Dudu’s Diary - Chapter 29
Mobil itu melaju dari Jalan Panshan menuju vila di setengah perjalanan mendaki gunung, masuk lewat gerbang, kemudian berbelok ke sebuah jalan, dan tak lama kemudian berhenti di depan salah satu dari vila-vila itu.
Begitu mobilnya berhenti, pintu vilanya terbuka, dan seorang wanita paruh baya berusia sekitar empat puluh atau lima puluh tahun muncul di pintu. Saat dia melihat mobil tersebut, dia menyambutnya dengan gembira dan menggosokkan kedua tangannya dengan penuh semangat.
Yuan Long adalah orang pertama yang membuka pintu lalu keluar dari mobil dan berseru kepada si wanita, “Bibi Lian.”
“Hei.” Bibi Lian terus mengangguk, namun matanya memandang terus-terusan ke dalam mobil, berharap bisa memasukkan kepala ke dalamnya. “Kau akhirnya pulang. Di mana tuan mudanya? Apa ada di sana? Di mana dia?”
Yuan Long tak bisa menahan tawanya. Ada orang lain lagi yang mencari Dudu. Melihat penampilan Bibi Lian, diperkirakan kalau wanita itu tak lebih baik daripada si pria tua.
Mengetahui kalau Bibi Lian begitu gelisah ingin bertemu Dudu, Yuan Long membuka pintu belakang dan mengeluarkan Dudu dari kursi anak-anak terlebih dahulu. Menunjuk pada Bibi Lian, dia pun berkata pada anak itu, “Dudu, ini adalah bibi ayah. Beri salam kepadanya.”
Dudu sedang minum susu, dan masih ada selingkaran kumis susu di sisi mulutnya. Dia langsung meletakkan susunya dan menyeringai pada Bibi Lian. “Halo, Bibi, aku Dudu,” ujarnya dengan suara imut.
Bibi Lian menatap bocah kecil bundar dengan alis dan mata rupawan ini, yang bahkan lebih cantik daripada anak emas di sisi Guanyin.
Hati tuanya langsung takhluk seketika, dan tanpa sadar dia membentangkan tangannya serta ingin memeluk si pria kecil. “Anak baik, kenapa kau imut sekali? Kemarilah, bagaimana kalau bibi ini memeluk sayang kecil kita ini?”
Dudu menatap bibi dari ayahnya seolah dia juga menyukai penampilan wanita itu. Dia tidak merasa takut. Dia membentangkan kedua tangannya dan melemparkan dirinya sendiri ke dalam pelukan bibinya. Untuk menunjukkan kalau dia juga sangat menyukai wanita itu, si sobat kecil pun mencium pipi sang bibi dan menempelkan semua susu di pinggiran mulutnya ke pipi tersebut.
Bibi Lian tak keberatan sama sekali, dan sebaliknya malah kegirangan. Hati tuanya sudah akan dilelehkan oleh si pria gendut kecil menjadi kubangan air. Dia tak tahan untuk mengecup lembut wajah putih halus si pria kecil dan nyaris menangis kegirangan.
Yuan Long dan Yu Shanshan saling berpandangan, dan mereka sama-sama berpikir dalam hati, ‘Yah, itu ada satu orang lagi yang terpikat oleh si pria gendut kecil.’
Takut kalau Bibi Lian akan jadi terlalu kegirangan, Yuan Long harus menyela kemesraan antara si wanita dan si bocah kecil, lalu memperkenalkan Yu Shanshan, yang sedang berdiri di samping, “Bibi Lian, ini Shanshan.”
Yu Shanshan sudah mendengar Yuan Long bercerita bahwa Bibi Lian telah membesarkan pria sejak dirinya kecil, dan sangat baik kepadanya, persis seperti ibunya sendiri. Jadi Shanshan sangat menghormati Bibi Lian dan menjadi orang pertama yang mengucapkan salam, “Halo, Bibi Lian. Namaku Yu Shanshan.”
Bibi Lian tertegun saat dia melihat Yu Shanshan. Reaksi pertamanya adalah kaget. Bagaimanapun juga, dia telah menerka-nerka dalam benaknya gadis macam apa yang akan dibawa pulang oleh Yuan Long, namun dia tak pernah berpikir kalau gadis itu adalah Yu Shanshan. Gadis ini besar…. Sungguh sebuah berkah.
