Ashes of Love - Chapter 23
Jadi, ternyata ada jenis rasa sakit semacam ini di dunia – yang bisa memangsa hatimu dan membusukkan tulang-tulangmu.
Sebutannya adalah tak ada pintu untuk penebusan.
Aku berdiri di jembatan pelangi, tanganku berpegangan pada balok kayu yang dingin, dan memandang jauh ke kedalaman hutan.
Istana Xuan Ji memiliki atap bertegel sehitam tinta dan dinding putih bersih yang murni. Tempa itu juga merupakan tempat kedamaian dan keanggunan. Biasanya, Istana Xuan Ji tak pernah dijaga oleh prajurit langit satu pun. Namun, sekarang terdapat baris demi baris prajurit langit, termasuk Dewa Tai Si, berdiri menjaga di luar. Meski tak satu pun dari mereka mengenakan zirah, mereka semua memasang mata waspada dan awas yang mengamati sekeliling dengan teliti. Ada beberapa orang dewa yang datang untuk urusan resmi tetapi ditolak dengan sopan di pintu masuk. Melihat tingkah laku Dewa Tai Si, seolah dia bahkan takkan membiarkan seekor belalang pun untuk masuk.
Hatiku dibebani oleh kecurigaan, jadi aku berubah menjadi uap air dan menyembunyikan diriku di dalam awan yang tertiup angin menuju ke dalam Istana Xuan Ji. Jendela menuju ruang belajar Xiao Yu Xian Guan tertutup rapat, jadi aku bersandar pada jendela selagi masih dalam wujudku sebagai uap dan membasahi satu sudut kertas jendela supaya aku bisa melihat ke dalam.
Kulihat Xiao Yu Xian Guan duduk di tengah ruangan sambil minum teh dari cangkir porselen. Ekspresinya tak terbaca. Duduk di sampingnya di kursi tamu adalah pemimpin dari Klan Burung, Sui He. Mereka berdua tak bersuara, dengan ekspresi ‘bila lawan tak bergerak, aku takkan bergerak’.
Setelah cukup lama, tampaknya Sui He sudah tak tahan lagi dan berkata, “Orang yang berada di atas papan akan bicara terus terang, aku yakin Kaisar langit tahu dengan jelas kenapa aku kemari hari ini.”
Xiao Yu Xian Guan tersenyum, “Putri Sui He salah, aku tak tahu kenapa kau kemari hari ini.”
Sui He mendengus pelan, “Apa kau mensabotase obat dari Lao Jun?”
Jantungku melompat tetapi aku hanya mendengar Xiao Yu Xian Guan berkata lambat dan santai, “Jadi, kau datang untuk masalah yang begitu sepele. Aku hanya ingat telah menyingkirkan satu jenis herba yang akan menimbulkan hawa panas.”
“Kau!” Sui He begitu murka, “Semua dunia percaya kalau Kaisar Langit setia sepenuhnya kepada Dewi Air, tetapi mereka tak tahu bahwa Kaisar Langit juga akan berbuat licik dan memanfaatkan orang yang dia cintai! Kau sudah tahu kalau Phoenix adalah burung yang tak bisa mati, dan ada kemungkinan kalau jiwanya tak sepenuhnya memudar. Begitu Dewi Air mendapatkan pil Jiu Zhuan Jin dari Lao Jun, dia pasti akan menyelamatkan Phoenix.. kau sudah tahu kalau sufat alami Phoenix adalah api dan paling takut pada hawa dingin, jadi kau sengaja menyingkirkan elemen ‘api’ dari pil itu, sehingga Phoenix terus-menerus kesakitan karena pil yang justru berusaha menggerogotinya dari dalam, kau….” Sui He mencela, “Takutnya Dewi Air belum melihat betapa pintarnya dirimu karena telah memanipulasi dirinya seperti bidak catur? Kalau seseorang memberitahunya….”
Rasanya aku seperti disambar petir.
Xiao Yu Xian Guan meletakkan cangkir tehnya ke atas meja. Dia mengeluarkan suara pelan dan mengangkat alisnya, “Putri Sui He bicara dengan begitu berani – jadi apakah kau sudah berkaa jujur kepada Yang Agung bahwa bukan kau yang telah membangkitkan dia?” Ekspresi Sui He langsung berubah.
“Lagipula, kekuatannya meningkat setiap hari, dia takkan keberatan pada efek samping kecil itu. Putri Sui He terlalu khawatir,” Xiao Yu Xian Guan menjawab dengan sikap tenangnya yang biasa.
Sui He perlahan mendapatkan kembali ketenangannya dan membalas, “Jadi memangnya kenapa kalau Phoenix tahu bila Jin Mi lah yang telah menyelamatkan dia? Bila bukan karena belatinya, akankah jiwa Phoenix bisa dihancurkan? Tetapi ada satu masalah… kalau Jin Mi tahu bahwa Phoenix bukanlah orang yang telah membunuh Dewa Air, dan bahwa tunangannya, Kaisar Langit, sudah tahu sejak awal bahwa Phoenix bukanlah pembunuhnya tetapi dengan sengaja menyembunyikan hal ini dari dirinya, dan membuatnya salah paham, menurutmu bagaimana dia akan bereaksi?”
Petir menyambarku! Langit runtuh dan bumi hancur lebur. Pada saat itu, aku merasa kalau langit telah menimpaku… namun aku tak bisa bergerak, tak bisa melarikan diri, hanya bisa melihat diriku dihantam oleh bebatuan besar, melihat diriku dihancurkan hingga menjadi debu….
“Aku akan menasihatimu agar jangan bertindak bodoh!” Wajah Xiao Yu Xian Guan menggelap dan jari telunjuknya menghantam meja, “Keinginanmu untuk menikahi dia akan jadi kenyataan. Bila kebenaran ini terungkap, tidakkah kau khawatir kalau mimpimu akan berakhir dengan kekosongan?”
“Bila Kaisar Langit mengatakan padaku herba apa yang telah kau singkirkan, aku takkan pernah mengungkapkan satu patah kata pun! Kalau Kaisar Langit bersikeras, maka aku juga hanya bisa bersikeras!”
“Apa kau sungguh berpikir kalau aku hanya tahu bahwa bukan Phoenix yang membunuh Dewa Air dan tidak tahu siapa pembunuh sebenarnya? Kau sudah mengikuti Permaisuri Langit selama lebih dari sepuluh ribu tahun, kau pasti telah mempelajari Api Teratai Merah? Kau sudah tahu kalau Dewa Air sedang lemah dan telah kehilangan separuh dari kekuatannya, membalas dendam demi Permaisuri Langit itu hanya alasan, sebenarnya kau ingin memisahkan Mi’er dengan Phoenix, kan? Sayang sekali, kau salah perhitungan, kau tak pernah mengangka kalau Jin Mi akan menusuknya dan membuat jiwanya hancur… kau tak bisa menggambar seekor harimau dan malah berakhir digigit anjing!” Xiao Yu Xian Guan dengan dingin mengeluarkan kartu terakhirnya.
“Kau….” Sui He begitu ketakutan hingga berdiri, “Kau… sejak kapan kau tahu hal ini….”
“Sejak kapan aku tahu itu tidak penting, kalimat terbata-batamu hari ini adalah pengakuanmu. Kunasihati kau untuk menikahi dia dan biarkan dia melindungimu, jadi kau mungkin masih akan bisa hidup… tapi kalau kau sampai mendarat dalam tanganku suatu hari nanti… seluruh dunia sudah tahu kalau aku telah berjanji pada Mi’er untuk membalaskan dendam kematian ayahnya….”
Wajah Sui He seputih kertas, dia begitu ketakutan, “Kau… jadi kau selalu tahu, kau memanfaatkanku untuk memisahkan mereka berdua sepenuhnya… kau… tak satu pun yang tidak kau manfaatkan!”
