Ashes of Love - Chapter 8
Aku terbengong-bengong saat melihat dia meneriakiku dengan nada tajam dan kemudian menutup matanya dengan puas. Hatiku merasa agak keki dan kesal karena bahkan saat Phoenix bermimpi, dia masih tak lupa untuk mengomeliku.
Dan kemudian suatu pemikiran lain menerpaku, mungkin pertanyaan itu adalah salah satu frase kesukaannya? Contohnya saja, Sun Dasheng (Orang Suci Sun – salah satu sebutan untuk Sun Wukong), tak peduli siapapun yang dia lihat – pria, wanita, tua atau muda – dia akan bertanya, “Siluman! Mau kabur ke mana?!” Contoh lainnya adalah bagaimana di dunia fana, saat manusia bertemu dengan seorang teman, tak peduli pagi atau malam, mereka pasti akan bertanya, “kau sudah makan?”
Karenanya, aku menjadi lebih lega.
Aku menghampiri sisi ranjang dan bertanya pelan ke telinganya, “Phoenix, apa kau ingat masalah penting tentang berhutang padaku sebanyak enam ratus tahun hasil pertapaan?”
Napas Phoenix panjang dan matanya tertutup rapat.
“Kau tak menolak jadi kau menyetujuinya tanpa suara?” aku bertanya serius lagi untuk memastikan.
Mata Phoenix tertutup rapat dan sikapnya begitu tenang.
“Membayar hutang adalah prinsip di alam dan bumi yang tak bisa diubah. Karenanya, aku akan mengambilnya sendiri sehingga tak perlu merepotkanmu.” Bisa menemukan pemberi hutang yang begitu penuh pertimbangan sepertiku, aku ragu kalau jumlahnya ada banyak.
Kuangkat jari telunjuk dan jari tengah tangan kananku, lalu mengarahkannya bersamaan ke sisi mulutku saat aku merapalkan mantra pembuka. Sebuah cahaya keemasan mulai muncul dari ujung jeamriku, dan aku segera mellerakkan ujung jariku itu di atas tulang hidung Phoenix, tepat di antara kedua alisnya. Bagaimanapun, cahaya emas itu tak masuk ke dalam dahi Phoenix seperti yang kuharapkan, tetapi malah ada pembatas tujuh warna yang balik menghantamku. Kalau bukan berkat refleksku yang cepat, kedua jariku pasti sudah hancur.
Terlalu jahat! Dengan menyedihkan aku memijit-mijit ujung jariku dan meniupinya. Hawa panas pembatas itu bahkan lebih panas daripada api teratai merah. Kalau aku terlambat selangkah saja, ujung jariku ini pasti sudah matang.
Kejadian ini tentu saja mempengaruhi Phoenix dan perlahan dia membuka matanya. Dengan sorot mata agak berkabut, dia memutar matanya selama sesaat, dan kemudian tatapannya jatuh pada sebuah titik yang jauh dan tak berpindah dari sana.
Aku mengikuti tatapannya dan melihat bahwa dia sedang melihat sebuah lukisan tinta di dinding. Lukisan itu menggambarkan anggur ungu – dilukis dengan sangat indah dan terlihat seakan anggur itu bisa dipetik dari dinding.
Aku kembali melihat Phoenix, dan bagaimana dia menatap tepat pada setangkai anggur itu, suatu ekspresi kesal sekaligus lembut, manis sekaligus sedih. Melihat ekspresinya, aku pun membuat deduksi dan menyimpulkan: dia pasti lapar!
Sampai pada kesimpulan itu, sekujur tubuhku langsung gemetar. Mungkinkah burung Phoenix ini setelah mabuk, ingin mengubah seleranya dan makan anggur? Bukannya aku ingin memuji diriku sendiri, tetapi wujud asliku ini tiga kali lipat lebih ungu, lima kali lipat lebih bulat, delapan kali lipat lebih berair daripada anggur yang ada dalam lukisan. Tidak terlalu besar atau terlalu kecil, pas sekali bagi paruh Phoenix untuk dengan mulus memakannya masuk ke perut dalam sekali telan.
Aku menggerakkan tangan dan kakiku untuk bersiap-siap kabur, saat tiba-tiba kudengar sebuah suara di belakangku, “Jin Mi?”
Kupegangi lengan bajuku dan dengan hati-hati menjawab, “Ya. Apa aku perlu membawakan makanan untukmu supaya meringankan pengaruh alkoholnya?”
“Tidak,” dengan kering Phoenix menolak saranku dan menyandarkan separuh tubuhnya ke ranjang, “Aku tidak lapar.”
Kulihat ekspresinya. Dia tak kelihatan seperti sedang berbohong, jadi dengan tenang aku kembali dan duduk di sisi ranjang, “Karena kau sudah bangun, kenapa tak kau berikan saja hasil pertapaan yang menjadi hutangmu padaku?”
