Heroine Saves A Gentleman - Chapter 5
- Home
- Heroine Saves A Gentleman
- Chapter 5 - Kalau Kau Sentuh Dia Lagi, Aku Akan Langsung Membunuhmu!
“Anak muda, jangan menatapku seperti ini.”
Si pria tua berkata, “Aku akan memberitahumu apa yang telah terjadi. Kudengar Kediaman Lin telah kehilangan seorang pelarian penting dan ada utusan dari yamen (T/N: semacam kantor pemerintahan / pengadilan) di desa siang tadi yang membawa perintah penangkapan, memeriksa setiap rumah. Siapa pun yang melapor melihat orang itu akan dihadiahi sepuluh tael emas dan pasien ini tampak persis seperti pelarian yang ada di poster.”
Sang tabib mau tak mau menggelengkan kepalanya dan mengesah, “Aku tahu kalau kedua orang pengangguran arogan di Kediaman Lin itu keterlaluan dan dominan. Saat aku melihat betapa parah luka-luka pada saudara ini, aku tak sanggup mengungkapkan keberadaan kalian dan membawa kalian pada mereka. Tetapi karena para pelayan di Kediaman Lin telah mencari di desa ini dua kali, aku tak berani menyembunyikan kalian lagi di sini. Ada kereta keledai di rumah yang bisa kuberikan kepada kalian, jadi cepatlah pergi malam ini juga bersamanya.”
Zhou Xiaoxiao merasa agak malu. Dia memandang sang tabib sebagai orang yang berbahaya sementara pada kenyataannya, adalah sebaliknya. Dia ingin membayar kereta keledainya dengan uang, namun si pria tua menolak tawarannya. Tetapi sang tabib tak memiliki alasan yang tepat, jadi pria tua itu pun menerima sangat sedikit uang pengobatan dari Zhou Xiaoxiao.
Zhou Xiaoxiao menggendong Yu Xingzhi ke atas kereta keledai dan memasang selapis tebal selimut ke atasnya, meninggalkan bulu dan anjing-anjing penarik kereta yang dibawanya dari gunung di griya itu.
Si pria muda menggaruk kepalanya, merasa malu saat melihat kulit harimaunya. “Ayah, aku akan mengantar mereka ke gerbang desa.”
Si pria tua berkata, “Itu boleh juga. Kalau seseorang bertanya tentang ini, katakan saja Wang Da dari Desa Zhangjia terkena epilepsi dan mengundangku ke sana untuk memeriksanya.”
Si pria muda mengantar mereka hingga jauh dari desa dan Zhou Xiaoxiao berpamitan kepadanya di jalan kuno itu.
Dia menatap ke belakang seraya mengendalikan kereta keledai itu, untuk melihat si pria muda melambaikan tangannya, tersenyum dan menampakkan gigi putihnya yang rapi dalam kegelapan.
Kereta keledai itu berjalan perlahan sepanjang malam di jalan lama yang gelap. Seperti biasa, malam ini dingin, sepi, dan sunyi. Namun karena dia memiliki seseorang untuk menemani dirinya, jadi tidak terasa terlalu sepi lagi.
Zhou Xiaoxiao duduk di depan dan menyibakkan tirai ke samping untuk melihat bagaimana keadaan Yu Xingzhi dari waktu ke waktu.
Kapan pun Yu Xingzhi terbangun, pria itu akan menatapnya dengan sorot mata cerah.
Tanpa sadar Zhou Xiaoxiao tertawa dan menepuk-nepuk tas yang berisi segala macam harta karun di belakangnya. Dia memikirkan tentang Yu Xingzhi yang saat ini berada dalam kondisi stabil dan merasakan kegugupannya perlahan-lahan memudar.
Dia menggumamkan pelan sebuah lagu dan menatap saat ufuk timur perlahan-lahan menjadi putih pucat dan kemegahan kilau mentari pagi menyebar ke seluruh permukaan bumi.
“Tidak jauh dari sini adalah Kota Qiong dan rumah leluhur Keluarga Lin ada di sana. Keluarganya memiliki banyak pengaruh di dalam kota itu, jadi kita tak boleh masuk ke dalam kota; yang berarti kita harus memutar jalan dan mungkin menghabiskan semalam lagi di luar,” ujar Zhou Xiaoxiao ke arah kota saat kereta keledai itu masuk ke jalan resmi.