“Bagus kalau kau tahu,” Xiao Yu Xian Guan melambaikan tangannya dan pintu pun terbuka, “Aku takkan mengantarkanmu.”
Sui He dengan kikuk bergegas keluar dari dinding-dinding putih tak bercela dari Istana Xuan Ji, dan menghilang dengan terburu-buru ke ujung jembatan pelangi….
Aku menggelincir turun dari ambang jendela. Rasa sakit karena terjatuh membuatku tak mampu mempertahankan penyamaranku dan aku pun kembali pada penampilah asliku. Aku menahan rasa sakitnya dan segera bangkit untuk melarikan diri.
“Mi’er?”
Tak bisa berhenti! Tak bisa berbalik! Aku berlari.
“Mi’er!” Dia memeluk pinggangku dari belakang dan aku begitu terkejut hingga tubuhku gemetar dan berusaha sekuat mungkin untuk menendang dan meronta. Namun, bahkan setelah aku memakai habis semua kekuatan terakhirku, aku tetap tak bisa mematahkan rantai yang ketat ini. Memakai jemari, kutusuk lengan-lengan sekuat besi itu hingga berdarah… hingga aku tak bisa mengeluarkan tenaga lagi, kulihat ada jejak-jejak darah di mana-mana, tetapi tak jelas dari siapa….
Aku selalu hanyalah seekor semut yang sangat kecil. Tak peduli bagaimanapun aku berjuang, semuanya sia-sia.
“Mi’er… dengarkan aku….” Menggelikan sekali, suaranya kedengaran syok dan terbata-bata. Bagaimana dia bisa berpura-pura dengan begitu realistis?
“Baiklah, aku akan mendengarkanmu… lepaskan saja aku, apa lagi yang bisa kulakukan, kau bisa katakan semuanya padaku… aku akan mendengarkanmu, lepaskan saja aku… ya?” Aku sudah tahu kalau aku tak punya kesempatan untuk menang melawannya. Aku hanya bisa memohon dengan rendah hati, memohon padanya supaya melepaskanku.
Tetapi, dia berdiri diam tanpa bicara, hanya lengannya yang menjeratku lebih erat lagi, bibirnya yang bergetar menyapu bagian belakang leherku, seperti jarum-jarum yang menusukku, aku begitu ketakutan….
“Mi’er, jangan bicara seperti ini padaku… jangan tinggalkan aku… umohon padamu, jangan tinggalkan aku… aku begitu takut….”
“Tapi, aku ini sudah menjadi mayat tanpa tulang… setiap potong, setiap jengkal dari diriku sudah dimanfaatkan habis-habisan, sudah tak ada lagi yang tersisa. Kenapa? Enapa kau tak bisa melepaskanku?” Kugigit bibirku ketika sekujur tubuhku berguncang, “Aku takut sekali, bisakah kau melepaskanku?” aku memohon lemah, suaraku yang bergetar menjadi pelan dan semakin pelan.
“Mi’er, Mi’er,” dia membalik bahuku yang lemah namun kaku dan kami pun saling tatap, berhadapan. Aku teramat berharap ingin bisa mengerut menjadi bola. “Mi’er… apa kau bisa menatapku? Aku mencintaimu… aku sungguh mencintaimu… jangan takut padaku… jangan tinggalkan aku….”
“Bukan, kau salah ingat. Kau tak mencintaiku. Kau hanya berbohong padaku kalau kau mencintaiku, berbohong pada ayah kalau kau mencintaiku, berbohong pada para Pemimpin Bunga kalau kau mencintaiku, berbohong pada Lao Hu kalau kau mencintaiku, berbohong pada semua orang di semua dunia, kau telah berbohong sedemikian lamanya hingga bahkan kau sendiri telah mulai percaya bahwa hal itu nyata.”
“Tidak, Mi’er… percayalah padaku, dengarkan isi hatiku, aku mencintaimu….” Dengan pucat pasi dia menjelaskan dan dengan putus asa dia memelukku erat-erat di dadanya. Detak jantungnya begitu kacau hingga nyaris seperti nyata.
Perlahan aku menggelengkan kepalaku, “Aku mungkin bodoh, tapi tak peduli betapa bodohnya diriku, aku telah melihat semuanya dnegan jelas…. Sejak awal, kau berusaha mendekatiku karena aku adalah salah satu orang yang berada di sekitar Phoenix, kau ingin mempelajari lebih banyak tentang lawanmu. Kemudian kau mulai curiga kalau aku adalah putri dari Dewa Air. Di perjamuan Ulang Tahun Permaisuri Langit, pembatas airmu telah dipecahkan olehku dan karenanya kau pun telah memastikan identitasku.”
“Hari itu, Ayah membawaku ke Dunia Kahyangan. Dari luar Gerbang Langit Selatan, kau jelas-jelas melihat Ayah berdiri di belakang pilar, tetapi kau berpura-pura tak melihatnya, berpura-pura kau tak tahu kalau aku adalah putri Dewa Air, menipuku hingga berkata bahwa aku menyukaimu, sehingga Ayah mengira kalau perasaan kita sama. Kau bahkan bersumpah pada Langit bahwa kau akan memutuskan perjanjian pernikahanmu demi aku, karena kau sudah tahu bahwa Ayahku telah mendapati kalau kematian ibuku disebabkan oleh Kaisar Langit dan Permaisuri Langit. Kau khawatir kalau Ayah akan memutuskan perjanjian pernikahan ini, dan kau akan kehilangan dukungan kuat dari Ayah. Ayah adalah orang yang baik, kalau dia melihat bahwa hatiku ada bersamamu, dia takkan bisa memutuskan pertunangan itu dan bahkan akan sepenuhnya mendukungmu. Karenanya, bahkan bila kau bertarung dengan Phoenix, kau akan bisa meningkatkan kesempatanmu untuk menang.”
“Kau membiarkanku memasuki Istana Qi Wu dengan bebas, membiarkan Phoenix sering menemuiku, hanya agar aku terus menggenggam dia. Kau memberiku Yan Shou, hanya agar kau selalu tahu pergerakanku.”
“Hari itu, saat semua dewa pergi mendengar ceramah Kakek Buddha dan Permaisuri Langit tidak hadir, kau pasti telah menebak apa yang akan terjadi. Dengan tenang kau membawa Kaisar Langit dan Ayah untuk ‘menyelamatkanku’, melihat bahwa aku berpura-pura mati tapi tak mengungkap apapun, kau menonton Ayah dengan patah hati salah mengira kalau aku sudah mati, berusaha memakai Ayah untuk membunuh Permaisuri Langit, tapi tak pernah mengira kalau Phoenix akan menghadangnya. Bagaimanapun, bahkan bila Permaisuri Langit tidak mati, Phoenix terluka parah, Permaisuri Langit dipenjara, tujuanmu tercapai.”
“Saat Ayah dibunuh oleh Sui He, kau jelas-jelas sudah tahu siapa pembunuh sebenarnya, jelas-jelas tahu bahwa aku mencurigai Phoenix, kau jelas-jelas sudah tahu….”
“Tetapi kau berkata padaku, ‘Dewa Air ingin membunuh Permaisuri Langit demi putrinya, dan Dewa Api ganti menerima tiga tapak demi ibundanya. Tetapi, ibundanya dipenjara, hati Dewa Api penuh dengan pembalasan dendam dan khawatir kalau Dewa Air akan kembali mencelakai ibundanya, jadi dia pun memutuskan untuk membasmi Dewa Air dan menyingkirkan semua kecemasan di masa depan!”
“Tiga tahun, selama tiga tahun, kau sudah tahu kalau Phoenix telah menyadari bahwa kau sudah menyiapkan pasukan, bahwa kau ingin merebut tahta, dan kau telah memperkirakan kalau Phoenix akan mengungkapkan hal ini pada saat yang paling penting.”
