Fortunate To Meet You - Chapter 28
Saat pintu dibuka, mereka semua terkejut dan melihat ke arah pintu.
Zhou Xu berdiri di sana dengan wajah suram, aura dingin yang terpancar darinya membuat orang bahkan takut untuk menatapnya.
Semua orang mengenal Zhou Xu yang berkepribadian cuek, tidak peduli pada hal apa pun dan bahkan merasa semua hal itu tidak penting. Da tidak suka bergaul. Bahkan dalam pertemuan keluarga besar, sebagian waktu dia habiskan untuk duduk diam di sofa tanpa ekspresi, bersikap dingin pada semua orang.
Meski dia duduk di sana dengan acuh tak acuh dan hanya diam saja, dia akan selalu menjadi obyek perhatian dan diskusi para gadis.
Aura di tubuhnya sangat dingin hingga hanya sedikit orang yang berani mendekat dan bicara padanya.
Bukan hanya tidak berani, tapi karena takut. Selain bersikap dingin, Zhou Xu tampak seperti memiliki aura menindas di tubuhnya. Hampir tidak ada orang yang berani menyinggung pemuda ini.
Beberapa gadis yang barusan berbicara buruk tentang Liang Zheng, begitu melihat ekspresi Zhou Xu, semuanya bahkan terlalu takut untuk melihat Zhou Xu. Semuanya menundukkan kepala dan tidak ada yang bersuara.
Zhou Xu berjalan masuk, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan berjalan ke depan meja. Tatapannya jatuh pada Lin Xin dan bertanya lagi, “Hadiah ulang tahun apa?”
Lin Xin tanpa sadar meremas ujung roknya. Dia duduk di sofa, mendongakkan kepalanya dan beradu pandang dengan mata Zhou Xu yang gelap dan dalam. Bibirnya sedikit bergerak, tapi dia tidak mengatakan apa pun.
“Kutanya sekali lagi, hadiah ulang tahun apa?” Suara Zhou Xu menjadi lebih dingin. Padahal ekspresi dan nada bicaranya tenang-tenang saja, tapi membuat orang merasa ketakutan.
Beberapa gadis itu mulai menundukkan kepala dan tidak ada yang berani menjawab.
Lin Xin adalah anak dari keluarga kaya, dia menyukai Zhou Xu. Sekarang, melihat Zhou Xu menginterogasi dirinya dengan nada bicara seperti ini, hatinya mulai kesal dan berkata, “Bukankah hanya jam tangan murahan! Barang semacam itu saja bisa dijadikan hadiah. Untung dia masih punya malu dan akhirnya tidak berani memberikannya padamu.”
Lin Xin pun mengatakan apa adanya dan hal ini membuat para gadis di sebelahnya ketakutan, diam-diam mendekat dan mengingatkan agar Lin Xin jangan banyak bicara.
Suasa di dalam ruangan itu menjadi sunyi. Yang Sheng tercengang di sampingnya dan bahkan Qin Song pun mengerutkan kening.
Yang Sheng bangkit berdiri dari sofa dan ingin menasihatinya. Tapi saat mendongak dan melihat ekspresi Zhou Xu, dia menelan semua omongannya dan seketika menutup mulutnya. Tidak berani berkata apa-apa. Dia berdiri di sana, bahkan tidak berani bergerak dan napasnya terengah-engah.
Dia dan Zhou Xu sudah bertahun-tahun saling kenal, dia belum pernah melihat Zhou Xu sedingin ini.
Lin Xin sudah mengatakan semua yang tidak sepantasnya dikatakan, jadi dia hanya bisa melanjutkan saja, “Zhou Xu, kamu mau pacaran juga harus pilih-pilih pasangan. Dengan latar belakang keluarganya yang tidak setara denganmu, apa menurutmu kakekmu akan setuju untukmu menikahinya di masa depan?”
