I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 28
Di luar layar, Su Xi sudah dibuat syok. Bagaimana mereka bisa bertemu? Apakah mungkin bahwa ketika waktunya sudah tiba, dia bisa membuat selembar kertas seukuran anak itu lalu mengirimkannya, memberitahu anak itu bahwa, nah, inilah ibu tuamu?
Oh ya, apa game ini punya fungsi pembuatan avatar semacam itu — Su Xi benar-benar mencari di mana-mana di bagian antarmuka, tapi tidak, tak ada antarmuka untuk membuat karakter.
Terlebih lagi, hal itu jelas-jelas bukan pertemuan yang diinginkan si anak.
Dia tak bisa bertemu dengan si anak seperti keinginannya.
Bahkan meski dia berhasil mendapatkan seratus poin, dia hanya bisa berkomunikasi dengan anak itu.
Ingin bertemu? Kau mimpi di siang bolong! Nak, bagiku kau itu seperti sedang berusaha mempermalukan ibu tuamu ini/
Su Xi menggaruk kepalanya, dan selama sesaat tak tahu bagaimana harus meresponnya. Dia hanya bisa menatap si anak ketika yang bersangkutan melipat lembaran kertas itu lalu meletakkannya di dalam kotak kecil seperti sebelumnya, lalu menyelipkannya kembali ke dalam kaki meja.
Sekarang Su Xi tak tahu harus bagaimana, jadi dia hanya bisa berharap anak itu tak memiliki ingatan yang baik. Bagaimanapun, masih ada waktu dua hari sebelum waktu yang ditentukan untuk perburuan di Gunung Qiuyan. Mungkin saja pada saat itu anak tersebut akan melupakannya. Tak peduli seberapa buruk kondisinya, dia akan memikirkan caranya saat waktunya tiba.
Berpikir demikian, meski hati Su Xi merasa tidak nyaman, dia masih mendorongkan urusan ini ke bagian belakang benaknya untuk sementara waktu….
Setelah Lu Huan meninggalkan kalimat ini, dia berdiri di depan meja, bulu mata gelapnya merunduk dalam lamunan, tak mengatakan apa-apa. Dalam hati dia merasa agak gugup.
Di satu sisi, dia merasa kalau orang itu pasti tidak akan datang ke tempat perjanjian. Bagaimanapun juga, sekarang mereka sudah saling mengenal selama beberapa waktu, dan orang itu selalu bersikap cukup misterius. Orang itu tak meninggalkan satu pun tulisan tangan ataupun petunjuk yang bisa dia selidiki. Bagaimana bisa orang itu tiba-tiba menampakkan diri?
Jadi sebenarnya dia tak terlalu berharap.
Namun di sisi lain, mungkin karena keinginan kuat di dalam hatinya, Lu Huan masih menulis surat ini dengan secercah harapan kecil saja.
Semuanya bisa saja terjadi.
Dirinya sudah terlalu lama bernasib malang, dan sejauh ini, kemunculan orang itu di dalam hidupnya adalah keberuntungan terbaikrnya.
Orang itu adalah ‘bagaimana kalau’ miliknya. Jadi kali ini, bagaimana kalau orang itu benar-benar akan datang ke tempat perjanjian?
Setelah Lu Huan meletakkan kuas dan tintanya, meski dia sangat ingin tahu tanggapan dari orang itu, dia masih menahan diri untuk terus memandanginya, jadi dia pun menunggu hari berlalu.
****
Keesokan harinya, Lu Huan dipanggil oleh sang Nyonya Besar.
Cuaca akhirnya kembali cerah. Matahari pagi menerpa salju yang meleleh di permukaan danau, hembusan angin sepoi menghasilkan gelombang kecil.
Sang Nyonya Besar sudah tidak keluar dari Kebun Mei’an selama lebih dari satu bulan gara-gara rematiknya, tetapi kini adalah hari yang cerah, jadi Beliau duduk di paviliun di tengah danau dan meminta tabib di kediaman agar memberinya akupuntur demi meringankan rasa sakit di lututnya.
Ketika Lu Huan tiba, Lu Yu’an, putra pertama Ning Wangfei, juga ada di paviliun tengah danau itu, berdiri di sisi sang Nyonya Besar dan sedang mengatakan sesuatu.
