Grave Robber Chronicles - Chapter 62
Qimen Dunjia asalnya lebih dari 4.600 tahun yang lalu, yang hampir sama panjangnya dengan sejarah Tiongkok yang tercatat. Orang pertama yang menggunakan Qimen Dunjia adalah leluhur kita, Huang Di (Kaisar Kuning), yang kemudian menurunkannya dari generasi ke generasi. Hampir setiap ahli strategi militer atau siapa pun yang terlibat dalam urusan militer mengetahui sedikit tentang hal itu, tapi sebenarnya, setelah Dinasti Han. Qimen Dunjia tidak lagi menjadi naskah yang lengkap. Ini karena setelah Pak Tua Huangshi* meneruskannya pada Zhang Liang, si sialan itu menyederhanakannya sedemikian rupa sampai-sampai generasi-generasi berikutnya pada dasarnya tak mampu memahaminya.
(T/N: Huangshi adalah tokoh setengah mitologis dan merupakan seorang pertapa Taois yang hidup pada masa antara Dinasti Qin dan Han. Dia memberi Zhang Liang (ahli strategi militer Tiongkok serta politisi yang hidup pada awal Dinasti Han Barat) sebuah risalah strategi militer yang disebut ‘Huang Shigong San Lue’ – Tiga Strategi Huang Shigong), yang membuat Zhang Liang bisa berubah menjadi seorang negarawan lihai serta ahli strategi yang berkuasa)
Pengetahuanku tentang Qimen Dunjia utamanya berasal dari Paman Kedua (bukan Paman Ketiga). Walaupun aku tak tahu banyak tentangnya, ketika Zhang Qiling menyebutkannya, setidaknya aku tak kelihatan seperti Pangzi, yang menatap dia seakan dia sedang mengucapkan bahasa asing. Pada mulanya Qimen Dunjia memiliki 4.320 bagian, tetapi ketika jatuh ke tangan Huang Di, Beliau hanya memahami 1.080 bagian darinya. Pada saat mencapai Zhang Liang, ada 72 bagian. Sekarang, cuma ada 42 bagian yang dikumpulkan dan diurutkan oleh Paman Keduaku, yang mana sangat langka. Hanya ada 18 bagian yang diketahui di dunia tetapi Paman Ketigaku telah berhasil menemukan bagian-bagian lainnya di sebuah makam Han.
Walaupun Qimen Dunjia adalah sebuah metode ramalan yang misterius, metode ini dipergunakan dalam seni perang dan juga untuk menentukan nasib orang. Dengan memakainya, kau bisa menyusun pasukan di medan perang dan meningkatkan semangat juang mereka. Qimen Dunjia juga disebut sebagai ‘Delapan Formasi Perang’ dan bisa dibagi menjadi delapan gerbang: Gerbang Kemakmuran, Gerbang Istirahat, Gerbang Kehidupan, Gerbang Kematian, Gerbang Rasa Takut, Gerbang Luka, Gerbang Kegagalan, dan Gerbang Kesenangan. Gerbang Kehidupan akan membawamu pada kehidupan dan Gerbang Kematian akan mengarahkanmu pada kematian. Kalau kau memasuki salah satu dari gerbang-gerbang itu, kau akan melihat kedelapan gerbang itu lagi dan sikusnya akan berulang lagi dan lagi.
Ketika Zhang Qiling menemukan kedelapan pintu rahasia ini, tentu saja dia terpikirkan tentang Qimen Dunjia. Tetapi pintu-pintu rahasia ini ternyata sangat sempit dan hanya bisa muat satu orang untuk lewat secara menyamping. Terlebih lagi, areanya diselubungi oleh kabut dan dinding bata dengan pintu-pintunya terkadang akan berputar. Kau harus mendorong bata-batanya untuk membuka pintunya, tetapi setelah masuk, pintunya akan menutup secara otomatis. Kalau dia belum mulai meraba-raba di sepanjang dinding, dia sama sekali takkan menyadari kalau ada sesuatu yang aneh di sini.
