The Oath of Love vol. 1 [Bahasa Indonesia] - Chapter 9
17 Maret, 2009
Setelah aku kembali dari makan siang, aku melihat seorang anggota keluarga pasien di koridor dan sedang menghentikan dokter Gu.
“Dokter Gu, bisakah anda memberikan nomor kontak anda kepada saya?”
“Suster kepala memiliki nomor telepon para dokter dan perawat yang sedang bertugas.”
“Bagaimana dengan nomor pribadi anda?”
“Rumah sakit tidak mengijinkan kami untuk membagikan informasi mengenai kontak pribadi kami kepada orang luar.”
“Dokter Gu, tolong berikan nomor kontak pribadi anda kepada saya. Saya tidak akan memberikannya kepada siapapun.”
“Maafkan saya, menghubungi secara pribadi tidak diperbolehkan.”
Aku kembali ke bangsal, dan Guru Lin bersiap-siap untuk pergi ke luar.
“Ayah ingin pergi kemana?”
“Meminta nomor kontak dokter.”
Aku mengacungkan catatan yang ada di tanganku, “Nomor kontak dokter yang bertugas? Aku sudah memintanya kepada suster kepala.”
Guru Lin benar-benar tidak mengindahkanku, “Teman satu bangsalku mengatakan bahwa sambungan telepon dokter yang bertugas terlalu sibuk untuk dihubungi, jadi aku akan meminta nomor dokternya langsung.”
“Dia tidak akan memberikannya –“ kepada ayah. Ayah sudah keburu pergi …
Sepuluh menit kemudian, setelah aku selesai mencuci buah, Guru Lin sudah bersandar di atas tempat tidur dan mendengarkan radio.
“Apakah ayah mendapatkannya?” Aku iseng-iseng bertanya kepada ayah.
“Hmm.”
Aku menoleh dengan kaku, “Nomor kontak siapa?”
Guru Lin memakan anggur dengan santai, “Nomor kontak dokter Gu.”
Pada sore hari, dokter Gu datang untuk melepas setengah jahitan yang tersisa. Aku berusaha dengan keras untuk melihat sesuatu yang tidak biasa di wajah dokter Gu, tetapi dokter Gu terlihat tenang seperti biasanya. Guru Lin sangat tertarik mengobrol dengan dokter Gu, “Betapa cepatnya, anda sungguh sangat terampil.”
Setelah dokter Gu selesai melepas sisa jahitan, diapun meluruskan tubuhnya dan tersenyum, “Tentu saja, saya yang menjahitnya.”
Aku mengambil sebuah kertas dan pena dan menghampiri dokter Gu, “Dokter, apa yang harus saya perhatikan ketika kami ada di rumah nanti? Apakah diperbolehkan untuk mandi dengan luka operasinya? Apakah ada sesuatu yang harus dihindari dalam diet ayah? Pengaturan biokimia sebaiknya dilakukan setiap tiga hari atau setiap tiga …”
Dokter menjawab pertanyaanku satu per satu. Dia memperhatikanku menulis sambil tetap berinteraksi secara baik dengan orangtuaku. Ketika aku selesai, dokter Gu mengangguk dengan sopan kepada kami, tidak ada yang tidak biasa. Aku memperhatikan buku catatan yang ada di tanganku, apakah aku terlalu banyak berpikir?
===
18 Maret 2009
Setelah pemeriksaan pagi, Dokter Gu tidak diketemukan dimana-mana. Tanpa adanya pemberitahuan diijinkan untuk pulang dari dokter yang bertanggung jawab, kami tidak dapat melanjutkan proses membawa pulang pasien.
“Dokter Gu memiliki jadwal melakukan dua operasi pagi ini.” Suster kepala menunjukkan papan yang ada di belakangnya, operasi pertama pada jam 08.30, dan operasi kedua pada jam 10.30, “Tunggu dokter Gu kembali bekerja sore nanti.”
Sekitar jam 10, aku membereskan tas milik Guru Lin, dan dari pintu bangsal, ada yang mengetuk pintu. Seseorang yang mengenakan seragam untuk melakukan operasi masuk ke dalam bangsal. Orang itu hanya terlihat sepasang matanya saja, memegang map catatan medis di tangannya dan mengeluarkan selembar surat pemberitahuan yang sudah ditandatangani.
“Bukankah anda sedang melakukan operasi?”
“Masih ada jeda waktu dua puluh menit.”
Aku menatap dokter Gu dan tiba-tiba saja aku tidak tahu harus berkata apa.
“Lanjutkan formalitasnya. Jika tidak, hari ini kamu tidak akan boleh pulang.” Dokter Gu berjalan keluar secepat dia berjalan masuk.
