Ashes of Love - Chapter 20
Aku berbalik, membuka mataku, dan melihat dua orang xian pelayan wanita berada di bagian kepala ranjangku. Aku berusaha mengangkat tubuh dengan lenganku, tetapi siapa yang tahu bahwa lenganku akan melemah dan aku akan terjatuh kembali ke atas ranjang.
Pergerakan ini mengejutkan kedua xian pelayan wanita itu.
“Siapa yang menyanyikan opera di luar?” aku bertanya.
Mata salah seorang xian pelayan wanita terbuka lebar dan dia pun berbalik lalu mulai berlari keluar. Sepanjang jalan dia berteriak, “Cepat! Cepat katakan pada Kaisar Pertama! Dewi Air sudah bangun!”
Xian pelayan wanita lainnya lebih serius. Dia menatapku dan suaranya agak bergetar saat dia berkata, “Dewi Air sudah tidur selama setengah tahun dan akhirnya tersadar. Kaisar Pertama telah mencemaskan Anda siang dan malam.”
Aku mengerutkan alisku dan bertanya lagi, “Siapa yang menyanyikan opera di luar?”
Xian pelayan wanita itu menjawab, “Kaisar Pertama naik tahta hari ini. Sebagai perayaan, para dewa telah memasang panggung untuk menyanyikan opera dari dunia fana.”
Kututup mataku dan bertanya, “Apa yang dinyanyikan?”
Xian pelayan wanita itu menjawab p0enuh hormat, “Itu adalah semacam opera yang disebut Kun Xi, judulnya ‘Mimpi Terpana’.”
“Mimpi Terpana…. Mimpi Terpana….” Bibirku berulang kali menggumamkannya. Mendadak kutengadahkan kepalaku dan menatapnya, “Kaisar Pertama? Kaisar Pertama yang mana?”
Xian pelayan wanita itu menutupi mulutnya dan tersenyum, “Dewi Air pasti bercanda. Memangnya ada Kaisar Pertama yang mana lagi? Hanya ada satu – Dewa Malam. Saat ini, Kaisar Pertama baru saja menyempatkan diri untuk memeriksa Dewi Air, dan beliau sebenarnya baru saja pergi saat Dewi Air bangun.”
“Dewa Malam….” Benakku menjadi kacau balau, “Dewa Malam… Dewa Malam yang mana yang kau bicarakan?” Kutarik lengan bajunya, “Bagaimana dengan Dewa Api? Kau bilang aku telah tertidur selama setengah tahun, kenapa Dewa Api tak datang mengunjungiku?”
“Dewa Api…?” Dia kelihatan bingung dan tak menjawab. Setelah aku menarik lengan bajunya dan mengulangi pertanyaanku tiga atau empat kali, dia menjawab dengan hati-hati, “Dewa Api… bukankah Dewa Api telah terbakar menjadi abu setengah tahun yang lalu?”
‘Hong Long’ ada gemuruh keras dan aku merasa sesuatu telah meledak di kepalaku.
Setiap kernyitannya, setiap senyumnya, tangannya yang terangkat….
Benang perasaan….
Belati es dedalu….
Punggungnya….
Pusat inti dewanya….
Darah, mataku penuh oleh darah, mengalir menuruni awan-awan putih, mengalir turun seudak demi seundak, hanya ada awal, tanpa akhir.
Ya, dia sudah mati! Aku sendiri yang menusukkan pisau belati itu ke dalam esensi dewanya! Aku sendiri yang membunuhnya! Aku sendiri yang melihat jiwanya terbakar!
Kugenggam kedua tanganku dan merasakan suatu rasa sakit yang menusuk di dadaku. Kuringkukkan tubuhku di ujung ranjang, rasanya begitu menyakitkan hingga aku tak mampu meluruskan tubuhku. Rasanya seakan jantungku, isi perut dan paru-paruku, semuanya dikeluarkan hidup-hidup, berserakan dalam genangan darah, dan ditinggalkan bertebaran di tanah. Kuputar pergelangan tanganku, kuputar dengan sekuat tenaga, bertanya-tanya kenapa yang dipotong bukan tanganku saja?
“Dewa Agung! Dewa Agung! Kenapa? Tolong jangan sakiti diri Anda sendiri!”
Aku sangat kesakitan hingga jari kakiku tertekuk seperti aku telah menarik satu urat nadi. Aku menatapnya dalam keputusasaan dan kengerian, “Cepat! Jantungku telah menghilang! Aku telah kehilangan jantungku! Bantu aku menemukannya! Cepat! Pasti ada di suatu tempat di dalam rumah! Kau harus menemukannya! Sakit sekali, sakit sekali sampai aku merasa ingin mati.” Kucengkeram bagian kosong di dadaku dan meringkuk membentuk bola.
Wajah xian pelayan wanita itu ketakutan dan dia berkata, “Ya, saya akan membantu Anda menemukannya, saya akan membantu Anda menemukan….” Dia mencari di sekitar ranjang, “Tidak ada apa-apa… tidak ada apa-apa…. Dewa Agung, tidak ada apa-apa….”
“Kalau tidak ada di atas ranjang, carilah di bawah! Cari di sekitar kamar! Pasti ada di suatu tempat!” Aku mulai menangis. Rasa sakit yang berat itu tak juga mereda.
“Apa yang kau cari?” Seseorang memasuki kamar. Sebuah sosok yang tinggi, dengan jubah emas.
Phoenix?
Aku berhenti dengan mataku sarat dengan air mata. Semua orang terdiam.
“Mencari jantung… Kaisar Pertama… Dewa Agung ingin saya membantunya mencari jantung.… Beliau berkata bahwa jantungnya sudah menghilang….” Xian pelayan wanita menggumam seakan telah kehilangan rohnya.
“Mi’er, ada masalah apa?”
Gambaran surga yang indah itu hancur seketika. Phoenix tak pernah sekalipun memanggilku Mi’er… dadaku seakan kembali dihujam oleh pisau, darah dan daging bercampur menjadi satu… aku kesakitan dan mencengkeram dengan kedua tanganku, tenggorokanku rasanya telah patah.
“Pahit sekali, sangat menyakitkan! Apa aku akan mati?” Aku menatapnya dengan putus asa.
Xiao Yu Xian Guan menangkap tanganku dan menempatkanku dalam pelukannya. Ditepuk-tepuknya punggungku dan berkata ringan, “Tidak, kau takkan mati. Ada aku di sini, kenapa Mi’er bisa akan mati? Apalagi kita harus saling bergandengan tangan selama sepuluh ribu, seratus ribu, jutaan tahun, bahkan bila semua alam telah menua, tetap takkan cukup. Mi’er hanya telah tertidur terlalu lama dan tubuhmu menjadi tak terbiasa.”
Aku meronta, “Jangan sentuh aku! Aku kesakitan!”
“Bagian mana yang sakit?” Xiao Yu Xian Guan menatap lembut padaku, “Bagaimana kalau aku memberimu lingli untuk mengurangi rasa sakitnya?”