Phoenix mengangkat tangannya dan memijit di antara alisnya, “Hasil pertapaan? Berapa tahun?”
Aku menebak kalau dia baru setengah mabuk dan setengah bangun, kesadarannya masih belum pulih sepenuhnya, maka aku pun mengerjap dan menatapnya dengan tulus, “Enam ratus tahun.”
(T/N: Jin Mi korupsi nih. Padahal harusnya cuma 300 tahun XD)
“Baiklah,” dia menyetujuinya begitu saja sampai aku tercengang dibuatnya. “Kemarilah, aku akan memindahkannya padamu.”
Saat aku sudah naik ke sisi ranjang, dengan lembut tangannya menyibak anak rambut di atas dahiku, dan aku pun dengan patuh menutup mataku. Lalu, kurasakan sebuah gelombang energi pertapaan yang hangat bergerak dari tengah-tengah alisku menuju tubuhku, melewati ratusan meridian, berinteraksi dengan esensi kekuatanku di dalam, dan kemudian sebuah energi dewa yang kuat pun merasuk, dan aku merasakan suatu kejernihan dan kekuatan melanda dadaku.
Menakjubkan! Energi pertapaan murni milik Phoenix memang sungguh berbeda!
Udara malam terasa dingin seperti air, tetapi tangan Phoenix terasa hangat sekali. Tanpa sadar aku bergerak lebih dekat untuk lebih merasakan kehangatan itu, kedua tangannya gemetar sekali tapi dia tak menariknya. Kubuka mataku dan mendapati bahwa Phoenix sedang berkonsentrasi pada wajahku, tatapannya sama seperti pria yang ada dalam mimpi yang pernah kulihat sebelumnya, rona di pipi Phoenix menyebar ke lehernya.
Karena aku sudah mendapatkan enam ratus tahun hasil pertapaannya, suasana hatiku jadi sangat bagus. Tiba-tiba, aku teringat bahwa Phoenix sepertinya ingin melakukan pertapaan bersama denganku, jadi kupikir, kenapa kami tak melakukannya saja hari ini?
Tetapi, karena aku tak pernah melakukan pertapaan bersama sebelumnya, aku tak tahu bagaimana memulainya.
Aku berubah kembali ke penampilan asliku, dan memikirkan kembali apa yang sudah kulihat di rumah bordil laki-laki itu. ya, pertapaan bersama sepertinya memerlukan kalimat pembuka. Secara total, sepertinya ada tiga frase umum, contohnya, “Biarkan tuan ini menyayangimu!” atau “Kau menurut saja padaku!” atau “Kau silakan saja berteriak! Bahkan bila kau berteriak sampai serak, tak seorang pun yang akan datang menolongmu!”
Aku berpikir sesaat, kalimat-kalimat pembuka yang pertama tadi sepertinya agak terlalu langsung, yang terakhir agak terlalu galak, jadi kuputuskan untuk memilih yang di tengah.
Kuletakkan satu tangan ke dagu Phoenix, bergerak maju, dan memberinya seulas senyuman. Dengan kuat namun elegan aku berkata, “Feng Lang*, hari ini lebih baik kau menurut saja padaku.”
(T/N: lang (郎)adalah panggilan untuk seorang laki-laki, dan umumnya dipakai untuk memanggil kekasih. Jadi dalam kalimat di atas, bisa diartikan sebagai: ‘Phoenix sayang’)
Phoenix tampak masih belum sadar dari pengaruh alkohol, wajahnya tampak keheranan.
Kuulurkan tanganku yang satunya dan dengan lembut menyentuh bahu Phoenix. Tubuh Phoenix cukup panjang, jadi dengan sedikit usaha aku berhasil menjulurkan leherku agar mencapai ketinggian yang sama dengannya. Lalu, dengan tepat dan akurat aku mengincar bibir Phoenix dan menekankan bibirku padanya.
Dalam waktu lama, mata besarnya menatap mata kecilku dan tetap bertahan pada posisi ini. Aku merasa tubuhku menjadi kaku, tampaknya pertapaan bersama ini membutuhkan banyak upaya fisik.
Aku sudah akan mundur agar bisa menyesuaikan leherku yang kaku, lalu kemudian melanjutkan ke tahap berikutnya dan melepas pakaian Phoenix, saat Phoenix mengulurkan tangannya dan memeluk pinggangku. Dia menundukkan wajahnya dan menggigit bibirku. Sensasi yang membakar dan deru napas, keharuman arak osmanthus memenuhi hidungku. Aku menjadi linglung. Tak diragukan lagi, Phoenix adalah orang yang telah mengalami mimpi musim semi sebelumnya, jadi pengalamannya jauh lebih kaya daripada aku.
