I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 21
Kuil Yong’an dibanjiri oleh korban flu, dan orang-orang yang sakit parah telah berbaris dari dalam hingga ke luar kuil, menutupi anak tangga gamping yang jumlahnya lebih dari seratus.
Ketika Lu Huan datang lagi, dia melihat kuilnya sudah semakin ramai saja, dan seseorang telah memasang meja untuk membagikan bubur nasi kepada para korban.
Dia sedikit mengernyit, agak kaget, karena sejak badai salju terjadi, ada banyak orang yang kelaparan dalam waktu lama, namun tak ada upaya apa pun yang diambil oleh para pejabat Ibu Kota.
Bagaimana sekarang bisa ada orang yang berbaik hati membagikan bubur?
Dia sedikit menanyakannya.
Dan di sisi lain layar, Su Xi mempelajari sedikit plotnya. Ternyata —
[Orang yang membagi-bagikan bubur dengan murah hati adalah seorang karakter bernama Zhong Ganping.]
[Zhong Ganping: berdagang sutra, produk-produk pertanian, penginapan, dan sebagainya di Ibu Kota, memiliki lahan subur, dan bisa dianggap sebagai karakter yang pintar dan dihormati. Dia merupakan satu dari sepuluh pebisnis terkaya di Ibu Kota.]
[Dia akhirnya memperoleh seorang putra di usia senjanya dan sangat menyayangi putranya yang berusia dua tahun ini, namun baru beberapa hari yang lalu, putranya yang berharga juga terjangkit demam typhoid. Dia mengundang tabib terbaik untuk memeriksa anak itu, namun tak kunjung sembuh!]
Rambutnya telah memutih dalam semalam akibat kecemasan dan sakit hati!
[Ketika peti putranya yang masih kecil sudah siap, dia benar-benar tak sanggup menerima hasilnya, jadi dia pun menyuruh pelayan keluarga agar pergi ke Kuil Yong’an demi membagi-bagikan bubur dan makanan kepada para rakyat jelata, berharap bisa mengumpulkan jasa dan berdoa memohon berkah.]
Su Xi, dengan intuisi seorang gamer, merasakan kalau Zhong Ganping akan menjadi NPC kunci, kalau tidak namanya akan menjadi ‘Pedagang A’.
Setelah Lu Huan selesai mencari tahu, dia berpikir sejenak, pergi ke tempat pengurus Kuil Yong’an dan meminjam tungku untuk merebus obat. Di situ, Su Xi mencari pria bernama Zhong Ganping ini.
Benar saja, dia menemukan pria itu di dalam sebuah ruangan sunyi di dalam kuil, sedang berlutut dengan wajah penuh kecemasan. Di sampingnya ada seorang wanita paruh baya yang mengenakan mantel kuning yang indah, terus-terusan menyeka air mata dan menyalin kitab sui di tangannya.
Pasangan itu sedang berdoa untuk putra bungsu mereka, yang belum juga sembuh dari penyakit yang telah lama dideritanya.
Zhong Ganping berkata dengan air mata membasahi matanya, “Bodhisattva, berkatilah saya. Saya telah menjalani sebagian besar hidup saya dan tak pernah berbuat salah. Tidaklah mudah bagi saya untuk memiliki putra! Kalau dia tak bisa sembuh, saya dan istri saya lebih baik ikut mati bersama dengannya! Mohon bukalah mata Anda, putra saya harus lepas dari bencana ini!”
Ketika Su Xi melihat permohonannya muncul di layar, dia dapat ide.
Ditekannya jarinya pada layar dan menggesernya.
Dia melihat rupang Bodhisattva Guanyin di depan Zhong Ganping dan perlahan mengubah posisinya.
Zhong Ganping langsung menatap dengan mata membelalak dan bertanya-tanya apakah dirinya sedang berhalusinasi. Dia kembali mengedarkan pandangan di dalam ruangan sunyi ini. Hanya ada dirinya dan istrinya di tempat ini, dan pintu serta jendela juga tak terbuka. Tak mungkin karena angin.
Dia menyeka matanya dan kembali menatap pada Bodhisattva Guanyin itu.
Tapi, lihatlah, lihatlah —
Sekali lagi Bodhisattva Guanyin bergerak tepat di hadapannya!
Tidak, dia tidak salah lihat. Ini bukan ilusi. Bodhisattva-nya benar-benar bergerak!