Kutekan dadaku dan hanya merasakan sakit yang menyebar dari dadaku ke empat bagian tubuhku, bagai tusukan-tusukan jarum. Aku tak bisa menyebutkan di mana rasa sakitnya, rasanya sakit itu sepertinya ada di mana-mana. Aku meringkuk, air mataku tak mau berhenti mengalir, “Aku tak tahu. Aku tak tahu mana yang sakit… pahit sekali, mulutku pahit luar biasa. Tolong aku….”
Xiao Yu Xian Guan tersenyum, “Bila kau memakan sesuatu yang manis, takkan lagi terasa pahit.” Dia mewujudkan sepotong manisan dingin dan menyuapkannya sendiri ke mulutku.
Rasa manis itu meleleh di lidahku, tetapi aku hanya merasa bahwa tenggorokanku menjadi lebih pahit, begitu pahit hingga aku mengerutkan alisku dan memuntahkannya keluar. Aku melihat bahwa lidah itu berwarna semerah darah. Jadi ternyata hanya manisan dingin dari Ayah yang manis, tetapi, Ayah tak lagi ada….
Xiao Yu Xian Guan menatap manisan yang berlumuran darah. Alisnya tampak diturunkan saat dia memakai jarinya untuk mengalirkan lingli ke punggungku. “Jangan khawatir, Mi’er, semua akan baik-baik saja, semua akan baik-baik saja.”
Aku tersekat oleh isakan hingga tenggorokanku menajdi begitu kering sampai tak mampu bersuara lagi. Bulir-bulir air mata terus mengalir turun di pipiku, seolah takkan pernah berhenti. Aku tak tahu kenapa aku jasi seperti ini… seakan seseorang telah memasukkan cacing kutukan padaku, kucengkeram tangan Xiao Yu Xian Guan, “Aku pasti telah terkena mantra kutukan dari dunia fana. Apa kau bisa mengatasinya untukku?”
“Ya, aku akan mengatasinya untukmu, Mi’er, jangan takut. Aku ada di sini.” Xiao Yu Xian Guan mencampurkan sebutir pil penyembuh dengan air madu untuk kuminum dan untuk secara perlahan meredakan ketakutanku. Sedikit demi sedikit aku merasa lebih lelah dan perlahan tertidur, namun bahkan mimpiku juga dibayangi oleh rasa sakit.
***
Aku tak tahu sudah berapa lama aku tertidur – entah sudah berapa hari, berapa malam , hingga akhirnya aku bisa tidur dari rasa sakit, tidur dari kepahitan di tenggorokanku hingga meresap ke dalam helaian rambutku yang paling halus.
Saat aku akhirnya terbangun, ternyata sudah musim semi. Kilauan musim semi masuk lewat jendela dan aku bisa mendengar burung-burung bernyanyi di halaman. Punggung seseorang menghadapku dan memainkan qin. Aku mendengar pegunungan yang tinggi dan sungai yang mengalir….
Bertelanjang kaki, aku berjalan keluar dan melewati orang yang memainkan qin itu.
“Mi’er, akhirnya kau sudah bangun. Kumohon jangan tidur seperti ini? Aku takut kalau sebelum aku punya kesempatan untuk menikahimu, untuk mencintaimu, kau akan terus tertidur hingga bumi menua.”
Aku tak berani berbalik untuk menghadapi orang di depan qin itu… sebenarnya, aku tak berani menatap qin-nya, karena sekali waktu dahulu, seseorang yang tinggi dan pongah yang punggungnya menghadapku ketika dia memainkan qin. Pada akhirnya, qin itu, telah putus; orang itu, telah pergi.
Kusentuh pipiku. Kering tanpa ada jejak kelembaban sedikitpun. Jadi ternyata, bahkan air mata pun telah berubah arah. Meski telah menjadi sungai di dadaku, tak setetes pun yang akan muncul di wajahku lagi.
Xiao Yu Xian Guan memeluk pinggangku dari belakang, diletakkannya dagu dengan ringan pada bahuku, “Mi’er, lihatlah – bunga-bunganya telah mekar. Kapan kita akan menikah? apakah musim semi ini bagus?”
Perlahan aku menjauh dan tak menjawab.
Ya! Jendela telah terbuka, bunga-bunga telah kembali berkembang, tetapi kenapa aku tak bisa melihatmu?
***
“Unsur alami Dewa Agung adalah ‘yin’ dan dingin, tetapi sekelilingnya adalah ‘yang’ dan panas. Tidak baik bila Dewa Agung terus berlama-lama, harap Dewa Agung segera kembali. Bila ada sesuatu yang terjadi pada Dewa Agung, Kaisar Pertama akan kembali merasa cemas dan kecewa.”
Kuangkat lengan bajuku, menyeka butir-butir keringat di dahiku lalu mengipasi wajahku. “Tidak apa-apa. Hanya sedikit panas dan tak seserius yang kau katakan. Kau tenang saja, Kaisar Pertama sibuk dengan pekerjaannya, dia takkan punya waktu untuk mencemaskan tentang hal-hal kecil.”
Li Zhu adalah xian pelayan wanita yang telah ditugaskan oleh Xiao Yu Xian Guan untuk melayaniku. Dia pintar dalam segala hal tetapi juga punya kemampuan untuk membesar-besarkan setiap hal kecil. Dia selalu suka mengakhiri ‘nasihat’nya dengan berkata padaku ‘Kaisar Pertama akan kembali merasa cemas dan kecewa’. Masih begitu muda tapi sudah sangat bawel, dia akan benar-benar tak terkalahkan begitu telah menjadi nenek-nenek xian.
Aku menggelengkan kepalaku dan mendesah untuknya.
Li Zhu yang melihatku mengeluarkan desahan langsung menjadi tegang seakan bertemu mush besar dan mulai merecoki lagi, “Kenapa Dewa Agung mendesah? Maafkan bila saya angkat bicara, tetapi beberapa hal telah berlalu, Anda seharusnya membiarkannya saja. Bahkan para manusia juga tahu bagaimana harus bergerak maju menuju masa depan, apalagi seorang Dewa Agung dengan pelatihan bertahun-tahun? Bila orang mampu melihat melampuinya, dia akan belajar untuk merasa puas. Apalagi dengan kesetiaan yang ditunjukkan oleh Kaisar Pertama kepada Anda, bila hati Dewa Agung merindukan yang lain, bahkan hati seorang pengikut seperti saya akan menjadi dingin, apalagi Kaisar Pertama….”
Kepalaku kembali diserang oleh rasa sakit menghujam yang biasanya. Kuambil sebuah manisan untuk dihisap dalam mulutku dan menghentikan dia, “Di sini hangat, aku akan duduk sebentar. Kau bisa kembali lebih dahulu dan memberi makan Yan Shou-ku.”
“Dewa Agung… ini adalah gunung api di luar tempat Lao Jun membuat pil-pilnya, mana bisa disebut hangat? Lagipula, Yan Shou memakan mimpi, di mana Li Zhu akan bisa menemukan cukup banyak mimpi untuk memberi dia makan?” Wajahnya pun berkerut-kerut.
“Yan Shou ini telah mengikutiku selama bertahun-tahun dan tidak pilih-pilih makanan. Kau bisa memberi dia dedaunan dan rumput.” Li Zhu kelihatan masih ingin bicara, tetapi kulambaikan tanganku dan membungkam mulutnya. Dia menatapku dengan tidak rela saat mengundurkan diri.