Zhou Xu berdiri diam di sana, mengangkat alisnya dan menatap Lin Xin, “Kalau tidak? Harus menikahi siapa? Kamu?” Nada sarkasme dalam kata-kata itu tidak bisa jauh lebih jelas lagi. Akhirnya, dia menjatuhkan kalimat yang dingin, “Memangnya kamu juga pantas?”
Lin Xin tiba-tiba membelalakkan matanya, menatap Zhou Xu dengan tidak percaya.
Namun, Zhou Xu bahkan tidak mau repot melihatnya. Dia berbalik dan langsung pergi.
Setelah Zhou Xu pergi, masih ada keheningan mengerikan yang menyelimuti ruangan itu untuk beberapa saat. Semua orang kesulitan bernapas dan tidak ada yang berani bersuara.
Ini pertama kalinya semua orang melihat Zhou Xu marah. Ternyata, seperti itulah penampakan kalau Zhou Xu marah.
Liang Zheng menyelesaikan ujian terakhirnya malam ini. Waktu sudah hampir pukul sepuluh saat dia keluar dari kelas.
Dia menyalakan ponselnya sembari turun dari gedung pengajaran.
Baru saja menyalakan ponsel, dia sudah menerima pesan WeChat dari Zhou Xu sekitar sepuluh menit lalu: [Ujianmu sudah selesai?]
Liang Zheng tersenyum dan membalas dengan panggilan telepon.
Telepon berbunyi sebentar dan langsung tersambung. Suasana hati Liang Zheng sedang baik, dia bertanya sambil tersenyum, “Zhou Xu, kamu begitu merindukan aku?”
Ada keheningan di ujung telepon sana.
Zhou Xu memegang telepon dan berdiri di bawah pohon ginkgo di luar kampus.
Dia sedikit menundukkan kepala dan lampu jalanan yang kuning redup menyinari sosoknya untuk beberapa saat.
Dia mendengar suara Liang Zheng yang sedang senang di sana, tenggorokannya bagai tercekat dan dia terdiam beberapa saat. Akhirnya dia mengangguk dan menjawab pelan, “Iya, sangat merindukanmu.”
Liang Zheng tersenyum dan bertanya, “Kamu di mana?’
“Di depan kampusmu.”
Liang Zheng berkata, “Kalau begitu, tunggu aku sebentar. Aku segera keluar.”
“Oke.”
Gedung pengajaran tempat Liang Zheng mengikuti ujian agak jauh dari gerbang kampus, butuh sekitar sepuluh menit untuk berjalan keluar.
Saat mendekati gerbang, dia melihat Zhou Xu dari kejauhan.
Zhou Xu berdiri membelakangi gerbang, kedua tangannya di saku celana dan dia menatap jauh ke sana. Entah apa yang sedang dia pikirkan.
Liang Zheng mendekat diam-diam, ingin coba mengagetkannya. Siapa sangka begitu sampai di belakangnya, belum sempat bersuara, Zhou Xu sudah membalikkan badan.
Liang Zheng mengerutkan bibirnya, “Tidak bisakah kamu pura-pura tidak menyadari kedatanganku?”
Zhou Xu menatapnya dan tidak berbicara untuk beberapa saat Kemudian mengulurkan tangan untuk meraih tangan Liang Zheng dan bertanya, “Sudah lapar? Ingin makan apa?”
Liang Zheng dengan senang hati diajak pergi oleh Zhou Xu, keduanya berjalan berdampingan meninggalkan kampus. Setelah merenung sejenak, Liang Zheng berkata, “Aku sedikit lapar, ingin makan mi, tapi juga ingin makan nasi goreng.”
“Mau makan dua-duanya?”
“Sudahlah, aku tidak bisa makan sebanyak itu.”
Liang Zheng masih berpikir cukup lama dan akhirnya memutuskan untuk makan nasi goreng nanas.
Pemiliknya sangat murah hati, memberikan sepiring penuh nasi goreng nanas dengan udang dan kacang mete yang banyak di dalamnya.
