Evil-like Duke Household - Chapter 84
Sekarang, ambil sebuah contoh, seekor tawon.
Jamur, katak, laba-laba, juga…. Ular.
Aku telah membacanya sebelumnya di buku, bagaimana hwan yang memiliki racun dalam tubuhnya memberitahu kepada lingkungannya bahwa mereka beracun dengan memiliki penampilan berwarna-warni.
Namanya Pewarnaan Aposematik.
Apa yang sedang kita bicarakan, kau tanya?
Kita bicara tentang si Penyihir Gila, Grisis.
Kali pertama aku bertemu orang itu, Grisis, adalah pada pesta selamat datang kepada setiap departemen yang diadakan tepat setelah upacara pembukaan.
Meski akademi ini kalah bila dibandingkan dengan Akademi Kristina di Kerajaan Rizetta dalam hal sihir, tetapi menjadi akademi yang memiliki nama ‘Raja Penyihir Senja’, di antara akademi di mana orang bisa belajar sihir, akademi ini adalah yang unggul karena lebih cepat menghitung posisi akademi ini dari atas.
Itulah sebabnya, kami, siswa baru yang mampu lulus ujian dan berhasil mendaftar ke dalam Departemen Riset Sihir, tertawa gembira dengan membayangkan tentang masa depan cerah bersama dengan yang lain yang akan mengejar sihir tertinggi bersama-sama.
Lihatlah orang itu. Rambutnya biru laut, tentunya dia punya ciri sihir air kuat.
Oi, wanita itu menakjubkan, rambutnya punya dua warna, dia memiliki beberapa ciri sihir.
Sama halnya, meski tak terlihat dari luar, tetapi aku punya dua ciri sihir yaitu Emas dan Pengaliran Mana.
Apa, kau punya ciri sihir Emas juga? Aku juga, tentunya akan menyenangkan untuk melakukan percobaan gabungan bersamamu nantinya.
Seperti itulah, bisa terdengar percakapan yang saling membicarakan tentang ciri masing-masing satu persatu.
Yah, sementara ada banyak yang hanya bersenang-senang melakukan itu, namun sebagian besar berusaha untuk mengukur posisi mereka di antara yang lainnya.
Lalu mendadak, sebuah yang jelas memiliki nada berbeda daripada mereka yang berusaha mengukur kekuatan masing-masing bergema di antara keramaian.
“O, oi! Lihat itu! Apa-apaan itu?! Itu liar biasa, lihat!!”
Salah seorang anak baru yang mengatakan sesuatu yang jelas tidak pada tempatnya pada saat itu membuat semua orang mengalihkan pandangan mereka ke tempat yang ditunjuk murid itu, dan membuat semua orang terperangah kaget.
“Ap, apa-apaan itu…!”
Aku ingat kalau aku menggumam begitu pada saat itu.
Bagaimanapun, rambut dari murid lelaki yang ada di ujung tatapan semua orang, adalah sesuatu yang terlalu tidak biasanya.
… Hitam, biru, merah, dan kemudian emas.
Dari akar, hingga ke ujung rambut.
Aku penasaran apakah dia mewarnai rambutnya? Dalam empat warna dari segala hal yang ada? Namun, aturan akademi menyatakan bahwa dilarang untuk mewarnai rambut.
Lalu, itu berarti… empat?
Empat ciri sihir?
Dalam sekejap, ruangan itu mulai berubah ke dalam aura yang sama sekali berbeda daripada sebelumnya.
Murid dengan rambut empat warna yang bermandikan perhatian itu mengangkat kepalanya seakan baru menyadari keributannya, tampaknya dia baru saja memikirkannya, karena dia menatap sekelilingnya dengan mata masih terpicing.
Lalu, satu kalimat.
“Ah, apa kita sedang memperkenalkan diri? Jadi sekarang adalah giliranku?”
Selama sesaat, semua orang tak tahu apa sebenarnya yang anak itu bilang.