Orang yang tak pernah membaca buku amat percaya pada hantu dan dewa, apalagi putra Zhong Ganping sedang sakit parah dan sekarat. Dia telah menanti-nantikan Bodhisattva sampai jadi gila!
“Bodhisattva telah datang?!”
Zhong Ganping melompat bangkit dengan kaget dan girang, tetapi karena takut mengganggu Bodhisattva Guanyin, dia pun buru-buru menjatuhkan diri untuk berlutut.
Gerakan berlutut Zhong Ganping ini nyaris membuat Su Xi terperanjat. Dia melihat si pedagang berlutut sedemikian kerasnya sampai lututnya berdarah!
Zhong Ganping berkowtow tiga kali berturut-turut dengan sangat keras dan berkata dengan air mata penuh kegetiran: “Bodhisattva, hamba mohon kepada Anda, mohon berkatilah putra hamba!”
Istri Zhong Ganping, yang tak tahu apa yang tengah terjadi, menatap suaminya dengan ngeri, berpikir kalau pria itu sudah kehilangan akal sehat.
Namun Zhong Ganping segera menariknya agar ikut berlutut, lalu berkata penuh semangat: “Karena Bodhisattva sudah muncul, harap beri hamba instruksi bagaimana cara menyelamatkan putra hamba!”
Su Xi sudah akan mencari tahu bagaimana cara membimbing si anak dengan petunjuk ini ketika dia mendapati bahwa sepertinya sedang terjadi konflik di kuil dan beberapa gelembung percakapan terus bermunculan.
Dia tak peduli lagi dengan Zhong Ganping dan bergegas mengganti antarmukanya dengan pemandangan di luar kuil.
Anak itu sudah merebus sup obat dengan tungku yang dipinjam dari pengurus kuil. Kayu bakarnya mengepulkan asap yang menyesakkan, wajah putih menggemaskan Lu Huan kotor oleh sejumlah bercak jelaga, dan bajunya kusut berantakan karena ada terlalu banyak pasien di kuil.
Namun tak satu pun dari pasien-pasien di sekitarnya yang mengambil obatnya. Mereka hanya menatapnya dengan curiga dan rasa tak percaya.
“Anak muda ini, kau bilang obatmu memiliki efek luar biasa untuk menyembuhkan flu, tapi bagaimana kau bisa membuktikannya? Bagaimana kalau setelah meminumnya kami malah mati?”
“Apa dia tabib palsu lagi?”
Rahib yang menyapu lantai di kuil juga menasihati: “Ya, anak muda, jangan terus berada di sini. Ada terlalu banyak pasien di sini. Pulanglah sebelum kau tertular.”
Seorang pria paruh baya yang batuk-batuk berkata marah, “Kalau tabib palsu datang untuk menipu, aku akan melaporkannya pada yang berwenang!”
Su Xi tak menyangka kalau tugas ini ternyata bukan tugas yang sederhana. Gambar-gambar sederhana dari rakyat jelata ini ternyata masih memiliki kewaspadaan mereka sendiri dan menolak meminum obat anak itu.
Dia memikirkan cara untuk memajukan plotnya ketika dilihatnya mata si anak menatap pada orang di sekelilingnya, mengambil semangkuk obat, meminumnya, meletakkan mangkuknya, lalu berkata pada orang-orang ini, “Kalau aku meminumnya terlebih dulu, apa kalian masih berpikir kalau obat ini beracun?”
Setelah si anak melakukan hal ini, orang-orang membelalakkan mata mereka dengan kaget, dan sikap mereka pun sedikit berubah.
Akan tetapi, di kuil ini, sudah ada tiga orang tabib yang diundang oleh Zhong Ganping dan Tuan Zhong telah menyediakan agar tabib-tabib ini ditemui secara cuma-cuma. Meski obat yang diberikan oleh tabib-tabib itu kepada sebagian besar orang sakit ini tak menghasilkan efek sama sekali, setidaknya mereka adalah tabib sungguhan!
Dan anak muda bermantel hitam ini, yang kelihatannya masih remaja, tiba-tiba bilang kalau dia punya obat yang bisa menyelamatkan nyawa. Siapa yang akan memercayainya?
Dia cuma anak dari suatu keluarga yang menyelinap keluar untuk mengerjai orang, mengambil seonggok tanah hitam lalu merendamnya ke dalam air, menipu orang-orang untuk meminumnya, kan?