Pada saat ini, dia samar-samar mendengar kumpulan suara tapal kuda yang mencongklang di jalan dan dia pun melihat ke belakang untuk mendapati sekelompok orang mengejar mereka.
Mereka mengincar kami!
Zhou Xiaoxiao terperanjat dan menggebah keledainya agar berjalan secepat mungkin. Akan tetapi, bagaimana bisa seekor keledai menang melawan kuda? Dalam waktu beberapa detik, samar-samar dia bisa mendengar mereka berkata, “Berhenti! Jangan berpikir untuk lari!” Zhou Xiaoxiao luar biasa gelisah, namun tak tahu apa yang harus dilakukannya selain mencambuki punggung si keledai.
Pada saat ini, tirai di belakangnya digeser ke samping dan sebuah tangan putih pucat terulur dan mencengkeram tali kekang.
Sementara Zhou Xiaoxiao tercengang, Yu Xingzhi menggenggam tali kekang dengan satu tangan dan mencengkeram kerah bajunya dengan tangan lain, melemparkan dirinya ke arah sesemakan di tepi jalan.
Zhou Xiaoxiao merasa dunia berputar.
Dia bergulingan jatuh di lereng dan mengerang, kepalanya jelas terasa pusing.
Saat dia akhirnya menyadari apa yang terjadi, didengarnya kuda mencongklang dengan orang-orang berada di atasnya, mengejar kereta keledai itu.
Mungkin karena sebelumnya mereka berada dalam jarak yang cukup jauh, mereka jadi tak menyadari kalau kusirnya telah berubah, dan bahkan tentang keberadaan Zhou Xiaoxiao, yang telah dilempar keluar dari kereta di tengah jalan.
Zhou Xiaoxiao bergegas memanjat lereng itu, meski dirinya terjatuh beberapa kali dan melihat kereta keledainya terbalik tak jauh dari dirinya. Banyak sekali kuda yang mengelilinginya dan Zhou Xiaoxiao bersembunyi di belakang semak, diam-diam mendekat.
Dari celah di antara sesemakan, dia melihat pimpinan dari kelompok itu.
Pria itu menunggangi seekor kuda yang tinggi dan kokoh serta mengenakan jubah berpola awan ungu. Orang itu memiliki alis miring dan kantong mata, sebuah tusuk rambut bunga terselip di belakang telinganya. Dia adalah putra kedua Keluarga Lin, Lin Bingzhi.
Begitu Zhou Xiaoxiao melihat dirinya, rasanya seakan dirinya terjatuh ke dalam freezer. Dalam ingatan Zhou Dujuan, tuan kedua dari Keluarga Lin adalah tiran lokal yang telah melakukan segala macam perbuatan jahat. Bukan hanya dia menindas pria dan wanita, dia juga memiliki sifat menyimpang dengan metode-metode yang kejam dan keji. Tak terhitung jumlah gadis dan pria muda yang telah disiksa sampai mati olehnya.
Saat ini, dia sedang menatap pongah pada para penjaganya yang tengah mengikat Yu Xingzhi.
Zhou Xiaoxiao berbaring di belakang semak dan tak berani bergerak sedikit pun. Tubuhnya gemetar ketakutan, namun hatinya juga terasa sakit.
Kemudian, dia melihat pasangan ayah dan anak tabib dari Lijiatun didorong keluar dari kerumunan dan dipaksa untuk berlutut di tanah, tangan terikat di belakang punggung mereka. Lin Bingzhi berjalan menghampiri si pria muda dan mencabut sebilah belati yang berkilau dan tajam, lalu menusuknya.
Pemuda yang masih tersenyum dan melambaikan tangan kepada Zhou Xiaoxiao kemarin kini mengerang, terjatuh ke tanah. Setelah mengejang sesaat, dia pun berhenti bergerak.
Zhou Xiaoxiao menutupi mulutnya dengan syok dan perasaan takut menderu dalam benaknya. Dia mengendalikan dirinya sendiri dan tetap diam.