Lu Huan berjalan menghampiri. Kebetulan dia mendengar sang Nyonya Besar berkata kaget dengan gembira dan bertanya,
“An’er, apa kau benar-benar punya cara untuk mengundang si tabib ke Kuil Yong’an? Jangan beri aku harapan palsu! Akhir-akhir ini aku sungguh tak tahan dengan rasa sakit di lututku. Tabib dan tabib istana semuanya tak berguna sama sekali. Menurut kabar di Ibu Kota, si tabib jenius itu sangat hebat. Kalau dia bersedia datang, mungkin masih ada harapan untuk kaki tuaku yang dingin ini!”
Lu Yu’an bru-buru membungkuk dan berkata, “Tentu saja, Nenek tenang saja karena saya sudah menemukan di mana dia tinggal dan akan pergi siang ini juga untuk mengundangnya. Bahkan meski aku harus mengunjunginya berkali-kali* demi menunjukkan ketulusan, aku akan mengundang tabib jenius itu demi mengobati Nenek!”
(T/N: dalam bahasa aslinya, pengarang memakai istilah 三顾茅庐 – sān gù máolú (tiga kali berkunjung ke pondok reyot). ini mengacu pada kisah ‘Romance of Three Kingdom’, ketika Liu Bei pergi mengunjungi Zhuge Liang hingga tiga kali demi meminta bantuannya. Istilah ini dipakai sebagai metafora untuk menunjukkan ketulusan ketika meminta bantuan seorang bijak.)
Sang Nyonya Besar sangat gembira. Dengan senyum di wajahnya yang selalu kaku, Beliau memuji Lu Yu’an karena tidak seperti adiknya Lu Wenxiu, merupakan seorang yang berbakti.
Melihat raut penuh percaya diri dari Lu Yu’an, Lu Huan menatap kaget kepadanya, merasa agak heran.
Telah menemukan tempat tinggalnya–? Kapan?
Tapi Lu Huan juga bisa menerka bahwa satu-satunya informasi yang bisa didapatkan oleh Lu Yu’an tentang dirinya adalah bahwa dia mengenal Zhong Ganping dan telah bertemu dengan Menteri Urusan Rumah Tangga serta Pangeran Kelima. Takutnya petunjuk ini juga diperoleh dari beberapa kontak di Ibu Kota dengan memakai sejumlah besar uang, dan bahwa Lu Yu’an berpikir bisa menemukan dirinya hanya dengan petunjuk ini.
Tidak seperti Lu Wenxiu, Lu Yu’an tidak setakberguna bantal bersulam, tetapi dia juga memiliki pemikiran yang biasa saja dan tak memiliki bakat menonjol. Meski dia telah berusaha menyenangkan sang Nyonya Besar dan bergerak mendekati Pangeran Kedua, dia tak pernah mendapat kesempatan untuk disukai oleh Pangeran Kedua.
Setelah berpikir sejenak, Lu Huan tahu bahwa kali ini, Kakak Pertama Lu Yu’an semestinya ingin menemukan si tabib jenius untuk dikenalkan kepada Pangeran Kedua dan Nyonya Besar, membunuh dua burung dengan satu batu demi memperoleh pandangan berbeda dari masing-masing pihak.
Hanya saja dia begitu tidak sabaran sehingga tak bisa menunggu dan telah datang untuk menyatakan jasa di hadapan sang Nyonya Besar sebelum dia bisa menemukan orangnya.
Lu Huan tahu cukup jelas tentang hal itu, dan tidak bicara apa-apa. Ketika sang Nyonya Besar melihatnya datang, Beliau pun berkata kepadanya, “Lu Huan, kau dengar itu. Kau seharusnya juga mengikuti dan ikut berusaha untuk melihat apakah kau bisa mengundang sang tabib jenius.”
Lu Huan berkata, “Baik.”
Ketika Lu Yu’an mendengar hal ini, dirinya jadi agak gelisah. Dia berusaha sebaik mungkin untuk menekannya dan berusaha bersikap tenang, berkata, “Nenek, memangnya dia bisa apa? Sepanjang hari dia bercocok tanam dan memelihara ayam di griya itu tanpa meninggalkan rumah. Kontak macam apa yang bisa dia punya? Kenapa Nenek tidak menyerahkannya saja padaku? Mengapa Nenek ingin Adik Ketiga ikut terlibat?”
