Ashes of Love - Chapter 21
Aku duduk di pinggir ranjang dan memijit telapak kedua kakiku. Kakiku ini pasti sudah digigit oleh hantu-hantu di dalam celah di tunggul pohon. Pada kakiku, terdapat banyak garis-garis goresan dengan kedalaman yang berbeda-beda. Aku merasa agak sedih atas luka-luka ini… Xiao Yu Xian Guan punya obat untuk luka-luka semacam ini… sebelumnya saat aku melompat ke dalam Sungai Kelupaan dan terluka, dia telah menyuruh seseorang pergi ke Laut Timur untuk mendapatkan air mata putri duyung demi menyembuhkan lukaku. Tetapi… bila meminta obat darinya, dia pasti akan menemukan bahwa aku pergi ke Dunia Iblis, dan bila dia tahu aku pergi ke Alam Iblis, dia akan merasa tidak senang.
Untung saja, aku telah memanfaatkan sebuah celah untuk menjadi uap dan kabur dari Dunia Iblis untuk kembali ke Dunia Kahyangan, jadi aku tak mengganggu dewa maupun hantu apapun. Luka-luka yang kualami hanyalah luka fisik ringan di kaki, jadi aku hanya perlu menggigit kakiku dan menahannya. Tepat saat aku telah memutuskan untuk menahan dan membuarkannya berlalu, kulihat sebuah cahaya putih dari sudut mataku.
“Mi’er,” sebuah suara berat memanggilku. Aku terperanjat dan buru-buru menutupi kakiku dengan selimut sutra.
“Apa yang terjadi dengan kakimu?” Xiao Yu Xian Guan mendarat pada bangku di dekat ranjangku, suaranya tidak tinggi maupun rendah, dan dia bertanya kembali, “Ke mana kau pergi semalam?”
Hatiku jadi ketakutan. “Aku tak pergi ke mana-mana. Tidak ke mana-mana… tapi… tapi….”
Dia memijit kerutan di antara alisnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia mengangkat selimut, luka-luka di kakiku pun terpampang jelas di depan matanya. Aku mengerutkan jari kakiku dan mendengar dia berkata, “Mi’er, kau harus tahu bahwa tak peduli apapun yang kau lakukan, aku takkan menyalahkanmu. Kau tak perlu bersembuyi dariku. Tetapi, satu-satunya hal yang tak bisa kubiarkan adalah bila kau menyakiti dirimu sendiri. Kemarin, apakah kau pergi ke Sungai Kelupaan?”
Aku tak menjawab namun hatiku yang bersalah menajdi sedikit tenang. Ternyata dia mengira aku pergi ke Sungai Kelupaan. Dia mendesah dan mengambil obat dari dalam jubahnya. Dia sendiri yang mengoleskan obat pada kakiku. Aku tak tahu kenapa, tetapi tiba-tiba aku merasa sedikit panik dan kulipat ibu jari kakiku. “Biar aku mengoleskannya sendiri.”
Dia tak berhenti, alisnya tak diangkat. Dengan tenang dia berkata, “Memangnya apa perlunya bersikap malu di antara kita?” Pada saat itu, aku tak tahu bagaimana harus menjawab. Dipegangnya kakiku erat-erat. “Mi’er, kapan kau akan bersedia menikahiku?”
Tanpa sadar kakiku mengejang dan aku menggumam, “Kau harus tahu, aku sudah terkena sihir kutukan. Aku tak mau menilarimu.”
Tangannya membeku. Lama kemudian, dia akhirnya lanjut mengoleskan obat. Dengan lembut, ditundukkannya mata seakan sedang berkonsentrasi pada pergerakan tangannya. Berulang-ulang dia berkata, “Sihir kutukan… sihir kutukan?” Diangkatnya kepala dan tersenyum, “Kau tahu kalau aku tak keberatan. Lagipula, takutnya aku telah terkena sihir kutukan ini bahkan sebelum dirimu.”
Aku terpana selama sesaat dan jantungku pun mengejang. Aku tak tahu harus menjawab bagaimana. Namun, dia menundukkan kembali kepalanya dan mengoleskan obatnya dengan gerakan ringan untukku, seolah dia tak peduli dan tak menunggu jawabanku. Hatiku yang tadinya sudah naik kini akhirnya mendarat dengan mantap. Kami saling tatap tanpa bicara. Setelah kedua kakiku diolesi obat oleh Xiao Yu Xian Guan setidaknya sebanyak tujuh atau delapan kali, akhirnya dia meletakkan kakiku dan berdiri. Dia menyapu lengan bajunya yang tak berkerut sedikit pun dan berkata, “Aku harus mendiskusikan suatu urusan dengan para dewa, kau harus beristirahat di halaman selama dua hari ini untuk memulihkan diri.”
Aku bersuara mengiyakan dan melihat dia berbalik pergi. di pintu, Yan Shou yang sudah makan kenyang semalam mengerut mundur, dengan takut-takut dia berbaring di lantai, hanya mengangkat kepalanya dan membungkuk pada Xiao Yu Xian Guan setelah dia pergi sangat jauh. Li Zhu membawakan sarapan dan mulai merecoki saat dia melihatku. Dia memulai dengan, “Dewa Agung, kau sungguh tak mencintai dirimu sendiri” dan berakhir dengan “Kau hanya tahu cara untuk membuat Kaisar Langit khawatir padamu.”
Aku sungguh tak bisa mengerti bagaimana seorang Kaisar Langit yang agung dan hebat seperti Xiao Yu Xian Guan bisa digambarkan seperti seorang cendekiawan yang tertekan dan kebingungan oleh Li Zhu.
Kukira luka-luka di kakiku akan pulih dalam waktu dua hari, namun sebenarnya butuh waktu setengah tahun untuk sembuh sepenuhnya. Dalam jangka waktu ini, setiap kali aku berusaha bangkit dan berjalan, aku merasakan suatu rasa sakit menusuk yang membakar di bawah kakiku. Meski ada sebuah suara kecil yang berulang kali memohon dan mendorongku untuk eprgi ke tempat orang yang telah menempatkan mantra kutukan padaku, tapi tak peduli bagaimanapun aku berusaha, aku hanya bisa tersaruk-saruk kehabisan napas menuju pintu masuk Istana Xuan Ji dengan bantuan Li Zhu. Hanyalah saat aku berbaring atau duduk baru aku tak merasakan sakit. Tak mungkin bagiku untuk menunggangi awan, jadi dalam setengah tahun ini, aku tak keluar selangkah pun dari Istana Xuan Ji.
Meski aku tak keluar, hanya dengan pemikiran bahwa orang itu hidup di enam dunia, memberi suatu rasa damai yang ganjil di hatiku. Aku memakan lebih sedikit manisan, dan terkadang aku bahkan memakan makanan normal. Karenanya, aku menjadi yakin bahwa Phoenix lah yang telah meletakkan mantra kutukan ini pada diriku. Tetapi tidak jelas apakah aku sudah memecahkan mantra kutukan tersebut, karena kapanpun aku memikirkan tentang Sui He dan Phoenix sedang bersama, hatiku akan menjadi amat tidak nyaman. Kemungkinan besar mantra kutukan itu belum terpecahkan sepenuhnya.