“Bagaimanapun, kau bukan hanya seorang pemain catur yang handal, tetapi kau juga seorang penjudi, bukankah begitu?”
“Pada hari pernikahan kita, kau membuat sebuah pertaruhan besar-besaran. Kau bertaruh bahwa Phoenix akan menerobos masuk ke dalam aula pernikahan, kau bertaruh bahwa aku akan membalaskan dendam ayahku! Sepuluh ribu prajurit di luar adalah kedok, pertaruhan sebenarnya berada pada satu orang, satu orang yang takkan pernah dipikirkan oleh siapapun….”
“Itu adalah aku, akulah pion pertaruhannya. Satu gerakan yang akan menentikan kemenangan atau kekalahan. Kau menang telak. Kau mendapatkan semuanya.”
“Tetapi, kenapa kau tak bisa melepaskanku? Aku meminta pil dari Lao Jun, Lao Jun berjanji untuk mempertimbangkannya selama satu malam. Pada hari kedua, kau berpura-pura meminta pada Lao Jun demi aku, tetapi kau sebenarnya menghadangku. Kau sudah tahu kalau aku dulu menganggap lingli sebagai hal yang paling berharga, aku bahkan menganggapnya lebih tinggi ketimbang nyawaku sendiri, karenanya kau menyuruh Lao Jun meminta enam puluh persen lingli-ku sebagai ganti Jiu Zhuan Jin-nya. Kau kira aku takkan bisa berkorban, dan Lao Jun akan mampu menyimpan pil itu tetapi aku akan tetap berterima kasih padaku karena telah membantuku meminta, dan Lao Jun akan berterima aksih atas nasihatmu. Kau tak pernah menyangka kalau aku akan tanpa ragu memberikan lingli-ku untuk pil Jiu Zhuan Jin.
“Namun, kau tak pernah melewatkan satu langkah pun. Kau sudah mempersiapkan untuk situasi terburuk dan mensabotase pilnya. Bahkan bila aku memberikan lingli-ku, yang akan kuterima hanyalah sebuah pil yang tak sempurna.”
“Bagaimana kau bisa tahu dengan begitu jelas tentang apa yang kau inginkan? Bagaimana kau bisa merencanakan setiap langkahnya dengan begitu baik, memperhitungkan semuanya dengan begitu sempurna? Bagaimana kau bisa membuat semua orang menjadi bidak caturmu untuk kau pakai dan tetap membuat mereka berpikir bahwa kau adalah orang yang paling bersih dan paling baik?”
“Sekarang, kau duduk kokoh di atas tahta, dan semua orang di Dunia Kahyangan kecuali Yue Xia Xian Ren, akan mendukungmu. Bahkan Yue Xia Xian Ren takkan bisa mengancam tahtamu. Karena keinginanmu sudah terpenuhi, kenapa kau tak bisa melepaskanku?”
Kebenarannya telah terungkap jelas di bawah mentari yang membakar. Begitu jelas, hingga tak ada tempat untuk bersembunyi.
Dia menurunkan tatapannya dan tak mengatakan apapun. Wajahnya yang sepucat mayat tak bisa dipungkiri.
“Kau hampir melewatkan satu langkah. Kau tak pernah mengira kalau bahkan bila pil Jiu Zhuan Jin telah kekurangan satu herba, pil itu akan tetap bekerja. Kau tak pernah menyangka kalau Phoenix akan bangkit dengan begitu cepat, akan naik hingga ke puncak Dunia Iblis dalam waktu yang sangat singkat dan mampu berkompetisi denganmu.”
Sebuah perasaan sedingin es membasuhku dari kepala hingga ujung kaki. Aku bergidik, “Kau tak mungkin… kecuali kau masih ingin memakaiku untuk melawan dia?”
Dalam kondisiku yang amat emosional, aku mendorongnya menjauh dengan paksa dan dia pun terjatuh ke lantai. Dengan parau aku berkata, “Tak ada gunanya. Dia tak lagi punya perasaan untukku! Dia membenciku hingga ke tulang dan tak bisa menunggu untuk mencabik-cabikku. Dia telah jatuh cinta kepada orang lain, jatuh cinta kepada orang yang telah membunuh ayahku….” Tersedu, aku melangkah mundur, “Lepaskan aku! Aku takkan mau menyakiti dia lagi!”
“Tidak, Mi’er, tidak!” Setengah berlutut, dia menarikku ke dalam pelukannya dan tak peduli bagaimanapun aku meninju atau menendang, dia tak mau melepaskan. “Aku bersalah. Semua yang terjadi di masa lalu adalah kesalahan. Tapi, aku sungguh mencintaimu, begitu mencintaimu hingga hingga hidupku berada dalam penderitaan, dan aku tak bisa menarik diriku sendiri keluar… aku telah melihat mimpimu dan melihat kalian berdua berpelukan di dalam mimpi itu, apa kau tahu bagaimana perasaanku? Aku begitu membenci diriku sendiri hingga aku ingin mencabut pedang dan menghancurkan jiwaku. Kalau saja aku tak pernah ada, bagaimana aku bisa bertemu denganmu, dan bila aku tak pernah bertemu denganmu, maka aku takkan pernah harus mengalami penderitaan seperti ini…. Tetapi aku jelas-jelas tahu kalau aku harus bertahan, bertahan hingga aku menjadi orang yang benar-benar kuat, begitu kuat hingga semua orang harus menundukkan kepala mereka padaku, maka aku bisa melindungi orang-orang yang kucintai, membuat orang yang kucintai mengikutiku dengan sepenuh hati….”
“Saat kau diam-diam pergi mengunjungi dia, aku berpura-pura tidak tahu. Aku memperlakukannya sebagai kecanduan atas dirimu, sama seperti bagaimana kau biasa memakan manisan, bagaimana kau perlahan berhenti sedikit demi sedikit.”
“Belakangan, saat kau mulai lebih jarang mengunjunginya, kau tak tahu betapa senangnya aku. Dan bahkan belakangan, saat kau setuju untuk menikahiku, apa kau tahu betapa terkejutnya aku? Aku begitu senang hingga hatiku terasa terbang tinggi. Aku kemudian berpikir, kalau saja kau bisa menikahiku, kalau kau bersedia menjalani sisa hidupmu bersamaku, bahkan bila aku harus menyerahkan tahta, aku akan….”
Aku menatap wajah paniknya, begitu ketakutan hingga terlihat hampir nyata, dan mendengar dia mengucapkan lelucon terbesar di dunia. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku sebagai tanggapannya.
“Mi’er, kau bisa memilih untuk tak memercayaiku, kau bisa memilih untuk tidak mencintaiku, kau bahkan bisa membenciku, tapi kau takkan pernah bisa meninggalkan aku!” tiba-tiba aku merasa seperti hatiku telah tercabik, sendirian tanpa penopang, dan aku hanya bisa menatapnya dengan putus asa. Menatap wajah pucatnya dengan sebaris air mata yang mendarat di dahiku, “Mi’er, aku telah bersalah, tapi aku tak menyesal!”
Salah, aku juga salah, amat sangat salah, salah dengan menggelikan… tetapi, Phoenix, bagaimana dia akan mendengar ini?
Jadi, ternyata ada rasa sakit semacam ini di dunia – yang mampu memangsa hatimu dan membusukkan tulang-tulangmu.
Sebutannya adalah tak ada pintu untuk penebusan.
***
“Mi’er.”
Aku terus bermain-main dengan bunga dan rerumputan di tanganku, dan berpura-pura bahwa aku tak mendengar apapun. Dia telah memenjarakanku selama tiga bulan. Tak peduli betapa banyakpun aku memohon, hanya ada jawaban satu lembut, “Aku takkan melepaskanmu, dan aku takkan mengatakan kepadamu herba yang hilang dari pil Jiu Zhuan Jin. Saat musim semi tiba, kita akan menikah.”
