Fortunate To Meet You - Chapter 26
Kedua orang itu sangat dekat, mereka tidak langsung berpisah setelah ciuman yang tadi itu. Panas dari napas Zhou Xu masih berlama-lama menerpa pipi Liang Zheng.
Liang Zheng menatap mata pemuda itu, wajahnya luar biasa panas dan berbisik, “Aku menyimpannya.”
Zhou Xu menatapnya dan tenggorokannya sedikit bergerak, setelah beberapa saat baru dia jawab, “Besok pakai untuk aku lihat.”
Liang Zheng tersipu dan hanya mengangguk, “…iya.”
Zhou Xu masih mengimpitnya ke belakang pintu dan tidak tampak seperti akan melepaskannya.
Liang Zheng dan Zhou Xu saling bertatapan sebentar dan merasa ruangan itu menjadi agak panas. Dia menyentuh pegangan di belakang pintu dan membukanya dengan pelan, “Aku…aku turun dulu.”
Saat mengatakan ini, dia berbalik dari kungkungan Zhou Xu dan Zhou Xu baru sedikit menarik tubuhnya untuk melepaskan Liang Zheng.
Setelah Liang Zheng mendapatkan kebebasan, dia membuka pintu dan segera berlari keluar.
Begitu sampai di luar kamar, dia tanpa sadar menghela napas. Memikirkan ciuman yang barusan, detak jantungnya tidak bisa diajak kompromi.
Meski ini bukan pertama kalinya dia dan Zhou Xu berciuman, tapi sebenarnya yang kedua kali itu tidak masuk hitungan. Yang di dalam kamar tadi itu barulah ciuman yang sesungguhnya. Detik saat Zhou Xu menciumnya, rasanya detak jantungnya sudah akan berhenti. Di bibirnya seakan masih ada sentuhan bibir Zhou Xu di sana, rasanya hangat.
Liang Zheng turun dari lantai atas dan berusaha menenangkan suasana hatinya. Dia menuju ke ruang makan dan Bibi Zhou sudah menyajikan makanan di meja. Dia mengikuti ke dapur dan melihat Bibi Zhou sedang menyajikan sup. Dia bertanya, “Bibi, alat makannya sudah perlu disiapkan?”
“Iya.” Jawab Bibi Zhou, “sudah boleh disiapkan.”
Liang Zheng pergi mengambil mangkuk dan sumpit, membawanya ke ruang makan.
Paman Zhou baru saja masuk dengan Zhou Xu.
Paman Zhou sedang berbicara dengan Zhou Xu. Saat Zhou Xu melihat Liang Zheng, tanpa sadar dia mengangkat matanya dan menatap gadis itu.
Liang Zheng tahu Zhou Xu sedang menatapnya, tapi dia tidak berani mendongak. Dia meletakkan mangkuk dan sumpit, kemudian berbalik kembali ke dapur untuk menyajikan makanan.
Hidangan terakhir yang disajikan adalah sup, Zhou Yuzhi keluar dari dapur sambil tersenyum, “Duduk, pasti kalian sudah lapar.”
Meja persegi panjang itu, diduduki oleh Paman Zhou di posisi tengah, Liang Zheng dan Bibi Zhou di satu sisi dan Zhou Xu sendirian di sisi lain.
Liang Zheng menarik kursinya sendiri dan duduk dalam diam.
Begitu Zhou Yuzhi duduk, dia ingat kalau dia belum menyajikan anggur merah. Dia bangkit berdiri sambil berkata, “Zhengzheng minum sedikit? Lagi pula, malam ini tidak kembali ke kampus.”
Liang Zheng akan mabuk ketika minum alkohol, mana berani lagi dia minum. Dia segera menjawab, “Aku tidak minum Bibi, aku tidak bisa.”
Zhou Yuzhi tertawa dan tidak memaksa, “Baiklah, kamu minum minuman ringan saja.”
Keempat orang itu sudah sangat lama tidak makan bersama. Makan malam sangat meriah, tapi juga hanya Liang Zheng dan Zhou Yuzhi yang saling berbincang. Suasana di dalam rumah sudah lama tidak begitu meriah.