Sang Nyonya Besar berkata: “Kalau begitu kalian harus berpencar, kepung dari kedua sisi!”
Bukannya sang Nyonya Besar tidak percaya bahwa Lu Yu’an bisa mendapatkan tabib itu – namun Beliau benar-benar tidak meyakininya. Sejak kejadian terakhir di tepi sungai, Beliau luar biasa kecewa kepada Lu Wenxiu dan Ning Wangfei. Bahkan kesan Beliau terhadap Lu Yu’an juga sangat terpengaruh.
Keberadaan si tabib jenius begitu penuh rahasia sehingga tak ada seorang pun di Ibu Kota yang mengetahui identitasnya. Orang-orang yang telah Beliau kirim juga tak satu pun yang bisa menemukannya. Dari mana Lu Yu’an bisa mendapatkan petunjuk itu?!
Bagaimanapun juga, Beliau tetap harus menyemangati cucunya agar memiliki rasa bakti semacam itu.
Namun untuk suatu alasan tertentu, dalam hati samar-samar Beliau merasa bahwa hal-hal yang tak bisa dilakukan oleh satu cucu bisa dilakukan oleh cucu yang lainnya.
….
Sang Nyonya Besar menaikkan pandangannya untuk menatap Lu Huan. Anak itu berdiri diam di samping dengan mengenakan baju seputih salju. Meski masih ada setitik hawa kebeliaan pada dirinya, anak itu tampak tenang dan kokoh, dewasa dan dingin. Di antara alisnya, samar-samar terdapat suatu hawa dari seseorang yang bisa melakukan hal-hal besar.
Karena itu, sang Nyonya Besar kembali berkata: “Baiklah, begini saja. Siapa pun yang bisa menemukan si tabib muda jenius untuk mengobati nenek terlebih dahulu, nenek akan memberikan hadiah besar. Kalian pergilah dulu.”
Lu Yu’an merasa tidak senang, tapi tak berani menunjukannya di hadapan sang Nyonya Besar. Dia berjalan di depan dan meninggalkan paviliun tengah danau bersama dengan orang-orangnya.
Dan Lu Huan, seorang diri, juga berjalan keluar dari paviliun itu.
Di tengah jalan, dia berhenti dan melihat Lu Yu’an tengah menunggu di bawah tepian atap koridor, mengernyit kepadanya.
Lu Huan menaikkan tatapannya, ekspresinya dingin dan acuh tak acuh: “Ada masalah apa?”
Dengan sikap merendahkan, Lu Yu’an menautkan tangan di belakang punggungnya, meraih bunga prem di bawah tepian atap dan mengendus. Kemudian dia berkata santai: “Adik Ketiga, kau seharusnya menolak saja permintaan Nyonya Besar, kalau tidak, kau pasti akan kembali dengan tangan kosong nanti, yang mana akan memalukan. Kau tak punya koneksi satu pun di Ibu Kota, jadi bagaimana bisa kau menemukan si tabib jenius? Saat itu, jangan bilang kalau aku sudah menindasmu.”
Lu Huan tak bicara, hanya menatap dalam-dalam ke arah yang bersangkutan, kemudian berjalan memutari Lu Yu’an dan melangkah pergi.
Lu Yu’an sudah dewasa dan stabil, namun dia dibuat marah oleh sikap acuh tak acuh Lu Huan dan meremas kelopak bunga prem di tangannya. Akan tetapi, dengan cepat Lu Yu’an bisa menyesuaikan diri, mendengus pelan dengan hidungnya. Mengibaskan lengan baju, dia pun membawa orang-orangnya pergi.
Sebagai putra dari istri pertama, Lu Yu’an memiliki semua yang sesuai dengan posisi ini. Dia tak terlalu membenci Lu Huan. Hanya saja adiknya, Lu Wenxiu, pada kali terakhir telah terkena flu dan demam tinggi gara-gara Lu Huan. Dalam hatinya, ada rasa marah kepada anak tidak sah ini.
Ibunya telah mengingatkannya dalam berbagai cara bahwa Lu Huan tidak boleh dibiarkan pergi berburu di Gunung Qiuyan, kalau-kalau adik ketiganya itu akan merampas semua perhatian darinya, jadi tentu saja dia jadi sedikit lebih menarget Lu Huan.
