Grave Robber Chronicles - Chapter 65
Begitu aku memikirkannya, tiba-tiba aku teringat siapa itu Xie Lianhuan. Keluarga Xie dan Wu ternyata sebenarnya berkerabat, mungkin sepupunya sepupu dari pihak ibu. Seperti kata pepatah, semua orang punya sepupu sejauh tiga ribu li. Walaupun aku tak terlalu familier dengan mereka, aku tahu kalau mereka juga adalah keluarga perampok makam dengan sejarah yang panjang. Dan di antara mereka yang ada dalam generasi Paman Ketigaku, dia dan Xie Lianhuan memiliki hubungan yang dekat. Aku cuma ingat pernah melihat dia paling banyak beberapa kali, tapi kakek akan sering menyebutkan tentang Keluarga Xie setiap kali Beliau memarahi Paman Ketiga, berkata bahwa Keluarga Wu kami takkan pernah bisa mengangkat kepala kami di depan mereka lagi semuanya gara-gara anak itu, Xie Lianhuan, mati ketika mengikuti Paman Ketiga!
Sekarang ketika aku memikirkannya, kalau Xie Lianhuan benar-benar mati dengan cara seperti ini, maka tidak mengejutkan kalau ayahku tak mengizinkanku bergaul dengan Paman Ketiga. Ternyata, Paman Ketiga memiliki masa lalu yang gelap.
Pangzi masih mendorongku dari belakang, yang menarikku dari lamunan. Mengetahui kalau aku tak bisa menghabiskan waktu untuk memikirkan soal itu lagi, aku menggertakkan gigi dan bergeser maju beberapa langkah. Sebuah bukaan gelap tampak dalam lapisan bata di langit-langit dan Pangzi berseru girang. Sebenarnya, aku bisa melihat dari cakaran merah di bagian depan dan belakang tubuhnya bahwa dia sudah hampir mencapai batasannya. Dinding-dinding granit itu telah menggesek kulitnya hingga terkelupas sampai-sampai kelihatan seakan dia baru saja mandi ala Turki. Sejujurnya saja kondisiku juga tak jauh lebih baik dan kakiku sama sekali tak bertenaga, tapi tak perlu tergesa-gesa untuk saat ini karena kami sudah berhasil sampai di sini.
Dengan tenang Muka Datar memanjat duluan ke dalam lubang, menendang kedua dinding itu untuk memastikan kalau terowongannya cukup kuat, dan kemudian menarikku masuk. Tapi Pangzi sedikit lebih merepotkan – aku sama sekali tak bisa menarik dia sendirian jadi semua yang bisa kulakukan adalah menonton dia berseru keras lalu mendorong dirinya sendiri naik dengan segenap tenaganya. Dia berakhir dengan mengelupas sepotong besar kulit dari punggungnya dalam proses itu, tapi akhirnya dia berhasil.
Setelah kami semua berhasil memperoleh kembali pijakan dan menunduk, mau tak mau kami merasa gentar – sekarang tinggal tersisa sebuah celah sempit di antara kedua dinding itu. Aku bahkan tak berani memikirkan tentang akan jadi seperti apa kalau kami tidak berhasil lolos tepat pada waktunya. Bahkan jika kami berhasil menemukan terowongan perampok makam ini hanya beberapa menit lebih lambat, kami takkan mampu memanjat naik.
Benar saja, asalkan kau tidak menyerah untuk berharap, Langit pasti akan menemukan jalannya.
Aku mengangkat kepalaku dan mendongak untuk mendapati bahwa terowongan perampok makamnya telah digali secara vertikal ke atas hingga kira-kira setinggi satu orang dewasa sebelum berbelok dan mengarah ke timur. Aku menerka kalau terowongan ini tersambung dengan terowongan perampok makam di atas sana. Kakiku terasa lemas dan aku tahu kalau aku tak bisa bertahan lebih lama lagi jadi aku mendesak Muka Datar untuk bergegas. Kami bertiga berhasil memanjat hingga bagian terowongan yang miring tapi sampai di sini aku begitu kelelahan sehingga aku harus berhenti dan bersandar ke dinding untuk berusaha mengatur napasku.
