The Oath of Love vol. 1 [Bahasa Indonesia] - Chapter 28
- Home
- The Oath of Love vol. 1 [Bahasa Indonesia]
- Chapter 28 - Sebuah Bayangan dan Sebuah Pernikahan
Ketika aku dan Gu Wei sampai di hotel, pengantin pria sedang menemani pengantin wanita di ruang ganti. Mempelai pria, Zhai Jie, bertemu denganku pada acara makan malam sebelumnya. Zhai Jie adalah alumni dari kampusku, dan dia bekerja di laboratorium patologi, sementara itu mempelai wanita bekerja di departemen farmasi.
Pengantin pria bercanda, “Ah, meminta Gu Wei untuk menjadi pengiring pengantin pria benar-benar menghancurkan papan penandaku sendiri. Pada saat itu terjadi, seseorang akan mengambil foto dan mempostingnya di Internet. Ketika pengantin wanita melihatnya, dia pasti akan menyesalinya.”
(Menghancurkan papan penandaku sendiri: Menghancurkan citra diri sendiri dan mempromosikan pesaing.)
Pengantin wanita di lain pihak tersenyum dan tidak mengatakan sepatah katapun, tetapi memperhatikanku dari atas ke bawah sebanyak dua kali.
Gu Wei pergi bersama dengan pengantin baru itu ke pintu untuk menyambut para tamu, maka akupun keluar dari ruang ganti untuk membantu Chen Chong membagikan permen.
(Sudah menjadi kebiasaan untuk memberikan permen kepada semua orang di sebuah perayaan / jika sesuatu yang baik terjadi, hal itu bertujuan untuk menyebarkan keberuntungan yang baik.)
“Kakak ipar, kapan kamu akan menyelenggarakan pesta pernikahanmu?”
Aku memperhatikan aula gedung yang dipenuhi dengan bunga, seolah-olah aku tidak pernah memikirkan tentang masalah ini.
“Kamu dapat mulai memikirkan tentang hal itu,” kata Chen Chong sambil tersenyum, “Pria yang baik seperti Gu Wei, bergegaslah sehingga kamu tidak lagi memimpikan tentang hal itu di malam hari.”
Aku tertawa dan tiba-tiba merasa sedikit aneh.
Setengah dari orang-orang yang berada satu meja denganku adalah rekan Gu Wei, dan aku pasti akan diejek. Semua orang sedang mengobrol dengan gembira ketika lampu di aula tiba-tiba diredupkan, dan pembawa acara naik ke atas panggung. Aku tanpa sadar melihat ke pintu, hanya untuk melihat siluet tubuh Gu Wei yang tiba-tiba saja menghilang. Ketika pengantin pria dan wanita naik ke atas panggung, Gu Wei keluar dari pintu kecil yang berada di sebelah panggung dan berdiri dalam kegelapan.
Chen Chong yang duduk di sebelahku tiba-tiba bedecak ‘tsk’ dan mengerutkan kening. Aku mengikuti pandangan mata Chen Chong. Seorang wanita juga keluar dari pintu kecil yang berada di sebelah panggung itu, tempat dimana Gu Wei sebelumnya muncul. Wanita itu pasti pengiring pengantin wanita, diapun berdiri bersebelahan dengan Gu Wei.
Mata Gu Wei menatap kami sekilas dari kejauhan, memperhatikan sekeliling aula gedung, dan kembali fokus ke panggung dengan wajah tanpa ekspresi.
Aku bertanya pada Chen Chong dengan suara yang lirih, “Ada apa?”
Chen Chong dan kepala perawat saling menatap satu sama lain kemudian menggelengkan kepalanya dan berkata dengan lirih, “Tidak apa-apa.”
Di atas panggung, pengantin pria dan wanita menunjukkan kesetiaannya kepada satu sama lain dengan bersulang kepada semua tamu undangan. Dalam bayang-bayang panggung, Gu Wei memegang dagunya, mulutnya berkerut, dan wajahnya terlihat samar karena cahaya lampu yang redup. Aku tidak dapat melihat ekspresi wajah Gu Wei dengan jelas, yang mana hal itu membuatku merasa ada sesuatu yang salah tetapi aku tidak tahu alasannya. Sesuatu yang aneh ini terlihat semakin jelas ketika mempelai pria dan wanita bersulang ke meja kami.
Gu Wei dengan jelas meminum anggur dan matanyapun berair. Orangtua Chen Chong dan Zhai Jie sudah saling mengenal satu sama lain. Begitu ada seorang tamu undangan baru yang ingin bergabung dengan meja kami, Chen Chong-pun menghentikan Zhai Jie, “Ketika kamu sampai ke meja ini; apakah masuk akal bagimu untuk pergi begitu saja setelah minum?”