Para tabib juga merasa seakan wajah mereka telah ditampar, dan menyuruh orang-orang di sekitar mereka agar mengusir Lu Huan:
“Bocah ini datang dari mana? Cepat pergi, jangan menghalangi jalan!”
Salah satu dari mereka mendorong-dorong Lu Huan.
Su Xi merasa sedikit marah. Dia itu datang untuk menyelamatkan kalian, kenapa kalian bodoh sekali? Su Xi sudah akan mendorong orang yang mengulurkan tangan ke arah Lu Huan, tapi Lu Huan sudah mendahuluinya, mundur selangkah dan memuntir pergelangan tangan orang itu dengan raut dingin.
Si pria tak pernah menyangka kalau pemuda ini ternyata begitu kuat. Dia menggosok pergelangan tangannya, terperanjat.
Lu Huan melepaskannya dan berkata dengan wajah dingin kepada orang-orang itu:
“Ini ada semangkuk obat lagi. Kalau ada yang bersedia mencobanya dan menunggu hingga besok, mereka pasti akan sembuh total, seperti yang kubilang.”
Begitu dia berkata demikian, beberapa orang di antara kerumunan tampak ragu. Bagaimanapun, ini lebih baik daripada memberikan obat itu kepada kuda mati.
Bahkan kalau remaja ini dengan gegabahnya berusaha menipu orang dengan obat palsu, memangnya bisa lebih buruk daripada situasi sakit parah saat ini?
Jadi seorang pemuda berwajah kekuningan yang sudah megap-megap berdiri dan berkata kepada Lu Huan: “Apa aku… bisa mencobanya?”
Lu Huan menyerahkan obat itu kepadanya.
Dia menerima mangkuknya, membaginya menjadi beberapa tegukan, dan menghabiskannya dengan gugup.
Sesaat setelah meminumnya dia tak merasakan efeknya, dan masih terbatuk hebat dan bahkan memuntahkan darah.
Sekelompok orang di sekitar mereka yang menonton kejadiannya, merasa separuh penasaran dan separuh merendahkan, merasa kecewa dan berpencaran, memaki: “Aku tahu kalau bocah ini sedang menipu orang, tapi masih saja ada orang yang memercayainya!”
Lu Huan sudah memperkirakan kalau hal semacam ini akan terjadi, sehingga tak ada perubahan pada wajahnya yang ada di bawah topi kasa hitam itu.
Dia baru mencoba membuat dua paket obat, tetapi setelah pemuda tadi meminumnya, dia pun mengemasi tasnya dan langsung pergi.
Su Xi melihat Lu Huan langsung pergi, jadi dia buru-buru mengganti antarmukanya, mengikuti Lu Huan pulang dan mengamatinya sebelum kembali mengganti antarmukanya. Zhong Ganping masing berkowtow gila-gilaan di dalam kamar sunyi itu.
Su Xi: “…Maafkan aku, Tuan Juragan Kaya.”
****
Ketika Lu Huan pulang, hari sudah sore, dan catatan itu masih tergeletak diam di atas meja. Tapi dia tahu kalau mungkin belum saatnya bagi orang itu untuk muncul, jadi dia tak terburu-buru.
Sorenya dia mengambil sepotong kayu, bersandar pada kepala ranjang dan mulai mengukir sesuatu. Cahaya lilin berkedip-kedip di bawah tepian atap dan menerpa wajahnya lewat jendela, melingkupinya dengan cahaya samar. Dirinya tampak sangat fokus.
Su Xi penasaran apa yang sedang dia ukir.
Karena semua yang dilakukan anak itu sebelumnya, termasuk mengambil air untuk tanaman dan berbelanja di jalan, semuanya adalah untuk bertahan hidup, ini adalah kali pertama Su Xi melihat anak itu melakukan sesuatu yang tidak penting, dan bahkan tampak santai dan elegan.
Meski anak itu tidak terlalu mahir menjahit, dia sangat cekatan dalam mengukir. Tangan kecilnya yang memegang pisau bergerak naik turun seperti terbang, dan segera setumpuk debu kayu teronggok di atas lantai di sebelah kepala ranjang.
Meski untuk saat ini dia tak bisa melihat apa yang diukir anak itu, Su Xi begitu tertarik kepadanya sehingga dia tak bisa menahan diri untuk melompat-lompat menuju kulkas demi mengambil sekaleng cola dan sekantong keripik kentang lalu lanjut menonton.