Pada saat ini, kami mendengar suara dinding-dinding batu saling bertumbukan datang dari bawah. Aku menghembuskan napas panjang, memijit-mijit betisku yang kencang, dan berusaha sebaik mungkin untuk rileks. Barusan tadi aku begitu tegang dan gugup, tapi setelah sedikit tenang, aku merasa agak mengantuk dan berakhir dengan menguap. Pangzi bersandar pada dinding terowongan, wajahnya kelabu dan tubuhnya penuh dengan bekas gesekan berdarah-darah. “Aku akan ingat ini untuk waktu yagn lama,” dia berkata di antara engahan. “Camkan kata-kataku, aku harus menurunkan berat beberapa kilo saat aku pulang.”
Terowongan yang berhasil kami temukan ini telah digali dengan sangat lihai, yang berarti bahwa Xie Lianhuan sama sekali bukan orang biasa. Aku melihat sekeliling dengan senterku dan menemukan kalau terowongan ini berzig-zag ke atas. Dari sudut pandang arsitektur, terowongan dibuat begini supaya bahkan jika sampai terjadi longsoran berskala kecil, bahayanya takkan terlalu besar. Tapi kalau kau berusaha menghemat tenaga dan menggali terowongan ke atas secara tegak lurus, maka kalau sampai terjadi longsor, semua bata di atas akan runtuh dan menghujanimu dengan kekuatan seperti paku bumi.
Akhirnya Pangzi berhasil mengatur napasnya dan bertanya pada Muka Datar, “Kubilang, Xiao Ge, sebenarnya apa yang terjadi di sini? Kenapa semuanya baik-baik saja saat kau masuk ke terowongan ini dua puluh tahun yang lalu tapi kita nyaris digepengkan barusan tadi? Apa kau telah memilih pintu yang salah?!”
Muka Datar, yang sedang beristirahat dengan mata terpejam, berpikir sejenak sebelum berkata, “Kemungkinan besar tidak, kecuali seseorang telah mengubah tanda pada tugu yang mengindikasikan Gerbang Kehidupan. Berdasarkan pada betapa berbahayanya situasi barusan tadi, kurasa kita telah memasuki Gerbang Kematian.”
Pangzi menimbang-nimbang selama sesaat sebelum berkata, “Mungkin perempuan itu menemukan kalau kita belum mati dan kembali untuk menghabisi kita?”
Aku menggelengkan kepalaku. Aku akan jadi orang pertama yang mengakui kalau dia itu memang kejam, tapi menurutku dia tak punya kemampuan untuk mengubah mekanisme berumur ribuan tahun di dalam makam kuno ini. Ini sungguh sebuah perbuatan lancang. Tapi sepertinya di sini juga tak ada orang kelima. Aku berpikir sejenak dan mau tak mau jadi bertanya-tanya apakah ini adalah perbuatan Paman Ketiga.
Muka Datar melihat betapa gelisahnya aku dan menepuk-nepuk bahuku, “Sebenarnya, aku juga punya teori mengenai masalah ini. Kalau kau sebegitu mencemaskannya, kau lebih baik mendengarkan apa yang ingin kukatakan.”
Bukan hanya dia merupakan peserta pada kejadian-kejadian itu, tapi juga bisa dianggap bahwa dia telah mengalami sendiri bagian-bagian terpentingnya. Ini berarti dia bisa memberiku beberapa saran, yang kemungkinan besar takkan kutolak. Jadi, aku mengangguk dan menyuruh dia meneruskan.
“Mari kita anggap,” Muka Datar berkata, “kalau dua puluh tahun yang lalu Paman Ketigamu dan Xie Lianhuan sudah saling mengenal dan bahkan punya hubungan yang baik tapi tidak menunjukkannya. Pada pencarian pertama, Xie Lianhuan mungkin sudah menemukan makam di dalam dasar laut tapi tidak memberitahu siapa pun selain Wu Sanxing.
“Mereka berdua sama-sama berasal dari keluarga perampok makam, jadi tentu saja mereka takkan ingin melewatkan kesempatan ini. Mereka memanfaatkan fakta bahwa yang lainnya tidak memerhatikan dan menyelinap ke dalam makam kuno ini. Mereka berdua adalah para ahli berkemampuan tinggi jadi seharusnya ini tidak sulit sama sekali. Tapi setelah mereka memasuki makam kuno ini, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, yang menyebabkan Paman Ketigamu berencana membunuh Xie Lianhuan.
