Fortunate To Meet You - Chapter 23
Cahaya di aula redup dan sekitarnya agak bising.
Liang Zheng dan Zhou Xu berdiri di sana, keduanya saling menatap, dan tidak ada yang berbicara.
Bibir Liang Zheng bergerak, ingin mencoba mengatakan sesuatu, tapi untuk beberapa saat dia tidak tahu bagaimana mengatakannya.
Dia menatap Zhou Xu dan merasa bahwa pemuda itu jauh lebih kurus daripada terakhir mereka bertemu.
Kelihatannya memang benar-benar tidak baik.
Tapi keduanya sudah terlalu lama tidak jumpa. Terakhir kali bertemu di Jiangcheng juga berpisah dengan cara yang tidak baik. Dia benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa lagi.
Selain itu, ucapan Zhou Xu, Liang Zheng tidak tahu harus bagaimana menjawabnya.
Tidak baik, mananya yang tidak baik?
Liang Zheng berdiri di sana sebentar dan tidak menanggapi sama sekali, berkata, “Aku dan teman-temanku kemari untuk main. Mereka menungguku di sana, aku ke sana dulu.”
Selesai bicara, dia tidak menunggu Zhou Xu menjawab dan langsung berbalik pergi.
Tapi belum sempat melangkah, pergelangan tangannya tiba-tiba ditahan.
Dia menoleh dan Zhou Xu menatapnya sambil berkata dengan suara rendah, “Liang Zheng, kita bicara sebentar.”
Liang Zheng sedikit terkejut, menatap Zhou Xu dan akhirnya perlahan mengatupkan bibir bawahnya.
Kedua orang itu keluar dari dalam. Pada akhir April, masih ada angin sejuk di udara malam hari. Keluar dari lingkungan yang tertutup dan tertiup oleh angin di luar, rasanya cukup nyaman.
Keduanya juga tidak berbicara, hanya berjalan di sepanjang jalur pejalan kaki secara berdampingan.
Entah sudah berapa lama berjalan, di sekitar mereka menjadi sunyi dan tidak banyak orang lagi.
Di depan ada sebuah taman, di taman ada dua lampu jalan kuning yang meredup di pintu masuknya.
Liang Zheng dan Zhou Xu berjalan ke dalam taman, pada akhirnya duduk di sebuah bangku panjang di pinggir jalan.
Di samping bangku panjang itu ada sebuah tiang lampu jalan, cahaya redup itu jatuh pada mereka dan menyinari dua bayangan di lantai.
Zhou Xu sedikit membungkukkan punggungnya, meletakkan kedua tangannya di atas lutut dan menundukkan kepala untuk melihat dua bayangan di lantai. Setelah terdiam beberapa saat, barulah dia berkata, “Liang Zheng, aku tidak membencimu.”
Liang Zheng membeku. Dia menoleh ke samping untuk melihat Zhou Xu.
Zhou Xu tidak balas menatap Liang Zheng, matanya masih tertuju pada tanah dan seperti sedang memikirkan sesuatu.
Liang Zheng tiba-tiba teringat bahwa saat terakhir kali di bawah rumahnya, dia berkata pada pemuda ini: Zhou Xu, jelas-jelas kamu membenci aku.
Mungkin Zhou Xu menjelaskan hal ini.
Liang Zheng mengalihkan tatapannya, menunduk dan tidak bicara.
Zhou Xu sedikit menunduk, mengerutkan kening dan seperti sedang memikirkan sesuatu.
Setelah beberapa saat, dia perlahan mengangkat kelopak matanya dan menatap Liang Zheng di sebelahnya.
Liang Zheng dapat merasakan Zhou Xu sedang menatapnya, dan menoleh untuk balas menatap ke sana.
Mata Zhou Xu sangat dalam, seperti kolam kuno yang dalam. Menatapnya seperti itu, ekspresinya sangat serius.
Setelah keheningan beberapa saat, suaranya rendah dan berkata padanya, “Aku akui, awalnya aku memang merasa kamu itu merepotkan. Aku orang yang sangat benci direpotkan, benci keributan, benci semua orang dan masalah yang merepotkan. Aku benci orang asing yang sembarangan masuk ke zona hidupku dan merusak semua rencanaku.”Seakan ada segenggam pasir yang tercekat di tenggorokannya. Zhou Xu menatap Liang Zheng lekat, setelah beberapa lama dia barulah dia berkata dengan suara serak, “pada awalnya aku sungguh tidak ingin menyukaimu.”