Zhang Qiling agak kecewa dengan kecerobohannya sendiri. Dia bukan orang yang gegabah, tapi barusan tadi dia sudah terlalu bernafsu untuk berhasil dengan cepat dan berakhir mengalami kegagalan. Di dunia ini, jebakan-jebakan aneh dan cerdik biasanya berukuran kecil dan melakukan satu aksi khusus, tetapi tempat ini benar-benar sebaliknya. Dengan kata lain, mekanismennya besar dan rumit, yang membuat dia kesulitan untuk menangkalnya.
Ketika dia berjalan kembali ke arah tugu dan memberitahukan apa yang telah dia temukan pada kelompok itu, semua orang langsung jadi heboh. Bukan hanya pada umumnya Qimen Dunjia sangat sulit untuk dipahami dan pengetahuannya terbatas, tetapi mereka baru saja dibaptis dengan Revolusi Budaya. Bagaimana mungkin mereka bisa memahaminya? Chen Wenjin merenungkannya selama sesaat sebelum tiba-tiba berkata, “Perilaku Wu Sanxing barusan tadi sangat aneh. Kelihatan hampir seperti kalau dia kerasukan hantu wanita. Mungkinkah hantu ini adalah pemilik dari makam ini, dan pintu tersembunyi yang baru saja dia masuki tadi adalah ‘Gerbang Kehidupan’?”
Zhang Qiling menatap ke dalam mata Chen Wenjin dan melihat kalau wanita itu sepertinya telah memikirkan sesuatu. “Apa kau terpikirkan sesuatu?” Dia bertanya pada Chen Wenjin.
Chen Wenjin memberitahu Zhang Qiling agar mengikutinya dan kemudian berbelok lalu berjalan di depan tugu itu. Meniru gerakan Paman Ketiga, dia berlutut dan mulai menyisir rambutnya. Dia memiliki tubuh yang bagus jadi dia tampak sangat menarik ketika berlutut dalam posisi seperti itu. Sebenarnya, beberapa orang pria dalam kelompok itu menatapnya dengan terpana. Setelah menyisir rambutnya beberapa kali dan perlahan menolehkan kepalanya dari kiri ke kanan, tiba-tiba dia gemetar dan berseru, “Aku menemukannya!”
Setelah mendengar hal ini, semua orang langsung berkumpul dan memeriksa tugu itu dalam waktu lama tapi mereka masih tak bisa melihat apa-apa. “Bukan, bukan seperti itu,” Chen Wenjin berkata. “Kau hanya bisa melihatnya kalau kau melakukan apa yang kulakukan dan berlutut tepat di sini!” Zhang Qiling sepertinya mengerti apa yang dia bicarakan dan langsung berlutut. Chen Wenjin menekan bahunya dan berkata, “Kau terlalu tinggi. Kau harus membungkuk sedikit lagi. Dan jangan lihat tepat ke depan. Kau harus melihat ke samping, seakan sedang melihat pelipismu.”
Zhang Qiling merasa kalau ini konyol tapi dia masih mengikuti contoh Chen Wenjin dan menyisir rambutnya sebelum melirik ke samping dengan gaya malu-malu. Pada saat ini, tiba-tiba dia melihat bayangannya pada tugu yang seperti cermin, namun di sana juga terdapat tiga ikan yang tampak mirip bersambung menjadi satu membentuk lingkaran di tempat di mana pelipisnya seharusnya berada. Dia kembali menggerakkan kepalanya dan mendapati kalau begitu sudutnya sedikit saja tidak pas, ikannya akan langsung menghilang.
Sekarang ketika dia tahu apa maksud dari yang disebut sebagai ‘takdir’, Zhang Qiling tak bisa menahan desahannya dan memaki dirinya sendiri. Sepertinya hanya wanita yang cukup menyukai kecantikan yang sampai berlutut di depan tugu ini untuk merapikan rambutnya yang akan bisa melihat tanda ini, namun hal ini takkan bekerja kalau si wanita terlalu tinggi atau terlalu pendek. Untung saja, Chen Wenjin telah mengamati semuanya dengan seksama, kalau tidak, seorang pria besar seperti dirinya takkan mampu menemukan rahasia ini tak peduli sekeras apa pun dia memikirkannya. (Saat aku mendengar ini, tiba-tiba aku jadi bertanya-tanya apakah si pemilik makam ini adalah orang mesum.)
