Buku Panduan Neraka - Chapter 364
Kali ini kelompok itu sudah jadi lebih pintar. Mereka tahu kalau cahaya putih itu tidak akan menyambar mereka tanpa alasan. Mau mereka berpikir kalau cahaya putih tersebut berusaha membatasi mereka atau ada suatu alasan lain, hal itu jelas ada hubungannya dengan fakta bahwa sebelumnya mereka sudah terbang.
“Sinar putih itu sungguh keji! Setelah menyambarku, aku tak lagi bisa memakai Kekuatan Jiwaku,” gerutu Oscar. Dia mengira dirinya bisa memakai bayangannya sendiri yang ada di atas tanah untuk menangkap dirinya ketika dia mendarat, namun hal itu sama sekali tak terjadi. Dia sama sekali tak bisa memakai Kekuatan Jiwanya ketika cahaya putih itu mengenai dirinya dan mendarat keras di petak berbatu. Kalau saja tubuhnya belum melalui penguatan tambahan di lantai pertama, jatuhnya ini mungkin saja telah melukainya dengan parah.
“Aku merasa kalau cahaya putih itu adalah semacam peringatan. Untung saja kita tak apa-apa, kalau tidak akan sangat disayangkan jika kita kehilangan anggota gara-gara sesuatu seperti itu,” Durand ikut berkomentar. Dia masih memikirkan tentang cahaya putih itu.
“Maafkan aku, ini salahku,” Natasha minta maaf.
Su Jin menggelengkan kepalanya dan berkata, “Ini bukan salahmu. Siapa pun yang berada di situasi yang sama pasti akan sudah berpikir untuk melakukan hal yang sama. Sekarang karena kita sudah tahu kalau metode-metode semacam itu tak bekerja, lebih baik kita tetap jalan kaki saja.”
Kelompok itu membutuhkan waktu selama hampir dua hari untuk akhirnya tiba di puncak. Gelombang panas dari lava yang menyembur sudah cukup untuk mengubah mereka jadi dendeng manusia, dan lava sebenarnya yang ada di dalam gunung berapi jauh lebih parah lagi.
“Sekarang harus apa?” tanya Oscar. Mereka sudah mencapai puncak, tapi apa yang harus mereka lakukan berikutnya?
“Masuk ke dalam, tentu saja. Mereka yang telah melewati ujian dimuntahkan keluar dari dalam gunung berapi, jadi kita tak punya pilihan lain,” ujar Su Jin dengan nada terang-terangan.
“Kita harus masuk ke dalam, itu sudah cukup jelas. Tapi bagaimana caranya? Langsung lompat saja? Bahkan Shen Wu juga takkan bisa melindungi kita dari hawa panas sebesar ini, kan?” ujar Durand mengernyit.
Shen Wu ikut mengernyit ketika dia memberi jawaban langsung, “Nggak, memang nggak bisa. Lavanya terus-terusan naik dari dasar gunung berapi dan suhunya terus naik. Aku tak sanggup mengatasi ini. Kekuatan Jiwaku punya batasan, tapi gunung berapi ini… sepertinya tidak.”
Su Jin memakai psikokinesisnya untuk memindai gunung berapi tersebut, dan dalam waktu singkat dia pun menemukan sebuah jalan. Sebuah jalan berbentuk spiral di sepanjang permukaan gunung berapi, dan mereka bisa sampai ke dasar jika mereka mengikuti jalan ini.
“Sebelah sini!” Su Jin memanggil mereka, lalu berjalan duluan. Hawa panas langsung menerpa mereka ketika mereka berjalan masuk, dan bahkan meski mereka mampu menahan hawa panas ini, Shen Wu tetap menggunakan Kekuatan Jiwanya untuk membuat suhunya lebih bisa diterima.
“Lebih baik satu orang saja yang mengeluarkan energi daripada kalau hawa panasnya menguras energi dari semua orang di sini,” ujar Shen Wu.
Mereka mengangguk setuju. Membuat diri mereka sendiri lelah karena hawa panas di sepanjang jalan ini merupakan keputusan bodoh, terutama karena mereka punya seseorang yang mampu mengendalikan suhu bersama mereka. Ini adalah Tantangan yang berat, jadi mereka harus menjaga tubuh mereka tetap dalam kondisi terbaik sepanjang waktu supaya mereka mampu menangani situasi darurat yang menghadang mereka.