Liang Zheng mengambil sendok dan mengambil udang dari dalamnya untuk Zhou Xu makan. Zhou Xu tidak memakannya dan Liang Zheng juga tidak bisa memaksa. Dia pun menundukkan kepala untuk mulai makan.
Tapi saat makan, dia menemukan kalau Zhou Xu terus-menerus mengawasinya.
Liang Zheng mendongak dan bertanya, “Kenapa kamu terus melihatku?”
Zhou Xu masih menatapnya dan sengaja berpura-pura, “Memangnya iya?”
Liang Zheng menjawab, “Bagaimana kalau aku minta nyonya bos untuk bantu melihatnya?”
Zhou Xu tersenyum langka, “Cepat makan.”
Porsi nasi gorengnya terlalu besar, Liang Zheng tidak bisa menghabiskannya. Akhirnya Zhou Xu membantunya menghabiskan.
Setelah selesai makan malam, waktu sudah sangat malam. Zhou Xu mengantar Liang Zheng kembali ke asrama.
Zhou Xu diam sepanjang jalan, meski dia memang biasanya sedikit bicara, tapi hari ini dia terlihat berbeda.
Ketika sudah sampai di bawah asrama, Liang Zheng pun bertanya sebelum masuk ke dalam, “Hari ini kamu kenapa? Dari tadi diam saja dan hanya terus memandangku.”
Zhou Xu memasukkan tangannya ke dalam saku dan masih menatap Liang Zheng tanpa bicara.
Liang Zheng dapat merasakannya. Dia mengambil satu langkah ke depan dan menarik tangan Zhou Xu dari sakunya. Belajar dari Zhou Xu untuk mencubit satu per satu jarinya, “Kamu kenapa? Sedang bad mood?”
Zhou Xu menggelengkan kepala, “Tidak.”
Zhou Xu memutar tangannya dan menyentuh tangan Liang Zheng, bertanya, “Besok ujianmu selesai jam berapa?”
Liang Zheng berkata, “Jam 11 siang, kamu mau jemput aku?”
Zhou Xu berkata, “Kembali ke asrama setelah ujian, aku akan menunggumu di bawah gedung asramamu.”
“Baiklah!” Liang Zheng menunduk dan tersenyum, “kalau begitu, aku pulang dulu.”
Dia ingin menarik tangannya, tiba-tiba Zhou Xu memeluknya erat.
Liang Zheng menahan senyum dan mencondongkan tubuhnya ke depan. Dia mendekati Zhou Xu dan berbisik, “Zhou Xu, kenapa kamu begitu lengket padaku?”
Zhou Xu meliriknya dan akhirnya melepaskan tangannya, “Cepat pulang sana.”
Liang Zheng yang melihat Zhou Xu sedikit tersipu, tertawa terbahak-bahak hingga punggungnya juga bergetar.
Zhou Xu berdiri di luar, memperhatikan Liang Zheng bergegas kembali ke asramanya.
Setelah terdiam lama, barulah dia berbalik dan pergi.
Dia tidak menanyakan kejadian tahun lalu.
Besok Liang Zheng masih ada ujian, takut akan memengaruhinya.
Mata pelajaran yang akan diujikan besok adalah mata pelajaran yang tersulit. Liang Zheng cukup susah payah dalam mempelajari yang ini. Dia pun mengerjakan ujiannya hingga menit-menit terakhir.
Ketika kembali ke asrama, dia melihat mobil Zhou Xu dari kejauhan.
Dia berlari dengan gembira dan membungkuk. Baru saja ingin memanggil Zhou Xu, dia melihat Bibi Zhou juga di sana.
Dia tiba-tiba berhenti dan berteriak, “Bibi.”
Dia tanpa sadar melirik Zhou Xu di kursi samping.
Zhou Xu juga melihatnya.
