Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思 - Chapter 51
- Home
- Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思
- Chapter 51 - Memercayakan Pada Hati Tuk Tinggal Atau Pergi
Hari sudah senja dan Jing duduk di sisi dipan lalu memanggil, “Xiaoyao, Xiaoyao….”
Xiaoyao dengan terkantuk-kantuk membalikkan tubuh dan menggumam, “Biarkan aku tidur sedikit lebih lama lagi.”
Jing berkata, “Kali terakhir kau sudah janji pada Lie Yang dan Ah Bi kalau hari ini kita akan pergi ke makam ibu dan ayah mertua untuk memberikan penghormatan.”
Xiaoyao menggosok matanya dan bangun.
Semalam setelah mengantar Huang Di dan Zhuanxu, mereka kembali ke paviliun dan lanjut minum-minum.
Setelah lewat ratusan tahun, Ah Bi dan Lie Yang akhirnya kembali ke Paviliun Cao Yun. Mereka menghadiri pernikahan putri Ah Heng dan bertemu kembali dengan sosok yang familier dalam diri Bai Di. Namun begitu banyak orang dekat yang tak lagi ada dan semua orang memiliki begitu banyak perasaan manis sekaligus pahit sehingga meminum arak seperti air.
Xiaoyao minum banyak bersama mereka namun bahkan dengan tingkat toleransinya yang tinggi, pada akhirnya dia pun mabuk. Dia teringat bicara tentang ibunya dan memeluk Lie Yang saat keduanya menangis habis-habisan. Akhirnya Jing-lah yang mengangkat dirinya dan membawanya ke ranjang….
Xiaoyao tiba-tiba tersentak bangkit, “Kita menikah?”
Jing membelai kepala Xiaoyao dan berpura-pura kebingungan, “Aku tak pernah dengar kalau mabuk bisa membuat hilang ingatan.”
Xiaoyao terbata-bata, “Semalam… semalam aku… kau… kita….”
Jing tertawa, “Semalam kau pingsan karena mabuk jadi aku membiarkanmu tidur. Jangan cemas, hari-hari kita bersama masih panjang dan aku tidak terburu-buru. Apa? Apa kau yang terburu-buru?”
Xiaoyao memelototi Jing dan berlari pergi dengan wajah merah untuk mencuci muka.
Setelah berganti pakaian, Xiaoyao dan Jing pergi mencari Lie Yang dan Ah Bi. Setelah sarapan mereka berempat pergi untuk memberi penghormatan kepada anggota keluarga Xiaoyao.
Meski Jing tahu kalau keluarga Xiaoyao semuanya dimakamkan di tempat ini, masih merupakan suatu hal yang mengejutkan saat melihat enam makam berjajar berdampingan.
Ah Bi dan Lie Yang pergi untuk membersihkan dan merapikan masing-masing makam sementara Xiaoyao memperkenalkan Jing pada nenek dan paman-pamannya.
Xiaoyao melihat bahwa Jing, Lie Yang, dan Ah Bi semuanya tampak sangat serius dan tertawa, “Hei, jangan begini! Hari ini adalah hari baik untukku! Tersenyumlah lebih banyak lagi! Nenenda dan ibundaku pasti akan sangat senang melihat kita tersenyum.”
Lie Yang mengangguk dan berkata pada Ah Bi, “Putri Ah Heng benar-benar telah tumbuh dewasa dan menjadi bijaksana.”
Xiaoyao merengut, “Kau bicara seakan kau begitu bijaksana tapi pernyataan itu akan kedengaran lebih cocok bila diucapkan oleh Ah Bi.”
Ah Bi buru-buru menyela, “Kalian berdua bertengkar tolong jangan libatkan aku! Aku ini netral dan takkan berpihak!”
Xiaoyao meraih lengan Jing dan berseru, “Siapa yang peduli! Aku punya seseorang yang akan berpihak padaku sekarang!”
Lie Yang menatap Xiaoyao dan Jing lalu tersenyum lebar. Xiaoyao menyandar pada Jing dan balas tertawa. Suara tawa pun berputar-putar di sekitar sisi bukit serta hutan saat dedaunan dan bunga-bunga di sekitar makam semuanya berayun seakan menari pada suara kebahagiaan itu.
Lie Yang dan Ah Ni tinggal selama beberapa hari lagi sebelum berangkat.
Xiaoyao dan Jing mengantar mereka pergi lalu berangkat ke Kastel Xian Yuan untuk menemui Bai Di dan Ah Nian.
