Grave Robber Chronicles - Chapter 41
Saat aku melihat kata-kata ini, aku begitu terkejut sampai-sampai hampir pingsan. Wu Sanxing dan Chen Wenjin… bukankah ini adalah Paman Ketiga dan pacarnya? Mungkinkah dulu mereka telah meninggalkan buku catatan ini di sini? Tapi bagaimana bisa benda semacam ini berakhir di atas sebuah kapal hantu?
Mari anggap saja kalau sebelum kapal hantu ini tenggelam, kebetulan ada dua orang di atasnya yang juga bernama Wu Sanxing dan Chen Wenjin. Dan anggap saja kedua orang ini kebetulan juga datang ke Karang Mangkuk Xisha untuk melakukan pekerjaan arkeologis. Kesempatan kebetulan semacam ini terjadi sangatlah tipis sehingga lebih besar kemungkinanku memenangkan lotere sebanyak lima juta yuan.
Aku mempertimbangkannya selama sesaat tapi memutuskan bahwa tak ada perlunya aku terlalu memikirkan hal ini. Tak ada penjelasan lain untuk buku catatan ini – ini adalah sesuatu yang pasti telah ditinggalkan oleh Paman Ketiga dan yang lainnya. Terlebih lagi, berdasarkan pada tulisan di halaman judul, dulu Paman Ketiga pasti telah memberikan buku catatan ini kepada Chen Wenjin. Mungkin Chen Wenjin memakainya sebagai catatan untuk mencatat kemajuan harian pada ekspedisi Karang Mangkuk mereka, yang berarti pemilik dari buku catatan ini adalah Chen Wenjin.
Rupanya kapal hantu ini berhubungan dengan kegiatan arkeologis Paman Ketiga dan yang lainnya pada waktu itu dan mungkin kapal ini bahkan adalah kapal nelayan besar yang tidak kembali tepat waktu pada saat itu.
Setelah berpikir sejenak, pertanyaan-pertanyaan yang tak terhitung banyaknya bermunculan dalam kepalaku dan aku mulai merasakan sakit kepala yang sangat hebat.
Sepertinya hanya pihak-pihak yang terlibat yang akan tahu kebenaran di balik semua misteri ini. Semua yang kuketahui cuma bagian permukaannya saja dan kelihatannya kekurangan inti utama untuk menghubungkan semuanya. Kalau Paman Ketiga, si rubah tua itu, telah mengatakan semuanya dengan jujur padaku sejak awal, mungkin sekarang ini aku akan sudah punya kunci untuk memecahkan semua misterinya.
Atau mungkin isi dari buku catatan ini bisa memberiku sedikit petunjuk? Mulanya aku ingin menyembunyikannya dan membacanya saat tak ada orang lain di sekitarku, tapi aku tak sanggup lagi menahan rasa ingin tahuku yang bergejolak. Ditambah lagi, kurasa wanita itu toh cepat atau lambat akan mengetahuinya, jadi tak perlu bersikap terlalu misterius. Daripada berusaha menyembunyikannya dari dia, aku pun langsung membalikkan buku catatan itu ke halaman berikutnya dan mulai membaca.
Chen Wenjin adalah orang yang sangat teliti – catatan-catatan tiap harinya didaftar dengan format yang sama jelas dan teraturnya. Halaman pertama mencatat hari pertama keberangkatan mereka, yaitu tanggal lima belas Juli. Sebuah daftar anggota timnya juga disertakan, dan aku melihat kalau pemimpinnya adalah Wu Sanxing. Siapa nama si Muka Datar itu? Aku ingat Paman Ketiga pernah menyebutkan kalau marganya adalah Zhang, jadi aku mulai membaca daftarnya untuk melihat apakah ada marga itu di sana. Ternyata, ada satu orang yang bernama Zhang Qiling. Apakah benar itu adalah namanya?
