Fate - Chapter 5
Keesokan harinya, Liang Lin bangun dengan sepasang mata panda.
Dia mengemasi barangnya dengan baik, membawa tasnya dan berjalan ke luar pintu.
Di tempat kerja, dia berdiri di jendela tempat kerjanya dan melihat orang-orang yang datang dan pergi di sepanjang jalan.
Ada banyak sekali waktu untuk memeriksa buku catatan itu dan dia melewatkan surat itu.
Mereka sekali demi sekali melewatkan satu sama lainnya.
Ini karena Liang Lin yang terlalu pengecut dan tidak berani untuk bersikap sesuai keinginannya. Di saat ini, dia perlu mengambil tindakan.
Liang Lin pergi ke tempat di mana dia bertemu Gu Ruichen kemarin.
Dia berdiri di sudut jalan itu dan melihat sekeliling.
Jalanan itu ramai, banyak orang di sekitarnya.
Dia sengaja berjalan perlahan, selangkah demi selangkah, menggunakan waktunya untuk memindai sekitarnya.
Dia memperhatikan bahwa desain lantai menggunakan ubin yang digabungkan dan membentuk pola yang indah.
Liang Lin tiba-tiba merasa dia seperti telah kembali ke masa itu.
Dia berjalan di jalan yang tertutupi oleh daun jauh, dia dapat mendengar suara daun-daun retak di bawah kakinya dan dia merasa seperti akan segera melihat Gu Ruichen saat dia mendongakkan kepalanya.
Jadi, dia melakukannya. Dia mendongak, tapi sayangnya, dia tidak melihatnya.
Di lautan manusia, Liang Lin hanyalah jiwa yang kesepian dan terus-menerus berjalan mengelilingi jalanan ini, berusaha untuk menemukan Gu Ruichen.
Dia ingat pada sebuah film yang pernah dia tonton, “Berjalan Dari Kiri ke Kanan”.
Pemeran utama pria dan wanita selalu muncul di layar yang sama, tapi sayangnya, tanpa mereka pernah saling bertemu satu sama lain.
Liang Lin melihat ke segala arah, tapi semuanya sia-sia.
Dia melihat ke belakngnya, melihat ke kiri, melihat ke kanan, tapi Gu Ruichen masih tidak dapat ditemukan.
Para pejalan kaki yang ada di dekatnya melihatnya dengan bingung.
Liang Lin diam-diam meringis, dia sungguh terlihat seperti psikopat.
Tapi meski dia terlihat seperti orang gila, dia masih tidak ingin menyerah.
Selama 24 tahun terakhir ini, dia tidak pernah menjadi orang yang tegas dan itulah yang membuatnya jatuh dalam situasi tragis ini. Jadi saat ini, dia akan menebus semuanya dengan cara yang dia bisa.
Liang Lin terus melihat bagaikan orang gila di jalan itu selama tiga hari.
Dia akan datang di pada pagi-pagi sekali dan pulang pada larut malam.
Dia tidak berusaha untuk terlihat santai dengan berselancar di internet atau berbicara dengan ponselnya.
Dia memang berdedikasi untuk jadi orang gila.
Setiap kali dia melihat anak anjing, dia akan teringat pada Gu Ruichen. Saat dia melihat pohon, lagi-lagi, dia akan teringat pada Gu Ruichen. Dan jika dia melihat pria mengenakan kacamata, dia masih akan tetap teringat pada pria itu.
Terakhir kali, Gu Ruichen berdiri di sini dan berkata padanya kalau sudah lama sejak terakhir kali mereka bertemu. Tapi sekarang, dia sudah pergi.
Liang Lin mendesah, mulai menghitung ubin lantai di bawah kakinya dan kebetulan melihat daun jatuh. Dia melompat dan menginjaknya. Saat dia mendongak, di sana ada anak anjing di depannya, sayangnya, ada seorang perempuan cantik yang menggendongnya.
Liang Lin melihat perempuan itu yang sedang menggiring pergi anjing itu dan hampir saja mendesah. Tapi saat tengah melakukan itu, tubuhnya membeku.
Ada sebuah kafe dengan jendela setinggi langit-langit.
Ketika sang perempuan dan anak anjingnya berjalan pergi, terlihat wajah Gu Ruichen yang sedang tersenyum di balik kaca jendela.
Liang Lin menggosok matanya dan melihat lebih seksama lagi. Itu memang dia. Gu Ruichen menatapnya dan tetap tersenyum, lalu melambai padanya.
Liang Lin merasa tubuhnya bagai melayang, entah bagaimana akhirnya dia sampai ke hadapan Gu Ruichen.
Gu Ruichen menyapanya dan mempersilakannya untuk duduk. Lalu, dia memanggil pelayan dan memesankan secangkir kopi untuk Liang Lin.
Liang Lin tidak tahu harus berkata apa, tapi dia merasa kalau saat ini, dia harus mengambil inisiatif. Jadi, dia berkata, “Kebetulan sekali.”
Gu Ruichen tersenyum cerah dan menjawab, “Ini bukan kebetulan. Aku terus duduk di sini dan melihatmu berkeliling di sekitar sini seolah sedang mencari sesuatu.”