Setelah lewat sebulan, aku berhenti memohon kepadanya, dan juga berhenti bicara. Aku hanya memperlakukan dia seperti duri. Dia datang setiap hari, bicara pelan dan lembut kepadaku. Dia mengurus makanku tiga kali sehari, begitu berdedikasi hingga bahkan mengendalikan suhu teh dan airnya dengan sempurna. Dia takut kalau-kalau pinggangku akan sakit karena duduk, takut kalau punggungku akan sakut karena berbaring – dia bertingkah seakan membenci kenyataan bahwa dia tak bisa menempatkanku di dalam telapak tangannya untuk dirawat. Para xian pelayan semuanya meratapkan ketidakadilan demi dia. Mereka semua merasa bahwa aku bita dan seorang pria yang begitu setia seperti Kaisar Langit jumlahnya sedikit di dunia ini.
Ya, bagaimana seorang pria memperlakukan seorang wanita dengan begitu baik di dunia ini? Bila hal semacam itu terjadi, maka itu pasti palsu. Kesempurnaan hanyalah ilusi. Bila aku tak mengalaminya sendiri, siapa yang akan percaya bahwa di balik kelembutan dan keanggunan semacam itu terdapat kekejaman yang sedemikian ganasnya?
“Kalian semua pergilah, aku ingin bicara berdua saja dengan Dewi Air.” Dia melambaikan tangannya dan para xian pelayan pun mengundurkan diri. Dia berjongkok, “Mi’er, apa kau sedang bercocok tanam?”
Tanganku terhenti. Itu adalah suaranya, itu adalah napasnya, tetapi nada ini….
“Cantik… Mi’er, kenapa kau tak berdiri untuk menyambutku? Kau tak bisa menggantungkan diri pada rasa sukaku terhadapmu dan menjadi begitu kasar. Apa kau tahu kenapa aku bisa menjadi Kaisar Langit? Satu hal baiknya adalah selain Permaisuri Langit, aku juga bisa menikahi banyak selir.”
Kuletakkan sekopku dan menjawab, “Terserah.” Aku sudah tak bicara dalam waktu lama dan suaraku jadi sedikit serak.
“Ah ya, sungguh keras kepala, kelihatannya aku harus mengajarimu sendiri.” Dengan satu tangan dia membelai dagunya, tampak seakan bersedih dan menderita, “Tapi, bagaimana aku harus mengajarimu?”
Tiba-tiba, dia menyentuh tanganku dan aku jadi begitu syok sampai ingin mengangkat sekop untuk memukulnya. Tetapi, dia meremas telapak tanganku dan berkata serius, “Haruskah aku membawamu ke sebuah kamar dan mengajarimu pelan-pelan?”
Dengan cepat, dia segera menarikku ke dalam kamar. Para pelayan yang kami lewati sepanjang jalan melihat kami saling bergandengan tangan juga melihat arah yang kami tuju, emreka semua pun memberikan seulas senyum senang dan lega. Wajahku menggelap.
“Kenapa kau datang?” Begitu kami memasuki kamar, kutepiskan tangan Pu Chi Jun.
“Cantik, kau telah menyakiti hatiku. Hari ini, aku telah merisikokan hidupku untuk menjadi pahlawan yang menyelamatkan wanita cantik!” Wajah Pu Chi Jun membentuk ekspresi pahit. Melihat dia memakai wajah Kaisar Langit untuk membuat ekspresi semacam itu membuatku merasa sangat tidak nyaman.
“Jangan buang-buang waktu. Begitu sulit menunggu hingga hari ini di mana Sang Buddha yang Agung memberikan ceramah, dan dia telah meninggalkan Dunia Kahyangan. Kita tak bisa menunggu lebih lama lagi atau dia akan kembali.” Pu Chi Jun mengeluarkan dua ekor burung mynah gunung biasa dari balik lengan bajunya dan meletakkan sepotong kertas di atas meja.
Di atas kertas itu tertulis sebaris kalimat, “Meminjam Dewa Air untuk menemukan makna sejati pertapaan berpasangan.”
Begitu aku menyadari apa bunyi kata-kata itu, kudengar kedua ekor myna itu berdiri di puncak ranjang dan mulai bernyanyi.
“Ah…. Ah! Jangan… nakal….”
“En…. Hen… en… kau sangat cantik!”
Lalu ada suara-suara air yang berdecak.
Aku terpana dan baru tersadar saat Pu Chi Jun dengan tanpa bersuara menarikku untuk terbang keluar dari jendela belakang. Aku nyaris terjatuh. Terdapat cuatu celah yang nyaris tak kelihatan di pembatas yang dipasang di halaman belakang, Pu Chi Jun menarikku dan aku pun berubah menjadi uap air lalu menyelinap keluar. Kami terbang menuju sisi Sungai langit. Dia mendorongku ke dalam Sungai Langit dan mengikuti setelahnya. Memakai Sungai Langit, kami menghindari sekelompok prajurit langit yang berjaga yang sedang melintas di atas Sungai langit pada waktu bersamaan.
Aku melihat dari kejauhan seorang pemuda dengan pakaian dari sutra merah. Pu Chi Jun kembali ke wujud aslinya dan menepuk-nepuk bahu pemuda itu. si pemuda nyaris terjatuh. Dia adalah Yue Xia Xian Ren.
Pu Chi Jun berkata, “Dan Zhu, banyak terima kasih karena telah menggunakan senjatamu untuk mmembantu kami membuka jalan keluar.”
Yue Xia Xian Ren mengerutkan bibir merahnya dan tak bersedia menatapku, namun bicara pada Pu Chi Jun, “Aku membantumu, bukan membantu dia! Karena kalian sudah keluar, aku akan pergi!”
Pu Chi Jun menaikkan alisnya dan berkata, “Kenapa semakin tua wajahmu malah jadi semakin tipis kulitmu. Kau tak perlu malu, tak ada bedanya antara aku dan si Cantik.” Setelah dia bicara, dia menarik tanganku dan berkata dengan patah hati, “Cantikku yang malang, awalnya dia sudah begitu kurus, tapi sekarang dia jadi lebih kurus lagi. Juga dipaksa bercocok tanam oleh Kaisar Langit setiap hari, lihatlah, ibu jarimu telah menjadi lebih kurus satu lingkaran! Kalau hal ini terus terjadi, kau akan menjadi istri petani!”
Dengan serius aku terus menarik tanganku, “Banyak terima kasih atas kepedulian Pu Chi Jun, tapi yang telah kau lihat ini adalah jari kelingking dan bukannya ibu jari.”
“Ah, tak mengherankan kalau panjang sekali!” Pu Chi Jun meneruskan, “Cantik, dengan susah payah, aku memilih tanggal ini di mana Kaisar Langit akan keluar, dan memakai pil dewa yang sudah diam-diam kusimpan selama lima puluh ribu tahun yang membuatku bisa meniru ekspresi dan penampilannya, lalu bekerjasama dengan Dan Zhu untuk menculikmu keluar dari Dunia Kahyangan. Di hadapan kebebasan yang sulit diraih ini, dengan Yue Xia Xian Ren di sini, dan sebelum Kaisar Langit menemukan, keinginan apa yang kau miliki, katakan saja!”
Aku membeku. Pu Chi Jun mengedipkan matanya dengan genit padaku dan emnambahkan, “Contohnya, keinginan untuk kawin lari.”
Yue Xia Xian Ren berdiri di satu sisi, wajahnya memiki ekspresi paling kaku yang pernah kulihat, saat dia menatapku dengan sorot tajam.
