Faithful to Buddha, Faithful to You - Chapter 39
Saat ini aku sedang dalam perjalanan mencari Kepala Departemen Sejarah untuk menyerahkan aplikasi program Master-ku. Sejujurnya, semua hal sudah dipastikan, aku menyerahkan formulir ini hanya untuk formalitas.
Aku bisa mendengar suara-suara yang datang dari jendela saat aku berada di dekat kantor bos. Sepertinya dia ada tamu. Aku ragu-ragu, bingung apakah aku harus masuk atau tidak.
Departemen Sejarah adalah departemen paling miskin di universitas ini. Gedung Departemen ini cukup lama, sudah dibangun sejak tahun 1970-an, sehingga temboknya tak terlalu kedap suara. Meski aku tak berniat menguping, suara-suara dari dalam kantor masih mencapai telingaku.
“Ji Tua, semua sukarelawan sudah gagal, itulah sebabnya aku tak punya pilihan lain selain bertanya padamu. Hingga saat ini, hanya dia yang berhasil menyeberang, bukan hanya sekali, tapi dua kali.”
Kenapa suara ini kedengaran begitu familiar?
“Berhenti berusaha membujukku, aku takkan menyetujui hal ini. Dia masih begitu muda, bagaimana kalau dia kehilangan nyawanya akibat percobaan ini?”
Itu adalah suara bos-ku, tapi kenapa suara itu kedengaran sangat lelah!
“Kehilangan nyawanya, kau membuatnya jadi terdengar sangat serius. Kami sudah mengembangkan mesinnya –“
“Bisa mengembangkannya sampai pada titik di mana kau bisa menjamin bahwa dia takkan menderita bahkan luka terkecil pun? Hasil dari penyeberangannya yang terakhir, kalian semua sudah melihatnya. Untung saja kalian masih punya sedikit hati nurani dalam diri kalian dan memanggil para dokter terbaik di negara ini untuk menyelamatkan lengannya.”
Jantungku mencelos. Jadi bos benar-benar bicara tentang aku. Aku mendekatkan telingaku untuk mendengarkan.
“Ji Tua, merupakan kesalahan kami karena tak mempertimbangkan efek dari iradiasi. Kalau bukan akibat lukanya, kami pikir ini akan aman. Tetapi kalau kali ini dia lebih berhati-hati dan tidak sampai terluka, maka seharusnya ini bukan masalah –“
Akhirnya aku mengenali suara itu. Itu suara Profesor Li, kepala tim riset untuk proyek perjalanan waktu!
“Siapa bilang kalau takkan ada masalah?” Bos menyela ucapan Profesor dengan suara ditinggikan, “Setiap kali dia memakai mesin itu, dia terpengaruh oleh radiasi. Jam perjalanan waktu, bahkan jaket anti-radiasi yang dia kenakan, semua itu adalah sumber iradiasi yang secara terus-menerus merusak tubuhnya.”
“Kalau dia tak tinggal terlalu lama, maka takkan ada masalah,” Profesor Li segera mengklarifikasi, “Kami takkan memintanya untuk tinggal terlalu lama kali ini, karena dia hanya akan menguji untuk melihat apakah alat pelokasi waktu dan geo-posisi yang baru kami temukan bekerja. Kami berjanji untuk menawarkan padanya perawatan medis terbaik yang ada begitu dia kembali.”
“Kau sudah menguji fungsi itu berulang kali dan alat itu selalu mengalami masalah sebelum lompatannya bahkan bisa terjadi.”
“Kami sudah belajar dari kegagalan kami yang sebelumnya, kali pasti akan berhasil. Ji Tua, kau juga seorang sejarawan. Pikirkanlah. Fakta bahwa kita bisa menjelajah ke tempat manapun pada periode waktu kapanpun dalam sejarah, mungkin untuk menyaksikan penyatuan Tiongkok oleh Qing Shihuang, melihat terungkapnya kejadian pada Insiden Gerbang Xuanwu yang membuat Li Shimin menjadi Kaisar (T/N: LI Shimin adalah Kaisar Taizong dari Tang), atau bahkan menghadiri hari pendirian negara republic ini dan bertemu dengan Ketua Mao dan Perdana Menteri Zhou, tak bisakah kau melihat akan jadi betapa menakjubkannya semua itu?” nada suara Profesor Li telah berubah menjadi bersemangat.