Berjalan turun jauh lebih mudah ketimbang memanjat naik, tapi mereka tidak bergerak terlalu cepat karena mereka harus waspada terhadap bahaya yang mungkin akan muncul kapan saja. Su Jin tidak pelit dengan psikokinesisnya, jadi tugasnya sama sekali tidak lebih mudah dari Shen Wu. Pemandangan di depan mereka amat sangat mengejutkan mereka. Sesekali lava di dalam gunung berapi akan menyembur naik, tapi tak pernah mendarat di dalam jalur spiral tempat mereka berada. Kesannya seakan ada sebuah dinding tembus pandang raksasa di sekeliling mereka yang menangkal lavanya. Kalau bukan berkat itu, lava yang menyembur akan sudah menjadi ancaman buruk bagi mereka.
“Ini….” Di pertengahan perjalanan turun, jalan mereka dihadang oleh setumpuk tulang belulang. Tulang belulang ini tak kelihatan seperti sudah terbakar, karena tulang dan kulit yang tersisa di situ masih segar. Kelihatannya lebih seperti kalau dagingnya telah dimakan oleh sesuatu.
Persis ketika mereka masih dibuat bingung oleh hal ini, tiba-tiba Su Jin berbalik untuk menatap ke arah lava. Lavanya berguncang, dan seekor rubah api pun melompat keluar lalu mendarat di depan mereka.
Kedua belah pihak saling menatap selama beberapa saat. Tak satu pun orang yang ada dalam kelompok berani memandang remeh rubah api ini, bahkan meski dia tampak sangat imut. Makhluk ini jelas adalah sesuatu yang mampu melahapmu dan tak menyisakan jejak sedikit pun.
Si rubah api tiba-tiba tersenyum ganjil pada mereka. Api di sekitar tubuhnya menyelimutinya dan tim pun langsung bersiap untuk bertarung. Namun si rubah tak menyerang mereka. Api itu hanya sejenak menyelimuti si rubah sebelum menghilang sepenuhnya. Kemudian sesosok pria elegan berbaju merah kini berdiri di hadapan mereka, hanya saja dia punya sepasang telinga rubah.
“Selamat datang, para pionir dari siklus yang baru. Kalian akan diuji di tempat ini, dan mereka yang lulus akan memiliki kesempatan untuk menjadi dewa. Hanya kesempatan. Tapi tak usah cemas, bahkan jika kalian tidak menjadi dewa di sini, kalian akan tetap memiliki kesempatan untuk melakukannya setelah kembali ke dunia kalian sendiri. Tetapi… jika kalian tidak lulus ujian, kalian pasti akan mati. Jadi, sekarang, aku akan memberi kalian kesempatan untuk memilih. Jika kalian tidak percaya diri, kalian boleh kembali sekarang juga,” pria bertelinga rubah berkata pada mereka berlima.
Para anggota tim saling berpandangan. Tak satu pun dari mereka yang ingin kembali. Mereka sudah datang sampai sejauh ini adalah karena mereka ingin menjadi dewa. Kesempatan untuk menjadi dewa ada tepat di depan mereka. Tak mungkin ada seorang pun yang menyerah di titik ini.
“Kalian yakin tak satu pun dari kalian yang ingin mundur?” si pria bertanya lagi. Mereka berlima menggelengkan kepala untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan mundur.
Si pria tersenyum samar, kemudian menepukkan tangan seraya berkata, “Bagus sekali, bagus sekali! Barusan tadi aku hampir saja panik, karena jika kalian memilih untuk mundur, maka… orang-orang yang ada di belakang kalian itu merupakan bukti atas apa yang akan terjadi pada kalian.” Dia menunjuk pada tulang belulang di tanah.
Semua orang menaikkan sebelah alis. Yang satu ini punya sifat licik. Tapi mereka percaya pada apa yang dia katakan. Setiap makhluk yang ada di bangunan ini lebih mengerikan dari yang sebelumnya. Jika seekor rubah berkata kalau dia bisa membunuh mereka, dia pasti mampu melakukannya.
“Baiklah kalau begitu, ikuti aku!” Si pria melambaikan tangannya, dan sebuah jalan pun muncul di tengah-tengah lava.