Kujulurkan lidahku keluar, bersiap menjilat bibir demi menurunkan temperaturku, tetapi Phoenix menangkapnya dengan tepat, dan mengaitkan ujung lidahku kembali. Pada saat itu, rasanya seakan hanya ada bibir dan tangan Phoenix di pinggangku yang tersisa di dunia ini, dan semua yang lain telah menghilang.
Dunia berpusing, dan aku memikirkannya ulang. Xian rubah tak menipuku, pertapaan bersama ternyata memang menyenangkan. Aku harus memanfaatkan kesempatan ini untuk dengan hati-hati mengingat langkah-langkahnya, jadi kelak, aku akan bisa melakukan pertapaan bersana dengan orang lain bila dibutuhkan.
Aku baru saja merencanakan ini, saat Phoenix tiba-tiba terdiam. Dia mencengkeram bahuku dan mendorongku menjauh. Sorot matanya tampak merana, “Salah! Kacau! Ini semua salah.”
Hmm? Aku tercengang – aku sudah menghabiskan seluruh upayaku untuk mengingat semua langkahnya. Aku sudah membuat diriku menjadi murid dari guru yang salah!
Aku mengerjapkan mataku dan bertanya dengan rendah hati, “Kenapa?”
Phoenix menjawab, “Kenapa?” Wajahnya menampakkan ekspresi tertekan, “Aku tahu kalau kau sudah memiliki perasaan terhadapku, seperti aku juga demikian padamu, tapi… takdir telah mempermainkan kita, Langit tidak adil…. Hubungan kita takkan bisa diampuni secara etika. Kalau kau bersikeras ingin tetap bersamaku, kau akan membangkitkan amarah Langit, dan akan dihancurkan….”
Semakin aku mendengar, semakin bingung aku jadinya. Aku tak yakin sebenarnya kata-kata mabuk apa yang diucapkan oleh Phoenix. Bagaimanapun setelah pertapaan bersama, aku merasa lelah, maka aku pun menguap, dan dengan santai menghibur Phoenix, “Kalau memang harus dihancurkan, maka biarlah terjadi.”
Dengan penuh emosi Phoenix meraih tanganku dan berkata pedih, “Bagiku ini tak masalah, tapi mana mungkin aku sanggup membuatmu membangkitkan amarah Langit?”
Dengan mengantuk kulambaikan tanganku, “Tidak masalah, tidak masalah….” Aku tak mampu menyingkirkan rasa kantuk berat yang melandaku dan berbaring lalu pergi menemui Tuan Zhou. (T/N: Tuan Zhou adalah dewa yang bertugas dalam hal tidur dan mimpi)
Aku setengah bermimpi dan setengah tersadar, tetapi Tuan Zhou ini tampak seperti Phoenix, dan sedang membelai pipiku dengan ekspresi sayang dan sakit yang tertahan, “Mana mungkin aku sanggup….”
***
Tanpa sadar aku bergidik dan mengeratkan selimut di sekelilingku.
Saat aku membuka mataku kembali, hari sudah pagi. Kugosok mataku dan bangun. Seberkas cahaya keemasan tujuh warna mengikuti pergerakanku dan terjatuh ke lantai. Aku melihatnya; ternyata itu adalah bulu seekor Phoenix – bulu itu masih berkilauan di lantai. Berpikir bahwa bahkan sehelai bulu Phoenix saja ternyata begitu megah, Phoenix itu memang seekor burung yang sok dan pongah!
Aku mengamati sekelilingku, Phoenix si burung sombong itu sudah menghilang. Dengan puas aku menghela napas lega, sekarang aku takkan perlu mencari alasan karena telah mengambil tambahan tiga ratus tahun hasil pertapaan.
Dengan riang aku bangun untuk menyegarkan diri dan mengikat rambutku ke belakang dengan bulu Phoenix sebagai tusuk rambut. Aku dengan ceria berjalan keluar pintu, dan melihat bahwa Xiao Yu Xian Guan berada di luar sedang bermain catur. Dia memberiku seulas senyum lembut, “Jin Mi, apa kau tidur nyenyak semalam?”
Aku membalas senyumananya dan berkata, “Sangat nyenyak. Tapi, bukankah arak osmanthus yang semalam memengaruhimu?”
“Arak buatan Jin Mi murni tapi tidak terlalu kuat, sungguh buatan yang terbaik. Sayangnya, kapasitas saya terhadap arak sangat rendah, dan membuatmu melihat lelucon.” Xiao Yu Xian Guan berkata sambil menuangkan teh ke dalam sebuah cangkir kecil, “Jin Mi bangun pada saat yang tepat, saya sudah mengatur ulang permainan catur kita pada posisi yang telah kita tinggalkan semalam, bisa kita lanjutkan?”
