The Oath of Love vol. 1 [Bahasa Indonesia] - Chapter 51
- Home
- The Oath of Love vol. 1 [Bahasa Indonesia]
- Chapter 51 - (Ekstra Bab): Pencarian ke Barat Daya
Si Lan adalah seorang gadis yang merupakan seniorku dalam disiplin ilmu yang berbeda. Si Lan berasal dari Hangzhou, tetapi Si Lan memiliki jenis temperamen yang berbeda dari gadis-gadis Jiangnan pada umumnya, contohnya Si Lan mengenakan gelang perak tua dengan ukiran yang rumit di pergelangan tangannya – menunjukkan semacam kesopanan yang bermartabat di dalam kesederhanaan seorang gadis desa.
Penampilan Si Lan terlihat agak mirip seperti perpaduan antara Yang Liping dan juga A Duo, dengan tulang yang menonjol seperti pinang yang diwarisi oleh Si Lan dari Nenek Kandungnya.
(Yang Liping merupakan seorang penari dan koreografer Tionghoa yang berasal dari etnis Bai. A Duo sebelumnya dikenal dengan nama Fu Ying merupakan seorang penyanyi pop wanita dan aktor film di Daratan Cina.)
Kami biasa bercanda dengan menyebut Si Lan sebagai ‘Pemberi Sedekah’. Si Lan selalu membawa tas besar berwarna hitam pucat di punggungnya, seolah-olah Si Lan dapat berkeliaran kapan saja dia mau.
Ketika aku pertama kali bertemu dengan Si Lan, Si Lan belum mulai menyukai untuk berkeliaran kemanapun dia suka, dan Si Lan menunggu Fei Xiaoguang dengan tenangnya. Si Lan dan Fei Xiaoguang merupakan pasangan kekasih sejak masih remaja, mulai dari SMA dulu. Fei Xiaoguang mempelajari Ekonomi, sedangkan Si Lan mempelajari Sejarah, dan karena kelas yang diikuti oleh Si Lan hanya sedikit, maka Si Lan datang ke kelas kami dan ikut mendengarkan pelajaran kami, dan sejak saat itulah kami berdua menjadi saling mengenal satu sama lain. Kami berdua biasa mengobrol santai dan membicarakan topik-topik yang sudah umum. Tidak banyak yang kami berdua bicarakan, tetapi kadang-kadang kami berdua membicarakan mengenai Fei Xiaoguang.
Fei Xiaoguang satu tahun di atasku dan Si Lan. Fei Xiaoguang selalu muncul di papan buletin Beasiswa Tahunan. Ketika aku bertemu dengan Fei Xiaoguang secara langsung, aku merasa sangat terkejut. Cendekiawan berwajah putih ini bagaimanapun juga memiliki ekspresi tegang dan sangat serius, bagaimana dia bisa bertahan dengan karakter Si Lan itu?
Tetapi Si Lan menyukai Fei Xiaoguang.
“Xiaoguang berkata, ketika aku lulus nanti, Xiaoguang akan menemaniku untuk melakukan perjalanan ke Barat Daya.”
Aku tidak berani memberitahu Si Lan, bagaimana mungkin seorang anak laki-laki yang setiap hari mendatangi para profesor dan pembimbing bersedia untuk meletakkan masa depannya yang cerah di sini untuk pergi ke Barat bersamamu?
Pada suatu ketika, kampus kami mengadakan sebuah pesta, dan Si Lan menghadiri pesta itu bersama dengan Fei Xiaoguang. Kami berbicara dan tertawa bersama, kemudian seorang kakak senior perempuan menirukan Nyanyian Perkawinan orang-orang Mosuo dengan cara yang berlebihan, dan semua orangpun tertawa terbahak-bahak. Fei Xiaoguang tiba-tiba saja tampak murung, dan kemudian langsung membawa Si Lan pergi.
Kakak senior perempuan itu berkata, “Mengapa aku merasa bahwa gadis itu telah gagal?”
Tidak peduli apa yang orang lain pikirkan, Si Lan masih mati-matian menunggu Fei Xiaoguang, menunggu Fei Xiaoguang untuk menemaninya dalam mewujudkan mimpinya untuk berpergian ke Barat Daya.
Aku pernah bertanya kepada Si Lan dengan penuh rasa ingin tahu, “Si Lan, mengapa kau begitu tertarik untuk pergi ke Sichuan, Tibet, dan Yunnan?”
Si Lan berkata, “Cerita ini terlalu panjang untuk diceritakan. Aku berjanji pada Nenek bahwa aku akan membantu Nenek untuk menemukan seseorang untuk Nenek.”