Akan tetapi, Bibi Lian segera pulih. Tak peduli apakah Yu Shanshan gemuk atau kurus, dirinya penuh dengan perasaan kasih terhadap gadis ini. Lagipula, Yu Shanshan telah melahirkan anak Yuan Long, dan anak ini begitu manisnya, sehingga dia bisa dibilang sebagai kontributor besar bagi Keluarga Yuan. Sudah terlambat baginya untuk merasa suka atau tidak suka. Lalu mengenai masalah gemuk atau kurus, selama Yuan Long menyukainya, apa peduli orang-orang luar itu?
“Oh, dia adalah gadis yang sangat baik, dan dia begitu beruntung.” Bibi Lian langsung tersenyum dan berganti posisi untuk memeluk Dudu dengan satu tangan, dan tangannya yang lain terjulur untuk menarik tangan Yu Shanshan dan berkata penuh kasih, “Kalau kau lelah karena perjalanan, cepatlah kemari dan masuk bersama Bibi Lian. Bibi Lian akan memasakkan makanan lezat untuk kalian siang ini.”
Yu Shanshan mengira kalau Bibi Lian kaget melihat bentuk tubuhnya, tapi dia tak mengira kalau wanita itu ternyata sangat antusias, seolah tak peduli dengan gemuk kurus tubuhnya. Hal ini membuat beban di hatinya, yang selama ini telah membebaninya, terjatuh, dan jadi tidak terlalu gugup lagi.
Bibi Lian tersenyum sangat lebar dan dengan penuh semangat berkata pada Yuan Long dan Yu Shanshan, “Ayo cepat masuk. Si Pak Tua sudah bangun pagi-pagi sekali dan sudah menunggu kalian pulang. Aku bahkan hilang minat untuk olahraga pagi untuk pagi ini. Aku senang sekali saat tahu kau pulang.”
Yuan Long berpikir kalau Dudu agak berat dan ingin mengambil alihnya. Alhasil, Bibi Lian menolak melepaskan pelukannya dan berjalan dengan sangat cepat. Segera dia meninggalkan Yuan Long dan Shanshan di belakang. Wanita itu bergegas masuk ke dalam rumah. Begitu masuk, Bibi Lian berseru pada Kakek Yuan, yang sedang duduk di sofa sambil berpura-pura membaca koran: “Tuan, saya kembali. Ayo lihatlah tuan muda kita!”
Bapak Yuan tak bisa duduk diam dalam waktu lama. Meski ada koran di tangannya, Beliau tak bisa membaca satu kata pun. Sekarang saat Beliau mendengar Bibi Lian berkata bahwa ada orang yang datang, dia langsung menjatuhkan korannya dan menatap lurus-lurus pada Bibi Lian dengan mata berkilauan.
Saat Beliau melihat Dudu di pelukan Bibi Lian, dia tak lagi bisa tenang dan buru-buru bangkit untuk menemui anak itu. Matanya terpancang pada wajah Dudu selama sesaat tanpa beralih.
Bibi Lian tahu seberapa besar si pria tua menantikan untuk bertemu si cicit kecil ini, dan meski enggan melepaskan Dudu, dia pun menyerahkan si pria kecil kepada si pria tua, “Pak Tua, lihatlah, inilah tuan muda keluarga kita. Dia imut sekali.”
Si pria tua menarik Dudu ke dalam pelukannya dan menatap alis si pria kecil dengan penasaran. Beliau tak bisa menahan tawanya dan berkata pada Dudu, “Dudu, aku kakek buyut.”
Ternyata inilah Kakek Buyut yang sangat menyukai dirinya. Setelah tahu siapa pihak yang lain itu, mata Dudu berbinar, dan langsung mengalungkan kedua lengannya ke leher Kakek Buyut, memberi si pria tua sebuah kecupan di wajah, dan berseru dengan manisnya, “Kakek Buyut, Dudu juga suka Kakek Buyut.”