Zhou Yuzhi membuat semaja penuh hidangan, akhirnya mereka semua sudah hampir kenyang.
Liang Zheng membantu Bibi Zhou membereskan di dapur. Sekembalinya Zhou Xu dari membuang sampah, piring dan sumpit telah dimasukkan ke dalam mesin pencuci piring dan dapur sudah beres. Zhou Yuzhi berdiri di depan meja dapur untuk memotong buah dan Liang Zheng melihatnya dari samping.
Zhou Yuzhi bertanya pada Liang Zheng, “Kamu begitu lama tidak datang kemari, aku dan papanya A Xu kira kamu sudah sibuk pacaran.”
Ketika Zhou Xu masuk, kebetulan dia mendengar kalimat ini.
Dia melihat punggung Liang Zheng dan berjalan ke wastafel untuk mencuci tangan.
Liang Zheng tersenyum malu, “Tidak.”
“Tapi sekarang kamu sudah kuliah, kalau ada pria yang kamu sukai, boleh-boleh saja pacaran.” Zhou Yuzhi bertanya, “Zhengzheng suka lelaki yang seperti apa?”
Zhou Xu setelah mencuci tangan dan berjalan ke sisi Liang Zheng. Dia dengan alami mengulurkan tangan untuk mengambil sepotong apel di dalam piring.
Begitu Zhou Xu kemari, Liang Zheng jadi agak grogi.
Dia merasa dia dan Zhou Xu seperti sepasang kekasih yang sedang backstreet di belakang orang tua.
“Suka…”
Liang Zheng memikirkan cukup lama dan tidak menemukan kata-kata yang tepat. Zhou Xu yang berdiri di sampingnya juga tidak ada tanda-tanda mau pergi, seperti juga sedang menunggu jawabannya.
Setelah berpikir lama, Liang Zheng menjawab, “Suka yang ganteng.”
Zhou Yuzhi tertawa terbahak-bahak dan melirik Zhou Xu yang memegang buah dan sedang berdiri di samping Liang Zheng. Dia bertanya dengan bercanda, “A Xu ganteng tidak?”
Hati Liang Zheng berdebar-debar, dia belum sempat menjawab tapi Zhou Yuzhi sudah tertawa lagi, “Tapi sikapnya terlalu dingin, wataknya juga jelek. Kamu pasti tidak akan menyukainya.”
Liang Zheng hampir saja tertawa, tapi dia menahannya. Dia diam-diam menoleh pada Zhou Xu dan berkata, “Iya.”
Zhou Xu meliriknya, memasukkan satu tangannya ke saku celana dan berbalik untuk keluar dari sana.
Liang Zheng hampir tertawa terbahak-bahak saat melihat tatapan Zhou Xu yang tadi. Dia menundukkan kepala dan menahan susah payah agar tidak tertawa.
Saat membawa buah ke ruang tamu, Paman Zhou dan Zhou Xu ada di sana. Ayah dan anak itu sedang membicarakan perihal perusahaan.
Liang Zheng duduk di bangku kecil yang cukup jauh dari Zhou Xu, makan buah sambil mengobrol dengan Bibi Zhou yang duduk di sofa.
Tapi hari sudah larut. Begitu Paman Zhou dan Zhou Xu menyelesaikan pembicaraan mereka, mereka naik ke atas untuk beristirahat.
Bibi Zhou mengikuti ke atas dan berkata, “Sudah jam sebelas lewat, kalian juga istirahatlah lebih awal.”
Liang Zheng menjawab, “Baik, Bibi.”
Paman dan Bibi Zhou naik ke atas, meninggalkan Liang Zheng dan Zhou Xu di ruang tamu.
Zhou Xu duduk di tengah sofa untuk tiga orang, sedikit membungkukkan tubuhnya dan meletakkan kedua tangannya di atas lutut. Dia menatap ke arah Liang Zheng yang sedang makan buah dan duduk di bangku kecil yang berlawanan darinya. Setelah melihatnya sebentar, dia berkata, “Duduk di sini.”