Hari ini adalah hari di mana Tai Shang Lao Jun keluar dari meditasinya untuk membuka tungku dan membuat pil-pil lagi. Sudah lama aku mendengar tentang kabar bagus itu dan datang untuk mencarinya. Siapa yang tahu bahwa nenek kecil Li Zhu ini akan mengikutiku, tetapi untung saja aku bisa mengusirnya sehingga telingaku bisa beristirahat. Bahkan uap dari tungku ppil tak lagi terlihat tidak nyaman.
Hari sudah siang, kurapikan pakaianku dan memberikan ‘bai tie’ (T/N: semacam kartu nama jaman kuno) pada si penjaga pintu. Sesaat kemudian, xian pelayan itu kembali dan dengan penuh hormat mengajakku ke dalam. Kepala mereka tertunduk dan mereka tak berani menatapku.
Menurut cerita Li Zhu, setelah Xiao Yu Xian Guan berhasil melepaskan dirinya sendiri dari jeratan tali emas, dia lalu memanfaatkan kekacauan para dewa, jenderal serta prajurit langit di sekeliling untuk mengambil kendali Kaisar Langit. Dunia Kahyangan menggelar pertemuan penting dan Dewa Malam pun mendaftar semua kejahatan Kaisar Langit. Karena reputasi baik Dewa Malam, orang-orang pun berhasil diyakinkan dan dia didukung untuk menjadi Kaisar Langit yang selanjutnya. Kaisar Langit yang sebelumnya diasingkan.
Aku tak peduli tentang siapa yang menjadi Kaisar Langit. Tetapi karena aku diberi gelar sebagai Dewa Air oleh Kaisar Langit terdahulu, semua dewa pun memerlakukanku dengan penuh hormat tetapi juga dengan jejak rasa takut, seakan aku ini adalah sejenis monster air.
Setelah kami berjalan melewati formasi ba gua yang membingungkan di halaman dan bahkan sebelum kami memasuki aula utama, kami nyaris saja ditabrak oleh seorang xian pelayan yang membawa sebuah obat khusus.
“Kau harus memerhatikan jalan dengan seksama!” Xian pelayan itu segera menghadangku.
“Tuan Muda Ling Guang?”
Kukibaskan pakaianku dan sudah akan memasuki aula utama saat kudengar panggilan yang familier itu.
“Ah, Tuan Muda Ling Guang apa? Kau harus segera memberi salam kepada Dewa Agung,” xian pelayan itu menarik lengan baju xian pelayan yang membawa obat.
Aku menatap wajah orang itu dengan seksama, ah, bukankah ini adalah dewa setempat kecil yang telah mengajariku tentang empat kesenangan di dunia fana! Karena begitu langka bertemu seseorang yang berani menatap mataku, hatiku pun menghangat dan aku pun menyalaminya dengan senang, “Dewa setmpat kecil, sudah lama kita tak berjumpa. Bagaimana kabarmu?”
“Ah! Ternyata memang Tuan Muda Ling Guang! Saya bodoh dan tak tahu bahwa Tian Muda Ling Guang sebenarnya adalah Dewa Agung. Harap maafkan saya karena telah bersikap tidak hormat,” dewa setempat kecil itu menangkupkan kepalan tangannya dengan hormat padaku. Dia menjawab dengan hormat, “Xian kecil ini baik-baik saja. Meski lingkungan sekitar panas, sebenarnya tidak terlalu buruk. Saya bahkan bisa sering mengambil sisa-sisa obat yang tidak diinginkan dari tungku Lao Jun dan meningkatkan lingli saya.”
Dia meneruskan, “Tetapi dewa yang telah mengirim saya kemari, Dewa Api, ah, dia apsti adalah teman dekat Tuan Muda Ling Guang? Sungguh telah merupakan suatu kejadian besar. Saya meminta Tuan Muda Ling Guang supaya melepaskan kesedihan Anda. Maafkan atas ketidaktahuan saya untuk bertanya, tetapi karena Tuan Muda Ling Guang adalah seorang Dewa Agung, apa yang Anda kendalikan?”
Aku terdiam selama sesaat lalu menjawab pelan, “Air.”
“Dewi Air! … Dewa Api… jadi ternyata….” Dewa setempat kecil itu kelepasan, serta merta tatapannya padaku berubah dan menjadi serupa dengan bagaimana para dewa lainnya memandangku.
Aku mengambil manisan dari lengan jubahku dan memasukkannya ke dalam mulut. Kusingkirkan tatapan tercengang dari wajah dewa setempat kecil itu di belakang punggungku saat aku melangkah ke dalam aula utama.
Lao Jun baru saja memasuki aula dan dia segera menyalamiku dengan penuh hormat, “Salam kepada Dewi Air.” Setelah dia membimbingku menuju sebuah kursi, dia lalu memerintahkan para xian pelayan untuk membawakan teh. Dibelainya jenggot panjangnya dan bertanya tanpa terburu-buru, “Saya ingin tahu kenapa Dewa Agung jauh-jauh datang untuk mencari saya hari ini?”
Aku menyukai sifap berterus terang pria tua ini. “Dewi kecil ini telah lama mendengar tentang kemampuan hebat Lao Jun dalam membuat pil. Pil-pil Lao Jun bisa mengembalikan kemudaan seseorang, atau bahkan membuat yang sudah mati kembali hidup.” Aku terdiam, menatap abu di belakang kepalanya, dan meneruskan, “saya bahkan pernah mendengar Lao Jun membuat tiga pil ‘Jiu Zhuan Jin’ yang bisa memanggil kembali jiwa-jiwa par dewa dan meningkatkan usia panjang para dewa. Saya kemari hari ini adalah untuk meminta salah satu dari pil ‘Jiu Zhuan Jin’ itu. Bersediakah Lao Jun berpisah dengan salah satunya?”
Tangan Tai Shang Lao Jun berhenti di tengah gerakan membelai janggutnya, dia tampak sedikit terkejut. Lembu hijau yang duduk di sebelahnya menaikkan kepala untuk menatapku lalu meneruskan dengkurannya.
Aku menunggu saat ekspresi Lao Jun berubah dari kesedihan menjadi keraguan menjadi ketidakrelaan lalu menjadi ketidakberdayaan dalam waktu satu poci teh. Kemudian, aku menunggu saat ekspresinya berubah dari ketidakberdayaan menjadi ketidakbersediaan menjadi keraguan menjadi kesedihan dalam waktu yang dibutuhkan untuk membakar sebatang dupa. Akhirnya, dia menyesap teh dan perlahan menjawab, “Kekuatan pil itu tak seajaib yang dikatakan Dewi Air. Seorang dewa memiliki tujuh jiwa, setelah empat puluh sembilan hari, kecuali bila ada satu bagian jiwa atau tubuhnya masih ada, pil ‘Jiu Zhuan Jin’-ku takkan ada gunanya.” Dia menatapku dan melanjutkan, “Apakah Dewi Air menginginkan pil ini untuk menghidupkan kembali Dewa Air yang sebelumnya? Bila saya boleh bicara terus terang, jiwa dan raga Dewa Air telah lama menghilang, karenanya pil ini takkan berguna.”