Karena tak ada yang penting untuk dikerjakan di Gunung Lima Dewa, Ah Nian memutuskan untuk tinggal selama beberapa waktu demi menemani ayahandanya. Pada hari-hari ini dia akan menemani Bai Di ke toko pandai besi dan membantu, bahkan belajar memasak dari para pelayan.
Saat Xiaoyao dan Jing tiba di toko pandai besi, baik Bai Di maupun Ah Nian tak ada di sana. Miao Pu berkata bahwa Bai Di membawa Ah Nian ke kedai bobrok seribu tahun itu untuk minum-minum. Xiaoyao pun terkekeh, “Tampaknya Ayahanda berencana untuk menceritakan pada Ah Nian semua tentang petualangan masa mudanya. Kita jangan mengganggu mereka.”
Keduanya pun melangkah menyusuri jalanan sebelum Xiaoyao membawa Jing ke sebuah restoran dan memesan beberapa makanan klasik khas Xuan Yuan.
Xiaoyao sedang makan dengan tenang saat tujuh atau delapan prajurit berjalan masuk dan si pemimpin dengan gembira berseru, “Penjaga Toko, bawakan makanan dan arak yang terbaik! Hari ini aku yang traktir, siapa pun yang ada di sini diundang! Pelayan, berikan arak ke setiap meja untuk merayakan kemenangan besar Pasukan Xuan Yuan hari ini!”
Semua orang di restoran itu jadi kegirangan dan mulai mengajukan pertanyaan, mendapati kalau Jenderal Agung Ru So-lah yang memenangkan pertempuran dan beberapa pengunjung pun tertawa, “Bukankah Jenderal Agung Ru So memang sudah terus-terusan memenangkan pertempuran?”
Si pimpinan prajurit berkata, “Ini tak seperti kemenangan besar yang biasanya! Xiang Liu si Sembilan Nyawa sudah mati! Kalian orang-orang bisnis kemungkinan tak tahu betapa kuat dan ganasnya Xiang Liu itu….”
Datang dengan begitu mendadak sehingga membuatnya tak bisa menerima, Xiaoyao pun merasa seakan sebilah belati menghujam dadanya dan telinganya berdenging. Rasa sakit dalam hatinya meledak dan cangkir arak di tangannya pun terjatuh.
Jing berseru cemas, “Xiaoyao!”
Xiaoyao menggumam, “Tak mungkin! Mustahil! Dia tak bisa mati begitu saja seperti ini! Aku tak merasakan apa-apa, aku tak bisa merasakan apa-apa lagi….” Dia tiba-tiba teringat kalau Serangga Kekasih telah dilepaskan oleh Wang Mu sehingga dirinya jelas tak bisa merasakan lagi hubungan itu. Mata Xiaoyao berputar ke belakang kepalanya dan dia pun roboh ke belakang.
Jing menangkap Xiaoyao, “Ayo kita kembali ke Gunung Xuan Yuan terlebih dulu, biar Miao Pu membawa plakat milik Bai Di untuk mengumpulkan informasi.”
Kepala Xiaoyao terasa melayang dan kakinya seperti digelayuti timah, semua yang terus dikatakannya lagi dan lagi adalah, “Tak mungkin.”
Jing memberi perintah pada Miao Pu dan tampaknya mengatakan sesuatu pada Xiaoyao namun Xiaoyao tak bisa mendengar apa pun dengan jelas.
Miao Pu bergegas pergi, dan rasanya seperti dalam waktu yang singkat, tapi mungkin juga sangat lama, ketika dia kembali.
Xiaoyao langsung bertanya, “Itu adalah kabar palsu, kan?”
Miao Pu menjawab, “Jenderal Ying Long bilang Xiang Liu mati di medan perang.”
Xiaoyao memekik liar, “Itu mustahil, aku tak memercayainya!”
Miao Pu begitu ketakutan jingga dia tak berani mengucapkan kata-kata apa pun.
Jing membawa masuk semangkuk arak terkuat dan memaksa Xiaoyao meminum semuanya. Dengan lembut dia bertanya, “Apa kau masih ingin dengar lebih banyak lagi? Kalau kau tak mau dengar lagi aku bisa minum bersamamu.”
Xiaoyao memegangi kepalanya dan berkata pada Miao Pu, “Teruslah bicara.”