Si pria tua sudah terbiasa bersikap serius seumur hidupnya, dan Beliau tak punya terlalu banyak kelembutan kepada putranya, putrinya atau bahkan cucunya, jadi anak-anak di dalam keluarga cenderung lebih hormat dan segan kepadanya ketimbang dekat dengannya, dan jarang melakukan apa pun yang akrab dengannya, apalagi memberinya kecupan.
Si pria tua tak pernah dicium oleh seorang anak dalam hidupnya. Tiba-tiba Beliau membeku. Butuh waktu beberapa detik baginya untuk mengembalikan kesadarannya. Tiba-tiba, hatinya jadi dipenuhi oleh kelembutan dan sukacita sehingga Beliau ingin memeluk si pria kecil di dalam hatinya.
Si pria tua tak bisa menahan diri untuk mencium wajah si pria kecil dengan kepala gemetaran, mencium aroma susu yang memenuhi hidungnya, dan kemudian menyentuh kepala kecil dalam pelukannya dengan penasaran. Mulutnya dengan sangat tidak biasanya terus berseru, “Sayang kecilku.”
Yuan Long dan Yu Shanshan, yang telah diabaikan sejak mereka masuk: … Apa mereka baru saja diabaikan?
Keduanya saling berpandangan dan jadi agak tak berdaya terhadap pesona si pria gendut kecil.
Yuan Long berbisik ke telinga Yu Shanshan, “Ini adalah kali pertama aku melihat Kakek menunjukkan ekspresi selembut itu. Saat aku masih kecil, Beliau bahkan pernah memecutku.”
Yu Shanshan berpikir kalau dirinya masih meremehkan pesona dari pria gendut kecilnya. Lihatlah postur ini, si pria gendut kecil akan menjadi penakhluk kaum paruh baya dan lansia, dan anak itu akan mampu memenangkan hati kelompok paruh baya dan lansia dalam satu gebrakan saja.
Melihat bahwa mustahil baginya untuk disambut atas inisiatif sang kakek sendiri, Yuan Long harus menarik Yu Shanshan maju untuk mengambil inisiatif demi menunjukkan keberadaannya, “Kakek, kami sudah pulang.”
Si pria tua, yang sedang memeluk cicit kecilnya, akhirnya teringat bahwa ada orang lain dan mendongak menatap mereka, namun Beliau langsung melewatkan Yuan Long untuk menatap Yu Shanshan. Melihat bahwa gadis itu bulat, lembab dan montok, Beliau tak bisa menahan diri untuk mengangguk dalam hati. Beliau berpikir kalau pandangan cucunya itu sangat bagus, dan istri yang dicarinya sangatlah terberkahi. Akhirnya, Yuan Long tak mencarikan untuknya cucu menantu yang bisa menusuk orang sampai mati dengan rahangnya.
Si pria tua tersenyum dan mengangguk pada Shanshan, “Shanshan, betul kan? Dia adalah gadis yang membawa keberuntungan.”
Yu Shanshan, yang sekali lagi telah dipuji sebagai terberkahi: … Untuk memastikan bahwa dirinya terberkahi, bukankah itu untuk menunjukkan apakah dia gendut atau tidak?
Namun sikap si pria tua ternyata cukup tak disangka-sangka. Sang kakek tampaknya sangat menyukai dirinya. Apakah orang-orang tua menyukai gadis-gadis gemuk? Tapi bagaimanapun juga hal ini bagus untuknya, ah. Tampaknya takkan ada muslihat apa pun. Dirinya benar-benar berpikir terlalu berlebihan sebelumnya.
Sebagian besar kegugupan dalam hati Yu Shanshan telah lenyap. Dia tak bisa menahan diri unutk menoleh pada Yuan Long dan memberi pria itu senyum lebar.
Yuan Long juga menaikkan sudut mulutnya, meraih tangannya, dan mengajaknya untuk duduk di sofa.
Pada saat ini, Bibi Lian mengeluarkan dua buah kotak dan menyerahkannya pada si pria tua. Setelah si pria tua menerimanya, Beliau pun mengeluarkan sebuah gelang kumala dari salah satu kotak itu dan dengan serius menyerahkannya kepada Yu Shanshan, “Ini adalah hadiah selamat datang untuk pertama kalinya untukmu, dan kita akan menjadi keluarga sejak saat ini.”