“Ji Tua, kami hanya butuh satu penguji….”
“Tidak, itu terlalu berbahaya, ada terlalu banyak variabel yang tidak diketahui, aku tak bisa –“
“Aku bersedia.”
Kudorong pintunya hingga terbuka dan dengan tenang menatap kedua orang cendekiawan yang kaget itu.
“Tetapi aku harus dibolehkan memilih waktu dan tempatnya,” aku menambahkan.
“Tentu, bukan masalah,” Profesor Ji mengangguk penuh semangat, “Selama kau berjanji untuk ikut serta dalam pengujian itu, terserah padamu kau mau pergi ke mana.”
“Dengan kesehatanku yang sekarang, berapa lama aku bisa bertahan di sana?”
Profesor Li agak terperangah oleh pertanyaanku yang mendadak. “Sulit disimpulkan karena kami tak punya data yang cukup. Tapi kalau kau kembali sesegera –“
Aku menyelanya dengan suara penuh kepastian, “Aku ingin pergi ke Kucha pada tahun 384 Masehi.”
Pada perkataan ini, Profesor Ji (Bos) menyentakkan kepalanya dan menatapku dengan sorot rumit.
Kembali pada ruang riset yang sudah terlalu kukenal, kudapati diriku sibuk dengan berbagai tes yang berbeda, dengan olah tubuh dan harus mengkonsumsi obat-obatan yang meningkatkan sistem imunku. Tim peneliti mencatat data kesehatanku setiap hari, memeriksa setiap angka dan perhitungan hingga pada desimal terakhir. Awal Agustus adalah saat di mana lompatan waktuku yang kelima akan dimulai.
Kapanpun aku punya waktu luang, aku akan menghabiskannya dengan membaca setiap catatan yang bisa kudapatkan tentang Rajiva dan Periode Enam Belas Kerajaan (304 – 439 M). Aku berusaha mengingat semuanya, percaya kalau semua itu akan jadi berguna nantinya.
Tetapi ada terlalu banyak meteri dan semakin aku membaca, semakin bingung aku jadinya. Catatan tentang Rajiva biasanya terlalu pendek, ambigu, dan kadang-kadang bahkan saling bertentangan.
Contoh kasusnya: tahun kelahiran dan kematiannya.
Ada dua catatan pada waktu kematian Rajiva. ‘Biografi Rahib-Rahib Ternama’ (Gāosēng Zhuàn) dari Dinasti Liang Selatan oleh Hui Jiao (sekitar 530 M) menulis seperti berikut: “Kumarajiva meninggal di Chang’an pada hari ke-20 bulan ke-8 tahun ke-11 Hongshi dari Qing Akhir, yang juga merupakan tahun ke-5 Yixi pada Jin Timur. Jadi itu berarti tanggal 15 September 409. Tetapi pada bagian tentang Kumarajiva pada Biografi Para Penerjemah dalam ‘Kumpulan Catatan Pembuatan Tripitaka’ (Chi Sanzang Jiji), Sengyou (445-518 M) telah menulis bahwa “Kumarajiva meninggal di sebuah kuil besar pada hari ke-13 bulan ke-4 Guiyou, pada usia 70 tahun.” Guiyou adalah tahun ke-15 Hongshi, jadi itu berarti tanggal 28 Mei 413.
(T/N: pada jaman dahulu, penanggalan adalah memakai kombinasi dari kalender lunar, tahun kekuasaan, dan ganzhi. Karenanya di sini ditulis bulan ke-8 dan bukan bulan Agustus, yang merupakan penanggalan Gregorian. Tahun kekuasaan adalah tahun yang dihitung (dan dihitung ulang lagi) pada permulaan pemerintahan setiap Kaisar (a.k.a nianhao / nama era) dan beberapa Kaisar bahkan bisa memiliki beberapa nama era. ‘Hongshi’ adalah nama era kedua untuk Kaisar Yao Xing dari Qin Akhir, yang sama dengan tahun 399 – 416 Masehi. Yixi adalah nama era ketiga Kaisar An dari Jin, sama dengan tahun 405-418 Masehi. Ganshi (Batang dan Cabang) adalah siklus 60 istilah yang dibentuk oleh Sepuluh Batang Langit dan Dua Belas Cabang Bumi (nama-nama cabangnya sesuai dengan shio). Guiyou adalah istilah ke-50. Sudah mabok belom?)