Ketika malam itu dia kembali, Lu Yu’an memberitahukan hal ini kepada Ning Wangfei.
Setelah Lu Yu’an meninggalkan Ning Wangfei, wajah wanita itu jadi tampak agak gelisah, dan berkata kepada mama di sisinya: “Besok lusa adalah hari perburuan di Gunung Qiuyan. Kalau An’er tak bisa melakukan sesuatu untuk mencegah anak tidak sah itu pergi bersamanya besok, maka benar-benar takkan ada kesempatan lagi! Kau cepatlah beri aku pemecahannya!”
****
Di pihak Su Xi, setelah lebih dari setengah bulan menyembuhkan patah tulangnya, dia jadi punya banyak PR yang menumpuk. Bukan hanya dia yang cemas, tapi juga ayah, ibu, dan gurunya. Bagaimanapun juga, kini dirinya berada di periode kritis di tahun kedua SMU. Kalau dia terlalu banyak ketinggalan pelajaran, maka takkan mudah untuk menyusul.
Jadi karena sekarang hari Senin, ayahnya mengantarnya ke sekolah.
Gu Qin dan Huo Jingchuan menunggu di gerbang sekolah, dan ketika mereka melihat Su Xi keluar dari mobil dengan kaki digips serta mengenakan kruk, mereka pun bergegas membantunya berjalan menuju bangunan sekolah.
Ayah Su sangat cemas dan berkata kepada mereka: “Terima kasih Anak-anak. Kapan-kapan datanglah ke rumah paman, Bibi akan membuatkan sayap ayam masak cola untuk kalian.”
“Bukan masalah.” Gu Qin tersenyum ramah: “Paman, jangan khawatir, Paman bisa menyerahkan Xixi kepada kami.”
Tetapi begitu Ayah Su pergi, dengan cepat Su Xi ditarik ke kantin oleh mereka bedua: “Su Xi, ayo! Kau telah memenangkan lotere besar sebelumnya, jadi traktir kami makan cemilan! Siang kini ayo kita pergi makan hotpot!”
Memang sudah seharusnya Su Xi mentraktir mereka, tapi dia kemudian menyentuh dompetnya dan berkata, “Kalian mungkin tak percaya, tapi kelak aku tetap harus menghemat uang, karena aku sudah memberikan uangku ke dalam game.”
Gu Qing dan Huo Jingchuan sama-sama menatapnya dengan sorot mata aneh: “Kau, menghabiskan uang untuk game? Ayolah, siapa yang tidak mengenalmu. Kalau kau punya uang saku kau pasti akan memakainya untuk membeli bahan-bahan pelajaran.”
Sebelumnya Su Xi adalah gadis yang baik dan patuh dengan nilai-nilai bagus. Tak diragukan lagi dia hampir tak pernah bermain game, tapi sekarang —
Su Xi juga merasa bahwa hal ini sangat tak bisa dipercaya!
Yang lebih tak bisa dipercaya lagi adalah bahwa karena hari ini dia bersekolah, dia tak punya waktu untuk membuka game-nya dan memeriksa situasi anak itu. Sekujur tubuhnya terasa tidak nyaman! Sejauh ini dia tidak masuk ke dalam game hanya selama satu malam dan setengah hari, jadi semestinya tak ada masalah apa-apa dengan anak itu, kan?
… Semestinya takkan ada masalah. Memangnya bisa terjadi apa?
Sudah berapa lama ini, dua hari telah berlalu di dalam game-nya!
… dirinya hanya seorang ibu tua dan hatinya cuma terlalu berlebihan.
Tetapi setelah mentraktir, Su Xi tak bisa menahan diri untuk mengelurkan ponselnya dan membuka antarmuka yang familier itu sementara dirinya dipapah oleh kedua temannya berjalan memasuki gedung sekolah.
Setelah membaca apa yang telah terjadi pada plotnya ketika dia sedang tidak ada dari sistem, pertama-tama dia mengganti antarmukanya ke Griya Kayu Bakar anak itu dan melihat si anak sedang mengganti pakaian untuk pergi keluar, namun hari ini dia tidak mengenakan mantel hitam yang tak mencolok. Yang dikenakannya kali ini adalah baju santai putih berlengan panjang.