Aku mengambil cangkir teh yang telah disiapkan oleh Xiao Yu Xian Guan untukku, lalu meletakkan sebuah pion putih dan duduk. “Ya…” kataku ragu saat menatap Xiao Yu Xian Guan, “Apa kau melihat Phoenix?”
“Hari ini adalah hari ulang tahun Permaisuri Langit, saya lihat Phoenix bergegas meninggalkan tempat ini lebih awal. Dia apsti sudah kembali ke Dunia Kahyangan untuk memberi salam kepada Permaisuri Langit,” ujar Xiao Yu Xian Guan santai sambil menatapku dengan sorot hangat. Saat matanya melihat bulu Phoenix yang ada di kepalaku, dia terdiam sesaat dan poin hitam di tangannya mendarat pada sebuah tempat yang ganjil di atas papan catur, “Tusuk rambutmu tampak agak spesial.”
(T/N: pada budaya Tiongkok kuno, pasangan kekasih biasanya saling memberikan tanda cinta untuk menunjukkan rasa sayang mereka, dan tanda cinta yang umum untuk seorang gadis adalah tusuk rambut…..)
Aku sedang mempertimbangkan apakah langkah catur Xiao Yu Xian Guan ini adalah strategi barunya dan berkata, “Aku hanya memungutnya saja dari lantai. Kalau Xiao Yu Xian Guan menyukainya, kau boleh memilikinya.”
Xiao Yu Xian Guan mengambil sebuah pion hitam lagi, “Bulu Phoenix ini agak terlalu mencolok. Run Yu merasa kalau sulur anggur Jin Mi Xian Zi yang biasanya itu lebih elegan.”
Sungguh sepemikiran! Aku juga merasa kalau sulur anggur itu kelihatan sangat bagus,s ederhana dan elegan, suatu kemegahan dalam sifatnya yang sederhana. Karenanya, dengan gembira kuberikan sulur anggur pada Xiao Yu Xian Guan. Dia menatapnya dengan penuh penghargaan dan melepaskan tusuk rambut kumala putih dari kepalanya dan menggantinya dengan sulur anggur.
Dengan waktu yang bahkan tak cukup untuk menghabiskan sepoci teh, permainan catur itu sudah selesai. Aku menang tipis sebanyak dua keping dan hatiku jadi sangat gembira. Kukatakan pada Xiao Yu Xian Guan, “Aku akan mentraktirmu hari ini. Di mana kita bisa sarapan di kota? Kudengar yang telah kumenangkan dari judi kemarin itu sangat berguna, bisa dipakai membeli makanan dan pakaian, jabatan resmi, atau bahkan istri dan akan-anak! Tapi sayang sekali Xiao Yu Xian Guan sudah bertunangan, kalau tidak aku bisa membelikanmu beberapa orang istri. Sayang, sungguh disayangkan,” aku mendesah.
Xiao Yu Xian Guan menyimpan biji-biji caturnya dan saat dia mendengar ucapanku itu tangannya membeku sesaat. Separuh dari biji catur yang sudah disimpan dengan hati-hati pun berjatuhan.
Lihatlah emosi itu!
Xiao Yu Xian Guan meletakkan biji-biji caturnya dan menatapku, “Sarapan saja sudah sangat bagus, tak perlu istri….”
Aku menatap meja dan biji-biji catur yang berjatuhan, dan tiba-tiba berpikir ingin menguji hasil eprtapaan enam ratus tahun yang telah diberikan Phoenix padaku. Kuletakkan dua jari ke mulutku dan berkonsentrasi penuh pada biji catur putih dan merapal, “Berubah jadi baozi, baozi, baozi!”
(T/N: baozi = roti kukus yang ada isi di tengahnya)
Xiao Yu Xian Guan melihat tingkahku, jadi dengan kooperatif dia tak memungut biji-biji catur itu. dimasukkannya kedua tangan ke dalam lengan baju dan menatapku dengan wajah penuh minat.
Terdengar suara ‘Pi Li Pa La’, dan ternyata berhasil! Kupancangkan tatapanku saat mengamati biji-biji catur itu mengalami perubahan, dan menjadi bola es seukuran kepalan tangan. Bola es itu menggelinding di atas meja batu, dan mendarat di lantai. Setelah terkena sinar matahari, bola es itu pun meleleh menjadi air berlumpur.
Orang di seberangku menghirup udara dingin. Kuangkat kepalaku, dan melihat mata dewa setempat kecil itu menatap dengan amat lebar, lalu terdiam dan memandangiku dengan nanar.
“Dia benar-benar dibuat terpana oleh sihirku!” Aku separuh menutup mulutku saat aku beringsut menuju Xiao Yu Xian Guan dan berbisik padanya.