“Setelah kematian Ketua Klan Chisui, Yang Mulia memerintahkan agar Pasukan membasmi habis seluruh pasukan Gong Gong bagaimana pun caranya. Jenderal Agung Ru So memerintahkan pasukan berjumlah 200.000 orang prajurit untuk mengepung dan menggempur pasukan Gong Gong. Di bawah serangan tanpa henti dari pasukan Xuan Yuan, pasukan Gong Gong mundur jauh ke dalam hutan dan menolak untuk bertarung. Jenderal Ru So mulai membakar seluruh gunung untuk memaksa pasukan Gong Gong keluar dan bertempur serta mendapati diri mereka berhadapan dengan pasukan Jenderal Ru So dan juga 200.000 pasukan Jenderal Li Yuan. Gong Gong memimpin prajuritnya menuju lautan namun Jenderal Ru So sudah mengantisipasi kalau Gong Gong akan melarikan diri menuju lautan. Dia menempatkan Jenderal Yu Jiang beserta para prajuritnya yang terlatih dalam perairan untuk menunggu. Dia sudah berhasil memotong langkah Gong Gong ketika Xiang Liu entah bagaimana membangkitkan tenaga para prajuritnya yang hampir mati untuk bertarung menerobos sebuah rute agar Gong Gong bisa kabur. Namun Jenderal Ru So dan Yu Jiang mengejarnya siang dan malam hingga dia menyusul Gong Gong di sebuah pulau di lautan yang terpencil. Jenderal Ru So memerintahkan agar pulau itu dikepung dan memakai banyak mantra serta senjata kuno sehingga bahkan bila Gong Gong berubah menjadi seekor ikan kecil, dia takkan bisa kabur. Yu Jiang bersikeras agar mendarat di pulau itu bersama prajuritnya untuk menyerang dan memulai pertempuran ganas dengan Gong Gong….”
Suara Miao Pu jadi semakin dan semalik pelan, “Seribu prajurit Shen Nong melawan seratus ribu prajurit Xuan Yuan, tidak satu orang pun yang menyerah dan setiap prajurit Shen Nong tewas. Yu Jiang adalah seorang petarung tingkat atas di antara para Dewa namun dia tak mampu mengalahkan Gong Gong yang sudah terluka parah. Belakangan Jenderal Ru So memerintahkan agar setiap prajurit menembakkan anak panah mereka pada Gong Gong dan dengan lebih dari sepuluh ribu anak panah ditembakkan pada dirinya, Gong Gong akhirnya mati. Barulah setelah dia mati wujud aslinya muncul, ternyata adalah si Iblis Sembilan Nyawa…. Barulah pada saat itu Jenderal Ru So menyadari bahwa dirinya telah ditipu.”
Xiaoyao terbungkuk dan lengannya memegangi kepalanya dengan bahunya berguncang tak terkendali. Miao Pu tak berani bicara lebih banyak lagi namun Jing dengan lembut membelai punggung Xiaoyao dan berkata, “Kau teruslah bicara!”
Miao Pu melirik Zuo ‘Er dan melihat wajah tanpa emosi pria itu, jadi dia pun meneruskan, “Jenderal Ru So, begitu dia menemukan bahwa dirinya telah ditipu, tidak serta merta mengamuk. Alih-alih dia berkata gembira, “Dengan kematian Xiang Liu, bagian paling sulit dari perang ini sudah berakhir.” Karena Xiang Liu memang telah membunuh begitu banyak orang kita, kudengar banyak prajurit yang ingin merusak dan mengotori tubuhnya untuk melampiaskan amarah mereka. Namun Jenderal Ru So mencambuk orang-orang yang menghambur maju dan memerintahkan semua orang untuk mundur. Begitu semua orang meninggalkan pulau itu, tubuh Xiang Liu melebur menjadi gumpalan darah hitam yang menghancurkan semua yang hidup di pulau itu termasuk tiap helai rumput. Bahkan permukaan tanahnya menjadi hitam. Semua prajurit ketakutan dan bahkan Jenderal Ru So merasa ngeri setelahnya. Bila bukan karena rasa hormatnya kepada musuhnya ini, kemungkinan besar semua orang akan sudah mati bersama-sama di pulau itu.”
Tubuh Xiaoyao ambruk di atas dipan. Bila sebelumnya tadi dia tak memercayainya, kini dia percaya. Hanya Xiang Liu yang bisa melakukan hal seperti itu.
Jing memberi isyarat pada Miao Pu serta Zuo ‘Er dan keduanya pun meninggalkan ruangan.
Jing menarik Xiaoyao ke dalam pelukannya dan dengan lembut berkata, “Kalau hatimu sakit, menangislah!”
Wajah Xiaoyao putih kelabu namun dia terus menggumamkan kebohongan yang sama lagi dan lagi, “Aku baik-baik saja! Aku sudah siap untuk ini…. Saat aku pertama kali bertemu dengan dia aku tahu kalau hari ini akan tiba! Aku selalu tahu!”
Jing mengangkat kendi arak, “Kalau begitu mari kita minum!”