Setelah Lu Huan selesai berpakaian, dia berjalan keluar dari hutan bambu, tampak seperti kue mochi putih melewati daun teratai hijau.
Ini adalah kali pertama Su Xi melihatnya mengenakan baju itu, dan hatinya pun bergetar karena menyaksikan keimutan anak itu.
Dia sudah akan mengganti antarmukanya kembali ke rumah, karena semalam dia tidak datang, untuk melihat apakah si anak telah menulis pesan yang baru, ketika tiba-tiba didengarnya suara-suara samar dari istal.
Si anak sedang berada di hutan bambu dan tak bisa mendengar suara di istal yang jauh dari situ, namun Su Xi mengamati seluruh Ning Wangfu dan bisa dengan mudah melihat apa yang sedang terjadi di istal.
Dia mendapati bahwa yang membuat suara itu adalah mama yang ada di sisi Ning Wangfei!
Dari sistem Su Xi baru saja mengetahui bahwa sang Nyonya Besar telah meminta si anak dan Lu Yu’an agar pergi ke luar demi mencari sang tabib jenius. Ketika dia melihat mereka ada di istal, Su Xi langsung jadi waspada dan membesarkan tampilan layarnya untuk melihat apa yang hendak dilakukan si mama dengan memanggil dua orang pelayan lainnya itu —
Kedua pelayan itu sedang menuangkan bubuk putih ke dalam palungan seekor kuda marun. Setelah si kuda memakan bubuk itu, kelopak matanya jadi agak merunduk dan gelisah.
Su Xi terperangah. Kalau ingatannya benar, ini adalah kuda milik anak itu. Apa yang mereka tuangkan ke dalamnya? Apakah semacam obat tidur?
Tapi tampaknya si mama takut kalau gejala-gejala pada kudanya terlalu kentara. Si mama pun menyuruh kedua pelayan itu agar menepuk kepala kuda tersebut beberapa kali lagi untuk membangunkannya. Dan kemudian, takut kalau hal itu takkan cukup untuk mencelakai si anak, dia mengiris beberapa bagian pada pelana, bekas-bekasnya tak kelihatan, cukup rapi dan tidak mudah ditemukan.
Su Xi melihat trik-trik kotor mereka, dan darahnya mendidih dengan amarah.
Di istal ada dua ekor kuda hitam di sebelah kuda ini. Keduanya tampak jauh lebih gemuk dan lebih kuat daripada kuda marun ini. Rupanya, mereka adalah kuda-kuda milik Lu Yu’an dan Lu Wenxiu.
Meski Ning Wangfu berada dalam kondisi merosot, bagaimana mungkin mereka kekurangan uang untuk membeli beberapa ekor kuda bagus? Namun Ning Wangfei hanya ingin memperlakukan si anak dengan buruk pada setiap kesempatan. Dia harus membuatnya tampak seperti kalau semuanya ini adalah akibat kelalaian pengurus rumah, dan dia tak tahu apa-apa soal itu.
Meski Su Xi tahu bahwa si anak memiliki kehidupan yang sangat buruk di Ning Wangfu, dan dia telah melihat bekas-bekas cambukan di masa kanak-kanak Lu Huan, kini mereka bahkan berusaha mempermalukannya dengan kuda-kuda itu, membuat Su Xi merasa sangat tidak nyaman.
Dia tak ragu-ragu. Ditunggunya hingga si mama berpikir bahwa semuanya sudah siap, dan begitu wanita itu sudah pergi bersama kedua bawahannya, dengan cepat Su Xi mengambil segenggam penuh pakan yang sedang dimakan oleh si kuda marun lalu melemparkannya ke dalam palungan milik kedua kuda lainnya.
Mungkin ada semacam umpan di dalam obatnya, karena kedua kuda itu memakannya dengan cepat.
Setelah makan, mungkin karena tubuhnya lebih kuat daripada si kuda marun, tanda-tanda mengantuk memang agak terlihat, tapi tidak sejelas yang terjadi pada si kuda marun.
Su Xi juga ingin mengiris pelana kuda-kuda hitam itu seperti yang telah dilakukan si mama, tetapi sebelum dia bisa bergerak, seorang penjaga datang ke sana untuk mengeluarkan kedua kuda tersebut.
