Buku Panduan Neraka - Chapter 365
Pria bertelinga rubah yang menyebut dirinya sendiri sebagai Dewa Dosa itu mengembangkan kedua lengannya lebar-lebar. Sorot main-main di matanya berubah jadi berwibawa. Begitu berwibawa sampai-sampai mereka berlima tanpa sadar ingin menghindari tatapannya.
“Jangan hindari tatapannya! Kalau kalian melakukannya, kalian akan kalah!” Suara Su Jin menggema di dalam benak mereka. Dengan cepat mereka memahaminya dan memastikan untuk menatap lurus pada pria itu alih-alih menghindari kontak mata.
Sang Dewa Dosa mengamati masing-masing dari mereka, kemudian menatap penasaran pada Su Jin, “Kau itu orang yang aneh. Bahkan sosok-sosok langka yang menjadi dewa lewat psikokinesis jua tak punya psikokinesis dengan tingkat sekuat itu. Aku menantikan untuk melihat bagaimana hasilmu.”
“Aku juga menantikannya,” Su Jin menatap lurus pada pria itu. Memang kenapa kalau orang ini adalah dewa? Mereka juga akan menjdai dewa di masa mendatang. Kalau sekarang mereka takut pada dewa yang ini, atau bersembunyi darinya, lantas bagaimana mereka akan bertarung melawan dewa-dewa lain pada perang yang akan datang? Apa mereka akan menutupi mata mereka dan bertarung penuh keputusasaan? Itu akan jadi konyol sekali.
Empat orang lainnya juga sudah menyadari hal ini, jadi mereka mengangguk samar pada Su Jin sebagai tanda terima kasih. Bahkan Shen Wu juga mengangguk pada Su Jin. Barusan tadi ini mereka telah berada dalam situasi yang benar-benar berbahaya. Kalau tadi mereka menghindari tatapan Dewa Dosa, mereka mungkin sudah nyaris gagal dalam ujian.
Sang Dewa Dosa kembali mengamati mereka, lalu berkata pada Durand, “Tubuh yang tak bisa mati. Itu adalah kemampuan yang cukup bagus untuk dimiliki. Tapi kalau aku menghancurkanmu sampai jadi serpihan sekecil abu, akankah kau masih bisa hidup kembali?”
Ekspresi Durand berubah. Dia semestinya punya tubuh yang tak bisa mati, tapi sebenarnya mustahil untuk memiliki raga seperti itu. Bahkan para dewa juga tak berani menyatakan kalau mereka abadi. Memiliki tubuh yang tak bisa mati sebenarnya cuma mempunyai kemampuan lebih besar untuk pulih dari luka dan penyakit dibandingkan orang lain, dan kemampuan itu juga ada batasannya. Sama seperti yang telah dikatakan oleh Dewa Dosa, kalau dia dihancurkan menjadi serpihan yang luar biasa kecil, dia takkan mampu membangkitkan dirinya sendiri. Namun mereka yang mengetahuinya sangatlah sedikit, dan mereka yang mungkin bisa melakukan hal itu kepadanya bahkan lebih sedikit lagi.
Kemudian Dewa Dosa menatap Natasha dan terkekeh, “Naga Kumala? Kau itu cuma kalajengking ekstra besar. Tapi kau hebat ketika berurusan dengan semua yang membutuhkan kekuatan, dan kulit tebalmu cukup bagus dalam menahan sebagian besar serangan. Hanya saja… kau tak punya banyak ruang untuk berkembang lebih jauh, jadi dari seluruh kelompok, kesempatanmu untuk menjadi dewa adalah yang paling kecil, kecuali… kau melepaskan kemampuan untuk berubah menjadi naga!”
Natasha memberengut mendengar komentar ini. Kemampuan untuk berubah menjadi naga kumala merupakan sesuatu yang amat sangat dibanggakannya, namun dewa ini malah membuatnya kedengaran begitu menyedihkan. Pada saat bersamaan, orang ini adalah dewa sungguhan, jadi dia tak bisa mendebatnya. Juga, dia tahu apa yang orang itu maksud dengan memiliki sedikit ruang untuk berkembang. Perubahannya tak terlalu berguna ketika terlibat dalam pertempuran yang amat sulit, karena ada saat-saat ketika dia tak bisa memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri, dan bahkan menjadi sasaran yang lebih mudah gara-gara ukurannya yang besar.