Bila kita mengikuti catatan Sengyou, maka tahun kelahiran dan kematian Kumarajiva secara berturut-turut adalah tahun 344 dan 413 Masehi (kalau dia memang hidup sampai usia 70 tahun). Tetapi bila kita mengikuti catatan Hui Jiao, yang meyakini bahwa sang rahib penerjemah tersebut hidup hingga usia 60 tahun, maka tahun kelahiran dan kematiannya seharusnya 350-409 Masehi. Sebagian besar akademisi saat ini telah menerima catatan Sengyou karena klaimnya tentang menemani seseorang yang merupakan murid dari Kumarajiva selama lebih dari sepuluh tahun, dan murid ini meninggal hanya setahun setelah Kumarajiva meninggal, jadi ruang untuk kesalahannya cukup rendah. Itulah sebabnya, selama Konferensi Pertukaran Akademis Buddhisme Tiongkok-Jepang, para akademisi dari kedua negara telah secara terbuka mendiskusikan tanggal kelahiran dan kematian Kumarajiva dan menyimpulkannya sebagai tahun 344-413 Masehi.
Secara pribadi, kupikir catatan Hui Jiao lebih masuk akal. Lu Guang memaksa Rajiva untuk melanggar Sila – hal ini terjadi pada tahun 384 Masehi, yang merupakan tahun yang telah kuajukan kepada tim peneliti untuk mengantarku ke sana – yaitu ketika Rajiva berusia 35 tahun. Ramalan yang diucapkan oleh sang rahib tua ketika Rajiva masih muda (kalau lupa silakan lihat lagi Chapter 5) secara mengejutkan ternyata memang akurat. Tampaknya bahkan seorang Rajiva juga tak bisa meloloskan diri dari tangan takdir yang tak kasat mata.
Kitab Jin menuliskan: ‘Lu Guang mengetahui bahwa Rajiva adalah seorang pria dengan kecerdasan yang tak terukur, tetapi dengan melihat pada usia muda sang rahib, dia pun memutuskan untuk memaksa Rajiva menikahi seorang putri Kucha’. Itu berarti, Lu Guang mendapati bahwa Rajiva ternyata masih muda, dan karenanya dia pun mengaturkan pernikahan. Bila pada saat itu, Rajiva sudah berusia 41 tahun (bila melihat dari catatan Sengyou), usia tersebut takkan dianggap ‘muda’ menurut masa itu. Kalau Rajiva berusia 35, jadinya akan lebih masuk akal. Tetapi apakah hanya karena usia muda Rajiva yang membuat Lu Guang memutuskan untuk memaksa dia melanggar Sila? Apa kisah tersembunyi yang ada di balik beberapa patah kata dalam Kitab Jin? Situasi macam apa yang akan kudapati saat aku melakukan lompatan waktu?
Semua pemikiran ini berputar-putar dalam kepalaku secara terus-menerus., membuatku mual karena cemas. Sejak aku kembali ke pusat penelitian, tak semalam pun yang bisa kulalui dengan tidur nyenyak. Sebagian dari diriku hanya ingin melakukan lompatan waktu sesegera mungkin sehingga aku bisa kembali bertemu dengannya, tetapi bagian yang lainnya merasa takut dengan apa yang akan kuhadapi saat aku kembali. Seberapa banyak yang akan sudah brubah dalam kurun sebelas tahun sejak kepergianku? Berapa banyak orang yang masih bisa tetap bertahan pada cinta dari sebelas tahun yang lalu? Jika ini bukan kesempatan terakhirku untuk melakukan perjalanan waktu, aku pasti akan memilih untuk kembali pada masa ketika Rajiva bergegas kembali ke Kucha untuk menemuiku untuk yang terakhir kalinya (lihat Chapter 37). Kalau kemungkinan dari sepasang kekasih untuk bisa saling menunggu adalah 80%, maka kemungkinan mereka untuk bisa hidup bersama adalah 80×80 = 64%. Hatiku terasa berat akrena pemikiran itu. Bagaimanapun, bahkan bila kemungkinannya hanya 1%, aku tetap akan pergi. Karena bila aku memutuskan untuk tinggal di sini, aku akan menjalani hidup seakan aku tak punya jiwa, karena hatiku telah meninggalkan tempat ini.