Tidak lama setelah Si Lan dan Fei Xiaoguang berada di tahun keempat, di tahun terakhir kuliah mereka, Si Lan tiba-tiba saja berhenti untuk datang ke kelas kami, dan tidak ada satupun dari kami yang dapat untuk menghubungi Si Lan. Aku bertanya kepada kakak senior perempuanku apakah ada kabar berita mengenai Si Lan, Si Lan tidak akan tiba-tiba menghilang seperti siluman rubah, bukan?
Kakak senior perempuanku itu, mengatakan bahwa siluman rubah yang paling banyak dibicarakan itu telah dikecewakan oleh cendekiawan berwajah putih itu.
Belakangan, kisah mengenai cendekiawan berwajah putih itu sampai ke telingaku. Aku berpikir alasan hubungan antara Si Lan dan Fei Xiaoguang itu berakhir karena dengan alasan yang kuno, yaitu ‘Aku rasa kami berdua tidak cocok.’ Tetapi aku tidak pernah berpikir bahwa alasannya adalah ‘Aku tidak merasa bahwa hatimu ada bersamaku.’
Kakak senior perempuanku itu sangat marah dan mengumpat pada saat itu, “Omong kosong! Si Lan tidak ada di dalam hatinya, mengapa wanita yang pandai seperti Si Lan mau mempertahankan kekasih yang begitu buruk seperti itu? Apakah Fei Xiaoguang tidak takut disambar petir bahkan jika dia membuat alasan seperti ini untuk berselingkuh dari Si Lan!”
Menjelang wisuda, aku bertemu dengan Si Lan yang datang untuk mengembalikan buku di perpustakaan. Senyuman Si Lan masih terlihat tenang, “Aku pergi ke pemakaman pada beberapa waktu yang lalu.” Nenek Si Lan telah meninggal dunia.
Mengenai Fei Xiaoguang, komentar Si Lan hanya sedikit dan sederhana, “Sudah sewajarnya bagi seorang pria untuk mengambil tanggung jawab, akan sangat menjijikkan jika seorang pria tidak mau untuk bertanggung jawab.”
Si Lan memberiku sebuah liontin yang berwarna biru kehijauan, “Aku akan pergi ke Sichuan. Aku akan mengambil rute Sichuan – Tibet, dan kemudian pergi ke Tibet.”
Kepala yang sangat lembut, dengan mata yang sangat cerah. Aku memeluk Si Lan, “Semoga perjalananmu menyenangkan. Ingatlah untuk mengirimiku kartu pos.”
Setelah itu, kontak kami berdua terputus.
Fei Xiaoguang berhasil bekerja di perusahaan asing yang bagus seperti yang dia inginkan, dan aku pernah mendengar dari teman-teman sekelasku ketika mereka membicarakan Fei Xiaoguang, bahwa karier dan kehidupan Fei Xiaoguang tidak berjalan dengan baik. Aku tidak bisa mengatakan apakah hal itu merupakan suatu karma ataukah bukan, tetapi Fei Xiaoguang menyia-nyiakan seorang gadis yang baik seperti Si Lan, dan hanya Fei Xiaoguang sendiri yang tahu apakah dia menyesalinya ataukah tidak.
Pada liburan musim panas setelah lulus kuliah, ketika aku pulang untuk membersihkan kotak suratku, aku menemukan sebuah kartu pos yang berdebu. Pada bagian depan kartu pos itu terdapat gambar Istana Potala, dengan langitnya yang berwarna sangat indah. Di balik kartu pos itu terdapat tulisan Si Lan, ‘Kau harus datang kemari ketika ada kesempatan.’
Tiba-tiba saja aku merindukan gadis yang memiliki karakter yang unik ini.
Kemudian aku menghubungi kakak senior perempuanku, dan akupun mengetahui garis besar semua hal yang sudah dialami oleh Si Lan.
Setelah lulus kuliah, Si Lan pergi dengan berbekal uang sebesar 10.000 yuan, dan memulai perjalanan yang tidak mulus. Setelah melewati Prefektur Otonomi Ganzi, Si Lan memutuskan kontak dengan kakak senior perempuanku ini. Pada saat kakak senior perempuanku ini kembali mendapat kabar dari Si Lan, Si Lan telah mengajar di sebuah sekolah dasar selama lima bulan, dan memberikan alamatnya kepada kakak senior perempuanku itu, sambil berpesan, ‘Dapatkah kau mengumpulkan semua barang yang tidak kau gunakan, dan mengirimkan barang-barang itu melalui pos? Semua orang dewasa dan juga anak-anak di sini membutuhkan semua barang-barang itu.”