Segera, hari di dalam game pun menjadi malam, dan setelah melihat anak itu akhirnya meletakkan kayu yang diukirnya lalu memadamkan lampu untuk tidur, Su Xi membeli sejumlah obat dari toko untuk diletakkan di atas meja Lu Huan.
Di toko ada semua jenis obat-obatan.
Su Xi mencari obat untuk mengobati wabah, luka terpanah, dan cacar; tetapi obat itu sedikit lebih mahal daripada barang-barang lainnya.
Obat flu harganya dua puluh koin emas sebungkus, yang berarti dua puluh sen dalam mata uang asli.
Sejak Su Xi mulai memakai mata uang dalam game, dompetnya telah menipis dengan cepat. Tapi untung saja berkat misi terakhir ini, koin-koin emas yang diberikan oleh sistem telah bertambah hingga beberapa ratus.
Jadi dia membeli lima puluh bungkus obat dan menumpuknya dengan rapi di atas meja.
Dan, setelah meragu, dia pun mengambil catatan itu.
Sungguh sayang kalau tidak mengambilnya. Tulisan tangan anak itu sangat indah.
Sama seperti sebelumnya, dia menguburkannya di dalam tempat rahasia di hutan bambu.
Su Xi tidak melakukannya hingga anak itu tertidur. Di tempat Su Xi, saat ini juga malam hari. Ibunya datang untuk mendesaknya tidur, jadi dia pun menguap dan offline untuk sementara waktu ini.
Sebelum tidur, dia masih memikirkan tentang memasak, tapi Su Xi sendiri tak bisa memasak, dan mi panjang umur dari kali terakhir dibeli langsung dari toko.
Namun kali ini, dia berniat memikirkannya secara seksama dan memasak masakan istimewa.
Lagipula, menurut jalan cerita game-nya, masakan yang berbeda mungkin akan memicu plot-plot kunci yang berbeda.
****
Namun keesokan harinya, situasi di Kuil Yong’an telah meledak!
Pria muda yang meminum obat Lu Huan kemarin adalah Chang Gongwu. Dia datang ke Ibu Kota untuk mencari pekerjaan, tetapi tertular flu dan diusir oleh pemilik penginapan, jadi dia pun harus tinggal di Kuil Yong’an dan bertahan hidup dengan sumbangan.
Dia begitu miskin sampai-sampai tak punya uang untuk mengunjungi tabib, dan dia sudah siap menunggu ajal, tapi siapa yang menyangka – setelah lewat semalam, flunya sudah benar-benar sembuh!
Bukan hanya perasaan pusingnya menghilang, tapi batuknya juga sudah lenyap, dan sekujur tubuhnya jelas-jelas beberapa kali lipat lebih bersemangat!
Tabib di Kuil Yong’an begitu terperanjat ketika memeriksa nadinya dan merasa yakin kalau pemuda itu mendadak sudah sembuh dari flunya dalam waktu semalam!
Chang Gongwu begitu kegirangan sampai-sampai dia nyaris pingsan di dalam kuil. Dia kira dirinya akan mati, tetapi karena cepat atau lambat dia toh akan mati, sekalian saja dia meminum obat dari bocah remaja misterius itu. Tapi tak pernah dia sangka kalau obatnya ternyata benar-benar obat ajaib!
Banyak orang di Kuil Yong’an yang menyaksikan kejadian kemarin dengan mata kepala mereka sendiri untuk sejenak merasa kecewa.
Ditambah lagi, orang-orang yang tidak mengambil mangkuk obat tersebut karena kemarin mereka mencurigai si remaja jadi sangat menyesal sampai-sampai hati mereka terasa sakit.
Beberapa di antara mereka sakit parah dan beberapa di antaranya sakit ringan.
Yang sakitnya ringan merasa bahwa masih ada kesempatan untuk bertemu lagi dengan si remaja dan meminta semangkuk obat ajaib lainnya, tetapi yang sakit parah sudah tampak sangat sakit sampai-sampai dia tak tahu kapan dia akan mati. Dia sangat menyesal sampai-sampai matanya berputar dan sudah hampir pingsan!
Cerita ini menyebar dengan cepat di seluruh Kuil Yong’an.
Ratusan pengungsi pun mendengarnya.