Aku menelepon orangtuaku. Mereka sama sekali tak tahu tentang aku yang ambil bagian dalam proyek perjalanan waktu ini. Aku hanya ingin memberitahu mereka bahwa aku baik-baik saja, tetapi aku juga akan melakukan perjalanan ke sebuah tempat rahasia untuk suatu proyek penelitian khusus, yang mungkin akan butuh waktu beberapa tahun atau lebih untuk diselesaikan, dan bahwa aku takkan bisa menghubungi mereka pada masa tersebut. Kukatakan pada mereka agar jangan terlalu khawatir, karena aku akan aman dan baik-baik saja saat aku menjalankan proyek ini.
Tetapi meski aku telah berusaha menenangkan, masih bisa kudengar kekhawatiran mereka lewat telepon. Aku berusaha menjaga agar suaraku tetap ringan dan santai sepanjang waktu, tetapi begitu aku menutup telepon, air mata mulai bergulir jatuh. Aku adalah anak mereka satu-satunya, tetapi aku tak mampu memenuhi baktiku sebagai seorang anak. Aku benar-benar bukan putri yang baik….
Malam sebelum aku melakukan lompatan waktu, Bos datang menemuiku. Kami berdua pun duduk di atas rumput di depan pusat penelitian dan mengobrol.
“Ini karena Kumarajiva, kan?”
Aku tergagap pada pertanyaan Bos yang mendadak.
“Apa kau kira aku tak bisa menebaknya?” Dia mengesah panjang, “Pada dua kali kau melakukan lompatan waktumu yang sebelumnya, kau bertemu dengan Kumarajiva tepat pada masa kejayaannya baik sebagai seorang remaja dan sebagai dewasa muda. Aku sudah membaca tentang dia dalam catatan-catatan sejarah dan tahu persis betapa dia adalah seorang pria yang menakjubkan, apalagi bagimu. Dan untuk seorang wanita muda sepertimu bertemu dengan pria semacam itu secara nyata, yah.”
Aku hanya bisa merundukkan kepalaku dengan diam.
“Aku selalu berpikir kalau kau adalah seorang gadis yang bijaksana dan cerdas. Apakah cinta telah membuatmu kehilangan semua kecerdikanmu?”
“Profesor, Anda telah mengalami seperti apa rasanya menjadi muda dan jatuh cinta, kan?”
Kuangkat kepalaku, tetapi semua yang ada di depan mataku menjadi keburaman yang basah.
“Karena aku percaya bahwa aku adalah seorang gadis bijak yang menghargai sejarah, aku pun memilih untuk melepaskan dia. Tapi sekarang aku amat sangat menyesali keputusan itu. Bahkan sejak aku kembali kemari, tak satu hari pun terlewat di mana aku tak mendapati diriku sendiri tenggelam dalam penyesalan, berharap kalau aku lebih egois pada waktu itu. Jadi aku pun membulatkan tekadku untuk pergi mencarinya lagi. Kali ini, aku tak mau berpikir tentang mengikuti sejarah ataupun hal lainnya….”
“Tapi apa yang kau kira bisa kau ubah dengan perjalanan ini?” Bos terdengar agak pasrah. “Kau sudah tahu apa yang terjadi pada tahun di mana kau akan pergi. Kumarajiva akan menikahi seorang putri Kucha.”
“Aku tahu.”
Air mata mengalir di pipiku tanpa suara sebelum kemudian jatuh ke atas rumput di bawahnya.
“Ini adalah tahun di mana dia akan mengalami sebuah titik balik besar. Dan aku ingin berada di sana untuknya pada periode paling berat dalam hidupnya ini. Aku memiliki suatu perasaan ini bahwa dia masih menungguku, masih mengharapkan aku kembali. Kalau semuanya sesuai dengan apa yang ada dalam catatan sejarah, maka dia tentunya sudah memiliki seseorang di sisinya. Kalau begitu, maka aku akan memberi dia restuku dari kejauhan dan kembali ke masa ini lalu melanjutkan hidupku di sini.”
Bos lagi-lagi mendesah panjang.