Aku mengumpulkan lima tas besar yang berisi pakaian bersih dan juga alat tulis, dan mengirimkan semua itu kepada Si Lan, dan Si Lan menulis surat kepadaku untuk mengucapkan terima kasih kepadaku. Ada perangko di dalam surat Si Lan itu. Kakak senior perempuanku itu menggelengkan kepalanya. Kemudian aku kembali menulis surat kepada Si Lan, dan mengatakan bahwa Si Lan seharusnya meninggalkan 3.000 yuan dalam suratnya itu. Dan kemudian kami-pun kembali putus kontak dengan Si Lan.
Kemudian, setengah tahun berikutnya, aku menerima e-mail dari Si Lan yang diteruskan oleh kakak senior perempuanku itu.
Aku merasa sedikit gugup ketika mengklik gambar itu. Di samping sebuah parit di kota kuno Lijiang, seorang gadis kurus sedang duduk di atas tangga batu, kulit gadis itu sedikit kecokelatan, rambut panjangnya disanggul dengan tusuk kundai di dalamnya, terlihat polos dan sederhana.
‘Di sini sangat menyenangkan, dekat dengan langit, sangat indah.’
Si Lan seperti peri kecil, sesekali berhubungan dengan kami. Kadang melalui e-mail, terkadang melalui kartu pos.
Sampai akhirnya aku mendapat kabar bahwa Si Lan akan menikah.
Kakak senior perempuanku itu sedang hamil, maka akupun pergi sendiri untuk menghadiri pernikahan Si Lan itu. Tiga tahun kemudian, aku kembali bertemu dengan Si Lan, aku memeluk Si Lan dengan sangat gembira sehingga aku tidak dapat berbicara.
Malam sebelum pernikahan, aku dan Si Lan berbagi tempat tidur, dan mendengarkan Si Lan menceritakan sebuah cerita yang sangat panjang.
Seorang gadis Tujia yang jatuh cinta pada seorang pria Kangba yang berusia sembilan tahun lebih tua dari dirinya.
Pria itu menghindar, pria itu berpikir bagaimana mungkin seorang gadis yang terbiasa untuk menyanyi dan menari seperti bunga, bersedia mengikuti seorang tentara seperti dirinya untuk berpindah-pindah tempat?
Gadis itu tetap mengejar pria itu, dan memaksa untuk memberi sebuah gelang perak kepada pria itu, dan gelang yang lain dikenakan oleh gadis itu di tangannya sendiri, maka gelang perak itu ada sepasang.
Pria itupun akhirnya melunak, dan meminta seseorang untuk menyampaikan janjinya kepada gadis itu.
Gadis itupun bergegas pergi ke Prefektur Aba, dan tidak pernah lagi bertemu dengan siapapun.
Gadis itu menunggu di Perfektur Aba selama lima tahun, tetapi tidak menerima kabar apapun, dan akhirnya gadis itupun menikah dengan seorang sarjana yang mengunjungi daerah itu dan kemudian gadis itupun mengikuti suaminya itu untuk kembali ke Jiangsu dan Zhejiang.
Aku bertanya, “Apakah kau bertemu dengan pria Kangba itu?”
Si Lan menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku telah mencarinya sepanjang hidupku dan tidak perrnah menemukannya.”
Gadis itu terus menulis surat yang ditujukan kepada kenalannya yang tinggal di Prefektur Aba, dan bahkan gadis itu kemudian menghubungi keluarga pria Kangba itu, akan tetapi tidak ada yang mendengar kabar dari pria Kangba itu. Pada saat itu, di garis depan militer …
Si Lan menyentuh gelang perak yang ada di pergelangan tangannya itu, “Nenek selalu berpikir bahwa pria itu ada di gelang ini. Sebenarnya senang rasanya berpikir seperti itu.”
Pada hari pernikahan, aku mengantar Si Lan dengan menunggang kuda. Dalam perjalanan mencari gelang perak yang lainnya itu, Si Lan bertemu dengan Sanjay, seorang pria Kangba yang bersedia membantu Si Lan membawa barang bawaannya yang berat dan menemani Si Lan kemanapun Si Lan pergi.
Menurutku, itu semua bukanlah kelanjutan dari kisah cinta Nenek Si Lan itu.
Bulan kemarin, aku mengirimkan undangan pernikahan elektronik ke e-mail Si Lan tanpa banyak berharap. Pada akhir bulan, aku menerima sebuah paket dan menandatanganinya. Ketika dibuka, paket itu berisi patung Buddha kecil yang terbuat dari perunggu, sebuah stupa, dan sepasang palu perak yang sangat halus …
Si Lan berkata, “Itu semua mahar untukmu.”