Zhai Jie melirik Chen Chong dan berkata, “Minuman apa yang ingin kamu minum?”
Aku heran mengapa pengantin pria ini begitu patuh. Gu Wei berdiri di sebelahku, dia diam saja.
Aku melihat telinga Gu Wei yang memerah dan bertanya dengan suara lirih, “Apakah kamu mau makan sesuatu untuk mengganjal perutmu dulu?”
Gu Wei mengambil setengah kue labu yang ada di mangkokku dan memasukkannya ke dalam mulutnya, “Tidak.”
Gu Wei menghabiskan makanan yang ada di mangkokku sementara Chen Chong sibuk bersulang minuman dengan Zhai Jie.
“Hei, apa yang sedang dilakukan oleh pengiring pengantin pria ini?” seru Bai Mianjun dari arah yang berlawanan.
Gu Wei berjalan menghampiri pengantin pria.
“Jika kamu meninggalkan tempat tugasmu, kamu akan dihukum harus minum.” Bai Mianjun tidak menyerah.
Dan kemudian –
“Ayolah, dia sudah cukup mabuk.”
“Oh, pengiring pengantin wanita masih tetap peduli.”
Wajah Gu Wei menjadi dingin.
Chen Chong, “Apakah kamu menghukum siapa saja yang meninggalkan tempat kerja mereka tanpa meminta ijin terlebih dulu?”
Bai Mianjun terdiam.
Tiba-tiba, aku mulai memahami sesuatu. Mereka berpaling dari Gu Wei, dan pergi, tetapi aku menangkap sorot mata pengiring pengantin wanita. Pada akhirnya, aku hanya tersenyum dengan sopan dan melanjutkan makanku.
“Kakak ipar, makanlah lebih banyak. Kamu harus merawat Gu Wei malam ini.”
Setelah selesai mengelilingi meja para tamu undangan, Gu Wei menghilang. Segera setelah aku mengeluarkan ponselku, ponselku itupun berdering, [aku sedang beristirahat di dalam mobil, kepalaku pusing.]
Aku melihat Zhai Jie dan istrinya sudah duduk di meja utama untuk menemani para tetua makan malam, akupun keluar dari aula dan pergi ke tempat parkir mobil.
Gu Wei bersandar di kursi belakang dengan mata terpejam. Aku masuk ke dalam mobil lewat pintu lain dan mengulurkan tanganku untuk menyentuh wajah Gu Wei, “Gu Wei?”
Gu Wei membalasku dengan ‘Hmmm …’ kemudian memeluk pinggangku dan bersandar kepadaku.
Tubuh Gu Wei sangatlah berat!
“Dokter, apakah kamu mabuk?”
“…”
“Apakah kamu merasa tidak nyaman dengan posisi seperti ini?”
“Yah, hatiku terasa panas …”
Hati panas … panas. Aku bukanlah es!
===
Setelah beristirahat kira-kira selama 20 menit, ponsel Gu Wei berdering, “Pengiring pengantin pria, bersiap-siaplah kembali untuk mengantar para tamu pulang.”
Waktu sudah menunjukkan jam 10 ketika para tamu terlihat sudah pulang semua.
Pengiring pengantin wanita menghampiri dan berkata, “Jangan buru-buru pulang, kamar-kamar di sini sudah dipesan.”
“Tidak.” Gu Wei tidak suka tinggal di tempat lain selain rumahnya sendiri. Gu Wei mencengkram pergelangan tanganku dan mengucapkan selamat tinggal pada Zhai Jie dan istrinya, “Kami berdua pulang dulu.”
Pengantin wanita, “Bagaimana denganmu, Gao Xi?”
Pengiring pengantin wanita, “Aku akan naik mobil Gu Wei.”
Melihat situasi yang kacau di hadapanku, akupun menyela dengan enggan, “Gu Wei, aku juga minum. Tidak dapat menyetir.”
Gu Wei mengerutkan keningnya, “Tetua Zhai, berapa nomor kamar kami berdua?”
===
Dalam perjalanan menuju kamarnya, Gu Wei bertanya, “Siapa yang minum denganmu?”
“Bai Mianjun, dia mengatakan bahwa dia ingin lebih mengenalku.” Chen Chong bahkan tidak menghentikannya.
Gu Wei mengerutkan keningnya, “Lain kali abaikan saja dia.”
Pengiring pengantin wanita mengikuti kami, dan masuk ke kamar sebelah.
Gu Wei mandi, kami tidak membawa pakaian ganti sehingga Gu Wei tidak dapat mengganti pakaiannya, dan juga tidak ada sesuatu yang dapat dimakan pada malam hari, Gu Wei-pun berbaring di atas tempat tidur – bergerak tidak teratur di atas tempat tidur karena tidak bisa tidur. Aku pergi ke sebuah toko terdekat untuk membelikan Gu Wei roti dan susu. Ketika aku kembali ke hotel, aku mendapati Gao Xi sedang berdiri di depan pintu kamar kami berdua.
