General Above, I Am Below - Chapter 12
Kejadian tragis di kemiliteran dengan cepat menyebar. Keluarga-keluarga yang memiliki anak yang bergabung di kemiliteran menjadi amat panik. Yang jadi mayat sudah tak bernyawa dan yang dipukuli segera mengandalkan relasi pribadi dan pergi berkunjung memohon pengampunan. Semua yang pergi menemui sang Jenderal dicegat, Huang-shi dari kediaman Adipati Zhenguo juga menutup pintu dan menolak para tamu. Ada beberapa orang yang cukup cerdas untuk lari ke kediaman An Qinwang, yang mana membuat An Taifei memprotes dengan berurai air mata. An Taifei yang tak bisa pura-pura buta dengan permintaan kawan-kawannya lalu mengirim surat kepada Ye Zhao, menyuruhnya untuk bermurah hati dan membantu orang untuk sekali saja.
Ye Zhao menerima surat itu dan mengangguk. “Ibu ingin mendapatkan persahabatan. Nama-nama dalam daftar ini, buat hukumannya jadi lebih ringan. Hati-hati jangan sampai mereka mati dipukuli.”
Si petugas menginformasikan, “Jenderal, hukuman pukulnya sudah selesai, tiga belas orang mati. Maksud Anda… mau ditambah lagi?”
Dengan murah hati Ye Zhao menggelengkan kepala dan berkata, “Lupakan saja, kita tak boleh longgar sedikit pun saat pertama kali merapikan pasukan. Kau pergilah dan didik sekumpulan makhluk tak berguna itu, biar mereka tahu apa itu disiplin militer. Kalau mereka tak mengerti, pukul lagi dua puluh kali. Mereka harus menerima pelajaran. Kalau sudah benar-benar paham, biarkan mereka memulihkan diri.”
Si petugas menerima perintah dan pergi.
Di barak militer ibukota pun langsung terjadi semacam kegilaan. Begitu suara komandan terdengar di belakang, mereka jadi lebih bersemangat dibandingkan peringkat pertama dalam ujian negara.
Ye Zhao merasa sangat puas dengan upaya semua orang.
Saat beberapa pejabat mendengar kabar ini, dalam kemarahan mereka pun pergi memohon bertemu dengan Kaisar. Mereka menuding Ye Zhao bersikap kejam dan brutal, hukuman yang diterapkannya terlalu keras hingga membuat semua prajurit ketakutan.
Kaisar Dezong adalah sosok yang murah hati, dia bahkan meneteskan air mata demi anak-anak yang meninggal; jadi tentunya dia takkan bersikap tanpa ampun. Sayangnya, perhatian sang Kaisar begitu terserap untuk bermain dengan burung grosbeak berparuh kuning yang didapatnya dari upeti terakhir dan melupakan semua pejabat yang tengah berlutut di luar, jadi mereka pun harus menunggu sampai dua shichen (1 shichen = jam). Pada saat itu, kepala sudah lepas dari leher dan hukuman pukul pun sudah usai.
Dengan santai Kaisar Dezong menenangkan para mentri kabinet yang tengah menangis dengan beberapa patah kata, menyuruh untuk mendidik anak-anak mereka dengan lebih baik. Diberinya Ye Zhao titah yang maksudnya ambigu lalu lanjut bermain dengan burung-burungnya. Ye Zhao juga langsung menyingkirkan titah tak jelas ini ke samping.
Orang-orang yang melihat sikap Kaisar, langsung terbuka pikirannya.
Tak usah sebutkan semua keluarga besar yang mengandalkan kandidat-kandidat militer yang sukses untuk memasukkan anak-anak mereka ke kamp. Tanpa perlu mengajukan hal-hal memalukan semacam itu, kalau anak-anak tersebut benar-benar dicintai, mereka juga akan ragu untuk mengirim ana-anak itu ke militer dan menderita karena hidup yang berat. Karenanya, selain beberapa bajingan dari luaran, sisanya adalah anak-anak dalam rumahtangga yang tak berguna ataupun tidak disukai. Meski merasa sedih, tapi setelah dihitung-hitung, kalau sampai menyinggung pejabat kuat dari keluarga istana, itu sungguh tidak sepadan.
Beberapa dari mereka mengikuti arus dan langsung berkata menjilat bahwa sudah benar untuk kemiliteran ibukota memakai tindakan semacam itu sebagai pengendalian, yaitu demi mempertahankan negara Dai Qin untuk tahun-yahun ke depan. Juga ada orang-orang yang tak mau mengubah pikiran, seperti Ma Guiren. Sejak memasuki istana hingga sekarang, hubungannya dengan sang keponakan sangat baik. Setelah mendengar kabar tentang kematiannya, wanita itu pun langsung meratap tanpa henti dan menuntut untuk bertemu Kaisar Dezong sambil memegangi perutnya.
Kaisar Dezong yang tengah bermain dengan burung di sampingnya bertanya acuh tak acuh, “Kenapa keponakanmu bergabung dalam kamp militer?”