Xiao Yu Xian Guan menghembuskan napas, berjalan maju setengah langkah, dan menutupiku dengan tubuhnya, “Dewa setempat, ada apa kau kemari?”
Dewa setempat kecil itu mendapatkan kembali kesadarannya dan terbatuk, “Dewa kecil ini memberi salam kepada Pangeran Pertama. Hari ini, dewa kecil ini harus pergi ke wisma Lao Jun untuk menerima penugasan saya. Sebelum saya pergi, saya ingin berpamitan kepada Pangeran Pertama, Pangeran Kedua, dan Tuan Muda Ling Guang.” Dewa setempat kecil itu menjulurkan lehernya dan berusaha melihat melewati tubuh Xiao Yu Xian Guan tetapi pandangannya terhalang oleh ayunan lengan baju Xiao Yu Xian Guan.
“Heh heh,” dewa setempat kecil itu menyentuh kepalanya dan meneruskan, “Sayang sekali, tampaknya Pangeran Kedua dan Tuan Muda Ling Guang tak ada di sini. Bagaimana saya harus memanggil Xian Zi ini?”
Aku baru menyadari bahwa aku sudah lupa berubah kembali setelah memulihkan wujud asliku semalam, tak heran kalau dewa setempat kecil itu jadi tak mengenaliku. Aku sudah akan menjawab dia saat Xiao Yu Xian Guan berkata, “Hari ini adalah hari ulang tahun Permaisuri Langit, semua dewa sudah pergi untuk memberikan selamat. Kalau dewa setempat bergegas pergi sekarang, mungkin kau masih bisa sampai pada pembukaan perayaannya.”
Dewa setempat kecil itu jadi begitu bersemangat sehingga seluruh wajahnya memerah dan dia pun membungkuk tiga kali pada Xiao Yu Xian Guan, “Terima kasih atas bimbingan Pangeran. Pangeran sungguh seperti yang dikatakan oleh orang-orang – benar-benar dewa baik hati yang perkasa.”
Xiao Yu Xian Guan melambaikan tangannya, “Tak perlu berterima kasih padaku,” dan meneruskan dengan suara lembut, “mengenai nona ini… mungkin hari ini sinar mentari terlalu cerah dan membuat dewa setempat salah melihat?”
Si dewa setempat adalah orang yang cerdas dan dia pun segera merespon, “Ya, dewa setempat kecil ini memang sering salah lihat. Saya tidak melihat apapun. Dewa kecil ini akan pergi sekarang.”
Xiao Yu Xian Guan mengangguk puas dan melihat si dewa setempat kecil itu pergi dalam kepulan asap.
—–
Kupukul belakang kepalaku dan mengerang, “Karena sekarang adalah hari ulang tahun Permaisuri Langit, kenapa Xiao Yu Xian Guan masih berada di dunia fana? Kenapa kau tak eprgi dengan dewa setempat kecil itu? setidaknya kau akan ada yang menemani.”
“Tidak usah terburu-buru, perjamuan ulang tahunnya hanya akan dimulai saat malam nanti. Terlebih lagi, semua dewa dari utara, selatan, timur, dan barat akan datang untuk memberikan ucapan selamat mereka, bukan masalah besar kalau aku tidak ada.” Xiao Yu Xian Guan menatap bola es yang telah meleleh itu dengan sorot penuh pemikiran.
“Tapi, bukankah Phoenix sudah pergi untuk memberi salam pada Permaisuri Langit pagi ini? Apa Xiao Yu Xian Guan tak perlu ke sana? Tidakkah Permaisuri Langit akan marah?” Aku merasa bingung.
Xiao Yu Xian Guan memakai ajri tengahnya untuk membelai lembut kotak caturnya. Ditundukkannya kepala dengan seulas senyum lembut, “Aku berbeda dengan Phoenix. Pikirkanlah, kalau aku memberikan salam pagi ini, itu justru akan membuat Permaisuri Langit marah.”
“Ah?” Memangnya ada alasan seperti itu?
Xiao Yu Xian Guan melambaikan tangannya untuk menyingkirkan air berlumpur dari lantai dan berkata, “Aku tak dilahirkan oleh Permaisuri Langit.”
“Oh. Jadi Selir Langit mana yang merupakan ibu kandung Xiao Yu Xian Guan?” Aku baru mendengar ini untuk pertama kalinya dan tentu saja jadi penasaran.
Sorot mata Xiao Yu Xian Guan menjadi mendung, “Ibu kandungku bukan seorang selir, melainkan peri di Sungai Ling Po yang tidak lebih dari biasa-biasa saja.” Tiba-tiba dia tersenyum sedih, “Sama biasanya dengan manusia yang tinggal di dunia fana, sulit untuk lolos dari kematian.”