Kuturunkan mataku. Setelah lama waktu berlalu, kukerahkan keberanianku dan bicara dalam suara yang hanya bisa kudengar sendiri, “Aku ingin pergi ke Dunia Iblis, aku ingin melihat dia….” Mataku terasa asam dan sesuatu sepertinya akan menyelinap keluar. Aku segera menaikkan mataku dan berusaha mengerjapkannya pergi.
Pu Chi Jun mengesah panjang, “Langit tidak adil!”
Yue Xia Xian Ren tampaknya telah menghembuskan napas panjang kemudian memalingkan wajahnya, “Aku takkan membantumu lagi. Kalau kau ingin pergi, maka pergilah. Bila bukan gara-gara aku yang mendorongmu pada Phoenix sebelumnya, dia mungkin takkan diracuni olehmu dan jatuh cinta padamu. Aku tak bisa mencelakai Phoenix lagi.” Dia mengibaskan lengan bajunya dan berbalik untuk pergi.
Dengan sungguh-sungguh aku membungkuk ke arah Yue Xia Xian Ren dan Pu Chi Jun. “Jin Mi selamanya berterima kasih atas bantuan Tuan Muda Yan You dan Yue Xia Xian Ren dalam saat-saat berbahaya. Kelak, saya pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk membayar hutang kepada kalian berdua!”
Saat aku berbalik dan pergi, kudengar Pu Chi Jun meratap, “mana bisa ini terjadi? Mana bisa ini terjadi? Aku bahkan belum pergi ke Gunung Wu bersama dengan Dewi Air….”
Sebelumnya aku tak pernah memasuki Dunia Iblis tanpa mengubah wujudku. Mungkin itu karena aura dewaku agak tidak pada tempatnya, sehingga semua iblis di sepanjang perjalanan berhenti untuk melihat padaku dan berbisik-bisik.
“Aku tak pernah melihat iblis yang tampak seperti ini. Apakah ini adalah orang baru dari neraka tingkat delapan belas?”
“Bodoh! Iblis apa, tak bisakah kau mencium aura dewa?”
“Ah! Jadi ternyata dewa! Sayang sekali padahal dia punya penampilan yang begiutu cantik, kenapa dia sampai turun hingga menjadi dewa, sayang sekali….”
Akhirnya, aku menemukan penanda kayu tanpa kata itu. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pintu. Dalam waktu lama, tak seorang pun yang menjawab. Hanya seekor iblis anjing penjaga di depan pintu yang menatapku tanpa ekspresi. Setelah lama berselang, aku mengetuk pintu lagi. Butuh waktu kira-kira untuk membakar tiga batang dupa, dan akhirnya kudengar pintu besar itu mengeluarkan suara keras dan dua orang iblis wanita berjalan keluar.
“Ada apa?”
“Bisakah kalian memberitahu majukan kalian, katakan… katakan Jin Mi minta bertemu.”
“Jin Mi? Yang Agung takkan dengan mudah menemui orang tak dikenal,” salah seorang iblis wanita itu menjawab tidak sabar dan mengulurkan tangan untuk menutup pintu.
Aku segera menjangkau untuk menghentikan dia dan menambahkan, “Kalau begitu harap katakan Dewi Air Jin Mi ingin bertemu.”
Iblis wanita itu membeku dan meantapku dengan terbengong-bengong. Iblis wanita lainnya kelihatasn seakan dirinya tersambar petir dan kelihatan sangat ketakutan. Dia mengulang, “Dewi Air… Dewi Air yang mana? Kecuali yang itu?”
Kedua iblis wanita itu saling bertatapan, lalu tanpa ragu menutup pintu utama. Tertutupnya pintu utama itu nyaris menjepit hidungku. Aku berdiri terpana dengan senyum pahit di bbirku. Kemudian kutengadahkan kepalaku menuju angkasa lalu menunduk untuk menatap ibu jariku.
Dengan mengejutkan, pintunya terbuka kembali dan kedua iblis wanita itu kembali dengan tampang melecehkan yang ganjil di wajah mereka. Dengan enggan, mereka berkata, “Yang Agung telah memerintahkan supaya Dewi Air mengikuti kami masuk.”
***
Aku diarahkan menuju halaman belakang. Dari kejauhan, bisa kulihat lautan bunga-bunga merah membara, di tengah-tengahnya terdapat sebuah sungai kecil. Di atas sungai itu terdapat Paviliun Fei Yan. Ada pemusik yan gsedang bermain, suara dari alat musik petik bersahutan dengan deru air. Dia bersandar pada pagar yang ditopang oleh sebaris langkan, sebuah meja di bagian depan dengan dua tau tiga perkamen bertebaran di atasnya. Sebuah buku bambu separuh terbuka yang menguning di tangannya, dia sedang berkonsentrasi pada buku itu. sosok sampingnya separuh berada dalam cahaya dan separuhnya lagi dalam kegelapan, bagai sebuah ilusi.
Wilayah di sekeliling menyala dengan bunga-bunga yang merekah, namun tak ada yang lebih memikat mata ketimbang bubuk merah vermilion di ujung kuasnya. Hatiku bergetar.
Si iblis wanita mengantarku ke undakan batu di depan paviliun, “Yang Agung, Dewi Air mohon bertemu.”
Aku setengah memejamkan mata. Angin yang berhembus membuat lautan bunga bergemerisik satu sama lain, suara alat musiknya pun langsung berhenti. Sekeliling kami menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, terdengar suara sumbang yang lembut.
Seseorang tertawa pelan, para pemusik dengan panik menyembah, “Harap Yang Agung menghukum kami.”
“Kalian semua tak bisa disalahkan, bahkan aku pun takut kepada Dewi Air,” nada suaranya dingin. Itu jelas-jelas merupakan hinaan tajam, juga membawa selapis ambiguitas, mirip dengan noda darah di atas bilah belati, “kalian semua bisa pergi.”
“Baik.” Tergopoh-gopoh, semua orang di sekeliling pun keluar.
Mataku menatap ke bawah. Dalam sekejap, sepasang sepatu brokat muncul dalam pandanganku. Jantungku tiba-tiba melompat, seribu kata serta ekspresi tersangkut di tenggorokanku, tetapi aku tak tahu bagaimana harus memulai.
“Kenapa? Apakah Dewi Air yang Agung merasa terhina karena saya tak keluar untuk menyambut Anda sehingga Anda bahkan tak bisa membuat diri Anda bicara?”
Satu frase ‘Dewi Air yang Agung’ darinya menusukku dengan menyakitkan.
“Xu Feng….” Aku segera mengangkat kepalaku untuk menatapnya dan mataku pun terpaku pada sepasang mata sedingin es, “Aku….” Aku sudah tak tahu apa yang ingin kukatakan, bahkan hanya dengan menatap ke dalam matanya, aku sudah merasa begitu puas hingga nyaris menjadi bodoh.
Dia sedikit menaikkan alisnya. Seperti tidak sabar, dia pun mengalihkan tatapannya. “Saya dengar Dewi Air akan naik ke posisi Permaisuri Langit pada musim semi tahun depan. Saya harus menyelamati Anda. Apakah Anda datang hari ini untuk mengantarkan undangan pernikahan? Keberanian Dewi Air memang menjadi lebih besar hingga memasuki kediaman saya – tidakkah Anda takut bisa masuk tapi tak bisa keluar?” dengan santai dia memetik senar qin, ledakan amarah sebelum pembantaian, “Atau, apakah Anda bertaruh bahwa saya takkan berani membunuh Anda?”
“Xu Feng….” Aku tak tahu apa yang harus kukatakan, namun tnapa sadar aku maju untuk mencengkeram tangannya. Dia terdiam, matanya menggelap selama sesaat, seakan dia amat sangat marah, dan juga teramat sangat jijik, dijulurkannya tangan dan aura iblisnya dengan berat melontarkanku dan aku pun terjatuh ke lantai.