Meski Yu Shanshan tak terlalu banyak mempelajari tentang kumala, hanya dengan melihat kualitas dari gelangnya serta sikap serius sang kakek, dia tahu kalau benda itu bukanlah gelang biasa. Dia pun berpaling pada Yuan Long dan bertanya pada pria itu dengan matanya apakah dia bisa menerimanya.
Yuan Long mengangguk ringan dan berkata, “Ini adalah peninggalan dari nenekku, dikenakan oleh istri-istri dari keluarga Yuan kami. Sekarang Kakek memberikannya kepadamu, jadi terimalah.”
Dikenakan oleh para istri secara berturut-turut? Yu Shanshan terkejut. Kakek telah mengakui identitasnya secara resmi.
Ada semburan kegembiraan dalam hatinya. Yu Shanshan dengan takzim dan hati-hati mengambil gelang itu dan berterima kasih kepada si pria tua, “Terima kasih, Kakek.”
Si pria tua melambaikan tangannya, “Terima kasih apa? Keluarga kami yang harus berterima kasih kepadamu. Kau telah melahirkan Dudu untuk keluarga ini, selama bertahun-tahun dengan Dudu itu kau bahkan harus menanggung kesukaran hidup. Kakek ini ingin berterima kasih kepadamu.”
Yuan Long sudah memberitahu si pria tua apa persisnya yang telah terjadi apda Yu Shanshan selama beberapa tahun terakhir. Si pria tua telah memberi pelajaran pada Yuan Long pada saat itu, dan Beliau merasa bersalah pada Shanshan, dan ingin memberi kompensasi kepada ibu dan anak itu sebanyak mungkin.
Karena ketidaksukaan dan ketidakpuasan yang diharapkan ternyata tak terjadi, namun malah mendapatkan ucapan terima kasih secara serius dari si pria tua, Shanshan tiba-tiba merasa agak bingung dan tak tahu apa yang harus dikatakannya. Namun juga karena hal ini, jejak terakhir kecemasan dalam hatinya pun menghilang sepenuhnya, dan sekujur tubuhnya menjadi santai serta napasnya menjadi tenang.
Tampaknya dia tak tak perlu menggantungkan pada muka bocah gendutnya itu.
Dudu duduk di dalam pelukan Kakek Yuan dan melihat kalau Kakek memberi ibunya sebuah gelang. Merasa penasaran, dia mencondongkan tubuh ke depan dan berusaha meraih gelang itu dengan tangan mungilnya.
Tanpa suara Yu Shanshan sedikit menjauhkan gelang itu. Gelang itu terbuat dari kumala. Kalau seorang bocah kecil bermain dengannya dan akibat satu kesalahan sampai merusak barang warisan keluarga ini, dirinya akan menjadi seorang pendosa. Dia tidak boleh membiarkan si pria gendut kecil itu memainkannya.
Meski Kakek Yuan sedang bicara, Beliau terus melirik pada Dudu, melihat anak itu menjulurkan tangan untuk meraih gelangnya. Beliau tersenyum, mengeluarkan sebuah kotak lainnya dan membukanya. Beliau mengeluarkan sebuah kalung kumala berbentuk gembok yang diikat dengan tali merah.
Si pria tua menggantungkan kalung itu ke leher Dudu.
“Kenapa?” Dudu melihat kalau dirinya juga punya, dan langsung kehilangan minat pada gelang ibunya. Dia menundukkan kepala dan menyentuh gembok kecilnya, tertawa begitu keras hingga semua giginya terlihat. “Ini punyaku?”
Si pria tua mengangguk, “Itu punyamu, Dudu. Jagalah benda itu baik-baik di nanti. Jangan sampai hilang.”
Dudu langsung menggembungkan kepala kecilnya dan berjanji, “Aku janji takkan menghilangkannya.”