Cengkeramanku pada cangkir teh mengencang, lalu mengendur. “Ayah saya sudah lama pergi dan saya tak lagi ingin menghidupkannya kembali. Hari ini saya datang meminta pil itu untuk penggunaan yang lain…. Bila Lao Jun bersedia memberikan pil ini kepada saya, Jin Mi akan selamanya berhutang budi. Bila Anda suatu saat membutuhkan bantuan dari Jin Mi, saya akan menjadi lebih dari bersedia melakukannya, bahkan bila itu berarti saya harus masuk ke dalam kolam api.”
Lao Jun akhirnya berkata, “Saya harus memeprtimbangkannya selama satu hari. Silakan kembali lagi besok.”
Aku sudah tahu bahwa untuk membuat pil-pil ini membutuhkan waktu tiga ribu enam ratus tahun. Pil-pil itu luar biasa langka dan aku tak bisa memaksa Lao Jun. Sebelum aku pergi, dalam setiap langkah, aku berbalik tiga kali untuk memberikan kesan tulus.
Saat aku kembali ke Istana Xuan Ji, suasananya gelap dan sunyi. Dari jendela Dewa Malam, aku bisa melihat kerlipan cahaya dari lampu, dia pasti masih bekerja. Dengan langkah ringan aku melewati pintunya dan sudah akan kembali tanpa suara ke kamarku, tetapi aku mendenagr suara pintu terbuka dan Xiao Yu Xian Guan bertanya dari belakangku, “Mi’er, kau sudah kembali?”
Dalam hati aku mendesah saat berbalik, “Ya, Kaisar Pertama belum tidur?”
Dia berjalan maju dan menjentikkan setetes embun dari rambutku. Dia tersenyum, “Kalau kau belum kembali, mana mungkin aku bisa tidur? Aku sudah bilang padamu sebelumnya, kau bisa memanggilku Run Yu.” Suaranya begitu lembut, seakan dia sedang membujukku.
Aku terbatuk dan menurunkan tatapanku. “Mana mungkin nama Kaisar Langit bisa disebut dengan seenaknya? Kukira kira itu tidak pantas.”
Dia meraih tanganku untuk digenggamnya dan berkata, “Bila terlalu memikirkan soal aturan di antara kita, hal itu akan membuat kita berdua jadi terasa jauh.”
Kataku lelah, “Aku sedikit lelah. Kau seharusnya juga pergi dan tidur.”
Dia menundukkan kepalanya untuk menatap ke dalam mataku. Ujarnya santai, “Kudengar kau pergi ke Istana Dou Shuai untuk meminta pil ‘Jiu Zhuan Jin’?”
Li Zhu si besar mulut! Aku menunduk menatap jari kakiku dan berkata, “Aku hanya berjalan-jalan santai.”
Xiao Yu Xian Guan berkata ‘ah’ dan bertanya, “Kenapa Mi’er menginginkan pil ‘Jiu Zhuan Jin’?”
Sebuah kilauan melintas di mataku dan aku menjawab, “Aku memiliki kemalangan dalam hidupku. Memiliki pil Jiu Zhuan Jin bisa melindungiku pada saat dibutuhkan.”
Xiao Yu Xian Guan menengadahkan kepalanya untuk menatap bintang-bintang lalu kembali memandangku dan berkata, “Apapun yang Mi’er inginkan, kau bisa mengatakannya padaku. Mungkin aku bisa membantu.”
Buru-buru kuangkat kepalaku.
Dia mencengkeram telapak tanganku lalu melepaskannya, “Malam begitu gelap, kau seharusnya pergi beristirahat.”
***
Pada hari kedua, aku menunggu hingga pagi datang sebelum mengetuk pintu Istana Dou Shuai. Xian pelayan yang menjaga pintu membimbingku masuk. Lao Jun sedang berada di ruang pembuatan pil sambil memandangi api yang membara merebus tumbuhan dan obat-obatan. Tidak leluasa bagiku untuk mengganggu, jadi aku diam menunggu di luar dan berkeringat akibat hawa panasnya, hingga Lao Jun berminat untuk berbalik dan menatapku dingin sembari membelai jenggotnya. Aku memberi salam padanya, “Entah apakah Lao Jun telah mempertimbangkan tentang urusan kemarin?”
Dia mengguncangkan lengan bajunya dan mengajakku menjauh dari ruang pembuatan pil. Begitu kami sampai di pusat istananya, dia berkata, “Karena Dewi Air telah meminta dengan begitu tulus, saya tak bisa bersikap pelit. Tetapi, hanya ada tiga pil Jiu Zhuan Jin, bila Dewi Air dengan semudah itu mengambil satu, takutnya ada banyak dewa lain yang akan datang dan meminta yang lainnya. Bagaimana Lao Jun akan bisa menangani semua permintaan itu?”
Jantungku mencelos dan semangatku mendingin separuh.
“Tetapi, hari ini sebelum matahari terbit, Kaisar Langit sendiri telah datang ke Istana Dou Shuai untuk bicara demi Dewi Air. Jadi, saya memutuskan bahwa saya bisa memberikan satu pil Jiu Zhuan Jin kepada Dewi Air.” Aku tak pernah menduga kalau ada kemungkinan untuk bangkit dalam situasi ini. tiba-tiba aku merasa hatiku menghangat dan sebuah rasa bersalah terhadap Xiao Yu Xian Guan pun tumbuh….
“Kalau begitu, saya sungguh harus mengucapkan terima kasih atas kemurahan hati Lao Jun,” segera kuangkat kedua lenganku untuk menghaturkan terima kasih.
“Dewi Air, harap tunggu dulu,” Lao Jun memberi isyarat dengan tangannya, dibelaunya janggut, “Meski saya bisa memberikan pil Jiu Zhuan Jin kepada Anda, saya juga harus mengambil sesuatu dari Dewi Air sebagai gantinya, jadi saya akan punya alasan untuk menolak permintaan dari dewa-dewa lainnya kelak.”
“Selama itu adalah sesuatu yang saya miliki, silakan Lao Jun memintanya. Demi pil Jiu Zhuan Jin, Jin Mi bersedia memberikan semuanya.”
Tai Shang Lao Jun terdiam selama sesaat lalu merespon, “Bila Dewi Air bersedia menukarkan enam puluh persen linglinya untuk pil Jiu Zhuan Jin, saya akan memberikannya pada Anda.”
“Baiklah! Ini adalah janji!” kataku serta merta.
Ekspresi Lao Jun tampak syok, mulutnya ternganga lebar seakan ini adalah sesuatu yang tak pernah dikiranya. Hatiku terasa tidak nyaman, takut kalau-kalau dia akan berkata bahwa dia menyesalinya jadi aku segera menambahkan, “Ayo kita pergi ke ruang pembuatan pil – saya akan memindahkan enam puluh persen lingli saya kepada tungku Ba Gua milik Lao Jun, tidak apa-apakah?”
Ekspresi Lao Jun tampak amat sangat penuh penyesalan, seolah menanggung rasa sakit yang luar biasa di hatinya. Dengan berat dia pun menganggukkan kepalanya.