Liang Zheng menoleh padanya dan menahan senyum, “Tidak mau.”
Setelah makan potongan buah terakhir, dia bangkit berdiri dan langsung lari ke atas.
Dia berlari ke lantai tiga, tapi belum sempat berlari ke kamar, dia sudah ditangkap oleh Zhou Xu.
Dia meraih lengan Liang Zheng dari belakang. Liang Zheng menoleh dan tidak bisa menahan tawanya, “Sedang apa kamu?”
Zhou Xu meliriknya sekilas dan tidak menjawab, langsung menarik gadis itu ke dalam ruang belajar.
Begitu Liang Zheng masuk, dia berkata dengan wajah sedih, “Aduh, bukankah ini ruang belajar Tuan Muda Zhou? Ada yang pernah memperingatkan aku agar tidak boleh masuk kemari lagi.”
Liang Zheng bermaksud berbalik untuk pergi, tapi dia ditarik ke dalam pelukan Zhou Xu, “Jangan mulai lagi.”
Liang Zheng mundur selangkah, meletakkan tangan di belakang tubuhnya dan mengangkat dagu tinggi-tinggi. Mengabaikan Zhou Xu.
Zhou Xu yang memang salah, menarik tangan Liang Zheng dan menatap gadisnya, “Kamu mau mengingatnya seumur hidup?”
Liang Zheng masih tidak mau menatap Zhou Xu dan menatap ke langit-langit ruangan, “Tentu saja, ketika teringat aku pasti akan mengatakannya.”
Zhou Xu tidak berdaya menghadapinya, dia hanya bisa menundukkan kepalanya dan membujuk, “Ke depannya, kamu boleh sesuka hatimu masuk ke ruang belajarku.”
“Siapa yang mau masuk ke ruang belajarmu, tidak butuh.” Liang Zheng menarik kembali tangannya dan meletakkan di belakang tubuhnya. Dia dibujuk oleh Zhou Xu hingga hatinya senang. Bibirnya menyunggingkan senyum dan tampak seperti seorang pemimpin kecil. Dia berjalan ke rak buku dan melihat ke sekeliling untuk beberapa saat. Kemudian, dia mengeluarkan sebuah buku dari rak dan menoleh pada Zhou Xu, “Aku ingin baca yang ini.”
Dia sudah mencari buku cetakan ini sangat lama.
Zhou Xu mengangguk, “Untukmu saja.”
Liang Zheng tersenyum.
Dia mengambil buku itu dengan senang hati dan duduk di lantai depan perapian.
Sambil membaca buku, dia bertanya dengan kurang ajar, “Aku boleh makan makanan ringan di ruang belajarmu?”
Zhou Xu, “…”
Liang Zheng yang tidak mendapatkan jawaban pun mendengus, “Katanya suka padaku, ternyata bohong.”
“Boleh.”
Liang Zheng menatapnya dan melihat Zhou Xu sedang berdiri di sana untuk mengawasinya. Dia melihat pemuda itu sesaat dan tertawa terbahak-bahak. Tertawa hingga sakit perut dan menutupi wajahnya dengan buku.
Zhou Xu berjalan mendekat dan duduk di depan Liang Zheng. Dia mengulurkan tangan untuk mengambil buku yang menutupi wajah Liang Zheng dan memegang erat tangan gadis itu, “Liang Zheng, puas sekali kan kamu?”
Liang Zheng menahan senyum dan senyum bahagia terlihat di matanya, “Iya. Zhou Xu, ternyata kamu begitu menyukaiku.”
Zhou Xu, “…”
Zhou Xu itu orang yang introvert, saat perasaannya diungkap seperti ini, sedikit banyak dia merasa tertekan.
Dia melepaskan Liang Zheng, menundukkan kepala untuk membaca dan tidak berkata-kata lagi.
Liang Zheng mengamati Zhou Xu beberapa saat dan menundukkan kepala di hadapan Zhou Xu sambil tersenyum ceria, “Zhou Xu, bisa tidak kamu beri tahu aku? Sebenarnya sejak kapan kamu menyukaiku?”