Si pria kecil kegirangan karena dia akhirnya mengenakan kalung untuk pertama kalinya tanpa perlu tumbuh dewasa. Dia mengangkat kalungnya dan menciumnya. Didongakkannya kepala pada kakek buyutnya dan berkata, “Kakek Buyut, kupikir batuku adalah yang paling cantik. Ini lebih cantik daripada monyet kecil dan babi kecil.”
Si pria tua tak terlalu mengerti apa maksud si pria kecil, jadi Beliau bertanya, “Siapa si monyet kecil? Siapa babi kecil?”
“Monyet kecil dan babi kecil bukan orang.” Dudu dengan serius menjelaskan kepada Kakek, “Monyet kecil adalah batu, babi kecil juga batu. Punyaku juga batu.”
“Oh, begitu.” Si pria tua akhirnya mengerti dan bertanya seraya tersenyum, “Batumu lebih baik daripada monyet kecil dan babi kecil, iya kan?”
Dudu sangat percaya diri, “Ya! Batuku adalah yang paling bagus!”
Yu Shanshan jelas tahu apa yang dimaksud oleh putra gendutnya. Ternyata banyak anak-anak di komunitas dan TK akan memiliki kalung di leher mereka. Beberapa kalung kumala, beberapa emas, secara umum diukir membentuk binatang shio si anak; monyet, babi, dan sebagainya. Sebelumnya Dudu pernah menghampirinya dan bertanya kepadanya kenapa anak itu tak punya monyet dan babi, dan Shanshan memberitahu kalau dia akan membelikan anak itu satu saat Dudu berusia lima tahun.
Sekarang karena si pria kecil punya satu kalung duluan, dia jadi begitu gembira hingga beranggapan kalau kalungnya adalah yang paling indah, yang lebih cantik daripada milik anak-anak lain. Tentu saja, si pria kecil tak tahu apa itu bagus atau jelek, kepercayaan dirinya yang murni telah mengembang secara membuta. Namun Yu Shanshan berpikir kalau si pria kecil pastilah benar untuk kali ini. Melihat penampakan kumala itu, benda itu benar-benar tak terlihat seperti barang biasa.
Memanfaatkan waktu luang ketika si pria tua membawa Dudu ke kebun belakang, Yu Shanshan diam-diam menghampiri Yuan Long dan berbisik, “Apa itu juga adalah pusaka warisan keluarga? Apa itu mahal?”
Yuan Long juga mendekatinya dan menjawab, “Itu bukan warisan keluarga. Kalung itu dibeli oleh Kakek beberapa tahun yang lalu, hanya untuk calon cicitnya. Kumala yang dipakai untuk liontin itu adalah kumala yang langka dalam seribu tahun. Tak ada lebih dari tiga buah kumala seperti itu di Tiongkok ini. Kakek secara khusus meminta orang untuk membeli satu, dan mencari pemahat paling ahli di negara ini. Butuh waktu setahun untuk bisa memahatnya dengan serumit itu.”
Si pria tua hemat sepanjang hidupnya dan tak pernah menghabiskan banyak uang, juga tak pernah meminta orang dengan memanfaatkan koneksi sesukanya. Namun Beliau tidak ragu untuk menghabiskan banyak uang dan berhutang budi yang tak terhitung jumlahnya untuk liontin semacam itu.
Yu Shanshan terbengong-bengong. Dia tak bisa menahan diri untuk menatap liontin pada leher si pria gendut kecil. Dia selalu merasa kalau benda itu bukan liontin. Benda itu adalah sebuah tambang.
Apakah pria gendut kecilnya mendadak jadi kaya dalam semalam?
Aku ingin mencengkeram kaki gendutnya.
Tampaknya putra gendut itu benar-benar akan membawanya untuk terbang di masa mendatang.
Sementara Yu Shanshan memimpikan putra gendutnya terbang bersama dirinya, suara raungan mobil sport tiba-tiba menyela pemikirannya, dan kemudian seorang wanita dengan rambut pendek halus, sepatu hak yang tingginya setidaknya delapan centimeter, serta gaun bergaya OL profesional masuk dari luar gerbang.
Begitu si wanita masuk, dia bertanya, “Apa Yuan Long sudah pulang?”
Yuan Long menarik Yu Shanshan untuk berdiri dan menyambut sang pengunjung, “Gugu.”