Jing menuangkan arak untuk Xiaoyao dan Xiaoyao mengambil lalu menenggaknya, arak yang kuat memberi pipinya rona kemerahan.
Langit perlahan-lahan menggelap.
Jing berkata, “Kalau kau tak ingin beristirahat, aku bisa menemanimu berjalan-jalan di luar.”
Xiaoyao terhuyung-huyung menuju dipan, “Aku bisa tidur.”
Jing tahu kalau Xiaoyao sedang berusaha melawan dirinya sendiri, jadi dia tak mengatakan lebih banyak lagi dan mengurai tirai agar Xiaoyao bisa istirahat.
Xiaoyao bernapas dengan tenang dan tak bergerak, tampak seperti sudah tertidur.
Di tengah malam, mata Xiaoyao terbuka lebar dan dia menatap balok di langit-langit.
Tanpa suara dia bangkit lalu menatap pada Jing yang sedang tidur dengan tenang dan merasa lega. Dikenakannya jubah luar dan melangkah keluar kamar untuk duduk di atas undakan kumala.
Di luar dinding istana terdapat bulan sabit, dingin dan sepi.
Xiaoyao teringat rembulan di Kota Qing Shui. Saat Xiang Liu mati, apakah rembulan di angkasa menyinari dirinya seperti ini? Apakah Xiang Liu memikirkan tentang rembulan yang pernah mereka tatap bersama-sama?
Meski Laut Timur dan Xuan Yuan terpisah jarak ribuan li, namun bila Xiang Liu menginginkannya, pria itu bisa selalu membuat Xiaoyao tahu. Namun bahkan pada saat kematian Xiang Liu juga tak peduli untuk mengucapkan perpisahan dengannya. Di mata Xiang Liu, Xiaoyao bahkan bukan seseorang yang bisa dianggap sebagai teman. Di antara mereka selalu merupakan sebuah transaksi, masing-masing dan tiap kalinya merupakan kesepakatan yang diperhitungkan dengan jelas dan adil.
Xiaoyao tiba-tiba teringat sesuatu dan buru-buru mencari di tubuhnya sendiri sebelum mengeluarkan Cermin Gorila mistis yang selalu dia simpan di sisinya. Di dalam cermin itu terdapat dua ingatan yang dia simpan, dan kini ingatan itu adalah satu-satunya hal yang tersisa pada dirinya tentang Xiang Liu.
Satu ingatan adalah di Kota Qing Shui ketika Xiang Liu tak bisa bergerak karena dirinya terluka. Wen Xiaoliu menangkapnya dan memakai kesempatan itu mendapatkan pembalasan atas setiap waktu ketika Xiang Liu bersikap kejam kepadanya. Xiaoliu memakai arang di dalam tungku penghangat untuk menggambar tujuh mata di wajah Xiang Liu, dan ditambah dengan kedua mata pria itu, yang memberi Xiang Liu sembilan mata sehingga Xiaoliu bisa mengolok-oloknya sebagai iblis berkepala sembilan.
Ingatan yang lain adalah dari jauh di dasar lautan. Wen Xiaoliu dan Xiang Liu mencapai kesepakatan dan Xiang Liu membawanya ke Gunung Lima Dewa untuk memindahkan serangga gu dari Zhuanxu. Setelah memindahkan serangga itu, mereka dikejar oleh para prajurit dari Gunung Lima Dewa sehingga mereka pun masuk jauh ke dalam lautan untuk melarikan diri. Itu adalah kali pertama Xiaoyao menyaksikan keindahan di kedalaman laut dan ketika Xiang Liu tak memperhatikan, diam-diam dia merekam Xiang Liu saat pria itu tampak bebas dan menurunkan kewaspadaannya.
Xiaoyao menarik napas dalam-dalam dan memakai kekuatannya untuk menyalakan cerminnya. Namun setelah menyapukan tangannya berulang kali, tak ada apa pun yang muncul.
Xiaoyao semakin panik, “Tak mungkin! Tak mungkin!….” Dengan gelisah dia memakai kekuatannya untuk melihat ke dalam cermin. Namun tak peduli berapa kali pun dia menatapnya, tak ada ingatan tentang Xiang Liu.
Bahkan satu-satunya hal yang Xiang Liu tinggalkan untuknya sudah hilang!
Xiaoyao tak bisa memercayainya dan dengan marah dia terus mencoba cermin itu, “Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin?….”