Ma Guiren berkata, “Sejak kecil, dia ingin mengabdikan diri kepada Dai Qin, untuk melayani dengan segenap jiwa dan raganya.”
Kaisar Dezong bertanya, “Bukankah ada banyak cara untuk melayani Dai Qin? Mengikuti ujian negara, berdagang, atau bertani adalah cara yang sangat aman, tapi kenapa harus masuk ke dalam pasukan?”
Ma Guiren tak berani berkata bahwa keponakannya tak peduli dengan kesusastraan dan harus mengandalkan relasi untuk bekerja mencari uang. Tanpa pilihan lain, dia pun hanya menangis dan berkata, “Ini… dia hanya menyukai militer, ingin membuat namanya sendiri dalam militer. Melayani Kaisar dan membawa kehormatan bagi para leluhur. Masa pendidikannya masih belum selesai, tapi hanya gara-gara sebuah kesalahan kecil, dia telah memancing kebengisan Jenderal Ye. Dia begitu menyedihkan….”
Kaisar Dezong mengesah. “Memang menyedihkan, memperoleh ketenaran dalam militer tidak mudah untuk dicapai, tentu saja dia harus punya kemampuan mental. Berapa umur anak ini? Sudah berapa bulan dia berada di kamp militer?”
Ma Guiren berseru, “Usianya dua puluh tiga tahun, sudah masuk selama tiga bulan.”
Kaisar Dezong membalas, “Kenapa seorang laki-laki yang ingin membangun karir dalam kemiliteran, sudah hidup selama dua puluh tiga tahun dan masuk ke kamp selama tiga bulan, tapi masih belum tahu soal tujuh belas larangan Leluhur Agung dalam hukum militer?”
Untuk sesaat Ma Guiren tak mampu berkata-kata, namun dia masih ingin berdalih, “Jenderal Ye lah yang tak tahu caranya mengajar, dia hanya membunuhi orang dengan seenaknya.”
Kaisar Dezong mengibaskan lengan bajunya dalam kemarahan dan berkata, “Ye Zhao memegang cambuk besi agung dari leluhur, sesuai hukum militer leluhur pula dia menghukum keponakanmu. Apa kau bilang bahwa pengajarannya, hukum yang ditetapkan oleh leluhur agung, dipakai untuk membunuh orang dengan sembarangan? Lancang!”
“Tidak… Yang Mulia, saya tak berpikir begitu, saya… perut saya sakit.”
Wanita itu menangis, gemetar dan nyaris roboh.
“Jangan berlutut. Kau sedang hamil, menangis itu tidak baik untuk bayimu,” Kaisar Dezong segera memapah dan menenangkan selirnya, “masalah ini sudah selesai, tapi bukankah kau masih punya adik sepupu lain dalam pasukan? Kuduga dia dan Ye Zhao juga tidak cocok. Karena dia ingin mendedikasikan diri demi negara dan memberi kebanggan untuk leluhur, akan lebih baik kalau menjadikannya seorang pejabat kecil dan memindahkannya ke wilayah lain. Bagaimana menurutmu tentang garis depan di perbatasan Barat Daya? Ada banyak kesempatan untuk membuat jasa di sana. Tunggulah sampai dia berhasil meraih kemenangan, lalu aku pasti akan menghadiahinya dengan kenaikan pangkat.”
Perbatasan Barat Daya sering mengalami serangan dari suku barbar, ditambah lagi dengan adanya serangga-serangga dan gas rawa beracun. Pasukan garis depan barat Daya juga dikenal dengan nama ‘Pasukan Kematian’, yang biasanya terdiri dari para kriminal yang dibuang untuk menjalani hukuman atauoun warga setempat miskin yang putus asa. Kalau kau bisa bertahan hidup dalam kemiskinan selama beberapa tahun, memang benar bahwa kau bisa meningkatkan keberuntunganmu, tapi tidak terlalu banyak.
Benak Ma Guiren langsung menjadi jernih. Buru-buru dia berlutut memohon ampun.
“Tidak masalah kalau tak mau pergi, tak usah repot-repot.” Kaisar Dezong sekali lagi membantunya berdiri dan berkata sambil tersenyum, “Meski aku sudah menetapkan putra mahkota punya banyak anak laki-laki, tapi aku masih merasa senang dengan anak dalam perutmu ini. Akan lebih baik kalau yang lahir adalah putri kecil yang mirip denganmu. Dia pasti akan terlihat paling cantik.”
Kepala Ma Guiren berkunang-kunang. Dia merasa bahwa kali ini perutmua mulai terasa benar-benar sakit.
Di dalam kamp militer, kerja bersih-bersih setelah hukuman masih belum selesai.
Ye Zhao sedang duduk santai dalam tenda jenderal, membolak-balik dokumen hingga tanpa sadar malam pun turun.
Dengan tenang tanpa terburu-buru Hu Qing berjalan masuk, menuju ke sisinya dan berputar.