Ah, kata-kata Xiao Yu Xian Guan sepertinya memiliki filosofi Buddhis yang mendalam, jadi aku tak mengerti. Aku hanya tahu kalau ibu kandung Xiao Yu Xian Guan mungkin sudah meninggal.
“Jadi di mana orangtua Jin Mi?” Xiao Yu Xian Guan mengubah topiknya.
“Orangtua?” Sesaat aku kebingungan. Aku tak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Kuputar mataku dan berkata, “Aku tak tahu, tapi kalau dipikir-pikir, mereka mungkin adalah tanaman anggur yang sangat sangat tua.”
Karena mantranya tak menghasilkan baozi, dan aku adalah wanita yang menepati kata-kataku, maka aku pun mentraktir Xiao Yu Xian Guan untuk sarapan di sebuah toko kecil.
Kami berdua mengubah penampilan kami, menyembunyikan aura xian kami, dan menemukan sebuah toko yang kelihatan lumayan di dalam kota. Kami memilih sebuah bangku bersih untuk diduduki saat kami mendengar sebuah suara dari meja sebelah, “Xiao Er (T/N: sebutan untuk pelayan toko, secara literal berarti Kedua Kecil), bawakan dua atau empat buah baozi.”
“Segera datang!” Si pelayan toko menyampirkan sebuah handuk putih ke punggungnya, dan dengan mulus membawakan sepiring baozi yang mengepul.
Aku mengamati dan langsung belajar. Bagaimanapun, karena ‘Xiao Er’ sudah dipanggil ke meja sebelah, sesuai dengan urutan ini, aku pun memukul mejanya keras-keras dan berseru, “Xiao San, tolong menunya!” (T/N: Xiao San secara literal berarti Ketiga Kecil, dan juga merupakan julukan untuk wanita simpanan / pihak ketiga)
Mendadak, seluruh toko menjadi sunyi. Sebuah pelototan mematikan datang dari belakang penghalang bambu di sebelah kanan. Aku menolehkan kepalaku, dan melihat pada dua dan tiga gadis di belakang penghalang, sedang memelototiku dengan galak.
Di sudut toko, seseorang meledak tertawa.
Aku berpaling dan mencondongkan tubuh lebih dekat pada Xiao Yu Xian Guan, “Apa itu karena aku sudah melanggar giliran pemesanan mereka?”
Xiao Yu Xian Guan menyesap seteguk teh, dan sambil mencondongkan diri padaku, dia membalas dengan suara rendah, “Istilah Xiao San ini di dunia fana adalah istilah yang dipakai untuk memaki orang.”
Begitu dia menyebutkan hal ini, pak tua yang ada di belakang konter yang sedang menghitung dengan sempoanya dengan gugup maju sambil membawa menu, “Tuan ini, di meja sebelah duduk tiga orang selir dari orang yang sangat kaya dan terpandang di kota. Hari ini mereka berkumpul di toko saya. Kalau Anda ingin sesuatu, silakan pesan, tetapi mohon jangan hancurkan toko saya.”
Manusia itu memang sangat aneh, kenapa aku bisa memanggil Xiao Er, tapi tidak Xiao San?
Karena aku tak mau membuat perhitungan dengan mereka, aku pun membolak-balik menunya. Makanan pertama luar biasa mengejutkan, namanya ‘Kue Dadar Buah’. Hal ini membuat jantung buahku yang kecil ini bergulung satu putaran di dalam minyak dan aku pun menggelengkan kepalaku berulang-ulang, “Terkalu kejam! Terlalu kejam!”
Xiao Yu Xian Guan ikut melihatnya dan tersenyum menenangkan, “Buah di sini bukan buah yang sebenarnya, ini hanya adonan tepung, hanya adonan tepung yang digoreng. Jangan takut.”
Meski begitu, nama masakan yang berlumuran darah ini membuat hatiku bergidik ketakutan. Aku melihat ke bawah dan masakan selanjutnya bernama ‘Baozi Sup Kepiting’. Aku suka baozi, jadi kupesan makanan ini dan dua mangkuk susu kedelai.
Dalam sekejap, pelayan yang dipanggil ‘Xiao Er’ datang dengan sekeranjang baozi yang masih mengepulkan uap. Aku mengambil satu, meniupnya, dan memakannya dengan penuh semangat.
Hal ini membuktikan bahwa manusia itu tak bisa dipercaya dan tidak sesuai dengan yang ada di buku. Kalau Kue Dadar Buah tak ada buahnya, siapa yang tahu apakah Baozi Sup Kepiting punya sup di dalamnya? Dan, ternyata ada sedikit supnya, cairan sup itu bocor dan muncrat ke baju Xiao Yu Xian Guan secara akurat.
Di sudut toko, sebuah suara tawa terdengar.
