Grave Robber Chronicles - Chapter 54
Begitu tutup petinya dibuka, bau amis langsung menerpa tepat ke mukaku. Aku bergerak mendekat dan melihat kalau peti itu penuh dengan cairan hitam, yang permukaannya tertutup uap kabut yang bergulung-gulung di udara. Samar-samar aku bisa melihat sekumpulan anggota tubuh saling berbelitan di bawah sana, tapi aku tak bisa menerka ada berapa banyak tubuh di dalam sana. Semuanya berlapis lilin dan menempel jadi satu untuk membentuk seonggokan besar daging mati, tapi dengan mudah aku bisa menghitung kalau tangannya saja ada dua belas. Tak usah dikatakan lagi, pemandangan itu cukup menjijikkan.
Muka Datar mengernyit ketika melihatnya, tapi kemudian ekspresinya kembali tenang dan dia menurunkan senapan tombak di tangannya. Berdasarkan pada perubahan sikapnya, kutebak benda ini seharusnya tak terlalu berbahaya. Mau tak mau aku jadi bertanya-tanya apa yang barusan tadi telah membuatnya gelisah.
Ada beberapa paku bulat berwarna emas gelap yang dipasang setiap beberapa sentimeter pada peti itu dalam baris-baris rapi, tapi karena letaknya ada di bawah air, mustahil untuk mengetahui apakah paku-paku itu emas murni atau sekedar lapis emas. Aku juga bisa melihat sebuah benda aneh di bawah onggokan daging mati ini. Perlahan Pangzi menyapukan senternya sedikit demi sedikit, menatap pada apa yang kelihatannya adalah sepotong lempengan dengan kata-kata terukir di permukaannya. Barang-barang dari kumala dan gading telah diketakkan di antara bagian-bagian tubuh mayat-mayat itu serta di tangan-tangan mereka. Benda-benda itu tampak sangat berharga dan mudah untuk dibawa.
Pangzi kelihatan seperti tergoda untuk mengambilnya, tapi onggokan mayat itu terlalu menjijikkan. Tak peduli seberapa pun serampangannya dia, dia tak berani memasukkan tangannya ke dalam lapisan lemak manusia di dalam peti itu hanya untuk mengambil sesuatu. Dia menimbang-nimbang dalam waktu lama tapi tak bisa menemukan solusinya dan pada akhirnya harus menyerah. Kemudian dia mengalihkan perhatiannya untuk memeriksa mayat-mayat di dalam lalu menggelengkan kepalanya, “Ini terlalu tidak manusiawi. Dan padahal aku mulai berpikir bahwa pemilik makam ini adalah seorang pendeta Tao. Tapi bagaimana bisa dia mencapai pencerahan dengan memamerkan hal-hal keji ke mana-mana semacam ini? Dia pantas kita jarah.”
Aku masih tak paham dengan situasinya, tapi saat aku melihat apa yang ada di dalam peti ini, aku merasa kalau syaraf-syarafku takkan sanggup menanggungnya, jadi aku tak berani melihatnya untuk yang kedua kalinya. “Seharusnya ini adalah penguburan bersama, tapi kenapa isi peti ini sangat menjijikkan?” aku bertanya.
Pangzi tertawa, “Sobat muda, kau idiot ya? Apa kau pernah melihat mayat-mayat dalam penguburan bersama dijejalkan jadi satu seperti kue tambang begini? Orang-orang ini jelas-jelas telah dikubur hidup-hidup. Mereka mungkin ditumpuk jadi satu, dibius, dan kemudian berakhir mati tenggelam ketika air dituangkan ke dalam peti. Ini namanya peti inkubator mayat.”
Saat aku mendengar dia bicara tentang kue tambang, tiba-tiba tenggorokanku terasa gatal. Aku sudah sangat kelaparan, tapi penampakan tentang onggokan daging mati ini tumpang tindih dengan gambaran kue tambang raksasa dan membuatku merasa seperti akan muntah. Tapi berdasarkan dari apa yang dia katakan, sepertinya dia tahu benda macam apa ini. Aku menghabiskan beberapa saat untuk menenangkan diriku dan kemudian menanyakan detilnya.
Pangzi, melihat kalau aku tak mengerti, langsung mulai pamer, “Apa, kau bahkan tak tahu tentang ini? Kau itu seperti seorang bocah tanpa ibu. Ceritanya panjang. Mari kita lihat…. Aku ada di tengah-tengah puncak tinggi Gunung Changbai –”
Menyadari kalau dia mulai melantur lagi, buru-buru aku berkata, “Aku sama sekali tak peduli soal itu. Kita tak punya waktu buat omong kosongmu. Apa hubungannya antara inkubator mayat dengan Gunung Changbai? Kalau kau tak tahu, maka tak usah repot-repot bicara!”