Aku membalik ke halaman berikutnya dan menemukan sejumlah informasi kunci mengenai proses yang mereka untuk mencari dan menentukan lokasi spesifik dari makam bawah laut, tetapi isinya jauh lebih mendetil daripada yang pernah Paman Ketiga ceritakan padaku sebelumnya. Bahkan jenis-jenis tali yang dipakai dan teori-teori serta kesimpulan tentang ekspedisinya juga telah dicatat semua. Ini benar-benar berbeda dari gaya serampangan Paman Ketiga dalam melakukan berbagai hal, dan aku tak tahu bagaimana awalnya mereka bisa bersama. Tapi aku tak perlu melihat lagi informasi ini karena aku sudah pernah mendengarnya sebelumnya, jadi aku pun membalik ke bagian akhir dan menatapnya dengan ekspresi bengong di wajahku.
Sebenarnya, aku tak perlu membaca catatan terakhir secara mendetil; hanya dengan melihat judul-judulnya saja sudah cukup untuk membuatku merasa cukup syok dan marah untuk memaki si Paman Ketiga bajingan itu hingga seratus kali.
Demikianlah yang ditulis oleh Chen Wenjin:
21 Juli – Memasuki makam bawah laut untuk pertama kalinya.
Anggota: Wu Sanxing
Kemajuan: Membersihkan ruangan samping kiri dan kanan serta koridor. Bersiap membersihkan ruangan belakang.
Pekerjaan: memakai pompa udara untuk mengganti udara di ruang makam dan bersiap melakukan pembersihan jangka panjang.
Relik budaya yang diambil: peti kayu kuning emas yang diukir dengan dua ekor phoenix (peti anak-anak)
Komentar: Situasi darurat, catatan detilnya akan diisi belakangan.
Kemudian hanya ada satu catatan di bawahnya:
23 Juli – Memasuki makam bawah laut untuk kedua kalinya.
Anggota: Semua anggota.
Kemajuan: Tidak ada.
Pekerjaan: Berlindung dari badai musim panas.
Relik yang diambil: Tidak ada.
Komentar: Tidak ada.
Ternyata, Paman Ketiga sudah pernah sekali memasuki makamnya sebelum membawa masuk semua anggota kelompok. Dan dengan sifat tamaknya, dia pasti sudah mengeluarkan banyak benda. Chen Wenjin hanya menuliskan bahwa dia telah membersihkan kedua ruang samping dan koridor, tapi siapa yang tahu apakah dia sebenarnya sudah memasuki ruang belakang atau belum? Mungkin dia sudah mengeluarkan semuanya dari peti itu. Sebenarnya apa yang rubah tua ini lakukan ketika dia masuk untuk pertama kalinya?
Aku menggertakkan gigiku dengan marah sebelum membaca sepintas isi sisanya. Ada banyak potongan-potongan informasi yang berguna, tapi tidak cukup penting bagiku untuk membacanya secara seksama sekarang juga. Aku memasukkan kembali buku catatan itu ke dalam kantong kedap air dan melihat ke belakang untuk mencari tahu bagaimana reaksi wanita itu. Yang mengejutkanku, dia sepertinya tidak memerhatikanku sama sekali dan malah mati-matian berusaha mengorek karat pada partisi di ruangan kapten.
Dia bergerak begitu cepat sampai-sampai hampir kelihatan seperti kalau dia sedang berusaha menghancurkannya berkeping-keping alih-alih mengoreknya. Dia sudah membersihkan separuh dari partisi itu, dan aku bisa melihat bahwa yang ada di balik semua lapisan karat laut itu ternyata baja. Dia telah mengorek semuanya hingga ke tempat partisi itu menyatu dengan lambung kapal, dan aku bisa melihat kalau partisi itu dilas ke lambung kapal di sekitarnya. Bukan hanya kelihatannya sangat kuat, tetapi pintu pada partisi itu juga terbuat dari baja, dengan kunci pengaman putar yang tampak mirip dengan roda kemudi mobil.