Kuangkat lengan bajuku dan berniat menyeka baju Xiao Yu Xian Guan, tapi dia melambaikan tangannya dan berkata, “Tidak apa-apa, tidak apa-apa.” Sedikit kibasan pada baju dan bajunya itu pun langsung menjadi baru dan bersih lagi.
Xiao Yu Xian Guan ternyata memang seorang dewa yang murah hati dan lemah lembut. Tidak hanya dia tak menyalahkanku, dengan penuh perhatian dia juga mengambil sebuah baozi sup, memberinya sedikit cuka, lalu meletakkannya ke piringku. Karenanya, aku pun bisa dengan riang memakan sisa sarapannya.
Setelah sarapan, Xiao Yu Xian Guan membawaku berkeliling kota. Malam sudah menjadi gelap saat Xiao Yu Xian Guan membawaku kembali ke halaman kecil itu, jadi dia kemudian bisa pergi ke perjamuan ulang tahun. Secara keseluruhan, hari ini telah berlalu dengan tenang dan damai.
Bagaimanapun, sebaik apapun Xiao Yu Xian Guan, masih ada satu hal buruk padanya – meski bila dia harus pergi ke perjamuan ulang tahun, kenapa dia harus memasang pembatas untuk mengurungku dalam rumah kecil ini? Ini buruk sekali.
Kucubit pembatasnya, dan mengulang salah satu sutra hati yang pernah diajarkan Phoenixpadaku. Sepertinya di situ ada metode untuk membobol pembatas. Bagaimanapun, aku tak tahu apakah hasil pertapaanku saat ini akan memadai untuk memecahkan pembatas Xiao Yu Xian Guan. Kurapalkan berbagai sutra yang berbeda, yang untuk menghancurkan emas, untuk menghancurkan kayu, untuk menghancurkan api, untuk menghancurkan tanah… tapi semuanya tak berguna. Hanya mantra menghancurkan air saja yang tersisa, tampaknya ini tak berguna. Memutuskan untuk mencoba peruntunganku, diam-diam aku merapalkan mantra penghancur air, dan mendadak sebuah cahaya tajam terlihat dan suara ‘Hua La’ terdengar, dan pembatas pun menghilang dalam sekejap dengan gelembung-gelembung air.
Tidak buruk, tidak buruk! Mendapatkan hasil pertapaan enam ratus tahun itu memang tidak biasa! Aku melangkah keluar dari rumah, merapikan pakaianku, dan bersiap pergi ke Dunia Kahyangan untuk melihat keramaian. Aku memanggil awan ke kakiku, dan kemudian tiba-tiba berpikir kalau tanpa ada seorang pun untuk menunjukkan arah padaku, kemungkinan besar aku baru akan sampai ke Sungai Langit saat pagi datang. Kuputuskan untuk memanggil seorang dewa bumi untuk menunjukkan jalan.
Jadi aku merapalkan mantra, dan tiba-tiba seseorang turun dari langit, nyaris jatuh menabrakku. Untung saja, aku berhasil mengelak dua langkah tepat pada waktunya.
“Mengagetkan, sekarang dewa bumi tak keluar dari dalam bumi?” kurapikan lengan bajuku dan menundukkan kepala untuk melihat kalau sepatu satinku tanpa disadari telah terpercik oleh noda air.
Orang di seberangku meledak tertawa. Tawa ini terdengar familiar dan akrab.
Kuangkat kepalaku. Orang itu mengenakan jubah berwarna hijau. Dia memiliki sorot mata yang berkilauan dan jernih, ternyata memang dialah orang yang tertawa di toko itu pagi ini.
Aku melambaikan sebelah tangan padanya, “Ah, jadi ternyata Pu Chi Jun adalah seorang dewa bumi. Suatu kehormatan bisa bertemu denganmu!”
(T/N: ‘Pu Chi’ dalam Bahasa mandarin adalah onomatopoeia dari suara tawa. Pu Chi bukan nama aslinya, tetapi nama pemberian Jin Mi (seperti juga julukan ‘Xiao Yu Xian Guan’) karena dia selalu tertawa)
Pu Chi! Orang ini memang sungguh kooperatif, persis seperti namanya, dia pun meledak tertawa lagi, “Pu Chi Jun, ya, nama ini bagus. Aku menyukainya! Tapi aku bukan dewa bumi, melainkan peri air dari Sungai Air Kumala di luar kota ini. Kenapa ‘Xiao Er’ Xian ini memanggilku kemari?”
Xiao Er Xian…. Aku berpikir selama sesaat, yah, nama ini jelas cocok dengan Pu Chi Jun. Bagaimanapun, aku jelas-jelas memanggil dewa bumi setempat, kenapa yang muncul malah peri air? Apa aku punya aura yang menarik para peri? … Aku menatap langit yang semakin gelap, tak banyak waktu tersisa, jadi kurasa aku harus melakukannya dengan yang sudah ada.