Tampaknya murid berambut empat warna ini terlalu larut dalam pikirannya sampai-sampai dia salah memahami situasi saat ini.
“Eeh, umm, kalau begitu mari mulai dengan menyebutkan namaku.”
Sebelum siapapun punya kesempatan untuk membetulkan kesalahpahaman ini, dia pun mulai memperkenalkan dirinya sendiri.
“Namaku Grisis=Diebold=Ractos=Nizzet=Ractos, putra tertua dari Keluarga Duke Ractos, aku berasal dari Kerajaan Azolias.
Napas kami terhenti.
Ini bukan perumpamaan. Semua orang di dalam ruangan, termasuk aku, napasnya berhenti.
Murid empat warna ini, apa yang barusan dia katakan?
“Ciri sihirku cukup banyak, kau lihat, bayangan, emas, api, dan deteksi sihir. Lihatlah, warna rambutku luar biasa, kan? Mataku juga seperti itu, lihatlah.”
Berkata demikian, membuat orang-orang di sekitarnya tercengang sepenuhnya oleh hal-hal yang dia katakan, murid yang menyebut dirinya sendiri sebagai ‘Grisis’ dan ‘Diebold’, saat dia membuka matanya lebar-lebar.
Setelah napas kami, benak kami adalah hal selanjutnya yang berhenti.
Pupil dengan empat wana dari ciri sihirnya, masing-masing warna seakan saling bertolakan satu sama lain hingga menciptakan pola seperti kelereng.
Lebih daripada itu, saat melihat wajahnya, dia memiliki wajah yang tertata sangat baik seperti seorang pria tampan, jadi pemandangan atas matanya jadi lebih meningkatkan keganjilannya.
Jumlah dari ciri sihir seseorang, tidak berlebihan bila mengatakan bahwa hal itu akan dengan mudah menjadi simbol status bagi penyihir itu.
Namun meski demikian, melihat pada warna itu hanya akan membangkitkan rasa takut ketimbang kecemburuan.
Tepat seperti pewarnaan aposematik.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan selanjutnya, apa berakhir seperti ini saja? Aku merasa seharusnya ada hal lain… ah, pertanyaan! Ada yang punya pertanyaan?
Hal yang mengembalikan atmosfer tegang di dalam ruangan ke semula, adalah perkataan riang dari si murid yang di tempat pertama menjadi sumber dari semua masalah.
Dia, yang masih terus salah paham bahwa kami berada di tengah-tengah perkenalan diri bertanya apakah kami punya pertanyaan kepadanya.
Pertanyaan? Aku punya, sebenarnya, aku punya banyak hal yang ingin kutanyakan kepadanya.
Tentang namanya, ciri sihirnya, warnanya. Aku ingin tahu tentang semua itu dari awal hingga akhir.
Tapi, tak seorang pun yang berani menanyakan itu. Apakah benar tak apa-apa menanyakan itu? Apa tidak masalah bila terlibar dengan orang ini? Tatapan semua orang tanpa bersuara meneriakkan hal itu.
Di antara orang-orang itu, satu orang, entah dengan kecerobohan atau keberanian, mengatasi dirinya sendiri dan memutuskan untuk bertanya kepadanya.
“Ah, umm, namamu. Namamu, aku penasaran….”
Cara murid itu bertanya cukup samar, tapi Grisis sepertinya menyadari apa yang murid itu coba tanyakan kepadanya dan dia pun menjawab dengan sesuai.
“Namaku, baiklah! Panjang sekali, kan? Kakek buyutku adalah orang yang memberikan namaku, dia bilang kalau dia ingin memasukkan namanya di dalam namaku, atau begitulah yang kakekku katakan. Ah, tapi kau masih penasaran kenapa aku punya dua Ractos dalam namaku, kan? Yah, nama Ractos yang terakhir akan dihilangkan begitu aku lulus. Bagaimanapun aku akan diadopsi oleh Keluarga Nizzet!”