Hari ini, Pemimpin Bunga Pertama menyempatkan diri untuk mengunjungiku. Secara kebetullan, kakiku telah pulih dan dengan penuh semangat aku membuat teh dengan tanganku sendiri untuknya. Ikatan di antara Dunia Bunga dan Dunia Kahyangan telah meningkat drastis sejak Xiao Yu Xian Guan menjadi Kaisar langit. Dunia Bunga telah menghilangkan larangan terhadap Dunia Kahyangan sehingga para dewa dan peri bisa berkunjung dengan mudah di antara masing-masing dunia. Dalam dua belas tahun terakhir ini, kedua belas pemimpin bunga seringkali mengunjungiku saat mereka datang di Dunia Kahyangan, namun akibat dari mantra kutukan yang terpancang begitu dalam pada tubuhku, setiap kali mereka datang, aku hanya akan duduk diam. Saat mereka mertanya padaku, aku akan menjawab dengan sekenanya. Terkadang Xiao Yu Xian Guan akan melihat bahwa kondisi mentalku tidak baik dan akan dengan sopan menolak kunjungan itu.
Namun, hari ini, Pemimpin Bunga PErtama begitu terkejut saat dia melihat aku menuangkan teh untuknya. “Jin Mi, belakangan ini bagaimana kondisi tubuhmu?”
Aku menyesap seteguk teh dan berpikir selama sesaat. Akhirnya aku tak bisa menahan rasa penasaranku dan bertanya pada Pemimpin Bunga Pertama, “Pemimpin Bunga Pertama, apakah kau tahu bahwa di Dunia Fana ada sesuatu yang disebut dengan mantra kutukan?”
Pemimpin Bunga Pertama mengangguk, “Aku pernah mendengar bahwa orang yang terkena mantra kutukan akan bertingkah seakan dia telah kehilangan hatinya. Mereka tak bisa mengendalikan perkataan dan perbuatan mereka serta tak lagi menjadi diri mereka sendiri.”
“Tepat seperti yang Pemimpin Bunga Pertama katakan. Takutnya aku telah terkena sihir kutukan.”
Cangkir teh di tangan Pemimpin Bunga Pertama mendarat di atas meja dengan suara keras dan dia menatapku dengan sorot ganjil. Karena dia kebingungan, aku menjelaskan padanya gejala-gejala yang kualami selama bertahun-tahun ini. Ekspresi Pemimpin Bunga Pertama menggelap dan alisnya berkerut seperti kalau dia telah larut dalam pemikiran mendalam. Sekejap kemudian, dia menatap wajahku dengan serius dan kemudian mengucapkan sesuatu yang sama sekali mengejutkan. “Jin Mi, apakah kau sudah jatuh cinta kepada Dewa Api?”
Tanganku merenggang dan cangkirku pun terjatuh ke lantai. “Bukan, pasti bukan begitu! Mana mungkin itu bisa terjadi? Itu konyol!” Aku berdiri dan dengan penuh tekad menolak kesimpulan konyol Pemimpin Bunga Pertama, “Aku hanya sedang terkena mantra kutukannya. Pada hari itu, aku melihat sebuah mutiara cendana, pasti mutiara itu lah masalahnya!” Erat-erat kucengkeram telapak tanganku.
“Mutiara? Mutiara apa?” Ekspresi Pemimpin Bunga Pertama berubah sepenuhnya.
“Aku tak bisa ingat dengan jelas. Aku hanya ingat ada sebuah mutiara cendana seukuran manik doa.” Pasti ada sesuatu yang mencurigakan tentang mutiara itu! Itu pasti ada hubungannya dengan mantra kutukan! Tetapi, wajah Pemimpin Bunga Pertama menjadi putih sepenuhnya.
“Mutiara apa yang sedang kau bicarakan? Biarkan aku mendengarkannya juga.” Dari arah luar, Xiao Yu Xian Guan masuk tepat pada saat ini. Menerima sebuah sapu tangan dari Li Zhu, dia menggumam saat menyeka tangannya. Diletakkannya sebuah bagnku supaya aku duduk, tak memedulikan tentang aturan bahwa Kaisar Langit harus selalu berada di tempat yang paling tinggi.
Karena terkaan sembarangan Pemimpin Bunga Pertama, aku menjadi amat marah dan merespon tanpa berpikir, “Kami sedang membicarakan soal mantra kutukan.”
Wajah Xiao Yu Xian Guan menggelap saat dia menjawab ringan, “Ah.” Kemudian ditatapnya kakiku dan bertanya tenang, “Apakah hari ini masih sakit?”
“Aku ingin bilang padamu kalau rasanya sudah jauh lebih baik.” BIla bukan karena obatnya, tak mungkin luka-lukaku bisa pulih dalam setengah tahun. Karena semua ini adalah berkat upayanya, aku pun berdiri dan berjalan dua langkah untuknya.
Dia menganggukkan pelan kepalanya, dan kemudian berpaling pada Pemimpin Bunga Pertama untuk bercakap-cakap sopan sebentar. Pemimpin Bunga Pertama tampak sangat tidak tenang setelah mendengar tentang mutiara cendana itu. Setelah bicara sebentar dengan Xiao Yu Xian Guan, dia lalu berdiri dan pergi.
***
Setelah Pemimpin Bunga Pertama pergi, Xiao Yu Xian Guan dan aku saling berhadapan dalam diam saat kami meminum habis sepoci teh. Ketika aku akan bangkit untuk mengoleskan obat pada tubuhku, kudengar Xiao Yu Xian Guan bertanya, dengan nada yang tidak berat maupun ringan, “Apa dia sudah bangkit?”
Kakiku berhenti dan mendadak aku berbalik.
Mata Xiao Yu Xian Guan diturunkan saat dia mengamati daun teh di cangkirnya dengans erius. Uap dari teh itu melingkupi wajahnya dan aku tak bisa melihat ekspresinya dengan jelas. Mendadak, dia tersenyum santai dan lama berselang, dia meneruskan, “Meski dia sudah bangkit, dia telah turun dan bergabung dengan para iblis.” Dia mengangkat kepalanya dan menatapku, “Dia sudah dibangkitkan selama setengah tahun. Setengah tahun adalah waktu yang sangat lama tetapi dia telah bersembunyi dengan baik. Baru hari ini Dunia Kahyangan menerima kabar ini….”
Aku tak tahu kenapa, tetapi hatiku mendesah lega.
“Saat ini, semua orang di Dunia Iblis menyebut dia dengan satu nama, ‘Yang Agung’.” Xiao Yu Xian Guan sedikit mengerutkan bibirnya, seolah yang dia bicarakan adalah urusan sepele, “Dalam waktu setengah tahun, semua raja agung di neraka telah tunduk di bawah perintahnya.”
Dengan gerakan ringan, dia memutar-mutar cangkir teh porselen hijau di tangannya. Suara putaran ringan itu menemani kata-katanya yang berputar pelan, “Jin Mi, bagaimana kakimu bisa terluka?”
Punggungku menjadi kaku saat aku menjawab, “Kau sudah tahu sebabnya. Kakiku terluka oleh air di Sungai Kelupaan.”
“Ah,” dia menatapku. Aku melihat setitik kilasan cahaya yang terputus di matanya.
Aku berbalik, mendadak merasa jengkel, dan segera berkata, “Aku akan mengoleskan obatku.”