Sang Dewa Dosa berpindah pada Oscar. Dia mencebik dan mendengus, “Orang yang cuma tahu cara bersembunyi di dalam bayangan. Kau tak bisa bersembunyi di tempat-tempat hanya berisi cahaya. Tapi setidaknya kau bisa mengubah bayanganmu menjadi banyak hal, jadi asalkan kau memilih jalan yang benar, kau bisa mencapai apa pun yang kau mau.”
Oscar mengernyit. Kemampuannya kelihatan ajaib dengan banyak perubahannya, namun sebenarnya terdapat banyak batasan. Kemampuannya telah dimentahkan berkali-kali sejak mereka memulai Tantangan ini. Patung-patung batu di luar bangunan telah mampu mengabaikan kemampuannya dan melukai dirinya; lavanya terlalu panas, jadi dia tak bisa mengendalikan bayangannya dengan baik; bagian di mana mereka jatuh dari langit mutlak adalah yang paling buruk karena dia bahkan tak bisa memakai kemampuannya. Sang Dewa Dosa sama sekali tidak sedang beromong kosong.
Setelah komentar tentang Oscar selesai, Shen Wu berpaling untuk menatap Dewa Dosa. Dia tahu kalau Dewa Dosa tidak akan melupakan dirinya. Dan persis seperti yang telah dia perkirakan, sang Dewa Dosa menatap sekilas pada Shen Wu lalu meludah dengan suara jijik, “Kemampuan untuk mengendalikan suhu? Aku benci kekuatan seperti itu! Panas adalah segalanya!”
Shen Wu agak tertegun. Sang Dewa Dosa telah membuat komentar bijak tentang kekuatan masing-masing orang, tapi ketika tiba gilirannya, sang dewa cuma bilang membencinya tanpa alasan yang bagus. Hal ini sama sekali tak disangkanya.
Setelah dia selesai mengomentari semua orang, sang Dewa Dosa berkata kalem, “Aku tidak sedang berusaha menjahati kalian. Sebaliknya, aku sedang berusaha membantu kalian. Kalian mungkin akhirnya akan bisa memahami maksudku pada saat kalian mendapat kesempatan untuk menjadi dewa.”
“Terima kasih di muka,” Su Jin terkekeh. Dia menatap penuh minat pada Dewa Dosa dan berkata, “Jangan tersinggung dengan pertanyaanku, tapi kenapa kau disebut Dewa Dosa? Berdasarkan pada gelarmu, aku akan berasumsi kau itu entah dewa yang bertugas atas dosa dan hukuman, atau… kau adalah dewa yang telah melakukan banyak dosa.”
Sang Dewa Dosa mengernyit, karena dia merasa kalau pemilik psikokinesis yang ini sama sekali tak kelihatan takut kepadanya. Dia membentak, “Anak muda, orang harus merasa takut dan penuh penghormatan di hadapan dewa. Kalau kau terus bersikap begitu arogan, aku mungkin akan berakhir membunuhmu sebelum kau bahkan memulai ujiannya!” Ibu jari sang Dewa Dosa tiba-tiba tumbuh memanjang dan menyerupai pedang panjang.
Namun Su Jin tak kelihatan terganggu dan berkata, “Takutnya kau tak bisa melakukan itu. Kalau tebakanku benar, deskripsi kedualah yang lebih cocok denganmu. Kau terperangkap di sini karena kau telah melakukan sesuatu yang amat sangat salah, kan? Dan kami semua yang ada di sini… adalah semacam penebusan dosa bagimu.”
“Huh, kata-katamu itu kedengarannya seperti kalau kau telah menebak sesuatu yang benar,” sang Dewa Dosa meludah dengan sikap merendahkan.
Su Jin mengetuk-ngetuk hidungnya dan berkata, “Aku pernah mendengar cerita tentang seorang pria yang telah melakukan kesalahan dan dia terperangkap di suatu tempat untuk menebus kesalahannya. Dia harus memperbaiki jala-jala ikan untuk para nelayan demi menebus perbuatannya, dan dia harus memperbaiki lebih dari seratus ribu jala ikan demi menebus dosa-dosanya sepenuhnya.
“Dengan kata lain, kami ini seperti jala-jala ikanmu. Kecuali kalau kami gagal dalam ujian, kau tak bisa melakukan apa pun kepada para pemilik yang mungkin akan menjadi dewa-dewa baru, kan?”