Tiba-tiba dia teringat, saat dirinya sedang tak sadarkan diri, Xiang Liu menemukan rahasia cermin itu dan menyuruhnya untuk menghapus ingatan-ingatan itu. Saat Xiaoyao terbangun Xiang Liu tak pernah menyebut-nyebut lagi hal itu dan dia mengira kalau Xiang Liu sudah lupa, tapi ternyata ketika dirinya tidak waspada, Xiang Liu telah menghapus bersih semuanya!
Xiaoyao membelai cermin itu dan berkata dari balik air matanya, “Xiang Liu, di matamu, apa aku sungguh setidakberarti itu? Jadi kau bahkan tak mau meninggalkanku sebuah ingatan kecil!”
“Iblis Berkepala Sembilan, aku membencimu!” Xiaoyao melemparkan cermin itu kuat-kuat saat air matanya mengalir turun di pipinya.
Di Kota Qing Shui, Xiaoyao adalah Wen Xiaoliu, pria itu adalah Xiang Liu. Mereka selalu berselisih, namun saat Xiang Liu terluka, pria itu akan bersembunyi di kamar Xiaoliu untuk menyembuhkan diri. Xiaoyao tak tahu sejak kapan dia mulai memberitahu Xiang Liu tentang masa lalunya yang menyakitkan yang sebelumnya tak pernah diceritakannya kepada orang lain.
Di Kastel Xuan Yuan, pria itu adalah playboy serampangan Fangfeng Bei. Fangfeng Bei lembut dan penuh perhatian, menyukai kesenangan namun dengan tekun dan sabar mengajarinya panahan selama lebih dari sepuluh tahun.
Saat Xiaoyao tertidur di bawah lautan selama tiga puluh tujuh tahun, mereka menghabiskan setiap malamnya bersama-sama. Mungkin pada saat itulah Xiang Liu paling lembut dan perhatian kepadanya. Xiaoyao tak ada gunanya bagi Xiang Liu untuk dimanfaatkan dan mereka tak punya alasan untuk berada di pihak saling berlawanan, jadi pada saat itu hanyalah satu orang membawa orang lainnya menjalani kehidupan bersama-sama di lautan. Satu orang terkadang mengucapkan beberapa patah kata di sini dan di sana, yang lainnya terbaring selamanya dalam kesunyian.
Pada upacara pernikahannya di Chi Sui, Xiang Liu datang untuk mencuri mempelai wanita dan membuat Xiaoyao pergi bersama dirinya sebagai bayaran atas janji yang telah dia buat. Xiang Liu juga meminta persediaan pasukan selama tiga puluh tujuh tahun dari Jing. Semua yang Xiang Liu serahkan adalah identitasnya yang lain, namun reputasi Xiaoyao telah hancur sepenuhnya.
Setelah itu Xiang Liu adalah Jenderal dari pasukan Gong Gong dan Xiaoyao adalah adik perempuan dari Zhuanxu. Setiap kali mereka bertemu, bahkan kata-kata mereka juga menjadi seperti pedang yang saling menyayat satu sama lain.
Kali terakhir mereka berjumpa, karena kematian Fenglong, di Danau Hu Lu yang sama dengan ketika mereka pernah bermain bersama-sama, Xiaoyao kini ingin membunuh Xiang Liu dan Xiang Liu memakai kematian Jing untuk menggusarkan Xiaoyao agar membalas dendam atas Jing. Malam itu Xiang Liu nyaris meminum seluruh darahnya, semua untuk membuat pil penyembuh. Xiaoyao membenci Xiang Liu karena begitu berdarah dingin dan bersumpah untuk takkan pernah bertemu lagi dengan Xiang Liu!
Andai dia tahu kalau itu akan menjadi kali terakhir mereka saling berjumpa dalam masa kehidupan ini, dia pasti akan mengucapkan hal lainnya. Tak peduli seberapa pun dingin dan kasar Xiang Liu kepadanya, Xiaoyao takkan pernah ingin mengucapkan apa yang telah dia ucapkan pada pria itu.
Seluruh wajah Xiaoyao basah oleh air mata dan dia pun mendongakkan kepalanya untuk menatap angkasa.
Xiang Liu, kenapa? Kenapa? Kenapa kau memperlakukanku seperti ini? Kenapa kau bahkan tak membiarkan aku menyimpan satu pun ingatan tentangmu… jadi ratusan tahun kita bersama ini, apakah selalu hanya merupakan transaksi bagimu?
Xiang Liu mati dengan begitu tuntas dan tak meninggalkan apa-apa, tak ada kata-kata perpisahan dan bahkan tubuhnya pun telah melebur menjadi racun. Tak ada seorang pun yang menjawab pertanyaan Xiaoyao yang penuh duka.