Ternyata pil Jiu Zhuan Jin tak dibuat dari emas (T/N: Jin = emas). Ukurannya sebesar pangsit kecil dan akan hilang dengan mudah bila kau menjatuhkannya ke tanah. Namun, pil ini jauh lebih berharga daripada emas, maka aku menyimpannya dengan hati-hati dalam saputangan sutra.
Saat Tai Shang Lao Jun mengantarku pergi, dia berulang kali mengingatkanku, “Kayu berlawanan dengan emas, pil Jiu Zhuan Jin yang memiliki emas sebagai intinya ini akan larut bila menyentuh kayu. Dewi Air harus menyimpannya dengan hati-hati. Anda harus ingat agar jangan ceroboh.”
Meski saat aku bangun, lingliku telah bertambah sepuluh kali lipat (pasti itu terjadi karena segel di tubuhku telah dipatahkan), tetapi kehilangan enam puluh persen lingli sekaligus telah membuat kakiku terasa lemah dan memiliki perasaan mengambang yang hampa. Aku berusaha sebaik mungkin untuk menekan rasa tidak nyamanku. Sambil memegang pil Jiu Zhuan Jin, aku terbang ke Dunia Iblis. Meski perjalanannya panjang dan tubuhku terasa hampa, mulutku tak lagi memiliki rasa pahit yang kuat seperti pada hari-hari sebelumnya. Dari pagi hingga sekarang, aku belum makan manisan sepotong pun.
Aku mendarat di sisi Sungai Kelupaan dan melihat kakek tua yang mengayuh perahu sedang beristirahat di tepi sungai. “Nona, apa Anda ingin menyeberangi sungai?”
Aku memberikan padanya sebuah ling zhi xian cao, “Pak Tua ini, saya tidak ingin menyeberangi sungai. Saya hanya punya satu hal penting untuk ditanyakan kepada Anda. Saya akan memberi Anda ling zhi ini untuk ditukarkan dengan jawaban Anda.”
Kakek tua itu mengamati ling zhi-nya dengan seksama. Mendadak dia terperanjat dan ketakutan, “Ini adalah tanaman suci dari Dunia Bunga! Nona boleh bertanya sesuka Anda dan saya akan menjawabnya bila saya tahu. Tumbuhan suci ini terlalu berharga, saya tak bisa menerima ini.”
“Tidak apa-apa, bila tanaman suci ini tak dipakai, maka hanya akan menjadi rumput liar. Kakek Tua, harap Anda menerimanya.”
Kakek tua ini menatapku dengan sorot tenang seakan dia telah menyadari sesuatu, “Yang Nona ingin tanyakan, takutnya saya takkan bisa menjawab. Jadi, saya jelas tak bisa menerima tumbuhan suci ini.” Dia terdiam selama sesaat dan bertanya, “Apakah Nona ingin bertanya tentang tuan muda yang pernah menyeberangi sungai dengan Anda pada waktu itu?”
Jantungku terasa seakan dihantam, dan rasa sakitnya mengalir di dalam darahku dan mencapai ke segala arah hingga ke ujung rambutku, setiap helainya terasa sakit dari atas hingga bawah, seolah mutiara-mutiara darah menetes butir demi butir dari puncak kepalaku.
Aku menatap nanar pada perahu yang naik dan turun bersama gelombang, “Benar, Sungai Kelupaan adalah pintu masuk menuju Alam Baka. Apakah Kakek pernah melihat jiwa ataupun hantunya muncul?”
Kakek tua itu mendesah, “Nona harus tahu bahwa Alam Baka hanya mengizinkan hantu manusia untuk lewat. Bahkan para manusia yang telah mengumpulkan banyak karma baik akan berjalan di jembatan menuju kahyangan dan takkan terjatuh ke neraka, apalagi tuan muda yang merupakan bangsawan dan dewa agung? Saat dia terlahir, dia telah melampaui kebutuhan untuk bereinkarnasi di enam dunia, kenapa jiwanya akan muncul di sini? Takutnya Nona telah menemukan tempat yang salah. Di samping itu….” Dia terdiam, seolah tidak tahan melihatku menatap Sungai Kelupaan yang kosong, “Ini mungkin tidak enak untuk didengar, tetapi dalam kelima elemen, akan ada ketertarikan dan pertentangan alami. Dari saat Pan Gu membelah langit dan menciptakan bumi, air dan api secara alami selalu bertentangan. Karena belati es Nona telah menusuk ke dalam inti dewa tuan muda yang berunsur api, takutnya takkan ada satu jejak pun yang tersisa dari keberadaan tuan muda itu….”
Aku menelan sebuah manisan dan dengan penuh tekad menaikkan kepalaku, “Tidak, jiwanya pasti masih hidup! Dia pernah berkata kalau dia akan membunuhku. Karena aku masih baik-baik saja berdiri di sini, dan dia adalah seseorang yang tak pernah mengingkari perkataannya, dia pasti akan menemukan jalan untuk melakukannya! Dia pasti akan kembali untuk membunuhku dengan tangannya sendiri! Aku percaya ini!”
Aku tahu kalau dia akan melakukannya, meski tak ada bukti ataupun jejak sebagai dasar untuk keyakinanku, tetapi aku tahu!
Dalam mimpiku, aku selalu melihat sebuah sosok di kejauhan di mulut Sungai Kelupaan sedang menungguku. Sesaat kemudian, dia akan berbalik, mengangkat tangannya dan tersenyum padaku….
Tanpa sekali pun ragu-ragu, aku melangkah ke dalam Sungai Kelupaan dan membiarkan hantu-hantu yang meratap dan berteriak melompat dan menempel padaku. Mereka telah mengerumuniku dengan amarah sedemikian rupa hingga separuh tubuhku terbenam, kupakai tanganku untuk memisahkan hantu-hantu ini dariku di dalam air, perlahan berusaha melihat dan mengenali hantu-hantu di dalam air. Aku sangat percaya, selama aku mencari, terus-menerus mencari, di Sungai kelupaan yang menahan ribuan puluhan ribu ratusan ribu jutaan hantu, aku akan bisa menemukan satu tetes yang merupakan miliknya.
“Ah Nona! Kenapa Anda melakukan ini?” Kakek tua itu mengulurkan tangannya untuk menghentikanku tetapi aku mendorongnya jauh-jauh. Dia duduk kembali di perahunya dan menggelengkan kepala, “Dengarkanlah nasihat saya, jalan perasaan itu sempit dan berbahaya, merupakan suatu jalan yang Anda tak bisa kembali darinya. Saat Anda tersesat, Anda harus kembali lagi ke jalan utama. Nona, bila Anda mengikuti jalan ini hingga akhir, Anda akan menyakiti orang lain dan menyakiti diri Anda sendiri.”
Tidak, kata-kata kakek tua itu salah. Apa itu perasaan? Apa itu cinta? Aku hanya sedang dikutuk. Saat aku terbangun, aku tak lagi mampu mengendalikan diriku sendiri dan jadi ingin melakukan segala macam hal-hal aneh. Ada suatu perasaan sesak yang ganjil dalam dadaku… kutukan sihir ini adalah sesuatu yang bahkan tak mampu diatasi oleh Dewa Malam, aku hanya bisa secara perlahan dan bangun menyadari bahwa penyakit ini telah merasuk dalam hingga ke tulangku….