“Mi’er, kau harus ingat bahwa terdapat tiga bagian obat dan tujuh bagian istirahat, kakimu masih belum pulih sepenuhnya dan butuh lebih banyak istirahat yang tenang.” Dengan lembut dia mengingatkanku dari arah belakang dan kakiku terhenti lagi. Sebelum aku keluar, aku berbalik dan mataku pun bertemu dengan sorot mata jernihnya. Mendadak aku mendapatkan suatu perasaan – bila kau bisa melihat pasir dan bebatuan di dalam air kolam, mungkin itu bukan karena kolamnya jernih dan dangkal. Mungkin saja kolam itu sebenarnya terlalu dalam, terlalu dalam, sehingga tak ada dasarnya… sebuah kolam di mana kau tak bisa melihat dasarnya, mabaimana kau bisa tahu kalau ada bebatuan dan pasir di sana?
Pada hari kedua, aku memanfaatkan Xiao Yu Xian Guan yang terlalu sibuk dengan urusan kenegaraan untuk kabur dari Dunia Kahyangan. Yan Zhou dengan riang melompat-lompat mengejarku dan tak peduli bagaimanapun aku membujuk ataupun mengancamnya, dia hanya akan mengerjapkan mata besarnya yang berair dan menatapku dengan sorot tak berdosa. Saat aku berputar, dia akan mengikutiku dengan riang. Karena tak mungkin aku bisa lolos darinya, aku pun membiarkan dia mengikutiku.
Saat aku baru saja keluar dari Gerbang Langit Selatan, mendadak aku dikejutkan oleh benda hijau berminyak di tengah jalan. Saat aku berbalik untuk mengamatinya, kusadari bahwa itu adalah seekor ular yang bergulung. Mau tak mau aku menutup mataku dan merapal pelan, “Untung saja aku tak menginjaknya! Untung saja aku tak menginjaknya!”
Ular itu menggoyangkan ekornya dan mendadak berubah. Saat aku melihat ular itu berubah menjadi apa, mendadak aku teringat sesuatu – aku lupa memeriksa Kalender Kuning sebelum meninggalkan rumah. Aku pasti pergi pada saat yang salah dan telah bertemu dengan orang yang salah. Aduh, aduh.
“Cantik, akhirnya aku berhasil menemukanmu!” Meski Pu Chi Jun tak sebulat Lao Hu, dia bisa dianggap sebagai seorang peri lelaki yang tinggi. Karena dia berdiri di tengah-tengah jalan, auuraku jadi agak meredup dan aku pun terhadang dan tak bisa maju.
Aku mundur dua langkah dan mendengar Pu Chi Jun terus merecoki, “Padahal baru beberapa tahun. Kenapa Cantik menjadi jauh lebih kurus? Memang, kau telah mewarisi kecantikan Dewi Bunga dan Dewa Air. Aku telah memutuskan untuk menulis ulang ‘Kitab Penghargaan Agung Para Wanita Cantik dalam Enam Dunia’. Saat ini, kecantikan Jin’er bisa dianggap terunggul di semua enam dunia.”
Kuangkat tanganku untuk menandakan ketidaksetujuan, “Aku ini biasa-biasa saja, biasa genitnya. Sebenarnya, Pu Chi Jun, kau itu sangat genit.”
Pu Chi Jun dengan riang mengangkat sebelah alisnyaa dan menjawab, “Kegenitan adalah kebajikan.”
Aku menganggukkan kepalaku dengan bersungguh-sungguh untuk membuat dia puas. Kemudian kuangkat kepalaku untuk menatap mentari dan berkata, “sebeanrnya, terus terang juga adalah kebajikan. Masalah lain apa lagi yang Pu Chi Jun punya?”
Pu Chi Jun tiba-tiba menundukkan kepalanya dan berkata dengan nada polos, “Sebenarnya, tak ada urusan sungguhan. Aku hanya ingin melihat apakah Cantik baik-baik saja setelah kematian ayahmu dan tentang penyakit besarmu?” Lalu wajahnya tiba-tiba berubah menjadi ekspresi murka, “Tetapi para prajurit langit yang licik itu tak mau membiarkanku masuk, berkata bahwa aku butuh izin dari Kaisar langit, aku tahu….” Pu Chi Jun tampak tiba-tiba menyadari sesuatu saat dia menganggukkan dagunya dan menatapku, “Pasti itu karena Run Yu cemburu pada tampangku dan jiwa genitku! Dia pasti takut kalau begitu aku muncul, hatimu akan pergi padaku! Pasti begitu!” Dia mengepalkan tinjunya.
Mau tak mau aku mengagumi kemampuan Pu Chi Jun untuk mengubah percakapan ke dalam topik perasaan dan cinta.
Pu Chi Jun tiba-tiba mencengkeram tanganku dan berkata sungguh-sungguh, “Daripada memilih-milih hari, lebih baik kita memakai hari pertemuan kita ini! Cantik, ayo kita kawin lari sekarang!”
Kuangkat lagi kepalaku untuk menatap matahari di puncak kepalaku. Kulambaikan tanganku, “Lain kali. Kita kawin larinya lain kali saja. Hari ini ada sesuatu yang harus kulakukan.”
Saat akhirnya aku berhasil menyingkirkan Pu Chi Jun si batu penggangguku dan berjalan maju, mendadak kudengar Pu Chi Jun berkata dari belakangku, “Kudengar burung itu sudah dibangkitkan dan terjatuh ke Dunia Iblis untuk menjadi Raja Iblis Agung. Kekuasaannya besar di sana, semua orang dan semua benda mematuhi semua perintahnya. Cantik, jangan bilang padaku kalau kau akan pergi menemuinya?” Kakiku berhenti. Aku merasa seakan perasaan-perasaanku terpampang telanjang untuk dilihat semua orang.
“Cantik! Aku menasihatimu agar jangan pergi, burung itu bukan burung yang sama dengan sebelumnya. Tentu saja, sebelumnya, dia juga tidak baik, begitu pongah dan menyebalkan hingga aku ingin mencekiknya. Tetapi, hari ini dia tak bisa hanya digambarkan sebagai sombong saja… apa kau pikir sepuluh raja neraka itu mudah untuk ditundukkan? Untuk menjadi Raja Iblis Agung, burung itu telah memakai segala macam taktik… belakangan, dia juga telah menyebabkan pertumpahan darah di Dunia Iblis – membasmi semua kekuatan saingannya. Sekarang ini, tak seorang pun di Dunia Iblis yang berani menentang dia. Kesepuluh raja neraka akan memanggil dia ‘Yang Agung’ dengan penuh hormat. Apalagi dia telah mati di bawah belatimu… kalau dia melihatmu….”
Kugigit bibirku, “Aku ingin melihat dia, melihat dia dari kejauhan….”
Pu Chi Jun tiba-tiba menatapku dengan seksama, ekspresinya dibayangi oleh rasa kasihan, “Cantik, apakah seseorang telah salah mengikat benang merah dan kau telah jatuh cinta kepadanya?”
Wajahku menjadi sedingin es namun hatiku perlahan mulai bergulung kesakitan. Mantra kutukan itu pasti sedang beraksi lagi. Aku berbalik untuk meninggalkan Pu Chi Jun yang tidak masuk akal ini, menunggangi awan dan bergegas terbang pergi.
Aku langsung mendarat di tepian di sebelah Sungai Kelupaan. Kuberikan uang jalan kepada kakek tua yang mengemudikan perahu. Saat aku melangkah ke dalam perahu, Yan Shou melompat mengikutiku dan kurasakan perahunya berguncang. Seseorang memekik sambil tertawa-tawa, “Petugas Tua, tolong bawa aku menyeberang juga.”