Zhou Xu meliriknya sekilas, kembali membaca buku dan tidak meladeninya.
Liang Zheng menunggu lama dan tidak mendapat jawaban. Dia mengerutkan bibirnya dan bangkit berdiri, “Tidak mau bilang, ya sudah.”
Dia menyambar buku di tangan Zhou Xu, “Katanya diberikan padaku.”
Zhou Xu, “…”
Liang Zheng duduk di sana untuk membaca buku, ponsel Zhou Xu berdering. Dia menarik kursi di meja belajarnya dan duduk di sana untuk menerima telepon.
Malam sudah larut dan suasana sangat hening. Di dalam ruang kerja hanya terdengar suara Liang Zheng yang sesekali membalikkan halaman buku dan suara rendah Zhou Xu yang sedang berbicara di telepon.
Panggilan telepon Zhou Xu ini membutuhkan waktu lebih dari sepuluh menit.
Zhou Xu bersandar di kursi dan mengakhiri pembicaraan di telepon. Ketika kembali ke layar utama, foto latar ponselnya adalah foto Liang Zheng.
Itu adalah foto saat mereka masih mahasiswa tahun pertama, foto yang Zhou Xu simpan dari Moments Liang Zheng pada Tahun Baru Imlek.
Dia melihatnya sebentar dan mendengar Liang Zheng berjalan kemari. Dia segera mengunci layar ponselnya.
Liang Zheng kebingungan dan mencondongkan tubuhnya, “Kamu sedang lihat apa?”
Dia bertumpu pada meja dan menjulurkan kepalanya, ingin melihat.
Zhou Xu mengunci layar ponsel dan tidak memperlihatkan padanya.
Tapi semakin tidak dikasih, Liang Zheng semakin penasaran.
Dia meraih ponsel Zhou Xu, tapi Zhou Xu segera menangkap tangannya, “Jangan mulai.”
Liang Zheng mengerutkan bibirnya, “Tidak boleh lihat ya sudah.”
Dia menarik kembali tangannya dan berbalik, menyandarkan pantatnya di tepi meja, “Katanya suka padaku…”
Zhou Xu tertawa terbahak-bahak dan menarik tangan Liang Zheng yang bertumpu di tepi meja. Liang Zheng menoleh ke arahnya.
Tangan Zhou Xu yang hangat mencubit lembut jarinya, ujung bibirnya tertarik dan bertanya padanya, “Apa kamu menyukaiku?”
“Tidak suka.”
Zhou Xu menatapnya, senyum di sudut bibirnya masih belum hilang, “Yakin?”
Tentu saja Liang Zheng cuma bercanda.
Dia berbalik dan bertumpu pada sandaran kursi Zhou Xu, sudut bibirnya melengkung, “Kamu perlihatkan padaku, maka aku akan menyukaimu.”
Zhou Xu jarang tersenyum dan berkata, “Tidak bisa.”
Zhou Xu mengangkat tangannya dan memegang lembut bagian kepala Liang Zheng, menundukkan kepalanya untuk mencium bibirnya.
Mata Liang Zheng dan Zhou Xu bertemu, wajahnya terasa panas dan suaranya menjadi rendah, “Zhou Xu, kenapa kamu begini…”
“Hmm?”
“Menyimpan rahasia dan tidak memberitahuku, bahkan menciumku.” Dia mengulurkan jari telunjuknya, “apa kamu sedang mengobrol dengan wanita cantik?”
Zhou Xu menatapnya dengan tatapan tidak tertarik dan mencubit jarinya, “Satu saja sudah bikin pusing.”
“Kalau begitu, jangan suka padaku.”
Zhou Xu berkata, “Siapa yang terlebih dulu mondar mandir di hadapanku?”
Liang Zheng menarik sudut bibirnya dan sedikit bangga, “Aku juga tidak menyuruhmu untuk suka padaku.”
Zhou Xu sudah terlalu malas untuk berbicara dengannya lagi, langsung menundukkan kepala untuk menciumnya lagi.