The Oath of Love vol. 1 [Bahasa Indonesia] - Chapter 13
Kemoterapi yang ketiga adalah proses yang paling menyakitkan. Guru Lin telah kehilangan berat badannya sebesar 20 pound dan tulang pipi Guru Lin-pun menonjol. Sekalipun dokter kepala mengubah program dan membagi obat kemoterapi dalam dua hari untuk mengurangi efeknya, Guru Lin masih saja muntah-muntah sejak pagi kemarin, sepanjang malam tanpa berhenti. Guru Lin bahkan menyemburkan cairan empedu berwarna kuning.
Sejak botol Oxaliplatin tergantung pagi ini, Guru Lin, yang berbaring dalam pelukanku, bahkan tidak mengeluarkan suara.
Aku menyentuh tulang rusuk Guru Lin yang tertutup oleh piyama beliau yang berkeringat, akupun tiba-tiba ingin menangis.
Aku pergi ke ruangan dokter dan bertanya, “Dapatkah kita menghentikan kemoterapinya? Bahkan orang normal tidak akan tahan jika mereka tidak makan, minum, ataupun tidur.” Belum lagi pria yang baru saja menjalani operasi.
Dokter Gu mengeluarkan diagnosis penyakit Guru Lin, “Ayahmu dianggap memiliki adenokarsinoma yang berdiferensiasi buruk.”
Aku menggelengkan kepalaku, tatapan mataku kosong.
“Tingkat keganasannya tinggi, dan prognosisnya buruk. Hal itu menyebabkan memudahkan terjadinya metastasis, tetapi juga menyebabkan mudah kambuh.”
Aku memperhatikan laporan penyakit Ayah itu dengan diam, dan setelah beberapa lama, aku bertanya dengan kaku, “Dokter sudah mengatakan bahwa bagian penyakit Ayah setelah dioperasi kondisinya sangat baik, bukan?”
Dokter Gu menatapku, tidak mengatakan sepatah katapun.
Sebelum aku meninggalkan ruangan dokter, aku bertanya kepada dokter Gu, “Apakah kemoterapinya efektif? Dapatkah dokter – memberitahukan yang sebenarnya kepadaku?”
Dokter Gu mencibir, “Kami mencoba menghilangkan sisa sel kanker yang ada untuk mencegah terjadinya metastasis. Adapun yang lainnya – hasilnya bervariasi pada setiap pasien.”
Pada sore hari, aku duduk dengan linglung di kursi malas yang ada di ruangan lift, menatap bintang-bintang yang ada di luar melalui jendela kaca. Merasakan ada beberapa gerakan di sebelahku, aku menolehkan kepalaku, dan dokter Gu berdiri di sebelahku, dengan kedua tangannya berada di dalam saku jas putihnya. Aku tersenyum dengan sopan dan kembali menatap langit.
“Jangan memperhatikan langit seolah langit akan runtuh.”
“Saya tidak melakukannya.”
“Mengapa kamu duduk di sini pada tengah malam seperti ini?”
Aku melihat jam tanganku, “Saat ini baru jam 09:15 malam, waktu Beijing.”
Dokter Gu tersenyum, “Kembalilah ke hotel dan tidurlah.”
“Tidak. Guru Lin tidak bisa tidur tanpa saya.” Meskipun aku tahu bahwa Ayah tidak dapat tidur sekalipun aku berada di sini. Namun, aku tetap bangkit dari dudukku dan berjalan kembali bersama dokter Gu.
“Lin Zhixiao.”
Aku berbalik, dan pria yang sudah masuk ke dalam ruangannya itu keluar lagi untuk menyerahkan sebatang coklat.
“Terima kasih.” Tidak ada kata-kata penghiburan yang panjang ataupun pembicaraan yang membuat gelisah, hanya ada sedikit senyuman.
===
28 Mei 2009
Pada saat pemeriksaan rutin dokter Gu di pagi hari, Guru Lin melihat dokter Gu dan hanya berkata, “Saya ingin pulang.”
“Anda tidak makan selama dua hari. Bagaimana anda bisa pulang dengan keadaan seperti ini?”
“Saya ingin pulang.”
“Saya harus menunggu laporan hasil tes darah anda.”
“Saya ingin pulang.” Guru Lin hanya mengucapkan kata-kata ini saja.
Dokter Gu mengangkat kepalanya dan berkata, “Dapatkah anda bangun dari tempat tidur? Dapatkah anda berjalan?”
“Saya dapat melakukannya.”
“Kalau begitu, silakan anda berjalan dan biarkan saya melihatnya.”
“…” Ayahpun terdiam.
“Jika index anda tidak memenuhi syarat dan anda terus saja tidak mau makan apa-apa, saya hanya dapat mengusulkan bahwa kami akan menyuntikkan emulsi lemak susu untuk memenuhi nutrisi anda.”
“Saya tidak mau itu …”
Dokter Gu benar-benar mengabaikan Ayah, mengangguk, dan mengucapkan selamat tinggal pada kami.