Barulah saat itu aku menyadari bahwa Pu Chi Jun juga telah mengikutiku. Wajahku menggelap. Mata kakek tua itu tajam dan saat dia melihat ekspresi gelapku, dia langsung tahu kalau aku tak mau Pu Chi Jun mengikutiku. Kakek tua itu berkata santai pada Pu Chi Jun, “Tuan Muda, perahu saya ini kecil, terlalu berbahaya bila saya membawa orang lain.”
Ekspresi Pu Chi Jun merosot dan dia pun bertanya sungguh-sungguh, “Apa kau mengataiku gendut?” Saat dia bicara, dengan marah dia mengangkat lengannya dan mendorong perutnya. “Kau bisa memijit lengan kuatku dan menyentuh perut kencangku, dengan cara apa aku bisa dibilang gendut? Petugas Tua, kau jelas-jelas telah menghina kebanggaanku yang mendalam sebagai seorang pria rupawan. Tentu saja, seorang pria rupawan takkan perhitungan denganku. Bila kau membawaku menyeberang, aku takkan menuntutmu dengan apapun.”
Kakek tua itu terperanjat dan sungguh-sungguh membawa Pu Chi Jun, Yan Shou, dan aku menyeberangi sungai. Aku mengesah, sudah cukup merepotkan memiliki sebuah ekor untuk mengikutiku, tetapi kini aku punya satu ekor lagi, apa yang harus kulakukan? Apalagi mereka ini adalah dua ekor yang mencolok! Bulu Yan Shou tertutup oleh pola bunga plum yang elegan, sudah jelas kalau dia berasal dari Dunia Kahyangan. Untuk Pu Chi Jun, lebih kelihatan lagi – takkan ada lagi di enam dunia kau bisa menemukan seseorang yang memiliki selera begitu unik seperti berpakaian dari ujung kepala hingga ujung kaki dalam warna hijau.
Saat aku sedang cemas, Pu Chi Jun mendadak berubah menjadi seorang iblis wanita yang tampak genit dan dia lalu mengubah Yan Shou menjadi seekor anjing. Yan Shou menatap bayangannya di dalam air dan jadi amat syok.
Kukeluarkan sepasang telinga kelinci dari dalam lengan bajuku. Telinga kelinci ini sebenarnya berasal dari Dunia Iblis dan memiliki aura iblis yang akan menutupi aura dewiku. Begitu aku mengenakan telinga tersebut, aku menjadi seekor kelinci. Yan Shou menatap penampilanku sebagai kelinci dan mendadak merasa lebih baik.
Aku mengabaikan mereka berdua dan memanggil awan untuk kutunggangi terbang. Aku hanya mendengar Pu Chi Jun memekik padaku, “Cantik, pelan-pelan! Apa kau tahu dia tinggal di mana?”
Phoenix, pasti memiliki pohon parasol atau dia takkan bisa beristirahat, harus memiliki tunas bambu atau dia takkan bisa makan, harus memiliki air dari mata air yang jernih atau dia takkan bisa minum.
Dia itu sanagt pemilih. Sebagai shutongnya selama seratus tahun, aku yang paling mengetahui seleranya – di mana mata air yang paling jernih, di mana ada pohon parasol yang paling rimbun, di mana ada bunga-bunga Phoenix yang paling sederhana, di situlah dia akan tinggal.
Setelah aku memastikan aura dari air, bunga, dan kayu di sekeliling, kutemukan sebuah kediaman yang tampak megah. Di pintu terdapat sebuah penanda besar tanpa ada kata-kata.
Aku berdiri di jalan setapak dan menatap penanda tanpa kata itu. jalan setapaknya sarat dengan kerumunan iblis dan arwah dalam berbagai bentuk dan ukuran. Mendadak, seorang iblis kecil melompat dan memekik, “Sudah siang! Yang Agung akan meninggalkan kediaman!”
Seketika, semua iblis dan arwah di atas jalan setapak itu berhenti bergerak dan serta merta bergerak ke satu sisi. Mereka semua memasang ekspresi sarat dengan penghormatan dan kekaguman. Aku terpana selama sesaat dan satu langkah lebih lambat untuk bergerak ke samping. Jalan besar yang penuh dengan orang itu pun tiba-tiba hanya meninggalkan seekor kelinci yang sendirian di tengah jalan.
Pada saat itu, Pu Chi Jun dengan terengah menekuk pinggangnya, dan mengangkatku dalam pelukannya kemudian bergegas melangkah ke arah kerumunan iblis di samping.
Tepat saat dia measuki kerumunan, kudengar gerbang-gerbang besarnya mendadak terbuka. Pu Chi Jun berseru, “Nyaris saja, nyaris saja! Untunglah, aku cukup cepat!”
Ku angkat kepalaku lewat atas lengan baju Pu Chi Jun untuk melihat. Aku hanya melihat beberapa orang iblis wanita yang amat sangat berlekuk dan seksi membawa bunga-bunga dan ikan-ikan yang dijalin berjajar, keluar dalam dua baris berisi empat belas masing-masingnya. Para iblis di sekeliling semuanya mengiler. Mengikuti para iblis wanita itu ada dua baris iblis lelaki. Bila dibandingkan dnegan para iblis wanita, mereka cukup pendek berantakan, begitu jelek hingga aku tak berani melihat untuk kedua kalinya.
Kusadari bahwa di Dunia Iblis – para prianya sangat jelek dan para wanita sanagt cantik.
Tiba-tiba, langit menggelap dan sebentuk awan gelap dengan berkas-berkas keemasan mendarat, dengan pongahnya menutupi matahari tengah hari. Suara megah sebuah kereta yang mendarat terdengar dan kurasakan jantungku berdetak lebih cepat, begitu cepatnya hingga kupikir jantungku pasti sudah naik ke tenggorokanku.
Dengan sangat cepat, empat hewan buas berukuran besar membawa kereta hitam besar itu turun. Awan gelap menghilang dan tanah pun berguncang.
penutup kristal darah berguncang pelan dan di balik celahnya, bisa terlihat seseorang sedang duduk setengah menyandar di dalam kereta. Orang itu memiliki penampilan yang luar biasa, mata yang sangat dingin, mengenakan jubah hitam tanpa hiasan apapun, namun auranya begitu menonjol hingga tak seorang pun yang bisa menatap langsung padanya. Di dalam kereta, bisa terlihat Raja Neraka Keenam sedang memberi dia laporan-laporan dengan penuh hormat. Semua orang di sekeliling dengan takzim menundukkan kepala mereka. Para iblis yang membukakan jalan baginya, para hewan buas yang menarik keretanya, Raja Neraka Keenam yang melaporkan berbagai masalah dengan hormat padanya; semua ini terlihat begitu alamiah.
Aku menatapnya. Jantungku yang berdebar gila-gilaan mendadak berhenti, seakan ketakutan bahwa satu lompatan kecil sekalipun akan membuat dia mendengar dan menemukanku. Dengan hati-hati kutatap mata phoenixnya yang panjang, dan mendadak aku memiliki suatu keinginan yang aneh dan konyol, berharap kalau dia akan melihatku. Bahkan meski hanya sekejap.