Keduanya saling menatap dan langsung paham duduk persoalannya.
Liang Zheng tersenyum, “Kenapa Bibi di sini?”
Zhou Yuzhi turun dari mobil sambil tersenyum, “Tentu saja harus kemari. Hari ini kamu sudah libur.”
Dia menarik Liang Zheng dan masuk ke asramanya, “Apa kamu sudah mengemas barang-barangmu?”
“Sudah.”
Zhou Xu memarkir mobil dan ikut masuk ke dalam.
Liang Zheng membereskan kopernya tadi malam. Setelah naik ke lantai atas, dia mengemasi beberapa buku dan memasukkannya ke dalam tas sekolah. Zhou Xu datang membantunya untuk menurunkan koper. Bahkan tas sekolah pun dibawakan olehnya.
Liang Zheng berpamitan pada teman sekamarnya dan berjanji untuk bersua lagi di dalam grup WeChat selama liburan musim panas.
Setelah meninggalkan asrama, Zhou Xu membantu Liang Zheng memasukkan koper di bagasi.
Liang Zheng masuk ke kursi penumpang belakang sementara Bibi Zhou sedang berbicara di telepon. Dia mendekati Zhou Xu dan berbisik, “Berat tidak?”
Zhou Xu menatapnya dan sengaja menggodanya, “Isinya batu?”
Liang Zheng membelalakkan mata dan berbisik, “Isinya buku.”
Zhou Xu, “Memangnya akan dibaca kalau dibawa pulang?”
“Baca, kenapa tidak?” Liang Zheng menggerutu dengan merasa bersalah.
Zhou Xu tersenyum simpul, mengangkat tangannya untuk mengusap rambut Liang Zheng. Kemudian, dia menutup bagasi.
Dalam perjalanan pulang, Zhou Xu mengemudi dan Liang Zheng duduk mengobrol di kursi belakang dengan Bibi Zhou.
Sekolah Liang Zheng jauh dari Kediaman Zhou, butuh beberapa waktu berkendara.
Liang Zheng sedikit kelelahan setelah ujian. Selesai mengobrol sebentar dengan Bibi Zhou, dia tertidur sambil bersandar ke jendela mobil.
Liang Zheng tertidur sangat nyenyak. Dia tidak tahu sudah berapa lama dia ketiduran, tapi di tengah tidurnya, dia merasa seperti ada orang yang mengguncang bahunya dengan lembut.
Dia sedikit membuka matanya dan melihat Zhou Xu berdiri di sisi mobil. Pemuda itu sedikit membungkuk dan meletakkan tangan kirinya di bahu Liang Zheng.
“Sudah bangun?”
Liang Zheng tercengang beberapa saat dan tanpa sadar mengucek matanya, “Sudah sampai?”
Zhou Xu tersenyum, melepaskan bahu Liang Zheng dan mengusap kepalanya dengan tangan kirinya, “Menurutmu? Ayo turun.”
Setelah selesai bicara, dia pergi ke belakang mobil untuk menurunkan koper Liang Zheng.
Liang Zheng turun dari mobil dan dia membawa tas ranselnya sendiri sambil mengikuti Zhou Xu ke dalam rumah secara beriringan.
Begitu memasuki rumah, Bibi Zhou keluar dari dapur dengan dua gelas jus, “Zhengzheng, minum sedikit dan istirahat sebentar. Kalau kamu kelelahan, tidur saja di atas. Nanti turun untuk makan setelah kamu bangun.”
“Baik.” Liang Zheng berjongkok di depan meja kopi, mengambil jusnya dan minum setengah cangkir.
Dia memang sedikit haus.
Zhou Yuzhi tertawa, “Minum lebih banyak kalau kamu suka, di dapur masih ada.”
“Iya. Terima kasih, Bibi.”
Zhou Yuzhi naik ke lantai atas sambil tersenyum.
Liang Zheng menghabiskan jusnya dan juga naik ke lantai atas.