“Mustahil untuk mengetahui apa persisnya yang terjadi, tapi kita bisa yakin kalau ketika Xie Lianhuan mendapati dirinya sendiri berada di jalan buntu, dia meninggalkan pesan berdarah pada bata di atas koridor ini. Tetapi ketika dia menulis pesannya, tiba-tiba dia mendapati kalau bata-batanya kopong. Dia mungkin membawa beberapa peralatan sehingga dia bisa menggali terowongan perampok makam dengan sangat cepat, yang pada akhirnya menyelamatkan nyawanya.”
Aku mengangguk – analisanya sejauh ini pada dasarnya tak bercela – dan mendengarkan ketika Muka Datar meneruskan.
“Setelah Xie Lianhuan lolos dari bahaya di depan mata, dia ingin memakai terowongan ini untuk keluar dari makam. Walaupun pada mulanya terjadi beberapa kali kegagalan, dia bisa memakai kemampuan dan pengalamannya sendiri untuk akhirnya lolos dari makam kuno ini. Tentu saja, dia langsung ingin mencari Wu Sanxing dan melakukan pembalasan, tapi siapa yang akan menyangka kalau Wu Sanxing malah membunuhnya dan membuatnya kelihatan seperti telah terjepit terumbu karang dan mati karena kecelakaan.”
Aku merasa agak tidak nyaman ketika mendengar Muka Datar mengatakannya seperti ini, tapi aku tak bisa menemukan alasan untuk membantahnya. Terlebih lagi, dia telah bilang kalau ini cuma teori jadi aku pun memutuskan untuk lanjut mendengarkan.
“Setelah itu, Wu Sanxing membawa seluruh tim ke dalam makam bawah laut untuk tujuan tertentu – atau mungkin memang benar-benar cuma untuk menghindari badai – dan kemudian berpura-pura tertidur. Pada saat ini, aku menemukan rahasia yang dilukis pada porselen dan membawa semua orang ke dasar kolam. Dia mungkin tak menyangka hal ini bisa terjadi jadi dia tak punya pilihan lain selain berpura-pura dirasuki hantu wanita, memancing kami ke dalam ruangan di mana model istananya berada, dan kemudian mengakali kami agar memasuki terowongan di belakang cermin.
“Setelah dia membuat kami tak sadarkan diri. Dia pasti telah melakukan sesuatu pada kami. Dan kemudian entah bagaimana aku berhasil keluar dari makam kuno ini. Aku tak tahu apa yang terjadi pada yang lainnya, tapi aku yakin mereka pasti sudah kehilangan ingatan mereka, persis seperti aku. Bahkan jika pada dua puluh tahun terakhir ini kami kebetulan bertemu, kami hanya akan berpikir kalau pihak lainnya tampak familier.”
Ketika aku mendengar hal ini, aku langsung bertanya kepadanya, “Kenapa pada waktu itu Paman Ketiga tidak membunuh saja kalian semua? Bukankah itu akan jadi lebih mudah?”
“Aku juga tak bisa menerka jawabannya, “ Muka Datar menjawab. “Mungkin dia pikir tidak perlu membunuh kami karena kami sebenarnya tak tahu apa-apa.”
Teorinya nyaris membuat Paman Ketiga jadi kelihatan seperti sesosok monster jahat yang merencanakan semua ini terlebih dahulu, yang benar-benar tak bisa kuterima. Dalam benakku, Paman Ketiga pasti bukan orang seperti itu.
Pangzi sepertinya teringat sesuatu ketika mendengar hal ini dan berkata padaku, “Xiao Wu, aku baru ingat sesuatu yang mungkin bisa menjelaskan semua ini tapi jangan tertawa ketika kau mendengarnya.”
Begitu aku mendengar ini, aku merasa kalau ini adalah saat yang tepat untuk melakukan sesi brainstorming. Bagaimanapun juga, Pangzi memiliki pikiran yang lurus. Kurasa mungkin dia telah terpikirkan sesuatu yang belum terpikirkan olehku, jadi aku mendesaknya agar segera mengatakannya. Dia melirihkan suaranya, sok misterius, dan berkata, “Menurutku ini sebenarnya sangat sederhana. Setelah Paman Ketigamu tiba di tempat ini, dia mungkin telah bertemu sesuatu yang… tidak bersih dan jatuh ke dalam jebakan. Bukankah barusan Xiao Ge bilang kalau Paman Ketigamu menyisir rambutnya seperti wanita? Pikirkanlah. Bukankah dia adalah orang yang menunjukkan bagaimana cara menemukan Gerbang Langit kepada kalian? Siapa lagi yang akan memiliki pengetahuan semacam ini selain hantu tua di makam ini? Menurutku Paman Ketigamu pasti telah berada di bahwa kendali hantu si pemilik makam. Kalau kita berhasil menemukan dia, kita harus menuangkan seember darah anjing padanya dan memaksa hantunya keluar.”