—
Mendadak aku teringat bagaimana semua orang berkata bahwa penampilannya tak tertandingi di enam dunia. Sebelumnya, aku tak pernah punya perasaan itu, tetapi hari ii tiba-tiba aku menyadari bahwa dia memang memiliki kerupawanan yang tak terukur.
Namun, aku seharusnya membenci dia, membenci dia dengan sangat mendalam. Aku seharusnya merasa bahwa dia adalah orang paling buruk rupa di dunia, bukankah begitu? Orangtuanya telah membunuh ibuku, dia membunuh ayahku, dan bahkan sebelum mati dia tak lupa memasang mantra kutukan padaku. Ya, aku seharusnya membenci dia, menggertakkan gigiku, memukuli dadaku, membenci dia dengan seluruh jiwa ragaku.
“Cantik, kau sungguh telah melakukan sebuah jasa besar! Dia patut dibunuh! Sungguh patut dibunuh!” Kata-kata sembarangan Pu Chi Jun menarkku kembali dari pemikiranku, “Semua pria yang lebih rupawan daripadaku patut untuk dibunuh! Setelah dibangkitkan, penampilannya tan bisa ditoleransi! Semua manusia dan dewa dibuat murka!”
Aku tak mampu berkata-kata.
Pu Chi Jun menundukkan kepalanya dan berkata padaku dengan suara lembut, “Kudengar bahwa Raja Neraka Keenamlah yang telah membantu orang itu bangkit. Dikatakan bahwa dia hanya memercayai Raja Keenam Neraka sekarang. Saat ini, mereka berdua mengendalikan Dunia Iblis, dengan satu tangan mereka bisa membalikkan awan, dengan yang satunya lagi mereka bisa menutupi hujan.”
Aku mengawasi saat kereta itu perlahan ditarik pergi dan mengulang perkataan Pu Chi Jun tanpa pikir panjang, “Ah, dua orang setiap hari membalik awan dan menutup hujan.”
Tetapi siapa yang tahu bahwa sebelum kata-kataku selesai terucap, para iblis dan arwah di sekeliling telah memutar kepala mereka ke arah kepalaku yang mengintip keluar dari jubah Pu Chi Jun. Ekspresi mereka terkejut. Pu Chi Jun memaksakan seulas senyum pada kerumunan itu, “Siluman kelinciku suka melihat pemandangan istana musim semi. Dia baru saja belajar bicara, baru belajar bicara….” Wajah semua iblis pun menggelap dan mereka semua berpaling.
(T/N: istana musim semi itu konotasinya adalah gambar-gambar percintaan. Perkataan Jin Mi yang sebelumnya tentang membalik awan dan menutup hujan itu punya konotasi tentang melakukan hubungan intim….)
Jauh di depan, kereta itu tiba-tiba berhenti dan seseorang menolehkan kepalanya ke belakang. Pu Chi Jun segera menundukkan kepalanya bersama denagn kerumunan.
Sorot mata orang itu perlahan menyapu melewati kumpulan iblis, tetapi untung saja melewatkan tempat kami berada.
Sesaat kemudian, dia mempertahankan tatapannya dan tiba-tiba mengulas senyum. Senyum itu sungguh membekukan tulang.
Keretanya mulai bergerak lagi dan pergi menuju kejauhan.
Pu Chi Jun menggendongku, dan Yan Shou mengikuti di belakangnya. Dia bergegas keluar dari Dunia Iblis, seakan sedang bergegas untuk reinkarnasi. Hanyalah setelah menyeberangi Sungai Kelupaan, baru dia berhenti untuk menarik napas.
Aku melompat keluar dari dalam jubahnya dan berubah kembali ke wujudku semula. Kulihat dahi Pu Chi Jun telah bermandikan keringat.
“Cantik, frasemu tentang ‘membalik awan dan menutup hujan’ itu nyaris membuat kita terbunuh,” Pu Chi Jun duduk di tanah dan mengipasi dirinya sendiri.
Aku terpana, “Bukankah itu adalah kalimatmu?”
Alis Pu Chi Jun berkedut, “Aku bilang, ‘mengarahkan tangan ke atas untuk menjadi awan, mengarahkan tangan ke bawah untuk hujan’. Frasemu adalah untuk pertapaan berpasangan, fraseku adalah tentang kekuatan, bedanya jauh. Uang bisa disimpan, tapi kata-kata tidak!”
Aku akhirnya menghentikan ketagihanku atas manisan, tetapi memulai sebuah ketagihan yang baru.
Sejak hari itu saat aku kembali melihat Phoenix, aku akan sering menggunakan kesempatan untuk pergi ke Dunia Iblis saat Xiao Yu Xian Guan sedang sibuk. Aku akan selalu berubah menjadi seekor kelinci dengan memakai telinga kelinci itu untuk menutupi aura dewiku. Penyamaranku tak pernah diketahui oleh siapapun.
Tak lama kemudian, keberanianku meningkat dan aku pun menyelinap ke dalam kediamannya. Meski sudah masuk dan keluar berkali-kali, tak tak pernah tertangkap sekali pun bahkan oleh hantu kecil. Kupikir tak seorang pun yang akan menyadari keberadaan seekor siluman kelinci yang kecil, sangat kecil.
Meski aku sering ke sana, tetapi kali aku melihat dia sangat sedikit. Bahkan saat aku melihat dia, dia selalu dikelilingi oleh banyak iblis. Aku begitu takut ketahuan jadi aku tak berani maju, hanya menatap dari kejauhan. Meski hanya menatap dari kejauhan, meski hanya sekejap, sudah memberiku kegembiraan seakan aku telah mendapatkan lingli lima ribu tahun.
Aku suka berkunjung saat dia sedang membaca surat-surat resminya. Dia berbeda dengan Xiao Yu Xian Guan, dia takkan membaca di malam hari, namun mempelajari kertas-kertas itu pada jam ‘yi’. Ini biasanya adalah waktu ketika Xiao Yu Xian Guan paling sibuk dan aku punya kesempatan paling besar untuk menyelinap keluar. Apalagi ruang belajarnya menghadap sebuah kebun bunga, dan karena diriku yang asli memiliki aroma bunga dan kayu, sangat aman bagiku untuk bersembunyi di tengah-tengah bunga dan rumput. Begitu seringnya, aku akan diam-diam bersembunyi di antara bunga-bunga dan dedaunan, dan menatap langit semerah darah di Dunia Iblis terpantul pada profilnya yang agak kepucatan.
Saat dia sedang menekuri surat-surat resmi itu, dia akan menjadi luar biasa diam. Matanya akan terpusat penuh pada kata-kata, terkadang alisnya akan sedikit terangkat. Hidung yang kokoh itu, mata yang setengah terpejam itu, bibir yang agak dinaikkan itu… semua hal tersebut menciptakan sebuah siluet yang menakjubkan. Tetapi, aku tahu kalau kedamaian ini adalah sebuah ilusi yang mudah untuk dihancurkan, sesbuah ilusi yang hanya muncul saat tak ada jiwa dan hanya ada kertas dan tinta. Begitu dia meninggalkan surat-surat resmi itu, kedua mata tersebut akan menjadi seperti sebuah sumur dalam tanpa air, begitu gelap hingga terasa menakutkan, aura yang mengelilinginya begitu dingin dan menusuk. Aura tersebut membaut orang kewalahan hingga tak mampu bernapas. Tak ada yang berani menatap ke dalam matanya. Ke manapun dia pergi, hanya ada sekumpulan besar iblis dan arwah yang gugup dan gelisah.