Saat Jing memeluk Xiaoyao dari belakang adalah ketika Xiaoyao menyadari bahwa perlahan-lahan matahari mulai terbit.
Xiaoyao pun menyadari kalau dia kedinginan karena berada di tengah hawa dingin sepanjang malam dan Jing memakai tubuhnya untuk menghangatkan Xiaoyao. “Kapan kau bangun?”
Xiaoyao buru-buru menyeka air matanya dan berkata pedih, “Belum lama.”
Jing menciumnya pelan di lekukan lehernya.
Dengan lemah Xiaoyao menyandarkan diri pada pelukan Jing dan beberapa saat kemudian dia berkata dengan suara lirih, “Aku baru saja mengatakan kebohongan padamu. Aku sebenarnya sudah terbangun sejak lama. Semalam aku tak bisa tidur.”
Jing menjawab, “jangan khawatir, bahkan pasangan yang paling penuh cinta juga butuh waktu untuk dirinya sendiri. Aku tahu kalau kau sangat sedih dan berduka pada saat ini, jadi kau lebih butuh waktu untuk sendirian.”
Xiaoyao berkata, “A… aku….”
Jing menutupi bibirnya, “Jangan kau menganggap kalau suamimu adalah orang yang sangat pencemburu dan berpikiran picik. Xiang Liu telah menyelamatkan nyawamu berkali-kali, aku selamanya berterima kasih kepadanya.”
Air mata Xiaoyao mulai berjatuhan lagi dan tetes demi tetesnya mendarat di tangan Jing. Jing tak mengatakan apa-apa dan terus memeluk Xiaoyao dalam dekapannya.
Xiaoyao menggumam, “Meski aku selalu mengingatkan diriku sendiri kalau dia adalah musuh Zhuanxu, tapi aku… aku tidak siap untuk hal ini! Aku benar-benar berharap kalau semua ini adalah kebohongan… dia sangat licik, dia pasti menemukan cara untuk tetap hidup!”
Jing tak mengatakan apa-apa karena dia tahu kalau Xiaoyao tak membutuhkan tanggapannya.
“Justru karena dia sangat licik lah sehingga dia tak mau tetap hidup! Suatu kali dia pernah memberitahuku, ‘Sebenarnya, bagi seorang Jenderal, akhir yang terbaik adalah mati di medan perang.’ Jadi dia memilih akhir yang terbaik bagi dirinya sendiri!”
“Tapi akhir terbaik ngawur apa itu! Dia adalah idiot terbodoh di dunia ini! Dia tetap setia dan sepenuh hati pada Gong Gong serta rekan-rekan prajuritnya, tapi apakah dia telah berbuat benar untuk dirinya sendiri?”
“Sebenarnya akulah yang idiot! Dia tak pernah peduli, jadi kenapa aku harus begitu terluka. Aku tak mau merasakan sakit sebesar ini….”
Xiaoyao terus bicara dan menangis hingga perlahan-lahan kata-katanya melemah dan dia meringkuk rapat dalam pelukan Jing serta memandangi pohon bunga phoenix yang tinggi. Kembang-kembang berwarna merah yang berguguran ke tanah yang dibawa angin seolah membingkai masing-masing ingatan yang melintas. Tak peduli seberapa indah pun, semuanya akan berlalu bersama angin.
Xiaoyao dengan lelah memejamkan matanya, “Jing, aku ingin pergi!”
“Ke mana kita harus pergi?”
“Ke lautan! Jutaan li lautan dan cakrawala tanpa batas, Xiang Liu bilang di sana terdapat tak terhitung banyaknya pulau-pulau tak berpenghuni dan tak dikenal. Mungkin kita bisa menemukan sebuah pulau yang indah untuk disebut sebagai rumah.”
“Tentu!”
Xiaoyao ingin Miao Pu dan Zuo ‘Er mengikuti Bai Di mempelajari kerajinan logam sehingga Zuo ‘Er bisa mendapatkan penghasilan suatu hari kekal. Namun Miao Pu menangis dan memohon, “Ke mana pun Nona pergi, saya akan pergi!”
Zuo ‘Er tak mengatakan apa-apa dan menatap Xiaoyao. Sebenarnya dia lebih sulit untuk disingkirkan daripada Miao Pu. Xiaoyao pun menyerah. “Selama kalian tak keberatan pada kehidupan yang berat maka ikutlah denganku dan Jing!”