“Dewi Air, harap perhatikan sopan santun!”
Telapak tanganku sakit, rasa sakit yang membakar dan berdenyut-denyut, namun rasa sakit itu jauh melampaui apa yang ada di hatiku… tatapan muaknya bagaikan belati yang menghujam tepat di pusat jantungku, dengan kejam melubanginya hingga memancarkan darah segar….
Dia mengibaskan lengan bajunya seakan khawatir bila melihatku sekali lagi akan mengotori matanya. Dia berbalik untuk berjalan meninggalkan paviliun itu.
Dengan gugup, aku bangkit untuk mengejarnya. Tetapi, kakiku kekurangan tenaga dan dengan menyakitkan aku pun terjatuh kembali ke lantai. Melihat bahwa kakinya sudah menuruni undakan batu, sekujur tubuhku mulai bergetar. Ini adalah kesempatan terakhirku, bila aku melewatkan ini, takkan ada kesempatan lainnya! Manusia fana masih memiliki kesempatan untuk bereinkarnasi, namun kami hanya memiliki satu masa kehidupan, satu masa kehidupan yang panjang dan tanpa akhir. Bila aku tak bisa melihat dia lagi, seribu tahun, sepuluh ribu tahun yang sedemikian panjang… sungguh sebuah hukuman yang kejam….
Dalam sekejap, wajahku pun jadi sarat dengan air mata.
Aku berteriak mengikutinya dengan suara berlumur air mata, “Xu Feng, aku salah, semua yang terjadi di masa lalu adalah kesalahanku! Kau bisa membunuhku, mengulitiku, tapi… kumohon jangan abaikan aku… aku tahu aku bersalah….”
Mendadak dia berhenti melangkah.
“Aku tak tahu, aku sungguh tak tahu, kukira kau telah membunuh ayahku. Aku sudah berjanji untuk berbakti kepada ayahku, untuk membayar atas semua jasa-jasanya, tetapi dia terbakar menjadi abu… semuanya sudah hilang, tanpa ayah, tanpa arah, aku tak tahu ke mana harus pergi… aku salah paham padamu… kukira….”
“Kau kira?” Serta merta dia berbalik untuk mengamatiku. Kekuatan putaran jubahnya sungguh menakutkan, “Sungguh sebuah ‘kau kira’!” TIba-tiba dia tertawa, penuh dengan cemooh, “Untuk dua kata itu, tanpa ragu kau telah mengambil nyawaku! Ketidakpunyahatian Dewi Air sungguh tak dapat dicapai oleh siapapun sejak langit dilahirkan, akhirnya aku telah mengerti.”
Memang, aku telah bersalah dengan begitu bodohnya, begitu bodoh hingga tak lagi bisa diharapkan atau disembuhkan… apa yang harus kulakukan?
Dengan panik aku menatap ke dalam sorot mata dinginnnya, sebuah kejelasan tiba-tiba menerpaku… aku sudah tahu, aku hanya punya kesempatan ini. Bila aku tak dibunuh olehnya pada saat berikutnya, maka aku akan dipenjara lagi oleh Kaisar Langit. Seribu kata dan ekspresi, namun hanya ada satu hal, satu hal yang tak pernah kukatakan kepadanya.
“Ada satu hal, kau boleh memercayainya, kau boleh tidak memercayainya….” Kedua mataku menatap lurus-lurus padanya, kukepalkan tanganku dengan begitu keras hingga darah merembes keluar, “Aku mencintaimu….”
Dia tak bergerak. Sekuntum bunga melayang turun di depan matanya. Dia menunduk menatapku dari posisinya yang agung. Selama sesaat, bayangan kelopak-kelopak merah membara berkelip di matanya, namun perlahan, selapis ketidakjelasan dan penghinaan, lalu akhirnya penuh amarah.
Dia mendengus dingin, bibirnya terkatup rapat, “Kali ini, apa lagi yang kau inginkan?”
Aku tercengang, dan tak mampu menjawab.
Mendadak dia mendongakkan kepalanya dan tertawa, “Pemberlakuakn kembali? Siapa yang menyangka bahwa setelah lewat bertahun-tahun, kemampuan berbohongmu ternyata sudah menurun? Sebelumnya, kau bekerjasama dengan Run Yu, memakai benang-benang perasaan, beberapa utas rambut, untuk menipuku hingga kehilangan nyawa, dan menang dengan telak. Sekarang kedua dunia bahkan belum memulai perang, dan Dewi Air sudah naik panggung dan menjalankan peranannya….”
“Tapi—“ Mendadak dia membungkuk dan meremas daguku, “Apakah kalian berdua begitu meremehkan aku? Apa kau pikir aku akan terjatuh dua kali di tempat yang sama?”
“Tidak.” Aku diremas dengan begitu menyakitkan olehnya. Padahal hanya daguu, tetapi aku merasa seakan jantungku juga sama-sama diremas hingga menjadi bola, bahkan berkedip juga terasa menyakitkan, “TIdak… aku tak pernah tahu rencana Run Yu, aku bicara kenyataan… aku… mencintaimu….”
Air mata segera mengalir turun dari mataku dan menetes ke tangannya yang sedang meremas daguku. Dia berhenti, seakan terbakar, dia segera menarik kembali tangannya dan menatapku, sarat dengan kemuakan.
“Aku ingat dengan jelas sebelum aku mati bahwa Dewi Air telah memberiku dua patah kata – Tak Pernah! Xu Feng akan selamanya mengukir dua kata itu di dalam hati, takkan pernah lupa. Dewi Air tak pernah mencintaiku, bagaimana bisa dia tiba-tiba mengubah sifatnya dalam semalam dan jadi mencintaiku? Bila tidak, berarti Dewi Air memang memiliki selera yang unik, kau menyukai seseorang yang sudah mati? Run Yu luar biasa teliti, tidakkan dia sudah mengajarimu dengan baik? Kau membutuhkan logika dan bukti demi untuk berbohong, maka orang itu akan memercayaimu.”
Aku menatapnya, air mata melamurkan pandanganku, “Aku diber makan Pil Tanpa Perasaan sejak aku dilahirkan. Pil itu menghancurkan emosi dan membunuh cinta… hingga, hari itu saat aku melihat jiwamu memudar dengan mata kepalaku sendiri, aku memuntahkannya… aku tak tahu sejak kapan aku jatuh cinta kepadamu….” Aku menggumam dengan suara pelanku, “Mungkin, itu saat di Kolam Liu Zi… atau saat aku berpura-pura mati… atau mungkin, saat kau memegang pengumuman dan berpaling padaku sambil tersenyum… atau mungkin tahun itu ketika kau bertanya, ‘Siluman Kecil, dari mana asalmu?’. Aku tak mengerti, aku tak tahu… tapi aku tahu, melihatmu terluka, aku akan sedih, begitu sedih sampai-sampai seluruh organ dalamku terasa seperti digerogoti serangga….”
“Pil Tanpa Perasaan? Menghancukan emosi dan membunuh cinta?” Tangannya perlahan menekan tenggorokanku, “Aku tahu semua pil yang ada di Enam Dunia, dan tak pernah mendengar ada pil semacam itu. Bahkan bila memang ada pil semacam itu, kenapa hatimu akan tergerak untukku sebelum pil itu keluar? Apa kau terlalu bodoh atau kau pikir aku ini terlalu bodoh?” cengkeramannya mengencang dan rasanya tenggorokanku akan hancur, “Katakan, kenapa Run Yu mengirimmu? Aku tak percaya kalau dia begitu bodohnya untuk memakai taktik yang sama dua kali! Apa kau pikir kau bisa pergi dengan selamat begitu kau memasuki Dunia Iblis?”