Dia meluluskan surat-surat itu dengan sangat cepat, namun tak pernah terburu-buru. Jemarinya yang panjang dan ramping membalik halaman demi halaman, terkadang jemarinya akan mengambil satu atau dua tetes dari tinta yang belum mengering. Tinta hitam terjauh pada ujung jarinya yang nyaris tembus pandang, memberikan kesan menipu bahwa bahkan bila menjadi sehelai kertas atau setetes tinta hitam, orang akan sangat bahagia.
Tetapi, dia tak meluluskan surat-surat setiap hari. Dan, aku tak selalu bisa meninggalkan Dunia Kahyangan setiap hari. Terkadang, aku malah harus menunggu dia di tempat-tempat yang mengelilingi kediamannya. Terkadang, aku akan menunggu di luar pintu besar kediamannya untuk melihat keretanya bergerak pergi di kejauhan. Terkadang, aku bisa menatap dia dari tempat dia makan, meliaht dia baru saja meletakkan sumpitnya dan bangkit. Terkadang, aku bisa bersembunyi di sudut kediamannya dan melihat dia menenangkan diri setelah sebuah pembunuhan kejam, terkadang aku bisa melihat wanita-wanita iblis yang cantik dan menggoda bergelayutan di sisi kiri dan kanannya saat dia memasuki aula dalam. Di kegelapan malam, dia akan keluar dengan wajah bahagia dan jubah tidak rapi….
***
Hari ini, aku datang terlambat. Aku tak tahu apakah dia sudah pergi tidur. Aku terus mencari di dalam kediaman namun tak bisa menemukan dia. Tepat saat aku akan pergi, aku nyaris diinjak oleh seorang iblis wanita yang sedang terburu-buru. Untung saja, aku segera melimpat menjauh dan berhasil menghindarinya.
“Cepat! Yang Agung ingin menemukan mantel khusus yang telah diberikan oleh Raja Neraka Kedua kepada Yang Agung sebagai upeti! Cepat segera temukan!” Aku mendengar ibis wanita itu berteriak pada para prajurit di sepanjang jalan.
Dalam sekejap, semua prajurit di kediaman itu pun berlarian – mereka pasti pergi menuju rumah-rumah penyimpanan untuk menemukan benda itu. dengan sangat ceapt, salah satu prajurit hantu membawa sebuah kotak kumala berhias yang indah dan dengan serius menyerahkannya pada sang iblis wanita. Dia tak bisa menyembunyikan keingintahuannya dan bertanya, “Yang Agung tak pernah melirik upeti-upeti ini sekali pun, kenapa tiba-tiba dia terpikir tentang mantel ini hari ini?”
“Apa yang diketahui oleh hantu tingkat rendah sepertimu?” si iblis wanita mendengus merendahkan, “hari ini, yang Agung telah mengatur sebuah perjamuan besar di Istana Yu Qiang untuk merayakan ulang tahun Putri Sui He, kepala dari Klan Burung. Setidaknya, pau seharusnya sudah tahu ini?”
Si prajurit hantu menganggukkan kepalanya.
“Mantel ini pasti adalah hadiah yang direncanakan oleh Yang Agung untuk diberikan kepada Putri Sui He. Seharusnya kau sudah tahu orang macam apa Putri Sui He itu?”
“Bukankah kau sudah bilang? Dia adalah Kepala dari Klan Burung?” Si prajurit hantu menggaruk dahinya dan menjawab bingung.
“Bodoh!” Si iblis wanita menyodok tanduk di kepala prajurit hantu, “Dia telah menyelamatkan nyawa Yang Agung! Dia juga merupakan sepupu dari Yang Agung!”
Wajah si prajurit hantu mendadak tampak sadar. Dia bertanya dengan suara pelan dan licik, “Apa menurutmu Yang Agung akan memakai hidupnya untuk membayar hutang telah menyelamatkan nyawanya?”
Si iblis wanita memberi dia tatapan ‘kau tak tertolong lagi’, “Bila harus memberikan hidupnya, itu juga berarti bahwa Putri Sui He memberikan hidupnya kepada Yang Agung. Tetapi dari apa yang kulihat, bila Yang Agung bersedia menikahi seseorang, pasti orang itu adalah Kepala dari Klan Burung. Aku sudah tak punya waktu untuk bicara denganmu, aku harus pergi.” Kemudian dia pun pergi.
Aku mengikuti iblis wanita itu dari belakang, tetapi dengan sangat cepat aku tak bisa mengejarnya lagi. Sedihnya, kaki kelinciku pendek dan aku hanya bisa melompat. Untung saja, aku ingat dengan bau aura iblis wanita itu dan mengikuti aroma itu menuju Istana Yu Qiang.
(T/N: Dalam motologi Tiongkok, Yu Qiang adalah dewa laut dan dewa wabah)
Tepat saat aku hendak berusaha memasuki istana, aku melihat baris demi baris orang bergegas keluar. Di depan barisan itu adalah Phoenix dan Sui He.
Mereka berhenti di kuar istana dan sisa orang lainnya berhenti agak jauh di belakang. Sui He mengangkat matanya yang berkilauan pada Phoenix lalu perlahan menurunkan kelopak matanya. Bulu matanya panjang, hitam dan tipis, bergerak ringan dalam cahaya petang dan menggerakkan hati. “Tidak apa-apa bila kau mengirimku keluar kemari. Hari ini, aku sangat berterima kasih dan sangat bahagia karena Yang Agung telah mengadakan perayaan untuk ulangtahunku.”
Phoenix melambaikan ringan tangannya dan seorang pelayan pendamping pun segera membuka sebuah kotak kumala di tangannya. Itu adalah kota kumala yang sebelumnya telah kulihat. Begitu kotak kumala itu terbuka, serta merta cahaya aneka warna yang menyilaukan memancar keluar dari kotak dan menyebabkan tatapan kaget dari para iblis di sekitarnya. Mata Sui He agak melebar. Phoenix mengeluarkan mantel itu dengan satu gerakan dan memasangkannya sendiri pada Sui He. Dia bahkan dengan sangat lembut mengikatkan kedua tali katun di sekitar lehernya, “Angin malam begitu membekukan, Sui He tak boleh sampai terkena flu.”
Mengabaikan tatapan syok dari para iblis di sekeliling, dia maju selangkah dan mencondongkan tubuh ke telinga Sui He untuk bicara dengan suara pelan.
Saat dia akhirnya menjauh, kulihat wajah Sui He telah merah merona. Aku tak tahu apakah itu adalah rasa malu atau bahagia, tetapi air mata benar-benar menetes dari mata berairnya yang berkilauan. Dia bergerak-gerak pelan dan menggigit bibir saat menatap Phoenix, dan bahkan kelihatannya dia agak merengut. Setengah kejap kemudian, Sui He mendapatkan kembali ketenangannya yang biasa dan memberitahukan kepada para iblis di sekeliling, “Harap para pengawal di sini tetap di tempat saat Sui He akan pergi terlebih dahulu. Aku berterima kasih kepada kalian semua tas undangan hari ini.” Akhirnya, dia pergi di tengah lautan jeritan sopan ‘bukan apa-apa! Anda tidak perlu terlalu sopan!’.