Aku tak tahu berapa lama aku telah mencari. Aku tak melihat mentari. Aku tak melihat rembulan. Aku hanya melihat pada banyak hantu yang berenang-renang di sungai, aku mengerahkan tenagaku untuk memakai mata yin yang demi berusaha memilah-milah mereka. Aku terus melihat, terus mencari, hingga kedua mataku terasa sakit. Aku mengulurkan tanganku untuk menggosok mataku demi meningkatkan kewaspadaanku demi terus mencari. Aku tak bisa tidur, tak berani tidur. Aku telah membaung-buang waktu dua tahun dalam cahaya untuk tidur, bila aku tidur satu malam lagi, aku tak tahu apakah aku akan melewatkan jiwanya. Aku begitu ketakutan, jauh lebih ketakutan daripada yang pernah kualami sebelumnya….
“Mi’er, apa yang kau lakukan?!” Sebuah cahaya putih yang menyilaukan melintas. Kugosok mataku dan berbalik dengan kebingungan.
Sebelum aku bisa mengenali sumber suara itu, aku merasa tubuhku diangkat keluar dari Sungai Kelupaan dengan kekuatan besar. Dia mengangkatku dan melemparku kuat-kuat ke tepian. “Lihatlah tanganmu! Lihatlah kakimu! Apa kau berusaha untuk menghancurkan dirimu sendiri atau menghancurkanku?!”
Kutatap kedua tanganku, ternyata hanya digigit oleh para hantu dan berlumur darah. Kakiku hanya mati rasa dan tak berdarah sedikit pun. Semua ini bukan apa-apa. Kupikir Xiao Yu Xian Guan hanya sedang ‘menganggap gundukan tikus tanah sebagai gunung’ (T/N: membesar-besarkan masalah). Aku tak pernah melihat dia begitu marah seakan aku telah melakukan suatu kejahatan mengerikan yang akan mengacaukan kahyangan. Namun, kejahatan mengerikan yang telah mengacaukan kahyangan, aku telah melakukannya dua tahun yang lalu, kan?
“Apa kau tahu bahwa bila aku tak menemukanmu tepat pada waktunya, jiwamu sendiri akan tertelan bila kau terus terbenam di dalam sungai?!” Dadanya bergerak naik turun, dikepalkannya kedua tangan dan memelototiku denagn marah. Dia memang sangat marah, “Apa kau melakukan ini demi dia? Demi dia, kau bahkan tak menginginkan lingli-mu, dan kau bahkan berani melompat ke dalam Sungai Kelupaan yang mampu menelan jiwamu! Pa kau bahkan tahu apa yang sedang kau lakukan? Apa kau tahu bahwa dia adalah pembunuh ayahmu? Putra dari orang yang telah membunuh ibumu?”
“Aku tahu, semua ini aku sudah tahu.” Kututupi wajahku, tanganku begitu bengkak hingga tak lagi terasa seperti tanganku, “Tapi aku tak bisa menghentikan diriku sendiri. Kau tahu kalau aku telah terkena sihir kutukan. Tak sehari pun aku berani melupakan bahwa dia telah membunuh ayahku, tetapi sihir kutukan ini mengendalikanku, menyuruhku untuk tidak berhenti….” Aku mengulang-ulang dengan mati rasa beberapa kali, suaraku begitu pelan hingga hanya aku yang bisa mendengarnya.
“Aku tak bisa melupakan dia… meski aku tahu bahwa dialah yang telah membunuh ayahku… tetapi saat menutup mata, membuka mata, semua yang ada hanya dirinya… aku merindukannya, aku sanagt merindukannya, sangat merindukannya hingga seluruh helai rambut di kepalaku terasa sakit….” Tanpa daya kucengkeram lengan baju Xiao Yu Xian Guan, “Dia bisa hidup kembali, kan? kalau dia hidup kembali, apakah sihir kutukan ini akan bisa disembuhkan?”
Sesaat dia membeku, lalu merengkuhku ke dalam pelukannya di bawah mataku yang bersungguh-sungguh. Sikap lembutnya berkebalikan dengan kata-kata kasarnya sesaat yang lalu. Sekejap kemudian, kurasakan sebuah desahan ringan di puncak kepalaku, “Dia sudah mati. Dia tak bisa hidup kembali.” Perlahan diletakkannya tanganku pada dadanya, “Tetapi, kau memilikiku, benar kan? bisakah kau mendengar detak jantungku? Setiap detaknya adalah aku yang sedang memanggilmu untuk memutar kepalamu.”
***
Aku tak bisa tidur selama bermalam-malam. Aku telah menelan madu semangkuk penuh. Ini adalah suatu ketergantungan yang tak mampu kusembuhkan. Selain manisan, semua yang kumakan terasa pahit. Bahkan air pun terasa masam.
Xiao Yu Xian Guan menjagaku, melindungiku, tak membiarkanku melangkah ke dalam Sungai Kelupaan lagi. Namun, aku berkata padanya bahwa aku takkan melangkah ke dalam Sungai Kelupaan dan memohon padanya agar mengizinkanku melihat dari tepi sungai. Bila dia mengizinkanku mencari, aku takkan merasa begitu tidak nyaman, jadi dia tak lagi menghentikanku, namun Yan Shou selalu mengikutiku setengah langkah di belakang.
Siang ini saat aku melewati Dunia Fana, kudengar dua orang anak kecil melompat dan melantunkan sebuah rima, “Kalau kau menginginkan hujan, kau harus perfi ke kuil Dewi Air. Jangan persembahkan teh, jangan persembahkan dupa, meletakkan sebotol madu akan lebih berguna daripada emas.”
Aku tersenyum, kenapa emas tak bisa mengalahkan madu ? Baru sekarang aku menyadari bahwa madu adalah obat dewa yang mampu menyembuhkan apapun.
Siang hari menjadi sangat panjang, sangat panjang, begitu panjang hingga tak tertahankan. Xiao Yu Xian Guan seringkali akan menyingkir dari urusan resminya untuk menemaniku, tetapi alat-alat musik, catur, membuat pil, semua ini tak lagi menarik minatku. Selain pergi ke Sungai Kelupaan, aku akan mengunci diriku sendiri di kamar untuk menulis kaligrafi dan melukis. Aku terus menulis dan melukis, percaya bahwa pada suatu hari nanti aku akan menghabiskan kertas terakhir yang ada di dunia…. Bila aku berhasil menghabiskan semua benang yang ada di dunia, akankah aku mampu memutuskan benang kerinduan di hatiku sendiri?
Saat bunga mekar, aku akan menggambar bunga;
Saat bunga layu, aku akan menggambar diriku;
Saat kau datang, tentu aku akan menggambar dirimu;
Saat kau pergi, aku akan menggambar ingatanku.
***
Dua puluh kerinduanku menjadi sebuah kilasan, dua puluh kilasan menjadi satu jentikan jari, dua puluh jentikan jari menjadi satu kerjapan, dua puluh kerjapan menjadi satu saat, satu hari satu malam memiliki tiga ribu saat.
Dalam sepuluh tahun, ada satu juta sembilan puluh lima ratus ribu saat… aku telah melukis sepuluh ribu kertas dan berhasil bertahan.