Mengambil obat, menyalin keterangan kondisi medis ayah, membayar tagihan, menunjukkan bukti sertifikat formal dan sertifikat asuransi medis. Pada jam 2 siang, ketika aku berada di dalam mobil dan meninggalkan rumah sakit, aku melihat ke belakang, memperhatikan gedung rawat inap, aku merasa sedikit bingung.
===
3 April 2009
Beberapa hari kemudian, setelah kembali ke rumah, menelepon ruang suster perawat yang ada di rumah sakit adalah satu-satunya kontak yang aku lakukan dengan rumah sakit ketika leukosit Guru Lin menunjukkan penurunan. Dari samping, aku mendengar ibuku melakukan kontak yang kedua dengan menghubungi dokter yang bertugas. Tidak ada tanggapan yang lain selain tanggapan resmi seperti ‘terima kasih’ dan ‘sama-sama’.
Aku memegang kepalaku dan memperhatikan terowongan gelap yang ada di luar jendela. Kaca jendela memantulkan seorang pria yang sedang memainkan kartu nama di tangannya. Tiba-tiba aku memikirkan seseorang; orang itu juga membalik kartu namanya yang ada di ujung jarinya setelah bekerja sambil berjalan menuju kereta bawah tanah.
Pada hari ini, aku kembali ke Kota X. Aku buru-buru mengeluarkan buku-bukuku tetapi merasa ada sesuatu yang tidak terlihat tetapi terasa luar biasa.
Sore harinya, aku berada di asrama Sansan. Sekolah Sansan dengan sekolah dimana aku melakukan ujian ulang berada di wilayah kampus yang sama. Setelah aku selesai mandi dan mengeringkan rambutku, aku menoleh ke belakang, dan melihat wajah Sansan yang terlihat heran, “Nona, mengapa aku tiba-tiba merasa bahwa kamu memiliki semacam ‘hanya dengan mengerutkan alismu tetapi hal itu menunjukkan apa yang ada di pikiranmu.’
(‘hanya dengan mengerutkan alismu tetapi hal itu menunjukkan apa yang ada di pikiranmu’ = apa yang ada di benaknya terlihat jelas di wajahnya)
“Tolong buang jauh-jauh pelajaran etika dan ilmu pengetahuanmu, jangan mengutip ujaran klasik sebagai ajang pamer ilmu pengetahuan.”
“Jadi, dokter Gu itu, kapan kamu akan menyelesaikannya?”
“… lebih baik kamu melanjutkan membaca puisi klasik.” Jangan berharap untuk mencari tahu dari wanita ini.
“Aku tahu kamu merasa malu, jadi saudara perempuanmu ini hanya membantumu mengirimkan SMS dari ponselmu.”
“Apa?!”
Aku bergegas membuka ponselku, sebuah pesan ‘Apakah anda memiliki kekasih?’ terpampang dengan jelas di kotak pesan.
Aku ceroboh dalam menjalin hubungan pertemanan! Benar-benar ceroboh dalam menjalin hubungan pertemanan! Aku berharap aku bisa memukul tembok!
“Kakak! Aku akan menjalani pemeriksaan ulang besok, tidak bisakah kakak membiarkanku memiliki kondisi mental yang baik?!”
“Jiwa yang baik bisa sering-sering datang, tetapi seorang pria yang baik itu jarang ditemukan. Teman kecilmu ini membantu usahamu.” Sansan menangkap handuk yang kulemparkan dan meluncur ke dalam kamar mandi.
Aku menutupi diriku sendiri dengan selimut kesedihan dan kemarahan, memandangi SMS yang tiada bandingannya itu bergerak-gerak di layar ponselku. Aku tidak pernah berharap seperti ini sebelumnya, tetapi aku berharap sebuah virus menyerang menara komunikasi ponsel!
Ponselku tidak menerima sebuah SMS balasan sampai aku tertidur. Sebelum aku tertidur, aku mencoba dengan keras menghipnotis diriku sendiri, “Itu tidak masalah, itu tidak masalah, dokter Gu tidak tahu nomor ponselku, mungkin dokter Gu berpikir bahwa SMS itu adalah SMS gurauan belaka.”
Kemudian, aku sadar betapa aku sudah salah!
===
Dialog Spesial:
Dokter: Hahahahaha …
(Apa yang sedang kamu tertawakan? Aku hanya mengenalmu selama sepuluh hari atau mungkin lebih, dan kamu berani meninggalkan nomor ponselmu. Aku bahkan belum bertanya kepadamu!)
Dokter: Apakah ada masalah jika aku memberikan nomor ponselku kepada keluarga pasien?
(>_< …)