Zhong Ganping sangat ingin menyelamatkan putranya dan tak mau melepaskan secercah harapan ini. Ditambah lagi, ketika dia melihat Bodhisattva muncul di dalam kamar sunyi kemarin, seketika itu dia hampir meyakini kalau pemuda itu adalah petunjuk Bodhisattva kepadanya! Setelah dia berkata bahwa kemarin Bodhisattva sudah muncul, orang-orang di kuil dan kerabat mereka jadi lebih bersemangat lagi. Apakah mereka benar-benar bisa terselamatkan?
Namun keesokan paginya, pemuda berbaju hitam itu tidak datang lagi.
Semua orang di Kuil Yong’an merasa gelisah dan mulai berkowtow gila-gilaan pada Bodhisattva, terutama Zhong Ganping.
Dia berjalan mondar-mandir di dalam kamar sunyi, begitu cemas hingga menyesali dirinya yang tak keluar untuk melihat keributan di luar kemarin, dna tanpa diduga telah membiarkan pemuda yang telah dikirim oleh Bodhisattva pergi! Dan semangkuk obat mujarab satu-satunya diberikan kepada Chang Gongwu yang bukan siapa-siapa itu?!
Bagaimana dengan putranya?
Zhong Ganping buru-buru mengirim perintah untuk mencari tabib muda yang kemarin secepatnya.
Dengan demikian, masalah ini pun segera menyebar ke orang-orang di luar kuil.
Banyak orang di Ning Wangfu yang juga sudah mendengar tentang hal itu dan si Penjaga Nomor Tiga, yang sering berkeliaran menjual telur di pasar luar, juga telah mendengarnya lalu kembali ke ayah angkatnya, Koki Ding. Keduanya jadi penasaran apakah si tabib muda adalah orang yang telah diam-diam memberi mereka obat flu pada waktu itu. Tidak, tidak, tidak. Kalau begitu, orang itu telah menyelamatkan nyawa ayah angkatnya dan merupakan seorang penolong besar!
Kemudian Zhong Ganping ingin mencari si tabib muda, dan Koki Ding juga ingin menemukannya. Bagaimana bisa dia tidak membalas jasa orang yang telah menyelamatkan nyawanya?
Akan tetapi, kalau mereka bisa menemukannya, bagaimana cara mereka membalasnya?
Pasangan ayah dan anak itu merasa gundah. Karena simpanan mereka sudah dihabiskan untuk pengobatan sebelumnya, kini, meski masih ada sedikit koin yang diperoleh dari melakukan tugas dari Tuan Muda Ketiga, tetap saja tidak cukup untuk membayar orang itu.
Si Penjaga Nomor Tiga merasa sangat melankolis. Kini, pada akhir musim dingin, bahkan meski dia melakukan pertunjukan menghancurkan batu di atas dada di jalanan, tetap saja takkan menghasilkan banyak uang. Sekarang barang yang paling menguntungkan adalah makanan!
Tiba-tiba dia terpikirkan tentang ayam-ayam betina Tuan Muda Ketiga.
Ayam-ayam itu bisa mengeluarkan banyak sekali telur, dan Tuan Muda Ketiga juga punya sangat banyak. Kalau dia meminjam satu di antara ayam-ayam itu, apakah Tuan Muda Ketiga akan mengetahuinya?
Dia berjanji kalau hanya akan meminjamnya sebentar untuk mengeluarkan lebih banyak telur, dan setelah memperoleh sedikit perak, dia akan segera mengembalikannya kepada Tuan Muda Ketiga.
Penjaga Nomor Tiga bukan jenis orang yang tahu cara mencuri, tapi pada saat ini, mempertimbangkan bahwa dia tak bisa membayar kebaikan karena telah menyelamatkan nyawanya, ide itu pun melintas dalam benaknya.
****
Kisah tentang orang sekarat di Kuil Yong’an yang terselamatkan berkat semangkuk obat pun segera menyebar hingga ke telinga Ning Wangfei.
Seberkas harapan menyala dalam hatinya yang gelisah, dan hampir seketika itu juga dia memerintahkan sekuat tenaga, “Kau harus membawakan orang ini padaku dalam waktu tiga hari, pemuda itu harus ditemukan untukku, dan obat yang bagus harus dibawakan untuk Wenxiu!”
Orang-orang di sekitarnya dalam hati berpikir bahwa di Ibu Kota sebesar ini, bagaimana bisa semudah itu menemukan orang yang bahkan tak ketahuan wajahnya dalam waktu tiga hari?