Sang tabib tua melemparkan dirinya sendiri pada tubuh putranya, terisak keras dan memaki, “Bajingan! Kenapa kalian begitu kejam?! kalian bilang kalau selama kalian menemukan orangnya, kalian akan melepaskan aku dan putraku! Aku sudah menunjukkan jalan kemari, melawan hati nuraniku sendiri, tapi kalian tega membunuh putraku! Dasar iblis!”
Sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya, belati itu telah menyayat tenggorokannya dan darah segar pun memancar. Bahkan bila dia masih ingin memaki Lin Bingzhi, dia hanya bisa membuat suara-suara lirih.
Pada akhirnya, dia terjatuh di atas mayat putranya.
Lin Bingzhi menatap penuh minat pada kedua mayat yang teronggok dalam genangan darah itu dan pergi, dengan tidak puas.
Kelompok tersebut menaruh Yu Xingzhi ke atas punggung kuda dan mereka pun berderap menuju Kota Qiong.
Saat mereka sudah berada jauh, Zhou Xiaoxiao perlahan merayap keluar dari sesemakan.
Dia membantu si tabib tua yang masih memiliki sisa napas.
Saat si tabib melihat dirinya, pria tua itu terisak dan berkata dengan suara parau, “Ma… maafkan aku. Aku juga tak punya pilihan lain. Saat mereka melihat jejak kalian pernah berada di sini, mereka mengancamku dengan nyawa putraku.” Begitu dia menyelesaikan kalimat ini, dia pun memejamkan matanya.
Mungkin ini karena amarah yang luar biasa, namun Zhou Xiaoxiao perlahan berhenti gemetar ketakutan. Dia bahkan bisa merasakan dirinya menjadi lebih tenang daripada sebelumnya.
Dia menemukan sehelai kain dari kereta yang rusak dan membungkus jenazah-jenazah ayah dan anak tersebut.
“Kalian berdua terlibat gara-gara aku. Selamat tinggal, aku akan membalaskan dendam kalian.”
Dia berlutut dan berkowtow tiga kali, memasukkan semua obat-obatan yang bisa dipakainya ke dalam tas. Kemudian, dia mulai berjalan menuju Kota Qiong.
Saat dia memasuki kota, dia mengandalkan pada ingatan tubuh ini ketika tinggal di Kediaman Lin sebagai seorang anak dan kemudian dengan cepat menemukan Kediaman Lin. Dia mengamati dindingnya dan berjalan memutarinya.
Saat ini, bila ada orang di sini, mereka akan melihat seorang gadis muda berlutut di atas pasir dan memakai ranting bambu untuk menggambar sebuah peta, di sudut hutan Kediaman Lin. Dia tampak menyimpulkan sesuatu tanpa suara dalam hatinya dan memakai ranting kurus itu untuk mengetuk pelan pada pasir tersebut.
Meski si gadis masih muda, dirinya menguarkan aura dingin membekukan yang tak sesuai dengan usianya. Dia menatap tajam ke depan, seakan mampu menembus dinding dan memasuki griya dalamnya.
Setelah itu, dia berdiri dan menghapus petanya, kembali berjalan ke dalam kota untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan.
Malamnya, di dekat dinding tinggi Kediaman Lin, ada satu sosok kecil mungil yang mengenakan pakaian hitam.
Sosok itu mengambil sebatang bambu dari tumpukan dan dengan lincah melompati dinding dengan memanfaatkan dayanya.
Dia menggigit belati dan melihat sekelilingnya sebelum melompat turun. Saat dia tiba di tanah, terdengar suara lirih seperti dengkuran kucing.
Kemudian, sosok itu menghilang di dalam sesemakan dan dia pun berjalan di kegelapan, dengan cepat mengarah ke griya dalam, seakan dirinya sangat familier dengan sekelilingnya.
Dia adalah Zhou Xiaoxiao. Paginya, dia telah memikirkannya dengan seksama dan memutuskan untuk memakai keahlian dan jurus-jurus beladiri serta juga ingatan saat tinggal di Kediaman Lin bersama dengan sang ayah milik si empunya tubuh, Zhou Dujuan. Dia memutuskan untuk datang menyelamatkan Yu Xingzhi di malam hari yang mana akan menjadi kesempatan terbaik.
Ada dua orang pelayan yang berjaga di malam hari, berjalan berkeliling dengan membawa lentera mereka ketika mereka mendengar suara langkah kaki yang samar.