“Bahkan bila aku memintamu agar jangan mengubah sejarah, kukira kau takkan mendengarkanku.”
Kugigit bibirku dan menjawab dengan susah payah, “Profesor Ji, Anda selalu mewanti-wanti saya agar jangan mengubah sejarah, tetapi bagaimana bila keberadaan saya ternyata justru menjadi hal yang mendorong lajunya sejarah?”
Bos terdiam selama sesaat, sebelum kemudian berkata, “Zhang Xi meneleponku.”
Hal itu mengejutkanku. Begitu aku mengetahui bahwa aku bisa kembali ke sisi Rajiva sekali lagi, aku telah putus dengan kakak kelas dari kampusku. Bicara sejujurnya, kami sudah jarang bertemu bahkan sejak aku setuju untuk berkencan dengannya. Setiap kali dia mengajakku makan dengannya atau pergi menonton film, aku selalu menemukan alasan untuk menolaknya. Aku yang putus dengannya hanya sekedar formalitas. Kami tak kelihatan seperti pasangan yang sedang jatuh cinta, jadi aku kaget saat mendengar dia telah menelepon Bos.
“Dia menelepon untuk memintaku menyampaikan pesan ini, bahwa dia bersedia menunggu sampai kau sadar.”
Aku tersenyum sedih. Bos pasti sudah mengatakan padanya alasan sebenarnya kenapa aku memilih untuk berpartisipasi lagi dalam percobaan ini. Dan dia bahkan bilang kalau dia akan menungguku? Menunggu seseorang yang bahkan tak mencintainya, sebenarnya suapa yang akan melakukan hal semacam itu di masa modern ini?
“Bagaimana kalau aku tak mau tersadarkan?”
“Dasar kau gadis bodoh, jangan lupa, tak peduli kelihatan seberapa cocok pun kau dan dia, semuanya itu bukan apa-apa selain angan-angan dari seorang gadis yang sedang jatuh cinta. Rumahmu yang sebenarnya adalah masa ini. Di sinilah kau seharusnya hidup seperti orang normal.”
Nada suaranya menjadi lebih tegas, “Setiap kali kau melakukan lompatan waktu, kau akan mengalami iradiasi yang perlahan-lahan alan menghancurkan sistem imun dalam tubuhmu, jadi kau harus kembali untuk mendapatkan perawatan sesegera mungkin. Jangan pernah berpikir kalau ini adalah tiket gratis untukmu melakukan apapun yang kau suka. Aku tahu kalau para gadis yang sedang kasmaran cenderung untuk bertindak tidak bijaksana, tetapi tak ada yang baik pada sebuah cinta yang membuatmu kehilangan nyawamu sebagai gantinya.”
Dia terdiam selama sedetik sebelum meneruskan, “Cinta yang terbesar adalah jenis cinta yang membuatmu ingin terus hidup.”
“Aku sudah meminta para peneliti untuk mengembangkan sebuah baterai dengan jangka hidup paling lama, jadi maksimum kau punya waktu dua tahun untuk kembali. Meski membawa jam perjalanan waktu dan jaket anti-radiasi bersamamu saat kau menyeberang akan merusak kesehatanmu, kau harus tetap menyimpannya dengan baik. Selama masa penuh kekacauan dalam sejarah seperti itu, benda-benda tersebut mungkin bisa menyelamatkan hidupmu.”
Aku mengangguk dan menatap langit malam dalam kesunyian. Sekarang adalah malam musim panas tetapi aku tak bisa menemukan sebuah bintang pun di langit. Memang ada terlalu banyak polusi pada masa ini.
Aku berbaring sendirian di atas meja penelitian. Semua orang sudah meninggalkan ruangan dan sedang bersiap-siap untuk menyegelnya, ketika Bos tiba-tiba datang ke dekatku dan berbisik ke dalam telingaku:
“Ingat, jangan lakukan hal bodoh apapun. Teknologi terus berkembang. Selama kau kembali, akan ada kesempatan lain untuk bertemu dengannya.”
Dia lalu menggenggam tanganku dan meremas, “Berhati-hatilah dan jangan sampai terluka.”
Bos menatapku untuk kali terakhir sebelum berjalan keluar dari ruangan. Mataku berair saat menatap punggungnya yang semakin menjauh, di mana tanda-tanda usia tua telah mulai terlihat.