Semakin dia bicara, semakin absurd kata-katanya terdengar dan aku buru-buru berkata padanya, “Penjelasan sialanmu itu kedengaran seperti sesuatu dari ‘Kisah-kisah Aneh Liaozhai’. Aku sudah berada di dekat Paman Ketigaku selama lebih dari dua puluh tahun dan tak pernah melihat dia bertingkah seperti perempuan. Teorimu itu konyol.”
“Aku tak bilang kalau hantu ini pasti adalah wanita,” Pangzi mendebat. “Mungkin ini lebih seperti gangguan mental yang bisa dibagi menjadi ‘kumat’ dan ‘tidak kumat’. Contohnya saja, mungkin Paman Ketigamu masih normal ketika dia berada di sekitarmu, tapi saat dia sendirian, dia menyulam dan berdandan.” Ketika Pangzi berkata demikian, dia membuat gestur anggrek dengan jari-jarinya.
Aku menatapnya dan tertawa, “Apa? Kau ini bicara soal Dongfang Bubai*, ya? Meyulam? Nggak masuk akal sama sekali.”
(T/N: Dongfang Bubai adalah salah satu tokoh dari novel wuxia ‘Xiao Ao Jianghu’ atau ‘Menertawakan Dunia Persilatan’ atau lebih dikenal sebagai ‘Pendekar Hina Kelana’ karya novelis Jin Yong. Dongfang Bubai adalah laki-laki yang telah mengebiri dirinya sendiri demi mempelajari suatu ilmu dan berubah menjadi feminin)
Muka Datar mendengarkan perkataan Pangzi dan berkata, “Tidak, menurutku yang dia katakan sebenarnya mungkin saja. Hal semacam itu pernah terjadi di makam-makam kuno sebelumnya.”
Pangzi melihat kalau ada orang yang sepakat dengannya dan langsung membusungkan dada dengan bangga sebelum berkata, “Lihat kan? Aku, Pangzi, tak pernah bicara sembarangan. Kurasa hal ini punya banyak hubungan dengan fakta bahwa makam ini terletak di dasar laut. Semua ini adalah soal feng shui, terutama yang disebut sebagai ‘suara angin dan air meningkat’. Angin menghembus air dan menghasilkan ombak, tapi ombak berhenti ketika bertemu dengan lebih banyak air. Apa kau tahu kenapa hantu-hantu air mencari pengganti? Ini karena roh-roh mereka tak bisa lepas dari air tanpa memakai inang. Mereka membunuh orang, meninggalkan roh orang itu di dalam air untuk dijadikan pengganti mereka, dan kemudian berpindah ke dalam tubuh kosong itu dan melepaskan diri. Walaupun feng shui dari makam kuno bawah laut ini bagus, makam ini memberikan kerugian besar pada si pemilik makam.
Aku mendengarkan logikanya tapi masih tak bisa memercainya. “Aku akan mengingatnya,” pada akhirnya aku berkata demikian padanya. “Kalau kita benar-benar bisa menemukan Paman Ketigaku, aku akan meminta jimat Buddha yang sudah diberkati dan menempelkan jimat itu ke dahinya lalu lihat apa akan bekerja.”
Masing-masing dari kami memberikan beberapa ide lagi, dan pada saat itu kami semua sudah pulih. Pangzi melihat jamnya dan berkata, “Lebih baik kita tidak rapat di sini lebih lama lagi. Kita harus bergegas pergi dari sini. Kalau seperti yang kubilang dan kita berakhir mati kelaparan di tempat ini, arwah kita takkan bisa keluar dan kita takkan bisa bereinkarnasi. Itu jelas takkan bagus.”
Setelah berkata demikian, dia menggaruk punggungnya dan bertanya padaku, “Xiao Wu, aku tak tahu sejak kapan dimulainya, tapi apa kau belum merasa gatal sejak kita memasuki makam kuno ini?”