Liang Zheng merasa hatinya seperti diremas sesuatu. Tenggorokannya bergerak dan menatap pemuda itu, “Lalu, kenapa kamu menyukai aku?”
Zhou Xu menatapnya dan tatapannya sangat tulus, menggelengkan kepalanya, “Aku tidak tahu.”
Zhou Xu menatap Liang Zheng, “Aku tidak tahu sejak kapan mulai ingin selalu melihatmu, ingin selalu bertemu denganmu. Jelas-jelas pada awalnya aku berharap akan lebih baik jika kamu semakin jauh dariku, lebih bagus lagi kalau selamanya kamu jangan muncul lagi di hadapanku, jangan merepotkan aku lagi.” Dia terdiam dan melanjutkan, “tapi kamu tidak melakukannya, kamu selalu muncul di hadapanku, selalu datang kemari untuk bicara denganku, selalu tersenyum…”
Dia menatap Liang Zheng, terdiam untuk waktu lama dan menambahkan dengan suara serak, “Liang Zheng, kamu adalah orang paling merepotkan yang pernah aku temui.”
Sebegitu merepotkannya hingga merusak semua rencananya, begitu merepotkannya sampai sembarangan menerobos masuk dalam hatinya, begitu merepotkannya hingga membuatnya terkenang siang dan malam, begitu merepotkannya hingga tiap gadis itu muncul pasti dapat dengan mudah mengalihkan semua perhatiannya.
Hati Liang Zheng terguncang. Dia tidak tahu bahwa Zhou Xu sampai begitu menyukainya.
Dia menatapnya Zhou Xu, bibirnya bergerak, tapi dia tidak bisa berucap.
“Zhou Xu …” Setelah sekian lama, dia akhirnya tidak bisa menahan diri untuk tidak berkata, “Aku pernah melihat apa yang kamu tulis di buku catatanmu.”
Zhou Xu membeku.
Zhou Xu menatapnya tanpa berbicara.
Liang Zheng berkata, “Aku tidak sengaja melihatnya.”
Zhou Xu menunduk dan terdiam beberapa saat, “Pada saat itu, aku tidak tahu kalau aku akan menyukaimu.”
Zhou Xu menatapnya lagi, “Jadi karena itu, kamu akhirnya tidak pernah ke rumahku lagi?”
Liang Zheng mengiyakan. Dia tiba-tiba merasa lebih santai dan nada bicaranya sedikit sedih. Dia menatap Zhou Xu dan berkata, “Kamu sudah begitu membenciku, mukaku harus sebadak apa untuk terus datang ke rumahmu?”
Zhou Xu mengerutkan kening dan berkata dengan serius, “Aku tidak membencimu.”
Liang Zheng mengerutkan bibirnya, dia berdiri dari bangku, berjalan beberapa langkah ke depan, dan kemudian menoleh ke belakang lagi untuk berkata dengan murah hati, “Baiklah, aku tidak akan memperdebatkan masalah ini lagi denganmu.”
Zhou Xu duduk di sana, menatap Liang Zheng.
Pemuda itu tidak berbicara dan sepasang matanya sangat gelap.
Suasana hati Liang Zheng entah karena apa menjadi bagus. Senyum kecil tersungging dari sudut bibirnya dan berkata, “Aku mau kembali ke kampus.”
Zhou Xu menatapnya, lalu berdiri, “Aku antar.”
Mereka naik taksi kembali ke kampus.
Sepanjang perjalan pulang dalam mobil, Liang Zheng terus menatap ke luar jendela. Suasana hatinya cukup baik, menurunkan jendela untuk membiarkan angin bertiup menerpanya.
Liang Zheng tidak berinisiatif untuk bicara, Zhou Xu yang karakternya pendiam seperti itu lebih tidak tahu lagi harus berkata apa.
Sepanjang kembali ke kampus, mereka begitu hening hingga taksi pun melaju sampai ke lantai bawah gedung asrama Liang Zheng.
Setelah keluar dari mobil, Liang Zheng berkata pada Zhou Xu, “Aku pulang dulu, kamu juga pulanglah lebih awal.”
Dia mundur selangkah dan tersenyum, melambaikan tangan pada Zhou Xu.
Zhou Xu menatap gadis itu, terdiam beberapa langkah dan akhirnya melangkah maju untuk memegang pergelangan tangan Liang Zheng.