Guru Lin mengerutkan wajahnya dengan keberatan dan kehilangan kendali di depan kami karena beliau bertemu dengan seorang dokter yang sama sekali tidak mempedulikan kemarahannya.
30 Mei 2009
Mereka menggantungkan botol infus yang berisi emulsi lemak susu selama tiga hari, reaksi dari kemoterapi berangsur-angsur berhenti, dan semangat Guru Lin sedikit demi sedikitpun menjadi pulih.
Aku membawa segelas air ketika berada di dalam lift dan melihat keluar melalui jendela kaca.
Saat itu jam empat sore, dan hujan sudah turun begitu lama, tetapi belum nampak akan reda.
Aku teringat pada suatu kali, aku melihat sebuah kalimat, ‘setiap kota adalah merupakan hal yang biasa ketika kita melihatnya dari tempat yang biasa, tetapi hal itu akan terlihat indah ketika kita melihatnya dari suatu tempat yang tinggi.’
Bahkan lampu-lampu jalan yang sederhana sekalipun, dalam suasana yang lembab dan basah, dapat memperlihatkan beberapa kedamaian. Aku mencium udara segar yang tertutup oleh air hujan.
“Bagaimana dengan Ayahmu? Apakah beliau masih muntah?”
Aku berbalik karena terkejut dan melihat pria yang mengenakan jas putih berada di hadapanku, “Dokter Gu, apakah hari ini anda tugas malam lagi?”
“Rekanku pulang karena hari ini adalah Hari Anak Internasional dan memindahkan jadwal tugasnya hari ini kepadaku.”
Dua orang memperhatikan pemandangan yang ada di jalan dalam diam selama beberapa saat, dan dokter Gu pergi untuk menelepon dengan suara yang lirih. Aku setengah memejamkan mataku, udara yang berasal dari jendela menyapu wajahku dan membuatku merasa mengantuk sampai sebuah ponsel dihadapkan di depan mataku.
Aku memperhatikan waktu bicara yang ada di layar ponsel itu dan memperhatikan dokter Gu yang sedang memegang ponselnya itu, dan dokter Gu hanya mengangkat dagunya ke arah ponselnya itu.
Aku mengambil ponsel itu, suhu tubuh dokter Gu masih menempel pada layar ponsel itu, membuatku merasa bingung selama sesaat, “Halo?”
“Kakak!”
“Jadi, nama lengkapmu adalah Du Wenjun?”
(Editor: Jika kalian awalnya merasa bingung seperti saya … yang dimaksud dengan Du Wenjun itu adalah Xiao Du.)
Aku melihat Dokter Gu menghadap ke satu sisi yang lain, dan dia sedang tersenyum, aku buru-buru menambahkan dengan canggung, “Selamat Hari Anak Internasional.”
“…” bahkan sepertinya hal itu malah semakin memalukan.
Aku memperhatikan dokter Gu dan kemudian ponsel dokter Gu, dan tiba-tiba berkata, “Apakah kamu akan segera mengikuti ujian?”
“Dalam seminggu lagi.”
Aku memutar-mutar rambutku, “Menganggap remeh taktik musuh dan lebih mementingkan strategi musuh. Aku berharap kamu cepat memenangkan Perang Perlawananmu itu.” Aku buru-buru mengembalikan ponsel itu kepada dokter Gu.
Setelah itu, aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan satu sama lain lewat telepon. Dokter Gu tersenyum dan berkata, “Baiklah, lanjutkan belajarmu. Jaga jadwal kerja dan istirahatmu tetap teratur, jangan bekerja sampai larut malam, gunakan hati dan pikiran secara bersama-sama untuk menghadapi ujianmu.”
===
31 Mei 2009
Setelah semua dokter berdiskusi bersama, reaksi kemoterapi Guru Lin terlalu besar, dan daya tahan tubuh Guru Lin juga buruk. Setelah kemoterapi ini, dokter menghentikan sementara proses pengobatan Guru Lin, dan Guru Lin bisa pulang ke rumah untuk menyesuaikan diri selama beberapa saat sebelum melanjutkan prosedur berikutnya.
===
1 Juni 2009
Pagi hari, aku meninggalkan rumah sakit terlebih dulu dan kembali ke sekolah untuk melakukan sidang tesisku.
Xiao Yu menahanku hampir sepanjang hari (Sebenarnya, aku masih tidak tahu mengapa dia begitu menempel kepadaku), dan Xiao Yu tidak membiarkanku pergi sampai aku berjanji untuk membawakannya makanan enak lain kali nanti.
Aku tidak melihat dokter Gu. Dokter Gu melewatkan melakukan pemeriksaan rutinnya dan pergi untuk melakukan persiapan melakukan operasi.
===
Dialog Spesial:
Dokter Gu: Kamu tidak akan pernah peduli dengan perasaanku.
(Mengapa aku harus mempedulikan perasaanmu? Aku bahkan tidak tahu perasaan seperti apa yang kamu miliki pada saat itu …)