Zhou Xu telah membantunya membawa koper kembali ke kamarnya.
Ketika masuk ke kamar, Zhou Xu batu saja selesai menyandarkan kopernya di dinding dekat lemari pakaian.
Liang Zheng tersenyum, “Sudah merepotkanmu.”
Zhou Xu tidak menjawabnya dan berjalan ke sisi pintu. Dia mengulurkan tangan untuk menutup pintu dan menguncinya.
Liang Zheng menjerit, meletakkan tangannya di dada dengan bercanda, “Kamu mau apa?”
Zhou Xu menatap gadis itu dan memberinya tatapan malas.
Zhou Xu menariknya ke sisi tempat tidur dan menyuruhnya untuk duduk. Dia sendiri menarik kursi putar di depan meja dan memposisikan diri di hadapan Liang Zheng.
Liang Zheng kebingungan dengan sikapnya ini dan mengerjapkan matanya, “Ada apa?”
Zhou Xu sedikit membungkuk dan menatapnya, “Apa yang terjadi di hari ulang tahunku tahun lalu?”
Liang Zheng membeku.
Dia tidak menyangka Zhou Xu akan tiba-tiba menanyakan hal ini.
Dia menggerakkan bibirnya. Setelah beberapa saat, dia berkata samar, “Ap… apanya?”
Zhou Xu tidak memaksanya untuk bicara, hanya menatapnya untuk waktu yang lama. Tenggorokannya sedikit bergerak dan akhirnya mengeluarkan suara serak, “Kenapa saat itu kamu tidak bertanya padaku?”
Liang Zheng, “…”
“Apa yang tertulis di buku catatan, omongan orang-orang itu, kenapa tidak langsung kamu tanyakan padaku?”
Liang Zheng menatap Zhou Xu lekat.
Dia membuka mulutnya sedikit, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.
“Hadiah ulang tahun, kenapa tidak diberikan padaku?”
“Aku…”
Dengan situasi seperti tahun lalu, bagaimana Liang Zheng bisa memberikan hadiah itu untuknya.
Liang Zheng menatap Zhou Xu lama dan akhirnya matanya sedikit perih, tidak bisa menahan diri untuk berkata, “Aku agak takut.”
Tenggorokan Zhou Xu rasanya seperti tercekat. Dia menggenggam tangan Liang Zheng dan menatapnya dengan suara rendah, “Takut apa?”
Liang Zheng, “Kupikir kamu membenciku kala itu. Hadiah yang kuberikan juga tidak berharga. Aku takut kamu melihatnya saja tidak mau.”
Kalau benar begitu, dia akan merasa lebih sedih.
Zhou Xu menatap Liang Zheng, tenggorokannya terasa tercekat dan tidak dapat berbicara lebih jauh.
Dia memegang tangannya erat. Setelah sekian lama, dia melihat mata Liang Zheng memerah dan berkata, “Kamu bodoh, ya? Sudah ditindas orang masih tidak mau mengatakannya?”
Liang Zheng menunduk dan tidak berkata-kata.
Zhou Xu mengawasinya dari waktu ke waktu.
Tiba-tiba dia memahami segala persoalannya. Dia tahu kenapa Liang Zheng tiba-tiba tidak ke rumahnya lagi, tahu kenapa Liang Zheng tiba-tiba menghapus WeChat-nya, tiba-tiba tidak hangat lagi padanya dan menjauh bagaikan orang asing.
“Kalau aku tidak mencarimu saat ini, kamu berencana mengabaikan aku sepanjang hidupmu?”
Liang Zheng mengangkat kepalanya dan berkata, “Iya.”
Dia menatap Zhou Xu, matanya memerah seolah akan segera menangis.
Sebenarnya, semenjak dia tahu Zhou Xu menyukainya, dia sudah tidak merasa sedih lagi. Bagaimanapun, itu hanya kesalahpahaman.