Meski setiap kata yang dia ucapkan menghujam hatiku, aku tak menyalahkannya. Aku yang pertama telah bersalah kepadanya, bahkan bila dia mencabut nyawaku, aku masih belum bisa membayar separuh hutangku kepadanya.
Pemandangan di hadapanku mulai menjadi samar dan perlahan aku menutup mataku. Sebebarnya, mati di tangannya mungkin juga bisa dibilang sebagai semacam kebahagiaan.
Tiba-tiba, dia melonggarkan cengkeramannya dan aku pun terjatuh ke dalam dekapan dinginnya. Dia membiarkanku menyandar padanya dan tak mendorongku pergi. Sikap semacam itu membuat sebuah harapan yang begitu samar membuncah di dalam diriku.
Namun kemudian, pada detik selanjutnya dia berkata dingin, “Cinta Dewi Air kepada Kaisar Langit memang begitu menyentuh hingga mengguncangkan Langit. Demi dia, kau bersedia merendahkan harga dirimu? Dan dia, demi memperkokoh tahtanya, dia tak peduli dengan nyawa tunangannya, dengan mengirimmu kepadaku. Di semua dunia, tak ada suami yang lebih tak punya hati lagi, atau istri yang lebih penuh cinta lagi. Bagus, sangat bagus, semua ini telah membuka mata Xu Feng!”
Aku hendak mengulurkan tangan untuk memeluknya tetapi tak ada kekuatan yang tersisa. Pergelangan tanganku bergerak sedikit dan kemudian terjatuh dengan lunglai. Aku hanya bisa berusaha keras membuka mataku padanya, “Tidak, tak pernah… tidak… Run Yu… itu… selalu… selalu hanya dirimu….”
Aku tak tahu apakah ini hanya perasaanku yang salah, tapi aku merasakan udara dingin yang membekukan di dahiku.
“Ha ha!” Dia tertawa pongah, satu tangan memegangi pergelangan tanganku yang perlahan terjatuh, satu tangan mengangkat daguku. Mata kami bertemu, “Dewi Air begitu percaya diri? Apa yang membuatmu berpikir bahwa kau bisa menarikku untuk ditipu kembali olehmu? Kupikir, undangan pernikahanku dengan Sui He sudah dikirimkan ke Dunia Kahyangan tiga bulan yang lalu. Bila kau tak menerimanya, aku bisa memberikanmu satu sekarang!”
Dia menatapku dan melontarkan setiap katanya, “Kalau kau mengucapkan kata-kata konyl seperti kau mencintaiku lagi, aku akan langsung membunuhmu. Bilang satu kali, bunuh satu kali!”
Angin berhembus, hatiku hancur berkeping-keping. Hanya ada kesunyian.
“Lapor—“ seorang penjaga memelesat dan bersimpuh di hadapan Phoenix, “Melapor kepada Yang Agung, Kaisar langit telah memimpin sejuta prajurit langit untuk memasuki Sungai Kelupaan dan berkata bahwa dia akan segera mengumumkan perang bila Yang Agung tidak menyerahkan Dewi Air!”
Hatiku menjadi dingin dan ujung-ujung jariku gemetar.
“Baik!” Dengan satu tangan, Phoenix mencengkeramku erat-erat, bibir putihnya berada di telingaku, kurasakan bibir tipisnya yang menyapu ringan pada cuping telingaku, “Jadi ternyata, tujuanmu untuk hari ini… ah, Dewi Air disandera oleh Yang Agung, Kaisar Langit menerobos dengan marah, demi menyelamatkan Dewi Air. Dia tak punya pilihan selain menyerang Dunia Iblis, untuk menjadi pahlawan keadilan dan membasmi semua kejahatan!”
—
“LIhatlah betapa sempurnanya alasan itu! Hati semua orang akan mengikuti gelombang keadilan ini. aku hanya bisa bilang kalau aku tak bisa mencapai tingkatan seperti itu, aku jauh di bawah….” Ditahannya daun telingaku di mulutnya, ujung lidahnya terus membelai, dan akhirnya, dia menggigit dan setetes darah hangat meluncur turun di leherku.
“Sayang, aku telah membuatmu kecewa. Aku sudah lama mempersiapkan ini, ada seratus ribu jenderal iblis yang siap untuk berperang, hanya menunggu untuk saat ini!” Dia menengadahkan kepalanya, seulas senyum yang ternoda darah terulas di wajahnya yang sempurna. Bibir merah segarnya menyeru nyaring, “Lawan!”
Sungai Kelupaan tak memiliki pembatas, airnya tak berjejak, jiwa-jiwanya tanpa akhir. Awan-awan hitam menggelantung begitu berat hingga bisa menghancurkan kota, zirah-zirah bersinar menyilaukan memantulkan cahaya matahari.
Pada satu sisi Sungai Kelupaan, Kaisar Langit berdiri tegap dengan jubah putihnya, lengannya di belakang punggung, di belakangnya adalah tiga puluh enam jenderal langit dari Dunia Kahyangan dan prajurit langit yang tak terhitung jumlahnya. Bilah-bilah tajam dari senjata mereka memantulkan sinar benderang mentari tengah hari hingga tak ada yang bisa melihat langsung ke arah mereka.
Pada sisi Sungai Kelupaan yang ini, Phoenix berdiri di atas perahu, jubah merah membaranya melambai liar, awan-awan gelap turun di belakangnya, bahkan mentari tengah hari tampak redup di sebelahnya. Kesepuluh raja neraka sendiri yang maju, memerintah battalion hantu dan iblis mereka masing-masing.
Selain awan yang berarak dan angin yang melolong, tak terdengar satu pun suara, tidak juga satu gerakan pun. Dalam kesunyian itu, sebuah energi ganas yang berat perlahan menyebar, perlahan menggelegak.
Aku ditempatkan pada sebuah kursi eboni lebar. Hiasan di sekelilingnya indah dan megah, sebuah rumbai anyam yang sangat panjang menggelincir jatuh di bagian punggung kursi, sangat mirip dengan surai panjang elegan seorang gadis, berayun naik turun dengan lembut bersama angin. Kuulurkan tanganku untuk meraihnya, menatap nanar ketika benang-benang itu jatuh melewati jemariku. Begitu lembut saat disentuh, namun benang-benang yang teranyam erat itu menghujam tepat pada hatiku yang nyaris mati rasa.
Aku hanya berada dua langkah jauhnya dari Phoenix, namun aku merasa kalau jarak di antara kami lebih jauh bahkan daripada Sungai Kelupaan. Aku mengamati Phoenix, Phoenix mengamati Run Yu, Run Yu mengamati aku. Betapa menggelikan, sungguh suatu putaran tatapan yang ganjil.
“Run Yu datang hari ini bukan untuk berperang tetapi hanya untuk membawa pulang Dewi Air,” Kaisar Langit akhirnya bicara lebih dahulu. Sespasang matanya yang jernih tak bernoda terpancang padaku. Apa yang sebenarnya tersembunyi di dalam mata itu? di sana tampak ada jejak kegelisahan dan kekalahan, namun bagaimana hal ini dimungkinkan? Selamanya, dia itu sulit untuk dibaca.
Phoenix menguarkan aura kemuakan yang ringan, mata sipitnya yang panjang sedikit terangkat, suaranya bagai qiang di (T/N: sejenis alat musik) yang menggema di antara panji-panji, “Bagaimana kalau aku tidak melepaskan?”
Hewan mistis Zi Tie di sisi Kaisar Langit menjejakkan tapalnya, dengan marah mengangkat kepalanya dan menghembuskan deru udara murka. Kaisar Langit mengencangkan cengkeramannya pada kekang dan berkata santai, “Kalau begitu, aku hanya bisa menyinggungmu dengan para prajuritku!”
Phoenix tertawa, kepalanya mendongak ke angkasa, “Kenapa membuang-buang begitu banyak kata-kata? Seperti keinginanmu!”