Liang Zheng tertegun, dia tanpa sadar ingin menarik tangannya, tapi Zhou Xu tidak melepaskannya, “Lusa aku kembali ke kampus, baru kembali akhir Juni.”
Entah kenapa, Liang Zheng merasa wajahnya agak panas.
Apa Zhou Xu sedang melaporkan agendanya?
Liang Zheng menjawab ‘oh’, “Hati-hati di jalan.”
Zhou Xu masih menatapnya sebentar, bibir bawahnya bergerak seakan ingin mengatakan sesuatu. tapi akhirnya dia tidak mengatakan apa-apa.
Dia melepaskan tangan Liang Zheng dan mengangguk, “Kamu pulang saja, istirahat lebih awal.”
Liang Zheng mengangguk, mengiyakan dan berbalik untuk masuk ke gedung asrama.
Zhou Xu berdiri di luar, menatap punggung Liang Zheng sesaat sampai sosok itu menghilang, barulah dia berbalik dan berjalan pergi.
Ketika Liang Zheng kembali ke asrama, semua teman sekamarnya sudah pulang.
Feng Qian minum banyak malam ini. Begitu Liang Zheng masuk, dia sudah dicegat olehnya, “Katakan, apa saja yang kamu lakukan dengan Tuan Muda Zhou? Kenapa begini malam baru pulang?”
Liang Zheng berkata, “Bisa melakukan apa?” Dia mencubit pipi Feng Qian dengan satu tangannya, “Kamu minum berapa banyak?”
Xiaoyu sedang memakai masker di sebelah sana dan berkata, “Dia minum sampai Chen Zhou saja sudah tersungkur ke lantai, menurutmu sudah sampai tingkat apa?”
“Astaga.” Liang Zheng membantu Feng Qian berjalan ke depan meja, menekan tubuhnya agak duduk di bangku. Dia ambil gelas dan menuang air untuk Feng Qian, “Tidak heran sampai mabuk begini.”
“Aku tidak mabuk.” Feng Qian menyesap air yang diberikan oleh Liang Zheng, “Chen Zhou itu baru yang dinamakan mabuk sampai tidak bisa bangun lagi, hahaha.”
“Baik, baik, kamu tidak mabuk. Kamu hebat.” Liang Zheng malas untuk berdebat dengannya. Dia melepaskan mantelnya dan menggantungnya di pengait lemari, lalu duduk di depan pinggir tempat tidur untuk mengganti sepatu.
Xiaoyu menarik bangku untuk duduk di depannya, nyengir, “Bagaimana? Apa yang Zhou Xu katakan padamu?”
Liang Zheng tanpa sadar tersenyum dan tidak menjawab.
“Apa yang kamu tertawakan?” Xiaoyu sepertinya telah menemukan beberapa rahasia, sedikit bersemangat, “Kalian sudah pacaran?”
Liang Zheng tidak tahu bagaimana menjawabnya, menggeleng dan berkata, “Tidak tahu.”
Dia bangkit berdiri dan mengambil susu pembersih wajah untuk mencuci mukanya di balkon.
Xiaoyu mengikuti, “Apa yang dimaksud tidak tahu?”
“Tidak tahu ya tidak tahu.”
Xiaoyu menyentuh dagunya dan berpikir, menganalisa dari sudut pandang orang yang telah berpengalaman. Pada akhirnya dia mengambil kesimpulan dan tersenyum, “Aku mengerti, jadi hubungannya ambigu ya?”
Liang Zheng tidak menjawab, membungkuk dan membasuh wajahnya dengan air.
Di otaknya masih penuh dengan semua yang diucapkan oleh Zhou Xu malam ini. Tangan yang dipegang oleh Zhou Xu, rasanya masih ada kehangatan yang tersisa.
Setelah selesai mencuci muka dan kembali dari balkon, dia mengambil pakaian untuk mandi di kamar mandi.
Karena dia pulang agak malam, baru mandi sampai setengah saja lampu asrama telah dimatikan.
Liang Zheng mandi dalam keadaan gelap. Saat keluar, semua teman sekamarnya sudah naik ke tempat tidur.
Qianqian dan Zhong Zhong malam ini minum banyak, mereka sudah tidur.
Xiaoyu masih belum tidur, dia sedang mengobrol dengan pacarnya melalui WeChat di bawah selimut.
Liang Zheng sembarangan menyeka wajahnya, melepas sandalnya dan naik ke atas tempat tidur.