Tapi sekarang tiba-tiba ditanya soal ini, rasanya memang agak sedih jika diingat-ingat lagi.
Kalau dulu, mati pun dia tidak akan menangis di hadapan Zhou Xu.
Tapi sekarang, mungkin karena tahu kalau pemuda ini menyukainya, tahu pemuda ini akan memperhatikannya, dia juga tidak ingin terlalu menahan emosinya.
Zhou Xu melihat mata merahnya dan membelai lembut mata Liang Zheng dengan ibu jarinya sembari berbisik, “Maaf, aku yang salah.”
Liang Zheng menangis dan berkata, “Memang kamu yang salah.”
Zhou Xu mengangguk, dia akui.
Kalau tahu nantinya dia akan suka pada Liang Zheng, dia tidak akan menyembunyikan perasaannya sejak awal.
Liang Zheng mengangkat tangan dan menyeka air matanya. Setelah sedih sesaat, dia tidak bisa menahan dirinya untuk menatap Zhou Xu, “Kenapa kamu begitu menyebalkan? Harus sekali membicarakan masa lalu dan membuat orang menangis.”
Padahal hari ini dia sangat bahagia.
Zhou Xu memegang tangan Liang Zheng, “Sekarang masih sedih?”
Liang Zheng, “Aku tidak akan sedih kalau ke depannya kamu tidak menjahati aku lagi.”
Zhou Xu mengangguk dan meremas tangannya kian erat, seperti sebuah janji.
Liang Zheng menarik tangannya untuk menyeka air matanya. Lalu, dia bangkit berdiri untuk ke kamar mandi dan mencuci wajahnya, “Aku tidak mau bicara denganmu lagi.”
Dia pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajah. Setelah selesai, Zhou Xu yang berdiri di samping pintu pun menghentikannya.
Liang Zheng memiringkan badannya untuk lolos, tapi Zhou Xu sudah memeluk pinggangnya dan memeluknya.
Tangan Liang Zheng menekan dada Zhou Xu dan mendongak untuk menatapnya.
Zhou Xu mengulurkan tangan padanya, “Mana hadiah ulang tahunku?”
“Tidak ada, sudah kubuang.” Liang Zheng mendorongnya pergi, “keluar sana, aku mau ganti pakaian.”
Liang Zheng mendorong Zhou Xu hingga ke pintu, Zhou Xu menyandarkan punggungnya ke pintu dan tidak bergerak lagi.
Dia menahan tangan Liang Zheng dan menunduk menatapnya, “Benar sudah dibuang?”
“Iya!”
“Kalau begitu, aku akan mencarinya sendiri. Kalau ketemu, jadi milikku ya?”
Liang Zheng, “…”
Sejak Liang Zheng berpacaran dengan Zhou Xu, dia baru tahu. Semua sikap dingin Zhou Xu itu palsu, pada dasarnya dia cuma pemuda yang kekanak-kanakan.
Mana ada orang yang minta hadiah dengan cara seperti ini.
Liang Zheng menatapnya cukup lama dan akhirnya luluh, “Benar-benar tidak ada. Aku simpan di rumah, nanti kubawakan kemari saat kuliah sudah dimulai.”
Zhou Xu menatapnya sebentar tanpa bicara.
Liang Zheng berkacak pinggang, “Kamu tidak bisa menyuruhku tiba-tiba memunculkannya untukmu saat ini juga, kan?”
Zhou Xu, “…”
“Lagi pula, itu juga bukan barang mahal. Mungkin saja kamu tidak suka, umm…” Belum selesai bicara, bibirnya sudah dicium oleh Zhou Xu.
Zhou Xu memeluk pinggangnya dengan satu tangan dan satu tangan di belakang kepala Liang Zheng, menundukkan kepala dan menciumnya sebentar. Akhirnya dia menggigit bibir gadis itu dan bergumam, “Harus sekali ya merajuk padaku?”