“Tunggu!” Tiba-tiba Su Jin menyela.
Si pria terdiam, kemudian berbalik untuk menyeringai pada Su Jin sebelum berujar, “Ada apa? Sekarang kau ingin mundur? Aku tak keberatan membiarkanmu melakukannya!”
“Bukan,” Su Jin menggelengkan kepalanya, lalu berkata lirih, “kau tadi bilang sesuatu soal kami datang dari siklus baru. Apa… siklus baru ini apa?”
Si pria terkejut mendengar pertanyaan ini, tapi dia tersenyum dan berkata, “Semesta ini awalnya adalah sebuah titik, dan aku menyebutnya awal pertama – adalah yang pertama, dan juga awal mula! Abad dan generasi tak bisa lepas darinya, dan setiap era seperti sebuah siklus, setiap milenium bagaikan sebuah siklus. Yang telah berlalu adalah siklus lama, jadi yang akan datang akan menjadi siklus baru.”
“Satu milenium bagaikan sebuah siklus, siklus lama telah berlalu dan sebuah siklus baru muncul…. para dewa tua, dewa sekarang, dewa baru… itukah jawabannya?” Mata Su Jin berkedut, dan segel di sekitar psikokinesis dalam alam bawah sadarnya tiba-tiba hancur. Ini bukan karena dia telah melepaskan sendiri segelnya, melainkan karena dia sudah menemukan jawaban tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan Buku Panduan Neraka. Atau setidaknya dia telah memahaminya di tingkat permukaan, seperti menemukan ujung benang yang bisa mengurai sebuah bola benang. Tinggal masalah sebelum dia menemukan semua hal lainnya.
Begitu segelnya hancur, pendar perak di mata Su Jin menjadi terlalu terang bagi siapa pun yang lain untuk melihat langsung pada dirinya. Beberapa saat kemudian cahaya itu perlahan meredup karena kini dia mampu mengendalikan psikokinesis dalam jumlah sebesar ini tanpa masalah. Buku Panduan tidak akan melempar dia keluar lagi.
“Oh? Belum pernah aku melihat seseorang mendapat pencerahan di saat-saat seperti ini.” Si pria menatap penasaran pada Su Jin, tapi dengan cepat dia menyadari adanya sesuatu yang salah. Matanya melebar ketika dia berkata, “Tunggu sebentar. Psikokinesis sebanyak ini… apa yang telah terjadi padamu? Orang dengan psikokinesis sebanyak ini tak mungkin bisa ada!”
Su Jin tak menjelaskan dirinya sendiri. Jumlah psikokinesis yang dia miliki sekarang sungguh mencengangkan, namun ini berasal dari pelatihan dan penempaan di sungai panjang waktu yang telah dia lalui. Beberapa mungkin saja berpikir kalau Su Jin cuma beruntung, namun periode waktu saat itu sama sekali tidak mudah baginya. Penderitaan, rasa sakit, ketidakberdayaan, kesukacitaan, dan kebahagiaan yang telah dia lalui amatlah nyata. Dirinya pantas mendapatkan setiap tetes psikokinesis yang dimilikinya sekarang ini, jadi dia tak beranggapan kalau dirinya cuma sedang beruntung.
“Bukankah kita seharusnya turun ke arah sana? Kalau begitu ayo jalan,” ujar Su Jin seraya mengabaikan pria yang terkaget-kaget itu.
Si pria masih benar-benar tercengang, tapi dia mengangguk sebagai tanggapannya dan berbalik untuk melangkah menyusuri jalan. Su Jin dan yang lain mengikuti di belakangnya.
Begitu mereka telah berjalan melewati lava, mereka pun tiba di sebuah gua raksasa. Dibandingkan dengan gunung berapi yang menyemburkan lava ke mana-mana, yang ini kelihatan seperti tempat yang benar-benar berbeda. Di sini sejuk dan menyegarkan. Tak ada seorang pun yang akan menyangka kalau tempat ini sebenarnya berada di dalam jantung gunung berapi.
“Baiklah semuanya! Izinkan aku memperkenalkan diriku sendiri! Mereka menyebutku… Dewa Dosa!” ujar si pria seraya menyeringai sambil menunjuk pada dirinya sendiri.