Zhang Qiling menatap ikan itu dengan seksama dan mendapati kalau tandanya juga bergerak perlahan. Tampaknya ada sebuah mekanisme di dalam tugu ini yang berputar dengan kecepatan yang sama dengan dindingnya, dan posisi yang menghadap tanda itu akan selalu menjadi yang disebut sebagai ‘Gerbang Menuju Langit’. Memikirkan hal ini, dia lalu meminta Chen Wenjin untuk terus mengawasi tanda itu sementara dia menyalakan senternya dan berlari ke dinding untuk melacak posisi pintu-pintu rahasia itu satu persatu. Ketika dia mencapai pintu rahasia ketiga dan menyorotkan senternya ke situ, Chen Wenjin melihat kalau tanda pada tugu bertumpuk dengan titik cahaya dari senter Zhang Qiling lalu berseru, “Itu dia!”
Semua orang bersorak, dan bahkan Zhang Qiling tak bisa menahan diri untuk mengepalkan tinjunya. Dengan sekuat tenaga dia mendorong pintu rahasianya hingga terbuka dan kemudian menyelinap ke dalam, di mana terdapat sebuah terowongan sangat sempit yang mengarah lebih jauh ke dalam makam. Kali ini, Zhang Qiling sangat berhati-hati dan merabai semua dinding di sekelilingnya terlebih dahulu untuk memastikan kalau tak ada mekanisme lainnya sebelum memanggil yang lainnya.
Terowongan itu juga terbuat dari lempengan-lempengan granit. Lebarnya hanya cukup untuk satu orang berjalan melewatinya, jadi dua orang yang agak gemuk takkan bisa berjalan bersisian sama sekali. Zhang Qiling berjalan di depan dengan membawa senter, berusaha untuk melihat apa yang ada di depan sana. Dia mendapati kalau kegelapan di depannya, digabungkan dengan warna biru kehijauan dari batu granit, menciptakan semacam pendar menakutkan yang membuat terowongan itu kelihatan seperti jalan menuju alam baka. Dia mengerahkan keberaniannya dan berjalan dengan sangat hati-hati di sepanjang terowongan itu. Begitu dia mendengar suara aneh macam apa pun, dia akan berhenti dan menunggu untuk waktu lama untuk melihat apakah akan terjadi sesuatu. Tapi pada saat ini dia telah benar-benar menjadi pemimpin kelompok jadi semua orang mematuhi dia tanpa menyuarakan protes sedikit pun.
Mereka terus berjalan selama waktu yang dibutuhkan untuk mengisap setengah batang rokok. Terowongan di depan dan belakang mereka hitam pekat, membuat Zhang Qiling merasa seakan tinggal merekalah orang yang tersisa di seluruh alam semesta. Ini adalah perasaan yang tidak mengenakkan. Namun pada saat ini, terowongannya mulai melandai naik dan dia menemukan kalau ada seberkas cahaya redup di kejauhan. Cahayanya hangat dan kekuningan seperti cahaya dari matahari terbenam. Zhang Qiling tahu kalau mereka akhirnya telah mencapai ujung terowongan dan memanggil yang lainnya seraya meningkatkan kecepatannya. Titik cahaya itu semakin dan semakin dekat, dan kemudian tiba-tiba, lantainya menjadi rata dan seluruh dunia tiba-tiba seperti dilingkupi dalam cahaya emas. Dia segera mengerjapkan matanya beberapa kali untuk membiarkan pandangannya menyesuaikan diri dan kemudian tanpa sadar berseru serta nyaris jatuh berlutut.