Aku selalu berada di sisi Sungai Kelupaan, mencari tanpa tujuan dan tanpa akhir pada air yang kosong, setiap pencarian menjadi setengah hari. Kakek tua yang mengayuh perahu mengangguk padaku, membersikan tenggorokannya dan berkata tenang, “Belakangan ini selain Nona, saya sering melihat seseorang yang lain di malam hari. Di samping pernah kemari sekali dua puluh tahun yang lalu, orang ini telah menaiki perahu untuk menyeberang Sungai kelupaan menuju Dunia Iblis setiap malam.”
Dengan ringan aku mengiyakan. Aku selalu tak peduli pada sekelilingku. Bagaimanapun, karena aku tak mau membuang-buang niat baik kakek tua ini dalam bicara padaku, aku pun bertanya sekenanya, “Siapa orang ini?”
“Saya hanya orang yang mengayuh perahu dan tak mengenali banyak orang. Bagaimanapun, pakaian orang ini begitu khusus dan meninggalkan sebuah kesan.” Dia lalu menambahkan perlahan, “Jubah luarnya terbuat dari bulu-bulu agung ratusan burung, roknya tampak mewah dan luar biasa, statusnya pasti tidak rendah.”
Sui He?
Aku tak menjawab. Kutundukkan kepalaku, larut dalam pemikiran. Aku tak bisa menemukan alasan kenapa Putri Sui He dari Klan Burung akan datang dengan begitu seringnya ke Dunia Iblis.
Malamnya, Xiao Yu Xian Guan terlalu disibukkan dengan urusan pemerintahan hingga tak punya waktu untuk mengawasiku saat aku tidur. Aku membolak-balikkan tubuh dan tak bisa tertidur. Kuputuskan untuk memakai cacing pembaut kantuk untuk berusaha membuat Li Zhu yang sedang berjaga tertidur, lalu kugunakan mimpi indah Li Zhu untuk memikat Yan Shou untuk pergi memakannya. Setelah akhirnya aku berhasil lolos dari kedua penjaga ini, aku pun terbang menuju Sungai Kelupaan. Kubayar sedikit uang jalan untuk menyeberangi sungai dan si kakek tua pun dengan mantap membawaku menuju pintu masuk ke Dunia Iblis.
Setelah kehilangan enam puluh persen lingli-ku, esensiku telah sedikit memudar. Karena asal-usulku adalah dari air, begitu aku membaurkan diriku di udara malam yang pekat dan gelap, hampir mustahil untuk melihat keberadaanku. Terlebih lagi, aku telah menutupi diriku dengan ilmu halimun dan setelah mengikuti Sui He selama setengah perjalanan, dia masih tak menyadari keberadaanku.
Aku mengamati bahwa dia dengan sengaja menghindari tempat-tempat di mana para hantu, arwah, dan roh seringkali melewatinya dan sengaja memilih berjalan di rute yang sempit dan tersembunyi. Saat dia berjalan, seluruh auranya waspada dan hati-hati, dan dia akan sering menoleh ke kanan, kiri, depan dan beakang untuk memeriksa. Melihat dia seperti ini, kutebak kalau Sui He pasti melakukan sesuatu secara diam-diam – entah mencuri sesuatu atau mencuri perasaan, bagaimanapun juga tetap tak bisa lepas dari kata ‘mencuri’.
Akhirnya, aku melihat dia berhenti di depan sebuah tunggul pohon. Setelah memeriksa bahwa tak seorang pun yang mengikutinya, dia pun mengangkat tangan kanannya dan memakai ujung jari telunjuknya untuk menyentuh embun pagi di atas asap dan menarik pelan lengkung-lengkung cincin di pohon. Dalam sekejap, tunggul pohon itu tiba-tiba merekah terbuka di bagian tengah dan muncullah sebuah jalan merah membara. Sui He langsung masuk dan jalan itu pun mulai menutup.
Dengan cepat, aku memburu maju untuk menjaga agar jalannya tetap terbuka, tetapi aku terlambat selangkah dan harus melihatnya menutup tanpa jejak di depanku. Saat aku hendak meniru apa yang tadi Sui He lakukan, aku mendengar suara-suara dari dalam. Jadi, aku menajamkan telingaku dan memakai kekuatanku untuk menyandar pada tunggul pohon itu dan mendengarkan.
Ada dua suara! Seorang pria dan seorang wanita!
Si wanita pastilah Sui He, sementara prianya… suara itu terdengar tua, kental dan asing. Hatiku yang penuh semangat langsung merosot dan tenggelam dalam rawa-rawa gelap.
“Lao Jun punya sebutir pil dewa… tetapi tidak pantas bagiku untuk memintanya. Kaisar Langit begitu tajam dan mengawasi dengan seksama, bila aku meminta pil dewa itu pada Lao Jun, dia akan menemukannya dalam setengah hari. Semua ini pasti akan langsung terungkap… ini adalah ling zhi xian cao dari Dunia Bunga… dahulu, Pemimpin Bunga Pertama dari Dunia Bunga telah salah menuduh Klan Burung selama seratus tahun sehingga dia tak bisa menolakku saat aku meminta ini… tapi, dia hanya punya tiga yang tersisa dan semua ini dibuat oleh Dewi Bunga terdahulu. Satu-satunya orang yang bisa menanam ini sekarang… selain… tak ada yang lainnya… tetapi orang ini bersedia membunuh… jadi apa bagusnya itu?”
“Kita sekarang hanya bisa memakai ling zhi xian cao untuk bertahan… tak ada jalan lain… pasti sulit bagi Sui He untuk mencari dengan begitu keras dan jauh tanpa kenal menyerah….”
Bahkan saat aku menggunakan kekuatanku, aku tak bisa mendengarkan seluruh percakapannya dengan benar. Seringkali terdapat celah dan terputus-putus.
“Sebaliknya, Sui He harus berterima kasih pada Raja Keenam. Bila bukan karena Raja bertindak cepat, bagaimana lagi kita bisa menjaga….”
“Tidak, itu hanya keberuntungan… Sui He, apakah kau menarik perhatian kaena datang kemari dengan begitu seringnya?”
“Saya telah berhati-hati, tetapi saya tak tahu kenapa hari ini saya merasakan suatu kegelisahan. Jadi saya akan pergi lebih awal… tak ada pembatas di depan jalan masuk rahasia di luar… apakah itu bijak?”
“Kau tak mengerti. Bila kita membuat pembatas, itu akan seperti memasang papan pengumuman di tanah yang bertuliskan ‘Tak ada emas terkubur di sini’, itu akan memberi petunjuk pada orang-orang bahwa ada sesuatu di sini….”
Dalam sekejap, celah di tunggul pohon terbuka. Untung saja, aku berhasil kabur dengan cepat dan berubah menjadi embun pagi di rerumputan sekitar. Bagaimanapun, saat Sui He melangkah keluar dari jalan rahasia, dia menatap sekeliling dengan pandangan tajam dan sorot matanya akhirnya mendarat pada tubuh ‘embun’ku di petak rumput. Dia sepertinya melihat lebih dekat dengan curiga tetapi tak bisa menemukan apapun dan akhirnya dia pun berbalik dan pergi.
Saat dia akhirnya telah pergi jauh, aku pun menjadi lebih santai dan menghembuskan napas panjang. Dalam sekejap, celah di tunggul pohon kembali terbuka dan seorang pria pun keluar.