“Apa itu kucing?”‘
Salah satu dari mereka mendekatkan lenteranya untuk melihat.
Semuanya tiba-tiba menjadi gelap dan keduanya merasakan serangan kuat pada bagian belakang kepala mereka pada saat bersamaan. Seketika, mereka pun kehilangan kesadaran dan terjatuh ke lantai.
Zhou Xiaoxiao muncul di belakang mereka dan menyeret kedua orang yang tak sadarkan diri itu ke belakang gunung buatan. Kemudian, dia melepaskan pakaian mereka dan menukar bajunya. Lalu untuk yang lain, dia memutuskan untuk disimpan demi penggunaan di masa mendatang.
Kemudian, dengan mudah dia menemukan jalannya menuju ke gudang, mencari kerosin dan barang-barang lainnya yang bisa dipakai untuk menyulut api. Dia menuangkan kerosinnya pada tempat-tempat tersembunyi dan mempersiapkan jebakan. Dia memperhitungkan waktu bagi api untuk menyala.
Setelah mempersiapkan semuanya, Zhou Xiaoxiao diam-diam berjalan menuju ke kamar Lin Bingzhi.
Di dalam kamar yang megah dan indah, Yu Xingzhi terbaring di atas sebuah meja bulat berukir yang indah.
Seorang pria duduk dengan nyaman di seberangnya dan tatapan yang dipakai pria itu pada dirinya sungguh memuakkan dan tak senonoh ketika menatap Yu Xingzhi dari atas ke bawah.
Si pria menjilat bibirnya dari waktu ke wakatu dan mendecakkan lidahnya dengan gaya vulgar. Dia bertanya dengan nada girang, “Aku tak mau kau bilang kalau aku tak memberimu kesempatan. Aku akan tanya lagi padamu, siapa yang telah membantumu melarikan diri dari kakakku?”
Yu Xingxhi memalingkan kepalanya ke arah lain tanpa bersuara, namun dia memang merasakan takut yang mendalam di hatinya.
Dia tak mau memikirkan tentang rasa malu dan penghinaan luar biasa yang akan dialaminya.
Jemari Lin Pingzhi dingin dan menjijikkan seperti ular ketika merayap di wajahnya. Yu Xingzhi membenci dirinya sendiri atas kelemahannya waktu itu; dia seharusnya mengakhiri hidupnya sendiri sebelum dirinya terjatuh ke tangan si mesum ini.
Dia memejamkan matanya dan berpikir, orang itu seharusnya sudah berhasil kabur dengan selamat. Ini mungkin adalah satu-satunya hal yang patut untuk dirayakan sebelum dirinya terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar.
Lin Bingzhi luar biasa kegirangan pada saat ini ketika dia mengulurkan tangan dan menangkup wajah Yu Xingzhi dengan tangannya. Dia teringat kembali masa-masa ketika dia pergi ke Jingdu bersama dengan ayah dan kakaknya saat dirinya masih muda dan melihat pria ini, putra kelima Keluarga Yu yang cemerlang. Pada saat itu, Yu Xingzhi diperlakukan bagai mutiara yang berharga di telapak tangan semua orang, dan dia bahkan tak punya kualifikasi untuk bicara kepada pemuda itu.
Sekarang, pria yang paling cemerlang dan dan menyilaukan dari Jingdu telah jatuh ke tangannya sendiri dan dia bisa melakukan apa pun yang dia suka dengan pria ini.
“Karena kau tak bisa membedakan antara baik dan buruk, maka jangan salahkan aku karena tak punya perasaan.” Dia mencengkeram dan menarik wajah Yu Xingzhi yang bagaikan kumala ke arahnya dan berkata penuh senyum, “Aku akan membuatmu menyesal telah dilahirkan.”
Akan tetapi, dia tak melihat rasa takut yang dibayangkannya akan dia lihat di mata Yu Xingzhi. Alih-alih, dia melihat Yu Xingzhi mengerjapkan matanya dengan kaget.
Pada saat bersamaan, sebilah belati yang dingin ditekankan pada lehernya. Sebuah suara yang dingin terdengar di belakangnya, “Kalau kau berani menyentuh sehelai rambut lagi, aku akan membuatmu bahkan tak bisa menjadi manusia!”