Wanita itu sedang bicara sendiri seraya mengorek karatnya, dan sepertinya berkata, “Jangan takut, jangan takut. Sekarang aku akan mengeluarkanmu.”
Barulah saat kudengar kata-kata aneh ini aku menyadari kalau ada sesuatu yang salah dengannya. Aku melihat dia membersihkan semua karat dari sekitar pinggiran pintu bajanya dengan rapi, menampakkan lapisan karet di antara pintu dan kerangkanya. Sepertinya kompartemen di belakang pintu itu tersegel rapat. Setelah wanita itu membersihkan karatnya, dengan cepat dia bergerak untuk memutar rodanya tetapi tenaganya tidak cukup. Bukan hanya kuncinya sendiri memang sangat berat, tetapi bagian dalamnya mungkin juga telah tertutup oleh lapisan karat laut. Dirinya bukan seorang pelaut yang bertubuh kuat, jadi tak mungkin dia bisa membukanya. Dia berusaha beberapa kali lagi untuk memutarnya secara paksa, tapi roda itu tak bergerak sama sekali.
Tiba-tiba aku mendapat perasaan tidak enak dan berkata kepadanya, “Isi di dalamnya mungkin saja terbenam dalam air, jadi lebih baik tidak membukanya. Dan kalau ada monster di dalamnya, kita tak punya senjata apa pun, yang berarti kita pasti akan mati di sini.”
Dia terus menyentak rodanya kuat-kuat, sepenuhnya mengabaikan aku. Aku menggelengkan kepalaku. Sikap tak masuk akal wanita ini telah membuatku mengubah kesan baikku yang semula terhadapnya.
Selama beberapa menit berikutnya, ketika aku berdiri di tempat dengan berkacak pinggang dan menonton dia membuang-buang tenaganya, aku jadi tak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya apakah ini cuma caranya untuk melampiaskan amarah. Tapi tepat pada saat ini, tiba-tiba dia berbalik dan menatapku. Kukira pada akhirnya dia sudah menyadari betapa tak berguna upayanya itu dan menyerah, tapi kemudian dia tiba-tiba memekik keras dan terhuyung ke belakang. Di depan mataku, dua tangan keriput menjulur keluar dari rambutnya seperti halilintar, mencengkeram rodanya, dan mulai mengerahkan tenaga. Sepasang tangan aneh itu begitu kuat sampai-sampai aku langsung mendengar suara derak karat laut datang dari dalam mekanisme kuncinya.
Aku begitu ketakutan sampai-sampai kulit kepalaku terasa kebas dan aku nyaris jatuh ke lantai. Pemandangan semacam ini adalah hal paling aneh yang sejauh ini pernah kulihat. Tak heran tangan aneh itu menghilang. Ternyata, mereka bersembunyi di dalam rambutnya! Jadi siapa sebenarnya yang barusan tadi dia ajak bicara? Apakah hantu atau manusia?
Pada saat ini, roda kuncinya akhirnya jadi cukup longgar untuk bergerak. Kedua tangan itu memutarnya beberapa kali dan hampir membuka pintu bajanya, tetapi tiba-tiba suatu suara keras terdengar dari dalam dan gelombang air pun menyembur keluar. Pintu itu menjeblak terbuka akibat tekanannya dan menghantam punggung si wanita, membuatnya terlontar tepat ke arahku. Saat kami berdua sama-sama jatuh ke lantai, aku tahu kalau urusannya telah menjadi buruk, tapi persis ketika aku berusaha mendorongnya menjauh dan menyelamatkan diriku sendiri, air laut menerjang dan mendorong kami mundur hingga sekitar dua puluh meter jauhnya. Aku berjuang untuk mengangkat kepalaku dan melihat sebentuk wajah besar bersisik mengintai keluar dari balik pintu dan menatap tepat ke arahku.