Aku menyadari bahwa dia adalah salah satu dari Sepuluh Raja Neraka – yang nomor enam. Dia berputar untuk memeriksa tunggul pohonnya sekali lagi dan kemudian melambaikan tangannya untuk menggerakkan rumput di sekeliling agar menutupinya. Kecuali kau mencari dengan teliti, kau akan berpikir bahwa ini hanyalah sebuah tunggul pohon yang sudah roboh, kau bahkan takkan terpikir bahwa ada jalan rahasia di situ.
Setelah Raja Keenam menghilang, hingga tubuhnya yang kurus dan tinggi menghilang di suasana merah gelap Dunia Iblis, akhirnya aku berubah kembali dari wujud embun.
Kutekankan tubuhku ke atas tunggul pohon untuk mendengarkan tapi aku tak bisa mendengar apapun. Aku coba-coba mengulurkan tanganku untuk mengambil setetes air embun meniru apa yang telah dilakukan Sui He sebelumnya, tetapi jemariku tak mau mendengar perintahku. Ujung-ujung jariku entah kenapa gemetar. Dengan paksa aku menekan landaan keinginan mendalam yang telah tumbuh di dalam diriku selama dua belas tahun, memakai tanagn kiriku untuk memegang pergelangan tangan kananku erat-erat dan berhasil menenangkan getarannya, kemudian aku pun mengikuti lengkung-lengkung cincin pohon itu satu demi satu….
Tunggul pohon itu terbuka dan api pun menyala. Saat aku masuk, celah di belakangku menutup. Dengan gugup dan gelisah aku berjalan maju. Aku tersandung jubahku di satu sudut dan seluruh tubuhku pun terjerambab ke tanah kering.
Kerikil-kerikil di tanah menusukk dan memaksaku untuk mengangkat kepalaku. Hany asatu lirikan dan aku pun terjatuh kembali ke tanah. Sesuatu mengalir keluar dari sudut mataku, padalah sudah lama berlalu sejak aku berpikir bahwa aku takkan bisa membuatnya lagi saat butir demi butirnya mengalir turun di kepalaku dan mendarat di tanah kering. Aku tak berani mengangkat kepalaku untuk melihat pada kedua kalinya. Aku tak tahu apakah ilusi itu akan menghilang bila aku melihatnya lagi.
Aku berbaring dalam waktu sangat lama dan tenggorokanku tersekat. Hingga api neraka membakar tubuhku dan membuatku kesakitan, barulah aku mengangkat kepalaku tanpa terkendali.
Dia berbaring diam di tengah-tengah api neraka biru. Ekspresinya tepat seperti waktu itu pada dua belas tahun yang lalu. Bulu mata panjangnya diturunkan, bibirnya pucat, dia tertidur seperti seorang anak penurut yang tak bergerak. Membuat orang ingin mengulurkan tangan untuk mencubit pipinya dan membangunkannya. Untuk mengatakan padanya, kau tak harus tidur dengan begitu penurut, kau juga bisa membalikkan tubuhmu ke samping….
Tiga buah ling zhi xian cao sedang terbakar di sampingnya, menciptakan sebuah aura dewa tipis yang perlahan terserap ke dalam tubuhnya.
Pusaka Bulu Phoenix Agung bersinar terang di puncak kepalanya. Bulu yang kukira telah menghilang bersama dengan dirinya.
Dalam hatiku membara suatu keinginan kuat. Aku ingin menyentuhnya kembali, melihatnya kembali, hanya karena keinginan sederhana ini, seluruh jiwa dan ragaku terasa seakan membucah dalam rasas sakit. Aku tahu kalau ini adalah karena sihir kutukan yang kembali mengendalikanku. Sihir kutukan yang telah dia pasang pada diriku dua belas tahun yang lalu! Apakah… apakah bila aku membangkitkan dia kembali, aku akan pulih? Aku bisa lepas dari mantra kutukan ini?
Menopang tubuh, aku pun berdiri. Aku segera berlari ke arahnya, tak peduli dengan lidah api yang membakar di sekelilingnya, menginjak gigi-gigi cakar yang melindungi jiwanya dan menusuk tubuhku, aku berlari ke arahnya. Aku menggapaikan tanganku untuk menyentuh pipinya, namun aku tak mengira kalau aku takkan bisa menyentuh apa-apa. Jemariku menembus kehampaan.
Aku terpana. Ternyata… yang tersisa hanya selembar tipis jiwanya….
Tetapi… kusentuh pil Jiu Zhuan Jin di dadaku, dan memasukkan pil itu ke dalam mulutku. Dalan sekejap, selapis asap keemasan memudar dan aku menatap pada wajahnya yang kosong dan hampir tak terlihat. Aku lalu menunduk dan menekankan bibirku pada bibirnya yang tak terasa sentuhannya….
Aku tak mau membangkitkan orang yang telah membunuh ayahku, aku hanya ingin menyelamatkan dia sehingga dia bisa menyembuhkanku dari mantra kutukan… ya, aku hanya ingin menyelamatkan diriku sendiri! Setelah meyakinkan diriku sendiri, dengan penuh tekad aku pun memejamkan mata dan memaksakan esensi pil itu perlahan memasuki mulutnya.
Sedikit demi sedikit, bibirku bisa merasakan sensasi lembut dan hangat. Sedikit demi sedikit, bibirku menyentuh ujung hidung mancung milik seseorang. Sedikit demi sedikit, tanganku tak lagi menyentuh kehampaan, terdapat gerakan napas perlahan dari dada di bawah tanganku, tidak cepat maupun lambat….
Akhirnya, setelah memakai seluruh lingli-ku, aku pun terjadtuh ke samping… bulu mata hitamnya yang panjang tiba-tiba mengerjap dan aku menjadi tak bisa bergerak akibat mantra kutukan itu, dan hanya bisa menonton dengan terbengong-bengong. Baru setelah terdengar suara pergerakan dari luar lah aku bangkit dengan was was dan bersembunyi di belakang ling zhi xian cao yang terbakar.
“Siapa?!” Ternyata Sui He telah kembali. Dia menatap api neraka yang telah memudar dan langkah kakinya mendadak berhenti. Ekspresinya langsung berubah syok.
Jantungku jumpalitan.
Pada saat bersamaan, kelopak mata Phoenix bergerak dan dia langsung membuka kedua matanya.
Sepasang mata yang panjang… gelap bagaikan tinta… dengan kedalaman tak berujung….
“Xu Feng!” Sui He bergegas maju dan mencengkeram tangannya, “Kau sudah bangun? Kau akhirnya bangun!”
Phoenix perlahan bangkit. Dia menatap kedua tangannya yang terkepal erat. Lalu dengan ringan, perlahan, dia membuka mulutnya, “Sui He?”
“Ini aku!” Sui He menggenggam erat-erat kedua tangan Phoenix. Tenaganya begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih.
***
Jadi ternyata, Sui He kemari bukan untuk mencuri sesuatu atau mencuri perasaan… aku mendadak teringat pada sebuah kalimat yang pernah kubaca di salah satu buku percintaan yang dulu tak mampu kumengerti – mencuri hati (偷心).