasa. Phoenix mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna putih, rambutnya diikat ke atas, tak ada hiasan ataupun aksesoris pada dirinya. dia mengambil batang-batang dupa dan berjalan ke tengah, akhirnya berhenti di depan tumpukan pakaian ayah dan membungkuk untuk memberikan penghormatan terakhirnya. Ekspresinya tenang dan tulus. Aku melihat jemarinya yang panjang dan kurus memegangi tiga batang dupa…. Aku tahu kalau di bagian tengah tangan kanannya terdapat kapalan yang berasal dari dia memegang kuas tulisnya, dan kapalan yang lain lagi dari hasil dia memegang pedang…. Xiao Yu Xian Guan meremas pelan telapak tanganku, dan aku merasakan tubuhku sedikit tergetar dan benakku pun mendapatkan kembali kejernihannya.
Setelah Phoenix selesai memberikan penghormatannya, dia berkata dengan suara rendah pada Dewi Angin. Tidak jelas apa yang dia katakan tetapi Dewi Angin menganggukkan kepalanya.
Xiao Yu Xian Guan menyeka dahiku dan aku sudah akan memutar kepalaku saat kurasakan suatu hembusan angin. Phoenix sekarang berada di hadapanku. Dia menundukkan kepalanya dan menatap ke dalam mataku dengan kehanyatan yang langka, kemudian berkata apdaku dalam suara yang hanya muncul dalam seratus tahun, “Harap lepaskan kesedihanmu dan temukanlah kedamaian. Sang Dewa Agung mencintai Dewi Bunga seumur hidupnya. Meski mereka tak bisa bersatu saat hidup, mereka pasti berharap untuk bersatu dalam kematian. Meletakkan pakaian Dewa Air di sebelah makam Dewi Bunga, supaya mereka bisa bersama, berdampingan, menatap Shui Jing tempat mereka bertama berjumpa, bagaimana menurutmu? Aku meminta pendapat Dewi Angin dan dia berkata bahwa dirinya tak keberatan.”
Dengan patuh kuanggukkan kepalaku.
Xiao Yu Xian Guan menepuk-nepuk punggung tanganku. Phoenix menatap tangan Xiao Yu Xian Guan, ekspresinya berubah-ubah antara terang dan gelap, alisnya bertaut, ujung matanya ditarik.
“Aku pasti akan membantumu menemukan siapa yang telah membunuh Dewa Air.”
“Aku pasti akan membantu Mi’er menemukan siapa yang telah membunuh Dewa Air.”
Phoenix dan Xiao Yu Xian Guan sama-sama berbicara pada waktu bersamaan. Mereka sungguh saudara yang selaras.
Perlahan kuanggukkan kepalaku tapi segera menggelengkannya, “Tidak usah tidak usah. Apa yang bagus dari balas dendam?”
“Kau!…Ah….” Phoenix menghela napas panjang. Diulurkannya tangan seolah ingin menepuk-nepuk kepalaku, namun tangannya ditarik balik di tengah jalan. Cahaya mentari musim semi mendarat di telapak tangannya.
Angin berhembus dan kertas putih eprkabungan yang tak diberi pemberat mulai terbang dan berserakan.
“Apakah tubuh Phoenix sudah pulih?” Dengan tenang kutatap Phoenix.
Matanya berbinar seakan suasana hatinya kembali membaik. “Jauh lebih baik. Aku sudah pulih sepenuhnya beberapa hari yang lalu.”
Aku bersuara pelan untuk mengiyakan. Phoenix sungguh merupakan Dewa Api terkuat yang pernah ada, dalam sebulan dia sudah pulih sepenuhnya dari luka yang sedemikian serius.
Melihat bahwa aku tetap terdiam, Phoenix menambahkan, “Aku menemukan sebuah sepatu di luar istanaku.” Dia terdiam lalu meneruskan, “Itu bukan pil dewa, tetapi jauh lebih bermanfaat.”
Aku sudah tenggelam dalam pikiranku sendiri dan tak memerhatikan fakta bahwa paruh pertama kalimatnya tak berhubungan dengan paruh keduanya. Xiao Yu Xian Guan menurunkan alisnya, ekspresinya mendingin.
Setelah upacara pemakaman selama tujuh hari, aku kembali ke Dunia Bunga dan menguburkan pakaian ayahku. Sebelum aku pergi, aku mengunjungi Wisma Kebahagiaan Pernikahan untuk mengambil lukisan musim semi dan buku percintaan yang sebelumnya diberikan xian rubah padaku. Aku takkan punya hal yang harus dikerjakan saat menunggui makam selama tiga tahun, jadi lebih baik aku mempelajari dengan seksama apa yang telah diberikan padaku untuk melewatkan hari.
Rasanya agak membosankan menjagai dua buah makam yang gundul. Kapanpun aku merasa bosan, aku akan menanam beberapa bunga dan pohon. Belakangan, yang menjadi kesukaanku adaalh pohon kamper karena memiliki dedaunan lebat yang tebal yang begitu menghijau dan merekah pada keempat musim. Saat angin berhembus melewatinya, pohon itu akan membuat suara ‘sha sha’ pelan dan perlahan menjatuhkan dauh-daun hijau dan merah, menciptakan suatu pemandangan yang indah. Aku suka membawa payung dan berjalan di antara daun-daun yang berguguran. Mendengarkan suara daun yang terjatuh di atas payung dengan suara seperti rinai hujan, mirip dengan formasi hujan yang biasanya diciptakan ayah.
Manusia selalu berkata bahwa bayangan manusia takkan mengikuti aliran sungai. Bahkan ketika air mengalir ke timur, bayangan manusia akan tetap tinggal. Tetapi kenapa bahkan saat airnya belum berkurang, aku tak lagi bisa meluhat Ayah Dewa Air?
Aku mempelajari beberapa formasi takdir kehidupan dalam sebuah buku dari Dunia Fana. Kusadari bahwa takdirku terlalu berat, aku terlahir untuk mencelakai orang… mencelakai ayahku, mencelakai ibuku, mencelakai suamiku, mencelakai anakku… singkatnya, aku akan mencelakai semua orang yang ada di sekelilingku.
Aih! Aku sungguh berbahaya!