Sang wangfei tampak penuh martabat sepanjang hari, tapi sebenarnya, dia telah melakukan begitu banyak hal untuk menekan orang. Tuan Muda Kedua telah jatuh sakit sejak keluar dari sungai, ini benar-benar karma.
Tentu saja, tak ada seorang pun yang berani mengucapkan hal ini, jadi mereka buru-buru keluar untuk mencari orang itu.
Ning Wangfei, yang telah merasa cemas dan tak terurus selama berhari-hari, kembali duduk di pinggir ranjang, meraih tangan Lu Wenxiu, dan menghembuskan napas lega.
Sekarang karena seseorang telah disembuhkan, hal itu menunjukkan bahwa si tabib muda benar-benar punya kemampuan. Asalkan dia menemukannya, Wenxiu bisa disembuhkan.
Dia berpikir, mencari seseorang itu mudah.
****
Pada saat ini, orang-orang sedang bicara di Kuil Yong’an, dan orang-orang yang sakit parah mengeluhkan tentang orang yang kemarin.
— “Andai saja bukan gara-gara komentar jahatmu, bagaimana mungkin tabib muda yang kemarin itu sampai mengemasi barang-barangnya dan pergi tanpa bilang apa-apa? Semua salahmu sampai kita tak dapat obat!”
— “Memangnya kau bisa menyalahkan aku? Kemarin kalian semua tak percaya, berpikir kalau remaja itu berbohong!”
— “Sekarang kita harus bagaimana?”
— “Kalau kita tak bisa menemukan tabib hebat itu, kita tetap harus menunggu ajal!”
Ketika Lu Huan bangun, dia sudah berencana untuk merebus sisa obatnya terlebih dahulu dan kemudian menuangkannya ke dalam kantong air, sehingga tak perlu memakai tungku pengurus kuil untuk merebus obat di dalam kuil yang ramai seperti kemarin, yang mana akan menghabiskan banyak waktu.
Selain itu, dia berencana melewatkan waktu untuk menyelesaikan mengukir benda yang semalam.
Jadi paginya dia tidak pergi ke Kuil Yong’an.
Tapi dia tak pernah menyangka kalau pagi-pagi sekali akan muncul tambahan 50 bungkus obat di atas meja.
Tentang kemunculan mendadak banyak barang di rumah dan halamannya sendiri itu, perlahan-lahan Lu Huan sudah jadi terbiasa dan tidak seterkejut seperti ketika untuk pertama kalinya dia melihat selimut yang mendadak berubah.
Namun obat-obatan ini bisa dianggap sebagai hujan yang turun tepat pada waktunya.
Mungkinkah orang itu tahu kalau kemarin dia sudah pergi ke Kuil Yong’an dan tahu apa yang telah dia lakukan?
Perasaan diawasi setiap saat ini membuat hati Lu Huan terasa sedikit rumit.
Baginya, ini adalah perasaan yang tak pernah dirasakannya sebelumnya. Karena sejak kecil, tak ada seorang pun yang peduli kepadanya. Tak ada seorang pun yang peduli apakah dia hidup atau mati, apalagi sampai mengawasi setiap langkahnya.
Tapi samar-samar dia merasa kalau sepertinya dia tak punya penolakan—
Bahkan, pada titik tertentu, sepertinya dia menantikan kemunculan orang itu dan berkomunikasi dengannya.
Selain itu, catatan terima kasih di atas meja juga telah diambil oleh pihak lainnya.
Meski orang itu masih tak meninggalkan jawaban apa pun, Lu Huan mendapati bahwa sebelumnya orang itu hanya datang sekali setiap tiga atau empat hari, dan kemarin, tampaknya adalah pertama kalinya, orang itu muncul dalam dua malam berturut-turut.
Ini berarti bahwa setelah dia mulai meninggalkan catatan, orang itu mulai lebih sering berhubungan dengannya.
Entah kenapa, hanya mengetahui hal ini saja, tanpa disangka hati Lu Huan samar-samar terasa gembira. Mereka hanya tidak menunjukkan wajahnya.
Memikirkan hal ini, hari ini Lu Huan pun meninggalkan benda itu beserta sebuah catatan di atas meja.
****
Demi bisa mengikuti plot di dalam game, secara khusus Su Xi memasang jam alarm pada pukul 03:30 di pagi hari untuk melihat apa yang terjadi di Kuil Yong’an. Pada pukul 03:30 atau pagi-pagi buta, dia berjuang untuk bangun, mengeluarkan ponselnya, dan online dengan terkantuk-kantuk.