“Aku mendapat obat anti-mabuk.”
Gu Wei mengambil kantung di tanganku kemudian berbalik dan masuk ke dalam kamar dengan ekspresi wajah yang tidak jelas.
“Aku sudah minum obat itu sebelumnya, dan obat itu sangat mujarab.”
Aku menatap Gao Xi sambil tersenyum, “Terima kasih. Segeralah tidur. Kamu pasti sangat lelah hari ini.”
Ketika aku menutup pintu, Gu Wei sedang duduk di atas tempat tidur, dia sudah meminum susu yang aku belikan dan di atas mulutnya tercetak ‘kumis’ dari susu yang telah dia minum. Obat anti-mabuk yang berada di atas meja teh belum terbuka bungkusnya. Aku tidak mengatakan apapun dan pergi ke kamar mandi untuk mandi. Gu Wei berusia 30 tahun dan besar dengan ‘tiga nilai’ dan ‘lima kebaikan’. Sebelum bersamaku, hubungan asmaranya benar-benar kosong. Bahkan seorang pengarang sekalipun tidak dapat menuliskan kisah cinta Gu Wei seindah cerita dongeng. Aku tidak perlu bersikap berlebihan dengan masa lalu Gu Wei.
(Tiga Nilai [diluar bidang medis] adalah pendidikan yang tinggi, penghasilan yang tinggi, dan usia yang sudah matang. Lima Kebaikan adalah berpikiran positif, memiliki moral yang baik, memiliki kesehatan yang baik, memiliki gaya yang baik, dan bertingkah laku yang baik.)
===
Keesokkan harinya, kami sarapan bersama di restoran. Gu Wei mengambil seporsi bubur jewawut yang baru dimasak, Gao Xi mengambil sebuah piring dan mengikuti Gu Wei. Ekspresi Zhai Jie sedikit aneh. Aku melanjutkan makan sambil menundukkan mata dan hidungku. Tetapi di sudut mataku, aku melihat Gao Xi memegang lengan Gu Wei. Hatiku terasa tertusuk.
Setelah makan, aku mengucapkan selamat tinggal pada Zhai Jie dan istrinya, juga kepada orangtua, keluarga, dan teman-teman mereka. Gao Xi ikut pulang bersama mobil kami. Suasana dalam mobil terasa sedikit kaku. Aku duduk di kursi di sebelah Gu Wei dan menyaksikan pohon-pohon yang ada di pinggir jalan melintas lewat jendela mobil.
Ketika berhenti di persimpangan jalan, Gao Xi yang duduk di kursi belakang berkata dengan lembut, “Gu Wei, pelan-pelan saja menyetir mobilnya.”
“Hmm.”
Kami melewati tiga lampu lalu-lintas.
Gu Wei berkata, “Apakah kamu masih tinggal di pertigaan itu?”
“Ya.”
Setelah Gao Xi keluar dari mobil, tidak ada seorangpun dari kami berdua yang bicara, dan suasana di dalam mobilpun begitu sunyi sehingga hanya terdengar suara keramaian lalu lintas dari luar.
Ketika mobil memasuki terowongan, suasana dalam mobil menjadi gelap. Aku memalingkan wajah dari pengemudi mobil yang duduk di sebelahku, seolah-olah hatiku telah ditikam.
Berpura-pura tidur dengan nyenyak adalah satu-satunya kemampuan yang kumiliki untuk dapat bertahan hidup yang bahkan ibuku sendiripun tidak mengetahuinya. Dengan mata terpejam, aku menenangkan rasa sakit di dadaku dan bangun di persimpangan jalan di depan komplek apartemen tepat pada waktunya.
“Bangun.”
“Ya.”
“Lelah?”
“Ya.”
Aku mendorong pintu mobil dan keluar dari dalam mobil. Kemudian kembali berjalan dengan perlahan-lahan.
Suatu kali aku berpikir bahwa aku bukanlah orang yang posesif, tetapi sekarang aku menyadari bahwa aku adalah orang yang posesif. Pada saat itu aku hanya belum terlalu menyukai sesuatu, sehingga tidak memasukkannya ke dalam hati. Namun, di depan Gu Wei, meskipun aku tidak berharap dia ‘tidak memiliki masa lalu’, aku tiba-tiba ingin agar mantan kekasih Gu Wei mendapatkan pekerjaan lain, berada di kota lain, berada di dunia lain.
===
Dialog Spesial:
Dokter Gu: Ah … aku masih ingat kejadian ini.