Orang seperti Pangzi tak tahan bila diprovokasi. Otot-otot di lehernya menegang dan dia berkata, “Siapa bilang aku tak tahu? Aku cuma ingin memberimu gambaran besarnya. Tapi kalau kau tak mau dengar, maka lupakan saja. Benda ini namanya peti inkubator mayat, dan dibuat berdasarkan pengetahuan feng shui. Pada umumnya benda ini dipakai di makam-makam gunung. Kalau kau punya dua dua tempat di dalam makam yang, menurut feng shui, cocok sebagai tempat meletakkan peti utama, kau tak bisa sekedar memilih salah satu begitu saja. Ini adalah karena banyak energi spiritual akan berpusat pada tempat yang lain, yang bisa menarik hal-hal jahat. Jadi, sebuah peti inkubator mayat diletakkan di tempat yang kosong, dan kerabat-kerabat sedarah dari si pemilik makam dikuburkan di dalamnya. Pengaturan ini bisa dianggap sebagai pemakaman bersama. Peti ini harus sama persis dengan yang ada di dalam ruang makam utama. Dalam feng shui, proses ini disebut ‘menutrisi qi’. Kau mengerti?”
Pangzi mengatakan semua ini dalam satu tarikan napas, seakan dia sedang membacakan sebuah naskah hapalan. Aku hanya mengerti sekitar separuhnya, tapi aku masih merasa diriku tercengang, “Jadi semua orang yang ada di sini adalah – ”
Pangzi menampar pahanya, “Itulah kenapa aku mengatakan kalimat tadi! Orang ini mungkin telah menjejalkan seluruh anggota keluarganya ke dalam peti ini. Ini terlalu tidak manusiawi!”
“Bagaimana bisa?!” aku berseru. “Prinsip-prinsip feng shui biasanya diikuti demi kebaikan generasi mendatang. Tapi kalau seluruh keluarga dikubur bersama-sama, apa gunanya menerapkan prinsip-prinsip itu?!”
Pangzi melihat kalau aku menganggap serius hal ini dan berkata, “Kau tak boleh memercayai semua yang dikatakan kepadamu. Orang-orang kaya itu tidak sebodoh itu. Dia pasti telah menemukan beberapa orang keponakan malang dari keluarga cabang untuk dikuburkan bersamanya. Hal-hal semacam ini lazim pada makam-makam Dinasti Ming. Aku sudah pernah melihat banyak di antaranya tapi aku tak pernah melihat yang sebesar ini sebelumnya.”
Saat aku melihat tumpukan mayat ini dan memikirkan tentang apa yang terjadi ketika mereka dikuburkan, mau tak mau aku jadi merasa sangat terbawa perasaan. Kakek pernah mengatakan kepadaku bahwa hati manusia merupakan hal yang paling tak bisa diprediksi di dunia ini. Gara-gara sesuatu yang hampir tak memiliki dasar nyata, nyawa dari semua orang ini dicabut begitu saja seakan mereka tak lebih dari kotoran.
Tapi kini karena tutup petinya sudah dibuka, Pangzi mungkin takkan menyerah atas harta di dalamnya dengan mudah. Dia menggaruk kepalanya dan berkata, “Lihatlah orang-orang malang ini. Menurutku kita harus pergi ke sebelah dan ambil beberapa guci untuk menciduk keluar cairannya. Meninggalkan air diam di dalam peti itu bawa sial.”
Mengetahui apa yang ingin dia lakukan, aku berkata kepadanya, “Lihatlah muka malingmu itu! Aku tahu kalau kau mengincar benda-benda pemakaman ini tapi tak bisakah kau bersikap tenang? Akan ada banyak barang untuk kau ambil saat kita berhasil sampai ke ruang makam utama.”
Wajah Pangzi memerah dan dia memaki, “Sialan kau! Apa kau benar-benar berpikir kalau aku orang macam itu?”
Aku terlalu malas untuk berdebat dengannya, jadi aku cuma berkata, “Sekarang ini kita tak punya waktu ataupun kemewahan untuk berurusan dengan yang ini. Kalau kita menunda-nunda lebih lama lagi, kita takkan bisa keluar dan akan mati sesak napas. Kita takkan punya peti dan tak ada seorang pun yang akan datang dan mengasihani kita.”
Setelah aku menyebutkan hal ini, kami pun langsung kembali jadi gelisah. Pangzi tak bicara sepatah kata pun dan hanya pergi mencari di sekeliling ruang samping terlebih dahulu. Sayangnya, selain mayat kucing itu, tak ada benda lain yang bisa dipakai.
Muka Datar telah menatap dengan sorot kosong pada tumpukan mayat itu dalam waktu lama, tapi kemudian tiba-tiba dia menarik napas tajam seakan telah melihat sesuatu.
Orang ini biasanya sangat tenang, jadi ketika dia berubah gugup, sesuatu yang buruk pasti akan terjadi. Itulah sebabnya kenapa reaksinya membuatku merasa cukup kaget untuk buru-buru mengangkat senapan tombakku, siap untuk menyerang.
Tapi dia hanya berdiri di sana, mengernyit dan menatap bisu pada peti itu selama lima menit sebelum berpaling pada kami lalu berkata, “Sebenarnya hanya ada satu orang di dalam peti ini –“