Sang Dewa Dosa mengedutkan mulutnya dan berkata dengan suara tidak senang, “Humph! Terserah kalau kau berpikir seperti itu! Tapi jangan bilang kalau aku tak memperingatkanmu – kalau kalian tidak lolos dalam ujian, aku pasti akan mengoyak-ngoyak kalian semua menjadi serpihan kecil sebagai hukuman atas kurangnya sikap hormat kalian!”
Namun Su Jin terkekeh dan berkata, “Kalau kami diizinkan untuk hidup bahkan setelah gagal dalam ujian, aku mungkin akan sudah menyesali perbuatanku. Tapi pada kenyataannya, kalau kami gagal, kami pasti akan mati, kan?”
“Ha! Sepertinya kau sudah memahami bagian yang itu dengan sangat baik! Nikmatilah waktumu yang berharga sekarang! Begitu kau gagal, aku bersumpah akan mengoyakmu jadi serpihan dalam waktu satu milidetik!” Bentak Dewa Dosa dari sela-sela gigi yang digertakkan.
Su Jin mengangguk. Dia sudah tahu bahwa kegagalan pasti akan mengghasilkan kematian, jadi ancaman Dewa Dosa tak berarti baginya. Sebenarnya, mati dalam waktu satu milidetik mungkin sebenarnya adalah berkah.
Sang Dewa Dosa melambaikan tangannya dan lima pintu besar pun muncul di depan kelima pemilik. Dia berkata, “Kelima pintu ini akan mengantar kalian ke bagian-bagian berbeda dari Kuburan para Dewa, jadi sejak saat ini, kalian harus berjuang sendiri. Misi kalian adalah mendapatkan batu nisan dari sesosok dewa, dan kalian akan lulus begitu kalian berhasil mendapatkannya. Mereka yang tak mendapatkannya… bersiaplah untuk mati!”
Kemudian dia melambai tak sabar pada mereka agar bergegas dan enyah dari pandangannya. Mereka berlima bertukar tatapan hanya untuk sejenak lalu kemudian berjalan memasuki pintu yang paling dekat dengan mereka. Mereka tak repot-repot untuk memilih karena tak ada gunanya mengatur strategi ketika mereka bahkan tak tahu apa yang ada di depan mereka.
Mereka menghilang begitu berjalan melewati pintu. Sang Dewa Dosa mencibir dan menggerutu, “Yang punya psikokinesis itu sangat menjengkelkan. Orang-orang ini pikir mereka bisa melihat segalanya, tapi sebenarnya mereka itu cuma sekumpulan idiot egois yang menjijikkan!”
Tetapi amarahnya tak berlangsung lama, dan dia kembali tenang dalam waktu singkat. Dia menggumam pada dirinya sendiri, “Sudahlah. Ujiannya toh akan segera membunuh dia. Begitu dia gagal dalam ujian, aku akan dapat kesempatan untuk melampiaskan kekesalanku.”
Persis ketika dia sedang memimpikan tentang saat-saat menakjubkan di masa depan ini, dia merasakan ada lebih banyak orang memasuki gunung berapi. Dengan kaget dia berkomentar, “Kelompok pemilik baru yang datang secepat ini? Kelihatannya hari ini aku akan dapat banyak kesenangan!” Sebelum dia bisa berjalan keluar dari tempat pribadi kecilnya, beberapa orang mendatanginya.
“Kalian ternyata berhasil mencapai tempat ini sendiri? Lumayan, lumayan juga. Tunggu, aura ini… dewa purba? Jadi ternyata ada dewa purba yang masih hidup?!” Dewa Dosa nyaris tak bisa memercayainya, namun perasaan yang datang jauh dari dasar jiwanya itu masih sangat jelas bagi seseorang seperti dirinya.
“Dewa Dosa, lama tak berjumpa. Bagaimana kabarmu?” ujar si wanita bercadar lirih.
Sementara itu, di dunia yang sarat dengan kehancuran, Su Jin berkelana seorang diri. Ini adalah dunia yang aneh, karena kelihatan seperti film bertema kiamat dari jaman TV hitam putih. Ada area-area yang hancur di mana-mana. Beberapa di antaranya dikelilingi oleh lubang-lubang dalam tak berdasar, beberapa mengambang di tengah udara.
“Inilah Kuburan para Dewa yang asli,” gumam Su Jin pada dirinya sendiri seraya memindai sekitarnya.