Akhirnya Ye Zhao menyadari keberadaannya dan mengangkat kepala, “Hu Li, belakangan ini harus merapikan sekelompok begundal itu, kau pasti telah bekerja sangat keras hingga bisa mengumpulkan daftar pelanggaran lengkap seperti ini.”
“Tentu saja,” keluh Hu Qing sambil duduk di sebelah Ye Zhao. Kemudian dia bertanya, “Besok adalah hari untuk istirahat, mau keluar untuk minum-minum?”
Ye Zhao menggeleng, “Tidak bagus dengan arak.”
“Aku tak pernah menduganya.”
“Kubilang, kemampuan minummu yang tidak bagus.”
Dengan canggung Hu Qing menyentuh hidungnya. “Aiya, semua orang sama saja, siapa yang bisa membedakan yang mana.”
Ye Zhao menatap gunungan tinggi dokumennya. “Lain kali.”
“Tak bisa!” sahut Hu Qing.
Ye Zhao mengernyit, “Kenapa?”
Hu Qing terdiam sesaat, lalu dengan merana berkata, “Ah kau ini… apa kau sudah lupa dengan sumpah cinta abadi kita?”
Ye Zhao begitu ketakutan dan bertanya was-was, “Keisengan apa yang kau sembunyikan?”
Hu Qing menatapnya dalam-dalam. “Kau tebaklah.”
Ye Zhao berpikir sesaat. Setengah memicingkan mata dia berkata mengancam, “Bahkan dengan mempertimbangkan persahabatan dengan kau si rubah tak tahu malu, tetap tak mampu mencegah bapak tua ini dari terkadang mempertimbangkan cara untuk menggilasmu….”
“He he – untunglah hanya terkadang, hanya mempertimbangkan.” Dengan bercanda Hu Qing mengucapkan beberapa kalimat, “Waktu itu, saat kita bersumpah untuk pembalasan. Malam sebelum serangan dadakan, kau bilang kalau bisa pulang hidup-hidup, kau akan mengundang semua orang untuk minum arak terbaik di ibukota. Atau kau sudah lupa?”
Begitu mendengarnya, Ye Zhao pun tersenyum.
Mana bisa dia melupakan malam itu?
Di langit tak ada bintang maupun bulan. Tiga ribu pejabat dan prajurit yang berhasil lolos dari pembantaian di Gurun Utara berlumpul di atas puncak gunung. Mereka terus mengasah pedang, mengucapkan janji suci, dan bersumpah sepenuh jiwa untuk melakukan pembalasan.
Tidak ada arak keras, gantinya hanya air jernih.
Tidak ada potongan-potongan besar daging, gantinya hanya sebuah wotow (roti jagung)
Ye Zhao berdiri dan mengumumkan kepada semua orang, “Kalau kita menang dalam perang dan kembali ke ibukota, aku akan mengundang saudara-saudara sekalian untuk minum arak yang bagus!”
Semua orang tertawa dan bersorak keras, “Kalau hanya arak bagus, masih kurang! Kapal plesiran d atas Sungai Jin adalah tempat terbaik dan akan lebih baik lagi bila ditambah dengan para penari dari Jalan Lu’an. Jenderal tak boleh pelit begitu, kami takkan minum sampai membuatmu miskin!”
Ye Zhao pun tertawa dan berkata, “Lalu minum-minumlah sampai tiga hari tiga malam!”
“Bagus!” semua orang dengan bangga meminum semangkok air, lalu melemparkan mangkoknya dan berteriak, “Kemenangan dalam sekali pertempuran!” “Sampai jumpa di ibukota!” Lalu mereka mengenakan jubah besi, mengambil senjata, dan setelahnya langsung bersama-sama menyerbu turun dari gunung untuk menyerang perkemahan musuh.
Bertarung sampai mati!
Bertarung sampai mati!
Ikuti perintah untuk bertarung!
Malam itu, mereka telah berhasil mengalahkan pasukan musuh. Tapi bagaimanapun juga, seribu dua ratus tiga puluh tujuh saudara tidak kembali.
Enam tahun kemudian, dari tiga ribu saudara pada hari itu, yang tersisa hanya lima ratus tiga puluh dua orang.
Huang Tua yang terkenal bisa menyanyi sudah mati, Gaosheng yang keras kepala sudah mati, He Kecil yang bisa menyanyikan lagu cinta yang menyentuh bagai burung oriole sudah mati, Mao Tua si ahli masak sudah mati, Niu Tua yang bisa membuat belalang dari jerami sudah mati, Tie Zhu yang setiap hari menginginkan istri sudah mati, Ah Niu yang suka bertengkar juga sudah mati….
Apa lagi yang lebih bisa dirayakan daripada kehidupan?
“Minum, arak ini harus diminum! Sehera pergi ke Sungai Qin, kita harus naik kapal plesiran itu, juga undang penari dan pemusik terbaik dari Jalan Lu’an. Aku akan mengundang semua saudara untuk minum arak terbaik!”