Dia menurunkan kelambu, menarik selimut dan barulah mengeluarkan ponselnya dari bawah bantal.
Dia menekan layar untuk melihat pesan yang dikirim oleh Zhou Xu sekitar 10 menit lalu: [Aku sudah sampai rumah.]
Liang Zheng berpikir sebentar dan membalas: [Hmm, istirahat lebih awal.]
Ketika Zhou Xu baru keluar dari kamar mandi, kebetulan sekali dia menerima pesan balasan dari Liang Zheng.
Dia berdiri di samping tempat tidur, memegang ponsel dan menatap pesan itu beberapa saat. Dia ingin membalas sesuatu. Tapi begitu tulis, dia hapus, setelah hapus, dia menulis lagi. Terus berulang selama beberapa menit dan akhirnya dia tidak membalas, melemparkan ponsel ke tempat tidur dan pergi mengeringkan rambutnya di kamar mandi.
Tidak lama setelah Liang Zheng membalas pesan teks Zhou Xu, dia pun tertidur.
Keesokan paginya, dia bangun dan masih dalam keadaan linglung untuk melihat waktu di ponselnya.
Baru jam tujuh pagi.
Pagi ini tidak ada kelas untuk periode satu dan dua, semua teman sekamarnya masih tidur.
Liang Zheng juga masih sedikit mengantuk. Dia menarik selimut dan meringkuk di dalamnya. Dia mengambil ponsel untuk membaca pesan teks-nya dengan Zhou Xu tadi malam.
Setelah melihatnya sebentar, sudut bibirnya tanpa sadar tertarik.
Saat keluar dari antarmuka pesan singkat dan bersiap untuk memperbarui Moments. Dia membuka WeChat dan melihat permintaan teman baru.
Dia membukanya dan ternyata permintaan pertemanan dari Zhou Xu.
Kemarin malam saat dia tidur, ini belum ada. Mungkin baru saja ditambahkan setelahnya.
Setelah berpikir sejenak, dia pun menerima permintaan pertemanan itu.
Setelah menerima permintaan pertemanan Zhou Xu, dia melempar ponselnya dan pergi ke balkon untuk bersih-bersih.
Dia merapikan diri sebentar dan keluar kamar dulu untuk membelikan sarapan semua orang.
Cuaca di akhir April masih belum panas, udara di pagi hari sangat bagus. Langit biru, awan putih, disertai dengan angin sepoi-sepoi.
Liang Zheng berjalan dengan langkah ringan sepanjang jalan. Begitu keluar dari asrama, dia langsung menuju ke kantin.
Saat sudah hampir sampai kantin, ponselnya berbunyi.
Dia mengeluarkannya dari kantong dan melihatnya. Pesan itu dari Zhou Xu: [Jangan hapus WeChat-ku lagi.]
Liang Zheng tidak bisa menahannya dan langsung tersenyum.
Tiba-tiba dia teringat kali terakhir saat Zhou Xu bertanya padanya kenapa menghapus WeChat-nya.
Liang Zheng kira Zhou Xu mungkin hanya basa-basi bertanya saja.
Dipikir lagi sekarang, mungkin saja saat itu Zhou Xu sangat marah.
Tidak heran wajahnya tidak senang begitu.
Tapi Zhou Xu yang begitu sombong, tidak akan pernah menunjukkannya. Meski marah, tertekan, dan malu juga hanya bisa menahannya sendiri dalam hati.
Liang Zheng terbayang akan ekspresi Zhou Xu yang sedang merajuk sendirian, tiba-tiba merasa lucu. Dia membalasnya dengan emoticon orang membungkuk dan minta maaf.
Di sisi lain, Zhou Xu baru saja bangun tidur. Dia memasukkan satu tangannya ke dalam kantong celana, bersandar pada pintu balkon untuk menghirup angin segar.
Melihat emotikon yang dikirimkan Liang Zheng padanya, ada senyum langka di yang tidak terlalu jelas di wajah gunung es ribuan tahun itu. Dia bertanya pada Liang Zheng: [Nanti malam mau nonton?]
Akhirnyaa….
Ini triple update yaa buat kaliann…
Maaf hampir mandek 3 minggu, soalnya kemarin sempat banyak banget kerjaan yang menumpuk.
Lalu habis itu aku kena Covid-19 pula.
Untung kerjaan freelance lain udah kelar dan aku jadi punya waktu buat terjemahin lagi.
Happy reading…