Di hadapan mereka terdapat sebuah ruangan persegi panjang yang amat luas. Namun alih-alih menggambarkannya sebagai besar saja, ruangan itu luar biasa mendominasi dan memiliki atmosfer yang sedemikian agung sampai-sampai orang tak bisa menahan diri untuk ingin berlutut begitu mereka melihatnya.
Di tiap sisi ruangan terdapat sepuluh pilar kayu nanmu emas padat yang begitu lebarnya, tiga orang yang bergandengan tangan takkan mampu melingkarkan tangan mereka untuk mengelilinginya. Pilar-pilar ini bagaikan pilar-pilar yang menopang langit di ujung bumi. Dinding-dinding di sisi kiri dan kanan panjangnya sekitar tiga puluh meter dan terbuat dari bata-bata mortar kuning. Juga terdapat sepuluh naga emas bercakar lima nan memukau yang diukirkan pada balok-balok di langit-langit. Langit-langitnya sendiri, yang tingginya hampir sepuluh meter, berhiaskan peta lima puluh bintang. Masing-masing bintangnya adalah mutiara malam* berkilauan seukuran telur angsa yang memancarkan cahaya kuning. Pada keempat sudut ruangan terdapat cermin-cermin besar yang memantulkan cahaya kuning ini satu sama lain. Walaupun cahayanya tidak terlalu terang, tetap sudah cukup untuk menerangi seluruh ruangan ini. Namun yang paling mengejutkan mereka adalah bahwa di bagian tengah ruangan terdapat sebuah panggung batu raksasa, yang di atasnya berdiri sebuah model berskala besar. Dalam sekali lihat Zhang Qiling sudah tahu kalau ini adalah model dari sebuah istana. Walaupun ini cuma model, tetap saja sangat spektakuler dengan balairung tahtanya, kebun bebatuan palsu, serta air yang mengalir. Pada dasarnya model ini memiliki semua yang seharusnya ada di tempat semacam itu.
(T/N: Mutiara malam, atau Yuemingzhu, adalah sebuah bentuk langka dari fluorite hijau yang berpendar secara alami (tidak membutuhkan sinar ultraviolet untuk membuatnya bersinar), hampir sekeras berlian, dan sering muncul dalam legenda-legenda Tiongkok)
Zhang Qiling berlari menghampiri dan memutari panggung itu beberapa kali dengan penuh semangat. Setelah mengamatinya secara seksama, dia langsung menyadari kalau ini adalah model dari Istana Langit di atas Awan. Akan tetapi, dia tak merasakan sedikit pun kekecewaan ketika melihat model ini, karena sejak awal mula, dia tak percaya kalau mereka akan menemukan istana langit itu sendiri di dalam makam kuno ini. Namun kini misteri di dalam hatinya bahkan jadi semakin kuat. Tampaknya Wang Zanghai benar-benar telah membangun istana langit, tetapi di mana letaknya? Apakah benar-benar ada di langit?
Ini adalah sebuah penemuan yang begitu menakjubkan sampai-sampai semua orang langsung mulai berseru dan bersorak kegirangan. Beberapa orang anak laki-laki bahkan membujuk Huo Ling agar mendekat dan kemudian mengangkatnya ke atas panggung batu. Huo Ling terkikik dan berdiri, tapi kemudian dia tiba-tiba berteriak dan melompat turun. “Ada mayat di sana!” dia berseru.
Terperanjat, Zhang Qiling langsung melompat naik untuk melihat. Di tengah-tengah model itu terdapat sebuah kebun batu melingkar yang terbuat dari kumala, di mana sebuah kursi batu telah diletakkan. Sebuah mayat yang telah mengerut dan menjadi mumi duduk di atas kursi batu ini dalam posisi bermeditasi. Pakaiannya sudah membusuk sampai-sampai menjadi compang-camping, menampakkan dada yang telah menghitam. Ini adalah ‘tubuh emas dalam posisi lotus’* yang sangat langka, yang telah dikeringkan secara alami oleh udara. Asalkan kau mencelupkannya ke dalam penyepuh dari bubuk emas, maka kau bisa meletakkannya di kuil untuk disembahyangi oleh orang-orang.