“Saya memanggil Pu Chi Jun untuk satu tugas. Apakah Pu Chi Jun tahu jalan pintas menuju Dunia Kahyangan? Harap tunjukkan jalan.”
Pu Chi Jun mengembangkan lengan bajunya dan mengguncangkan butiran-butiran air. Dia berkata pelan, “Xiao Er Xian ingin pergi ke Perjamuan Ulang Tahun Permaisuri Langit?”
Aku menjawab, “Ya.”
Pu Chi Jun bertanya lagi, “Xiao Er Xian siap untuk pergi ke Gerbang Langit Selatan atau Gerbang Langit Utara?”
Aku mengingat-ingat bahwa Gerbang Langit Utara adalah pintu masuk utama, dan ini tak sesuai dengan gayaku, jadi Gerbang Langit Selatan pasti akan lebih cocok. Aku pun menjawab, “Gerbang Langit Selatan.”
Pu Chi Jun lalu bertanya lagi, “Xiao Er Xian siap untuk tiba pada waktu ‘Shen’ atau waktu ‘Xi’?”
Aku menjawab, “Tentu saja, semakin cepat semakin baik.”
Pu Chi Jun lalu bertanya, “Xiao Er Xian siap untuk terbang atau berenang ke sana?”
“Terbang ke sana.” Aku kan bukan ikan, bagaimana aku bisa berenang ke sana….
Setelah serangkaian pertanyaan mendetil ditanyakan selama sekitar waktu yang diperlukan untuk membakar setengah batang lilin, Pu Chi i pun bersuara “wo” dan berkata dengan kecewa, “Saya tahu cara untuk menuju ke Dunia Kahyangan, tetapi karena saya tadi sedang mandi dan Xiao Er Xian sudah terburu-buru memanggil saya, takutnya saya harus kembali dan mandi hingga selesai terlebih dahulu.”
Aku nyaris pingsan dan sudah akan menendangnya sampai mati saat perlahan dia melanjutkan, “Tapi, dengan mempertimbangkan betapa baiknya kita telah bergaul, saya akan menoleransi ini dan pertama-tama akan menunjukkan jalannya padamu.”
Setelah dia selesai bicara, Pu Chi Jun mengumpulkan awan, dan tanpa terburu-buru melangkah di atasnya, lalu mulai memimpin jalan. Kugertakkan gigiku, memanggil awan, dan mengikuti di belakangnya. Satu di depan, satu di belakang, kami menyeberangi Sungai Langit dan sampai ke Gerbang Langit Selatan. Saat ini masih waktu ‘Shen’ dan waktu ‘Xi’ masih belum tiba, Pu Chi Jun telah memperkirakan waktunya dengan sangat tepat.
Di luar Gerbang Langit Selatan, ada dua orang prajurit langit yang perkasa sedang berjaga dengan gaya mengesankan. Dengan gugup aku mempertahankan kecepatan awannya dan ingin menerobos masuk dengan Pu Chi Jun mengkikuti santai di belakangku, saat salah satu prajurit langit mengulurkan senjatanya dan menghadangku, “Kedua kawan xian ini, mana undangan kalian?”
Aku terdiam sesaat. “Saya tak punya undangan. Saya adalah teman baik Yue Xian Xian Ren, dan saya harap Tuan Prajurit Langit bisa membantu saya.”
“Maafkan saya, tapi hari ini tak seperti hari-hari lainnya. Hari ini adalah Perjamuan Ulang Tahun Permaisuri Langit, kalau tak ada undangan, tak seorang pun yang bisa masuk mewat Gerbang Langit Selatan.” Ternyata bahkan memakai nama Yue Xian Xian Ren juga tak ada gunanya. Para prajurit langit ini persis seperti potongan mahjong yang kaku, sama sekali tidak fleksibel!
Pu Chi Jun tiba-tiba mengulurkan tangan dan menarik pelan rambutku, “Xiao Er Xian ini benar-benar menarik. Kau membawa ‘Pedang Pusaka Shang Fang’ tapi masih ingin bertukar kata dengan para prajurit langit.”
(T/N: Pedang Pusaka Shang Fang / Shang Fang Bao Jian di sini adalah istilah untuk menunjukkan bahwa Jin Mi memiliki suatu benda tertentu agar dia bisa masuk sesukanya, jadi bukan pedang sungguhan. Dalam hal ini tak lain adalah bulu yang ditinggalkan oleh Phoenix)
“Kami mohon maaf!” Kedua prajurit langit itu berlutut pada Bulu Phoenix yang tergenggam di tangan Pu Chi Jun.