Begitu dia online, dilihatnya anak itu meletakkan sesuatu di atas meja.
Yang dia lihat adalah —
Seekor ukiran kayu berbentuk kelinci yang seperti hidup, ukurannya kira-kira setelapak tangan, mungil dan indah, kayunya halus dan cantik. Di bawah cahaya matahari pagi di depan jendela anak itu, tampak semacam kemilau seperti kumala, sangat berdedikasi dan menyenangkan.
Mungkin karena pada kali terakhir anak itu mendapatkan lentera kelinci, maka secara khusus Lu Huan mengukir kelinci untuknya?
Su Xi, yang tak pernah melihat barang sebagus ini sebelumnya, terbangun dengan kaget, menyangga tubuh dengan siku, dan menatap seksama pada anak yang ada di depan meja.
Apakah ini untuknya lagi?
Kemarin Su Xi mengeluh bahwa game Travel Frog mengirim pemberitahuan tiap hari, tapi tak memberinya apa-apa; namun anak itu lagi dan lagi memberinya barang-barang.
Dan yang hari ini adalah buatan tangan!
Ibu tua ini begitu gembira sampai-sampai merasa pusing!
Hari ini anak itu berdiri di depan meja dan lanjut menulis catatan:
— “Hari ini cerah dan tak ada salju yang turun. Aku menemukan kelinci kayu murah di pasar dan memberikannya untukmu sebagai ucapan terima kasih atas lenteranya.”
Ketika selesai, anak itu mengangkat kuasnya.
Dia tampak ingin menulis sesuatu, meski dia tak tahu harus menulis apa kepada orang yang identitasnya saja tidak dia ketahui. Dia ingin terus berhubungan dengan orang itu.
Karena dia selalu sendirian.
Tak peduli apakah di tengah hari atau larut malam, musim semi berubah menjadi musim gugur, musim dingin berlalu dan musim panas pergi, dia selalu seorang diri.
Barulah setelah orang itu muncul, ‘Tring’ – menyalalah sekumpulan kecil api di malam-malamnya yang panjang.
Bahkan meski sekedar membicarakan cuaca, tak ada seorang pun yang pernah bicara dengannya. Dan kini, dia juga ingin mengucapkan beberapa patah kata dengan santai, seperti orang biasa.
****
Su Xi tertawa habis-habisan di luar layar – tunggu, nak, bukankah kau itu sedang berbohong dengan mata terbuka? Apa itu menemukan kelinci kayu di pasar, secara khusus menekankan pada kelinci yang murah? Jelas-jelas kau telah mengukirnya sepanjang malam, dan ini kan tidak mudah untuk diukir!
Ternyata karakter game juga bisa berbohong!
Su Xi kegirangan dan langsung menatap wajah Lu Huan.
Anak itu berdiri di depan jendela, alis dan matanya tampak lembab, dan sorot matanya tidak tampak dingin seperti biasanya, melainkan tenang bercampur gelisah.
Sejenak, tampaknya dia bukan lagi anak tidak sah yang penuh dengan perasaan dan sifat dingin serta misterius, melainkan hanya seorang pemuda yang bebas dari kecemasan yang sedang memikirkan tentang bagaimana cara menulis surat.
****
Dari seberang layar, Su Xi menatapnya selama sesaat dan tiba-tiba menyadari sesuatu.
Meski anak itu tak tahu harus bilang apa dan tidak menunjukkannya, sebenarnya, kelihatannya anak itu telah menempel secara sentimental pada keberadaannya.
Hampir sepanjang waktu anak itu menanti-nantikan kemunculannya.
Anak itu tak menampakkan ekspresi gembira atau marah, tetapi asalkan ada sedikit saja tanggapan, dia akan jadi sangat gembira.
Ketika Su Xi menyadari hal ini, dia meragu lalu membuat keputusan dalam benaknya.
Setelah itu, Su Xi memasang alarm setiap hari sehingga dia bisa online setiap delapan jam sekali, sehingga anak itu bisa menunggunya setiap malam alih-alih menantikannya muncul setiap tiga hari sekali.
Setelah memasang alarm, Su Xi juga mendapat sakit kepala.
Apakah dia telah kecanduan game-nya?
———–
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Si Anak: Aku menemukan kelinci kayu. Aku akan memberikannya kepadamu.
Su Xi: Omong kosong.