(T/N: Gugu = bibi dari pihak ayah)
Alih-alih menatap Yuan Long, Yuan Miao menatap langsung pada Yu Shanshan, yang sedang berdiri di sisi Yuan Long. Wanita itu melirik Shanshan, mengernyit, lalu bertanya tidak percaya pada Yuan Long, “Apa itu dia?”
Yuan Long mengangguk, meraih tangan Yu Shanshan dan mengenalkannya, “Shanshan, ini adalah Gugu-ku.”
Yu Shanshan mendapatkan intuisi bahwa ada sesuatu yang salah dengan cara sang Gugu menatap dirinya, namun dia masih memberi salam kepada orang itu dengan patuh.
Kernyitan Yuan Miao jadi lebih rapat lagi. Dipelototinya Yuan Long dan berkata dengan tidak puas, “Kau bercanda ya?”
Yuan Long menautkan alisnya dan berkata, “Gugu!”
Melihat kalau Yuan Long jadi tidak senang, Yuan Miao dengan enggan menelan kritikan yang sudah akan dilontarkannya dan melambaikan tangannya, “Aku tak bisa melakukan yang kau minta untuk kulakukan. Kau telah membuatku malu. Lakukan sesuatu tentang hal itu sendiri.”
Yuan Long mengerutkan bibirnya.
Yu Shanshan tak tahu apa yang sedang keduanya bicarakan. Kebingungan, dia menarik ujung baju Yuan Long dan bertanya, “Ada apa?”
Yuan Long meraih tangannya dan meremasnya, mengindikasikan bahwa hal itu tidak masalah, dan lanjut berkata pada Yuan Miao, “Gugu sudah janji padaku, Gugu harus menepati kata-kata Bibi.”
Yuan Miao duduk di sofa dan kembali menatap Yuan Long. “Tapi kau tak pernah memberitahuku kalau….”
Kata-kata terakhir Yuan Miao jadi tak terucap begitu melihat mata Yuan Long. Dia menutup mulutnya dan hanya mengeluarkan ponselnya untuk melakukan urusan kerjanya. Dia tak mau bicara dengan Yuan Long.
Pada saat ini, Dudu berlari masuk dengan sekuntum bunga matahari kuning besar yang dipetik dari kebun seperti angin puyuh kecil, berlari langsung ke arah Shanshan dan berjinjit untuk memberikan bunganya pada Shanshan, “Ibu cantik, aku memberi Ibu bunga. Kakek Buyut yang memetiknya untukku.”
Yu Shanshan sudah akan membungkuk untuk mengambilnya, namun Dudu menarik balik bunga itu dan melambaikan satu tangan mungil kepadanya, “Bu, Ibu turunkan kepala, aku yang akan pasang bunganya ke rambut Ibu. Pasti bagus.”
Yu Shanshan: Estetika macam apa ini? Kepala bunga matahari?
Yu Shanshan ingin tertawa pada standar estetika si pria gendut kecil ini, namun saat melihat cara si pria tua menatap gembira pada mereka di belakang anak itu, Shanshan harus menelan olokan di mulutnya diam-diam, berpikir kalau dia tak bisa mengancurkan imej seorang ibu yang baik di depan anak itu untuk sementara waktu ini, jadi dia harus membungkuk dengan menahan malu dan terus menundukkan kepalanya.
Si pria gendut kecil langsung dengan gembira menyematkan sekuntum bunga matahari besar ke rambut ibunya yang dikepang, kemudian menepukkan tangannya lalu menyombong kagum, “Ibu cantik! Ibu adalah yang paling cantik!”
Kepala Yu Shanshan tertutup oleh sekuntum bunga matahari kuning besar, dan dia tak bisa menahan diri untuk berpikir, selera estetika siapa yang diikuti oleh pria gendut kecil dalam keluarganya ini?
“Pfft–” Yuan Miao, yang masih memandangi ponselnya, tiba-tiba tertawa, melemparkan ponsel itu, dan menatap Dudu dengan sorot mata hijau, bagaikan seekor serigala lapar yang tiba-tiba melihat seekor domba kecil nan imut, “Sayang kecil siapa ini?”