Mungkin dia senang karena seseorang telah bertanya kepadanya, jadi Grisis menjawab pertanyaan itu dengan fasih.
Tapi, isi dari jawaban yang kami terima hanya membawa lebingungan lain di antara para siswa.
“Seperti yang sudah kuduga, kau adalah cucu Tuan Diebold….! Eh, tunggu? Diadopsi? Nizzet? Eh?”
Aku cukup yakin kalau orang yang bilang begitu sebenarnya tak punya niat untuk bertanya lebih jauh kepadanya, orang itu tentunya hanya tak mampu memahami jawabannya sehingga dia tanpa sadar mengatakannya keras-keras saat berusaha merasionalkannya.
Tetapi, Grisis yang mendengar kata-kata itu sekali lagi menjawab dengan fasih.
“Ya! Itu adalah keluarga ibuku. Namanya Nizzet, kau tak tahu? Yah, bagaimanapun juga nama kakek buyutku jauh lebih terkenal sih…. Yah, mari kita tinggalkan dulu urusan itu sekarang. Bagaimanapun, karena adik perempuanku akan menjadi orang yang akan menjadi kepala keluarga selanjutnya, sudah diputuskan kalau aku akan mewarisi jalan sihir Nizzet. Persis seperti perkataan ini, ‘orang yang tepat di tempat yang tepat’, benar kan?!”
Pernyataan itu adalah sesuatu yang telah melewati pemahaman kami.
Lelaki yang memiliki empat ciri sihir, orang yang dinamai oleh Doebold=Ractos sendiri, terlebih lagi seorang putra tertua, tetapi dia takkan meneruskan keluarga? Alih-alih, dia malah akan diadopsi oleh keluarga lain?
Tak seorang pun yang mampu menelaah perkataan yang baru saja diucapkan Grisis.
“Itulah sebabnya, aku bisa melakukan percobaan sihir apapun sebanyak yang kusuka.”
Meski tak ada seorang pun yang mengajukan pertanyaan lain kepadanya, Grisis terus bicara, seakan dia sudah lupa bagaimana cara menutup mulutnya.
“Selamanya, aku bisa meneruskan percobaanku selamanya. Di sekolah, setelah lulus, selamanya sampai aku mati! Sampai aku mati, luar biasa, kan! Aku akan terus melakukan percobaan selama hidupku mengizinkanku! Percobaan! Kihi…!”
Grisis yang menjadi penuh semangat terus mencerosos, dan perlahan wajahnya yang tampan mulai melenceng, hingga akhirnya dia meninggikan suara tawa seperti orang gila.
“Kihi…. Kyahyahyahyahyahya!!”
Sebuah tawa yang dinodai dengan kegilaan… tidak, itu adalah kegilaan itu sendiri, bergema di dalam ruangan.
Melihat sosoknya yang tiba-tiba berubah membuat kaki semua orang gemetar dan tak sanggup bergerak.
Rasanya seakan kami terjatuh, dilingkupi oleh kegilaan itu sendiri.
Empat tahun sudah berlalu sejak saat itu. Bahkan saat ini, rasa takut akan kegilaannya tetap terukir ke dalam batin orang-orang di sekitarnya.
Aku bisa mendengarnya, tawa sinting itu, sama seperti di masa lalu, suara tawa yang penuh dengan kegilaan yang masih keluar dari mulutnya itu.
Orang yang telah ternodai oleh kegilaannya, dan memutuskan untuk membantu dia dengan percobaannya mulai bermunculan satu demi satu.
Setiap dari mereka bersikeras kalau Grisis itu normal. Dengan mata orang gila.
Aku penasaran apakah aku akan bisa tetap waras dengan aman hingga kelulusan tiba.
… Aku bisa mendengarnya. Suara itu. Aku tak bisa melupakannya. Pola kelereng itu.
Meski dia tidak di sini, aku bisa merasakan keberadaannya.
Apa aku masih waras?