Aku tak tahu apakah yang lainnya mendengar, tetapi angin malam telah mengirimkan kata-kata Phoenix ke telinga Sui He tadi dengan jelas ke telingaku, “Karena kita begitu dekat, kenapa kau memanggilku Yang Agung?”
Kutelan pahitnya angin malam dan mendadak merasa jantungku mengerut. Mantra kutukan itu sedang menjulurkan cakar-cakarnya padaku….
Saat aku akhirnya mendapatkan kembali kesadaranku, semua orang sudah pergi dan Phoenix telah kembali ke dalam istana. Aku mendengar suara musik di dalam istana dan saat terjadi celah ketika para pengawal bertukar, aku segera menyelinap ke dalam sebuah sudut berbayang di aula istana.
Di aula istana, terdapat cahaya-cahaya berkelip-kelip, sutra merah, aroma alkohol yang memabukkan, dan wanita-wanita cantik di mana-mana. Ada dua belas iblis wanita yang eksotis menari dengan kaki-kaki telanjang mereka, lonceng-lonceng emas terikat pada pergelangan kaki mereka, memberikan suara nyaring yang menyenangkan saat mereka menari. Sungguh bagaikan sebuah mantra hipnotis yang membuat orang kehilangan akal sehatnya.
Tak ada dudukan lampu di aula istana, hanya lentera-lentera api yang dibawa pada tangan pelayan-pelayan jelita. Lentera-lentera merah itu bagaikan cahaya mentari yang hampir padam, melingkupi aula dalam lapisan samar cahaya yang berkilauan, ringan seperti sutra tembus pandang.
Phoenix duduk di posisi pusat aula saat dia menyesap arak. Berada di kedua sisinya adalah dua orang wanita, satu menuang arak, satu menambahkan makanan. Phoenix tiba-tiba menyipitkan matanya ke satu sudut. Diturunkannya cawan arak di tangannya, dan tersenyum pada wanita di sisi kanannya. Senyum itu mampu mengait jiwamu dan iblis wanita itu pun langsung terpana. Pegangannya terlepas dan sepasang sumpit pun terjatuh ke tanah, tubuhnya menjadi lunglai.
Phoenix dengan penuh perhatian mengulurkan tangannya untuk memapah iblis wanita itu. si iblis wanita dengan gembira terjatuh ke dalam lengannya. Merasakan bahwa Phoenix tak menolak dirinya, dia pun bersandar sepenuhnya dalam pelukan Phoenix. Dia mengalungkan tangannya pada leher Phoenix dan dengan genit membelai dada Phoenix, “Yang Agung, karena Putri Sui He sudah pergi dan malam masih panjang, bisakah Anda menyisihkan waktu untuk pelayan rendah Anda ini?”
Hawa dingin di mata Phoenix tak berubah namun ujung bibirnya sedikit tertekuk. Aku tak tahu apakah itu adalah pertanda senyum atau persetujuan.
Tetapi akal sehat iblis wanita itu pasti telah luluh lantak dan dia pun mengencangkan rengkuhannya pada Phoenix. Tangan Phoenix membelai ringan rambutnya – sebuah tindakan sederhana, namun sangat memabukkan darinya.
Tiba-tiba aku teringat pada bagaimana dia sering membelai rambut panjangku, membantuku memungut dedaunan gugur yang mendarat di rambutku karena angin. Bahkan bila tak ada daun, dia akan suka menyisir perlahan rambutku. Terkadang dia akan menyisir rambutku dalam waktu begitu lama hingga aku menjadi kesal dan memutar kepalaku, tapi dia tak mau berhenti, dan hanya berkata, “Masih ada daun, aku akan membantumu melepaskannya, lebih baik kau jangan bergerak.”
Aku tak tahu kenapa, tetapi mendadak aku menyadari bahwa sorot mata yang dulu biasa dia berikan padaku sebenarnya sangat berharga.
—
Melihat pada betapa dekatnya tubuh Phoenix dan ibis wanita itu, aku merasa perutku penuh dengan udara masam. Juga terasa seperti ada air yang mendidih di dalamku, dengan kelima rasa bergabung sekaligus, dan aku tak bisa mengatakan apa rasa sebenarnya.
Aku mendengar si iblis wanita memuja Phoenix lagi, “Yang Agung begitu hebat dan terhormat, menguasai keenam dunia, bila saja Yang Agung bersedia memberi saya satu malam….”
Tepat saat iblis wanita itu hampir mencapai bagian yang penting, kulihat sebelah alis Phoenix terangkat, “Hebat dan terhormat?”
Iblis wanita itu segera menambahkan, “Sungguh! Yang Agung itu sungguh hebat,” dia menunjuk padaku yang tepat berada di sebuah sudut gelap, “Bahkan seekor siluman kelinci yang belum mendapatkan sosok manusia saja sudah tahu untuk mengagumi Yang Agung!”
Tatapan tajam Phoenix dengan cepat mengikuti, aku bahkan tak sempat menarik napas saat kurasakan diriku berada di bawah pengawasannya. Meski dia hanya menatapku dengan tenang, aku merasa solah sedang dibungkus dalam sorot mata keemasan yang membekukan pergerakanku dan aku hanya bisa menatap balik padanya dengan sepasang mata kelinciku.
Perlahan dia membuka mulutnya dan memuntahkan kata-kata satu demi satu, “Ah? Bagaimana kau bisa bilang kalau kelinci ini mengagumiku?”
Si iblis betina menjawab cerdik, “Begitu masuk, dia bersembunyi di pojokan dan matanya terus menatap Yang Agung tanpa berkedip.”
Demi meningkatkan daya bujuk dari perkataannya, iblis wanita itu menambahkan sebuah detil tidak penting yang seperti menambahkan kaki saat menggambar ular, “Sebelumnya di kediaman Yang Agung, saya seringkali melihat kelinci ini, selalu menatap Yang Agung diam-diam.”
Pada saat itu, aku mendapatkan dorongan untuk menghantamkan kepalaku pada tiang. Aku selalu berpikir kalau diriku hebat dalam bersembunyi sehingga aku tak eprnah ditemukan, tetapi akhirnya aku menyadari bahwa para iblis pria dan wanita telah lama meliahtku tetapi tak mau repot-repot dengan seekor kelinci biasa.
“Ah? Aku tak pernah melihatnya,” Phoenix memuntahkan tiap katanya perlahan-lahan.
Mau tak mau aku menjadi lega dan menghembuskan semulut penuh udara. Untunglah, dia belum pernah melihatku, kemudian mendadak aku terpikirkan… tapis ekarang karena dia sudah melihatku, apakah dia akan mengenaliku? Hatiku menjadi kebingungan dan aku segera bangkit untuk melompat kabur.
Bagaimanapun, iblis wanita itu dengan cepat menangkapku denagn satu tangan, “Yang Agung memiliki urusan lebih besar untuk dipertimbangkan dan tentunya takkan bisa melihat makhluk rendahan semacam ini.”
Dia menarikku ke atas dengan satu tangan dan mengangkatku di depan matanya lalu memekik kaget, “Yang Agung, lihatlah betapa cantiknya kelinci ini? Tak ada sehelaipun bulu hitam liar padanya… bulunya sebersih dan seindah bunga es malam. Bila bukan karena kenyataan bahwa tak ada aura kahyangan padanya, saya pasti akan salah mengenalinya sebagai kelinci bulan milik Chang Er.”