Genderang-genderang langit mulai ditabuh – dalam sekejap mata, pembantaian pun dimulai dalam kesunyian bagai kendi arak yang ditendang, aroma darah dan mebunuhan langsung menyebar luas.
Sungai Kelupaan tak lagi damai. Dalam sekejap, hanya ada pembantaian, daging dan darah.
Ada para prajurit langit yang terjatuh ke dalam Sungai Kelupaan dan tak pernah bangkit lagi. Ada juga para iblis yang kehilangan esensi mereka di tengah udara dan jiwa mereka pun memudar. Dalam perang di antara kedua apsukan, hanya kedua pemimpin yang tetap tak bergerak, tanpa perasaan menatap ke bawah pada medan pertempuran, seolah hasil dari semuanya telah diperkirakan.
Hanya aku, aku tak bisa menjadi prajurit yang bertarung di medan perang, tak bisa menjadi jenderal yang mengatur strategi, paling banyak aku hanya menjadi sebuah perahu yang menyeberangi sungai, asal mula peperangan ini, tanpa daya melihat dari kejauhan. Kelak, aku juga sepertinya akan harus menanggung makian dan cercaan selama berabad-abad sebagai kemalangan yang menciptakan perang di antara dua dunia.
Tiba-tiba aku teringat bagaimana Sang Buddha telah membandingkan diriku dengan seekor harimau ganas di atas gunung. Pada saat itu aku berpikir bahwa perbandingannya menggelikan, namun hari ini aku menyadari bahwa sama sekali tak ada kesalahan.
Aku menatap sosok samping Phoenix. Seolah dia merasakan tatapanku, dia pun menoleh – matanya begitu gelap hingga aku tak bisa melihat dasarnya. Dia tersenyum tipis, bagai kumala indah dari Kunlun yang terjatuh ke sudut barat daya Dataran Tengah, namun tak terlihat lagi lesung pipit yang mampu membalikkan aliran malam dan siang, hanya ada kebencian dan tak ada cinta. Perlahan, para prajurit langit jatuh pada posisi yang lebih lemah dan prajurit iblis mendapatkan keunggulan. Kilau pembalasan bersinar di wajah Phoenix, darahku di bibirnya sudah lama mengering, namun di bawah cahaya, darah kering itu membuat wajahnya tampak teramat putih dan bening…. Selapis tipis asap menguar dari ujung-ujung jemarinya, perlahan menyelimuti tubuhnya, hanya terlihat alisnya yang sedikit terangkat dan bibirnya yang mengatup rapat.
Apakah dia sedang digerogoti di bagian dalam?
Benang-benang rasa takut meluap di hatiku, takut pada bahan yang hilang dari pil Jiu Zhuan Jin.
Dengan gelisah kutatap Kaisar Langit dan hanya melihat dia sedikit menaikkan kepalanya. Sorot matanya menerawang jauh ke arah awan yang berarak. Di medan pembantaian yang kacau balau ini, dia begitu diam hingga tenggelam dalam lamunannya, seorang diri menyelusup ke sebuah tempat yang tak bisa kulihat. Saat aku melihatnya lagi, dia mengalihkan kepalanya padaku, sorot matanya sarat dengan bintang-bintang, bersinar dan berpusar.
Dia membuka mulutnya, tak ada suara namun ada kata-kata. Aku bis amemahami bentuk mulutnya, “Mi’er, pulanglah.”
Aku menatapnya tanpa berkedip dan juga menggerakkan bibirku perlahan, “Obat!”
Dalam sekejap, tubuhnya mengejang dan dia pun memalingkan wajahnya. Aku menjadi gelisah, dan deruan api membakar hatiku, begitu ganas hingga aku menjadi pusing dan benar-beanr terjatuh dari kursi.
Kursi itu adalah sebuah awan yang mengambang ringan. Di bawahnya terdapat onak duri yang berlumuran darah, sarat dengan hantu-hantu kejam yang meratap. Tepat saat aku akan terjatuh ke tengah-tengah onak duri itu, seseorang menarikku kembali ke kursi. Sudut sebuah jubah merah melintas di depan mataku, dia adalah Phoenix. Saat aku mendapatkan kembali kesadaranku, dia sudah berdiri di posisinya yang semula. Sorot matanya bahkan lebih gelap lagi, ujung bibirnya terangkat, wajahnya sarat dengan penghinaan.
Di puncak kepalanya, terdapat sebuah bulu phoenix bagai pedang di angkasa, kontras dengan jubah perang merahnya. Bulu itu berkilau keemasan….
Emas? Emas! Mendadak aku merasakan terpaan kejernihan dan dengan panik berpegangan pada lengan kursi. Di tengah-tengah kilasan pedang, aku memekik, “Xu Feng…,” suaraku pecah, “aku tahu, ternyata Chou Ji, Rumput Chou Ji!”
Di seberang, wajah Kaisar Langit menggelap.
Suatu perasaan tidak enak membuncah di dalam hatiku. Kuabaikan rasa sakit yang membakar di tenggorokanku dan buru-buru memekik, “Ada lapisan Chou Ji tambahan yang ditambahkan pada pil itu, makan saja Peng Yu untuk melawan efek Chou Ji!”
Run Yu tak pernah menyingkirkan herba apapun dari pil Jiu Zhuan Jin, dia hanya menambahkan selapis Chou Ji. Saat aku mengikuti Sui He, dalam kegelisahanku mengikuti dia ke dalam tunggul pohon, aku lupa bahwa pil Jiu Zhuan Jin di tanganku tak boleh menyentuh kayu. Namun, pil Jiu Zhuan Jin itu tak terlarut saat menyentuh kayu, yang berarti pil itu tak pernah takut pada kayu! Aku baru saja teringat hal ini dan mendadak mengerti – pasti ada sebuah bahan yang ditambahkan untuk menangkal elemen emas dari pil itu. Dan, herba yang bisa menangkal emas serta mendinginkan hanyalah Chou Ji yang tumbuh di dasar Danau Yao di Kahyangan. Bagaimanapun, hanya ada satu herba yang mampu melawannya – yaitu rumput liar yang tumbuh di sisi Sungai Kelupaan yang bernama Peng Yu.
Phoenix menolehkan kepalanya dengan syok.
Sebelum aku bisa melihat ekspresi di wajahnya, sebuah kilauan aneh melintas di mataku – kilauan itu datang dari tepi seberang Sungai Kelupaan, seperti sebuah panah petir yang ganas.
Sebelum aku bahkan mampu berpikir, dan aku tak tahu dengan kekuatan yang datang entah dari mana, tubuhku langsung terlontar ke arah dada Phoenix. Aku tak menyadari bahwa Phoenix telah lama menyadari kilauan tersembunyi itu dan mengangkat tangannya untuk memberikan serangan balasan. Pada saat itu, telapak tangannya dipenuhi oleh Api Teratai Merah….
Pada saat yang sangat, sanagt singkat itu.
Kilauan tersembunyi itu tak menembus dada Yang Agung, dan Api Teratai Merah tak membakar Kaisar Langit yang berada di tepi seberang.
Aku menghembuskan udara yang tertahan, lalu perlahan terjatuh. Tanda dari Sang Buddha di telapak tanganku mulai berkilau….
“Jin Mi!”
Kupikir aku mendengar seseorang memanggilku. Siapa itu? apakah itu kau, Phoenix? Bila itu kau, hal itu akan menakjubkan.
Ternyata aku juga bisa menjadi begitu ringan, seringan bulu yang kehilangan arahnya dan tak tahu ke mana harus pergi.
Apakah akan ada kehidupan selanjutnya?
Bila demikian, kuharap aku bisa menjadi kupu-kupu, sehelai perkamen yang penuh tinta, setitik pasir yang terbang bersama dengan angin….