(T/N: Posisi lotus adalah posisi duduk bersila yang disukai oleh para rahib Buddhis. Para rahib yang meninggal dalam posisi ini biasanya adalah guru-guru yang telah mencapai pencerahan. Murid-muridnya akan menunggu hingga mendiang berubah menjadi mumi dan kemudian melapisi tubuhnya dengan emas.)
Jenazah itu menunjuk ke lantai dengan satu tangan dan ke langit dengan tangan lainnya. Seperti tubuh-tubuh emas lainnya, rambut dan kukunya terus tumbuh setelah orangnya mati, terutama kukunya yang nyaris sama panjang dengan jari-jarinya. Hal ini menghasilkan penampakan yang ganjil.
Zhang Qiling melompat ke depan mumi itu dengan sekali lompatan dan kemudian melihat ke dalam mulut si mumi tanpa ragu sedikit pun. Ketika dia mendapati kalau tak ada apa-apa di sana, dia pun meletakkan tangannya ke bawah ketiak mumi itu dan menekan ke bawah. Pada titik ini Chen Wenjin juga melompat naik, tetapi ketika dia melihat apa yang Zhang Qiling lakukan, dia bergegas menghampiri yang bersangkutan dan bertanya pelan, “Zhang Qiling, sebenarnya kau berasal dari mana? Siapa yang mengajarimu menjadi perampok makam?!”
Zhang Qiling meliriknya tapi tak merespon. Chen Wenjin langsung marah dan mencengkeram tangannya, “Kau jelas-jelas perampok makam! Kalau tidak, kau takkan sedemikian tenangnya di dalam makam kuno ini. Kenapa kau mengikuti kami kemari?”
Zhang Qiling mengisyaratkan kepadanya agar jangan bicara dan kemudian menunjuk pada mumi itu lalu berkata, “Saat ini hal itu tidak penting. Lihat!”
Dia kemudian melepaskan pakaian compang-camping si mumi, menampakkan sebuah bekas luka sangat panjang pada perut mayat itu yang menjulur dari rusuk terakhir di sebelah kiri hingga ke satu titik di bawah panggulnya. Pertama-tama dia menekan perut mumi itu dan kemudian meraih tangan Chen Wenjin lalu menekankannya ke titik yang sama. Chen Wenjin bergidik – benar saja, sesuatu jelas telah disembunyikan di dalam perut mayat ini.
Zhang Qiling mengangkat tangannya, masih tidak yakin apakah dia harus mengeluarkan benda itu atau tidak. Kalau orang ini telah menyembunyikan sesuatu di dalam perutnya sebelum dia mati, maka berarti sesuatu itu sangat penting baginya. Atau, ini adalah cara bagi si mendiang untuk menguji mereka. Zhang Qiling memiliki prinsip yang dia anut setiap kali dia ada di dalam makam – dia takkan pernah merusak jenazah hanya demi memperoleh isi dari makam kunonya. Dia berperang dengan dirinya sendiri untuk waktu yang lama, berusaha untuk memutuskan, sebelum kembali melirik Chen Wenjin. Chen Wenjin berasal dari aliran perampok makam utara dan tentu saja peduli tentang aspek-aspek moral dari profesi ini, jadi wanita itu pun menggelengkan kepalanya dan berkata, “Kau akan harus menjadi tak berperasaan demi mengambilnya. Kau akan dihukum oleh Langit.”
Zhang Qiling mendesah dan memutuskan untuk menyerah, mundur selangkah dan berkowtow kepada jenazah itu. Tetapi ketika dia mendongakkan kepalanya, tiba-tiba dia mendapati kalau ada sesuatu yang salah dengan jenazah itu. Dia memeriksa jenazah itu secara keseluruhan dan tiba-tiba menarik napas tajam – ternyata sekarang mumi ini telah mengulas senyum ganjil di wajahnya.