Xiaoyao mengemasi tas-tasnya dan isinya sebagian besar adalah hadiah-hadiah pernikahan. Kakendanya telah memberinya dua kotak perhiasan, sepertinya itu adalah barang milik nenendanya. Hadiah dari ayahandanya adalah sebilah belati kecil yang Beliau tempa dengan tangannya sendiri dan sebilah pedang pendek. Hadiah dari Zhuanxu sangat berguna, sebauh kediaman di Kastel Xuan Yuan serta seratus ekar lahan di luarnya. Hadiah dari Ah Nian adalah seikat Kayu Dewa Fu Sang. Hadiah Lie Yang adalah pil-pil elixir ajaib yang sepertinya telah dia kumpulkan selama ratusan tahun sehingga bahkan Xiaoyao juga merasa terkesan. Dan hadiah dari Ah Bi adalah sepasang liontin kumala yang dibuat menggunakan kubah kumala kuno dari Gunung Kumala serta sebuah boneka tertawa berperut besar yang diukir dari Kayu Dewa Fu Sang. Kedua benda itu dibuat oleh tangannya sendiri.
Xiaoyao memilih tiga perhiasan kesukaannya dari hadiah kakendanya, dia menyimpan baik belati dan pedang dari ayahandanya untuk dipakai sebagai perlindungan dan juga untuk memotong buah. Dia memikirkan sejenak tentang hadiah dari Zhuanxu dan menerimanya. Dengan hati-hati dia membungkus hadiah dari Ah Nian. Tentu saja dia membawa semua hadiah dari Lie Yang, dan liontin kumala dari Ah Bi bisa dipakai sebagai perlindungan dan juga bisa dipakai sebagai obat penyembuhan magis, jadi dia mengenakan satu untuk dirinya sendiri dan memasang yang lainnya pada pinggang Jing.
Terakhir adalah boneka tertawa berperut besar itu…. Xiaoyao merasa penasaran sejak awal. Kenapa Ah Bi tidak memakai kayu persik dari Gunung Kumala dan malah menggunakan Kayu Dewa Fu Sang? Kayu Dewa Fu Sang bisa menyala tanpa perlu api dan tidak cocok untuk dijadikan kayu ukiran. Dan tidak jelas apa yang telah Ah Bi lakukan pada sepotong Kayu Dewa ini sehingga benda itu bisa disentuh dan tidak membakar.
Xiaoyao menimang boneka itu dan berkata pada Jing, “Ah Bi lucu sekali, boneka-boneka lain yang semacam ini memiliki kepala besar namun boneka ini memiliki kepala besar dan perut besar. Apa itu berarti boneka gendut ini jadi gendut karena dia suka makan?”
Jing menatap boneka itu. “Kayu Dewa Fu Sang umurnya lebih dari puluhan ribu tahun, tak bisa ditembus oleh air ataupun api, tak ada senjata yang bisa menggoresnya, jadi akan luar biasa sulit untuk mengukir kayu ini. Ah Bi pasti telah menghabiskan banyak waktu untuk membuatnya.”
Boneka berperut besar itu tidak memiliki kegunaan praktis namun Xiaoyao hanya berpikir kalau boneka ini sangat imut dan saat memegang benda itu di tangannya, dia jadi semakin dan semakin menyukainya. Kepala besar, perut besar, boneka ini mengenakan penutup perut yang bulat dan memiliki rengutan di bibirnya. Senyumannya sangat nakal sehingga Xiaoyao tak tahan untuk meledak tertawa karena gembira melihatnya.
Ini adalah kali pertama Xiaoyao tertawa setelah berhari-hari dan Jing mengeluarkan desahan lega lalu berkata pelan pada Miao Pu, “Tolong bungkus boneka tertawa ini dengan aman untuk dibawa.”
Pada hari keberangkatan, matahari benderang dan anginnya sepoi, hari yang sangat cocok untuk melakukan perjalanan.
Bai Di dan Ah Nian menemani mereka menuju permulaan jalan menanjak di tempat di mana banyak orang mengantar pergi orang-orang yang melakukan perjalanan. Seringkali mereka akan mendengar suara tangisan dan isakan dari kelompok-kelompok lainnya.
Zuo ‘Er dan Miao Pu duduk di atas kereta menunggu Xiaoyao berpamitan pada Bai Di.
Xiaoyao berkata pada Ah Nian, “Saat kau bosan di Gunung Lima Dewa, datanglah ke Gunung Xuan Yuan untuk menemui Ayahanda. Tapi ingat, jangan pernah menginjakkan kaki ke Dataran Tengah! Jangan pernah menayakan apa pun yang berhubungan dengan Zhuanxu!”
Ah Nian menjawab, “Jangan khawatir! Aku masih mencintai Zhuanxu sama besarnya seperti dahulu, tapi karena semua air mata yang tertumpah sejak saat itu, aku tak lagi Ah Nian yang sama. Jangan lupa, aku bahkan pernah pergi ke medan perang. Meski Ju Mang-lah yang bertarung pada pertempuran sebenarnya, tapi darah dan kematian aku pernah mengalaminya sendiri.”