Phoenix menaikkan alisnya dan mengulurkan tangannya, “Berikan padaku.”
Aku merasakan nadiku berdenyut kencang dan aku berpikir ingin mengungkap wujud asliku dengan berubah menjadi gelembung air untuk kabur, tetapi siapa yang akan mengira kalau Phoenix bahkan tak menunggu sampai si iblis wanita mengulurkan tangannya dan dengan mudahnya dia mengangkatku lewat telinga panjangku. Dia menempatkanku di hadapannya dan menyipitkan matanya memandangiku. Tak ada satu riak pun d matanya, namun kupikir aku melihat suatu kilasan cahaya bagai pantulan di ujung belati yang akan terayun padaku.
Dalam ketakutanku yang luar biasa, aku lupa menutup mataku dan melihat pantulanku pada matanya – aku melihat bagaimana diriku ditangkap olehnya, aku melihat telingaku ada di genggaman tangannya, aku melihat dengan jelas urat-urat darah terbatas di telingaku dan tiba-tiba teringat bahwa sepasang telinga ini dibeli olehnya untukku.
Tentu saja, dia takkan mengingat hal ini.
Tiba-tiba, aku berusaha meronta tetapi sayangnya telinga kelinci adalah titik kelemahannya dan tak peduli bagaimanapun aku meronta, semuanya sia-sia belaka. Genggaman Phoenix pada telingaku perlahan mengencang dan mau tak mau aku menjadi curiga kalau sepasang telinga ini akan benar-benar dicabut olehnya.
“Yang Agung, kelinci ini menggemaskan sekali, bisakah Anda memberikannya kepada saya? Saya akan menjinakkannya menjadi hewan peliharaan,” si iblis wanita bergelayut pada lengan Phoenix dengan gestur memohon dan mendadak aku merasa bahwa lebih baik aku diurus oleh iblis wanita itu daripada dipandangi oleh Phoenix.
“Matanya berkilauan seperti air….” Iblis wanita itu tiba-tiba segera menutup mulutnya dengan ketakutan dan jatuh berlutut di lantai lalu berkowtow dengan kepalanya berkali-kali pada Phoenix, “Yang Agung, harap jangan marah. Harap jangan marah. Saya tidak sengaja memakai kata ‘air’… daya bodoh dan bingung selama sesaat….”
Phoenix menatapnya dengan sorot gelap, dan aku terperanjat saat menyadari bahwa matanya tidak benar-benar hitam melainkan merah darah yang sangat pekat, begitu merahnya hingga aku salah mengira kalau warnanya hitam. Mendadak aku merasa sangat takut, begitu gentar hingga aku nyaris memekik.
Mulutnya terangkat, “Peliharaan? Beberapa hal tak bisa dijinakkan tak peduli bagaimanapun kau berusaha menjinakkannya. Bahkan bila kau memperlakukannya dengan baik secara tulus, sulit untuk menjamin kalau dia takkan balik menggigitmu suatu hari nanti….”
“Dia hanya kelinci, dan dia begitu patuh. Dia kan bukan singa liar, bagaimana dia bisa menyakiti siapapun?” Iblis wanita itu bertanya gugup.
“Patuh?” Phoenix memegangi telingaku dan membawaku lebih dekat ke matanya. Tatapannya begitu menekan sehingga aku tak mampu bernapas dan rasanya seakan paru-paruku akan meledak. Aku menyadari pada saat itu bahwa ini adalah orang yang telah membunuh ayahku namun aku bukan hanya membangkitkan dia, aku juga telah muncul berulang kali di depannya sehingga kini aku berada di genggaman tangannya untuk diolok-olok!
Hatiku kacau balau. Kuangkat kepalaku dan kubuka mulutku – aku berada tepat di daerah di antara kedua alisnya.
“Ah!” Iblis wanita itu memekik ketakutan.
Phoenix melemparku ke samping kuat-kuat. Dengan dingin dia meludah, “Kau tak harus menjadi singa liar untuk melukai orang. Akan lebih mendirikan bulu kuduk bila seekor kelinci menggigit orang, bukankah begitu?”
Karena aku sedang digenggam olehnya, sebeanrnya aku tak bisa mengeluarkan terlalu banyak kekuatan dan hanya mampu melukai sedikit kulit di antara alisnya. Setetes darah merah terang meluncur turun pada hidung tajamnya yang mencolok, perlahan berhenti pada ujung hidungnya.
Dengan nanar aku menatapnya dan teringat pada belati es dedalu, kuncup demi kuncup bunga di atas gaun pernikahanku, sorot mata penuh keputusasaannya yang terakhir… pada saat penuh kebingungan itu, aku sudah lupa bahwa aku perlu melarikan diri, lupa cara untuk melarikan diri, lupa ke mana harus melarikan diri… dia tak mengulurkan tangan untuk menyeka darah itu dan membiarkannya tetap berada di ujung hidungnya. Perlahan dia menurunkan matanya pada aku yang menyedihkan yang terlempar ke samping dan mendadak tersenyum.
Semua iblis di aula, termasuk dua iblis wanita di sisinya, begitu ketakutan hingga mereka semua terjatuh ke lantai dan tak berani mengangkat kepala, “Kelinci ini patut mati! Patut mati ribuan kali! Kami para iblis ini… tidak berguna… membiarkan dia masuk….”
“Kelinci itu patut dicabuti bulu dan kulitnya, dipatahkan tulang-tulangnya, dilepaskan urat-uratnya, dimasukkan ke dalam mangkuk untuk direbus dan dimasak!”
Dia menaikkan tatapannya ke seluruh aula dan perlahan berkata, “Nyalakan apinya.”
“Baik… baik….” Para iblis dengan ketakutan menggemakan kata baik dan bergegas merangkak keluar. Dalam sekejap, mereka telah menyiapkan sebuah wajan besi panas dengan lidah-lidah api yang membara.
“Tidakkah api fana ini menghina si kelinci?” Dia mengangkatku lewat telinga lagi. Meski dia tak memakai tenaga, aku merasakan darah dalam pembuluh darahku mengalir terbalik dalam sekejap, “Nyalakan api samadhi sejati.”
Aku mulai bergidik.
Dengan cepat, para iblis mengumumkan, “Yang Agung, kami telah menyiapkan api samadhi sejati.”
Phoenix perlahan menganggukkan kepalanya dan tetesan darah itu pun akhirnya menggelincir jatuh dari hidungnya menuju lantai. Dengan bersih dia mengulurkan tangannya dan melemparkanku ke dalam api, tak ada keraguan sekejap pun – niatnya untuk membunuh sudah jelas.
Dengan sangat cepat, kurasakan diriku ditelan oleh api dalam neraka yang membara. Kututup mataku… namun pada saat selanjutnya kurasakan sebuah pelukan basah.
“Yan Shou!” Seorang iblis memekik kaget, “Yan Shou milik Kaisar Langit!”
Kubuka mataku dan melihat Yan Shou sedang memegangiku dengan mulutnya dan melarikan diri dari aula secepat kilat. Dalam beberapa lompatan, dia mulai melayang. Berpikir kalau aku ternyata masih bisa melarikan diri!
“Cepat! Cepat tangkap dia!”
“Jangan biarkan dia lolos!”
…..
Dalam kebingungan, aku menoleh ke belakang dan melihat sebuah pemandangan api yang terhampar.