Xiaoyao sepenuhnya merasa lega.
Bai Di bertanya pada Xiaoyao dan Jing, “Sudah memutuskan ke mana kalian akan pergi?”
Jing menjawab, “Belum, hanya berkelana beberapa saat dan bila kami bisa menemukan sebuah tempat yang kami berdua sukai, maka mungkin kami akan tinggal di sana.”
Bai Di berkelakar, “Saat kalian memutuskan di mana akan menetap, kirim kabar pada kami. Jangan pergi dan menghilang tanpa jejak.”
Jing tersenyum dan tak mengatakan apa-apa sementara Xiaoyao berlutut bersama suaminya dan mereka berdua pun berkowtow tiga kali kepada Bai Di. Xiaoyao berkata, “Ayahanda, jagalah diri Ayahanda, kami pergi sekarang.”
Bai Di mengesah pasrah dan berkata seraya tersenyum, “Kalian berangkatlah!”
Jing dan Xiaoyao naik ke atas kereta dan dengan suara derap tapal kuda serta roda kereta, segera mereka menghilang di antara orang-orang dan kereta di jalan.
Kereta yang mereka naiki adalah kereta biasa dan tak bisa dibedakan dengan kereta-kereta lain di jalanan.
Bai Di memiliki mata yang tajam namun segera Beliau tak bisa membedakan yang mana adalah kereta Xiaoyao. Beliau melihat tak terhitung banyaknya kereta di jalan dan semua orang adalah sosok manusia yang paling biasa di luar sana, dan kini Xiaoyao adalah salah satu dari mereka.
Hati Bai Di penuh duka namun juga terdapat rasa melepaskan.
Xiaoyao memiliki garis keturunan yang paling agung dan terhormat di seluruh dunia. Ibundanya telah berusaha untuk membebaskan diri dari hal itu dengan segenap kemampuannya namun tidak berhasil. Tetapi kini Xiaoyao berhasil.
Xiaoyao memiliki Bunga Pembentuk Wajah di dalam dirinya dan Jing adalah keturunan dari Rubah Berekor Sembilan. Begitu mereka pergi, mereka bisa menghilang selamanya.
Bai Di sudah bisa merasakan niatan Jing dan Xiaoyao namun tidak mengakuinya secara terang-terangan. Beliau bersikap seakan itu adalah sebuah perjalanan biasa dan juga akan membiarkan Zhuanxu serta Huang Di berpikir bahwa Xiaoyao masih tinggal di Kastel Xuan Yuan.
Beberapa ratus tahun yang lalu ketika Xiaoyao kabur dari Gunung Kumala dan berkelana di dunia, hal itu tampaknya telah menggerakkan akhir saat ini. Xiaoyao telah kembali sejenak ke dunia para Dewa, dari Gunung Lima Dewa ke Gunung Xuan Yuan lalu ke Gunung Shen Nong, dia telah menyaksikan sendiri penyatuan seluruh Rimba Raya. Mungkin hal itu adalah demi melengkapkan harapan terakhir ibundanya untuk membuat Zhuanxu naik tahta dengan selamat, dan Xiaoyao hari ini telah memenuhi harapan ibundanya sebelum meninggal. Xiaoyao memilih jalan melangkah ke depan seperti air yang kembali ke laut, burung yang pulang ke sarang, sekali lagi kembali ke tempat di mana dirinya seharusnya berada.
Bai Di berjalan perlahan bersama Ah Nian untuk kembali ke toko pandai besi.
Saat ini adalah masa-masa paling sibuk di Kastel Xuan Yuan, orang-orang berkeliaran di jalanan serta gang, kereta-kereta dan kuda-kuda berdesakan memenuhi tempat itu. Suara-suara penjual yang memanggil bercampur-baur, dan Xiaoyao bisa saja menjadi wanita yang menjual arak di toko, atau tabib yang sedang tidur siang di kliniknya, atau nyonya itu yang sedang mengejar putranya dengan kipas….
Bai Di tak bisa menahan senyumannya. Saat Zhuanxu menyadarinya dan kemudian tak bisa menemukan Xiaoyao, tak diragukan lagi Zhuanxu akan mengamuk. Namun dia segera akan menyadari bahwa Xiaoyao adalah dunia manusia dan dunia manusia adalah Xiaoyao. Selama seluruh dunia berada dalam kedamaian, maka Xiaoyao mereka akan hidup dengan bahagia.