Kuda hitam milik Lu Yu’an serta kuda marun milik si anak sama-sama dituntun pergi.
Dituntun menuju pintu depan.
Kini Su Xi memiliki 27 poin, dan ada satu kesempatan lagi untuk membuka peta, jadi dengan cepat dia membuka gerbang utama Ning Wangfu dan beberapa jalan di luarnya, lalu mengikuti.
Di gerbang utama, si anak dan Lu Yu’an sama-sama berdiri di sana, sepertinya berencana pergi ke luar untuk mengundang si tabib jenius.
Kedua kuda dituntun ke arah mereka.
Dikelilingi oleh para penjaga, Lu Yu’an berjalan menuju kuda tingginya, menatap ke belakang pada si anak, dan ada secercah sorot mengolok di matanya.
Orang di sebelahnya juga berbisik kepadanya: “Saya tak tahu apa yang dipikirkan oleh Nyonya Besar. Di bagian mananya Tuan Muda Ketiga kelihatan punya kemampuan untuk mengundang sang tabib jenius yang tak bisa ditemukan di seluruh Ibu Kota? Malah membiarkan dia pergi bersama Anda untuk mencari orang itu. Kalau Anda tak bisa menemukan tabib jenius itu, maka lebih mustahil lagi bagi dia.”
“Mulut gagak.” Lu Yu’an mengernyit dan menjelaskan: “Hari ini aku akan pergi menemui pebisnis kaya itu, Zhong Ganping, untuk menanyakan apa yang telah terjadi, dan aku harus menemukan keberadaan si tabib jenius!”
Dia sudah membuka mulut besarnya untuk membual di hadapan sang Nyonya Besar, maka hari ini dia harus mengundang sang tabib jenius itu agar datang.
Kalau tidak, mau ditaruh di mana muka cucu ini?
Su Xi mengamati dia sedang berbisik-bisik dengan bawahan di sebelahnya, kata-katanya bermunculan di antarmuka, dengan ekspresi ‘seorang kakek melihat ponsel.jpg’. Mereka tak tahu kalau si anak yang sedang berdiri di bawah tepian atap adalah orang yang mereka cari-cari. Ini sungguh, terlalu…. memalukan.
Su Xi tak tahu apakah si anak memikirkan hal yang sama dengannya. Menatap kedua orang itu berbisik-bisik lirih, wajahnya tanpa ekspresi, namun sebaris “….” bermunculan dari gelembung-gelembung putih di atas kepalanya.
Lu Yu’an berdiri dan menaiki punggung si kuda hitam, lalu berbalik dan berkata penuh kemenangan: “Adik Ketiga, aku akan pergi duluan. Kau tak boleh mengikuti aku. Kau hanya boleh mencarinya sendiri. Jangan pulang sambil menangis kalau kau tak bisa menemukan dia.”
Tetapi si anak tak bicara. Matanya tertuju pada kuda merah di hadapannya, meraih tali kekang, mata gelapnya tampak begitu dalam.
Su Xi takut kalau anak itu akan menungganginya, dan sedang berusaha mencari cara untuk menghentikannya, tetapi pada detik berikutnya, sudut mulut si anak tertarik dan berkata mengolok ke arah Lu Yu’an: “Kalau kau dan aku menunggangi jenis kuda yang sama, aku mungkin tidak lebih lambat daripadamu. Apa kau tidak takut?”
Lu Yu’an benar-benar merasa kesal, kemarahan muncul di wajahnya, namun lebih condong pada rasa kesal karena Lu Huan telah melihat rencananya.
Ya, hatinya memang merasa cemas. Meski adik ketiganya adalah anak tidak sah rendahan, Lu Huan memang merupakan saingan yang kuat. Bukan hanya selalu mengalahkan dirinya dan adik keduanya Wenxiu, anak itu juga tealh mendapatkan rasa suka dari sang Nyonya Besar karena insiden di tepi sungai.
Dia sangat iri dan takut kalau adik ketiganya yang dilahirkan oleh selir ini akan melakukan sesuatu yang luar biasa untuk kali ini, dirinya dibanding-bandingkan, dan membuatnya kehilangan muka.
Kuda hitamnya tinggi dan gagah, meski kuda ini lebih baik daripada kuda milik si anak tidak sah, siapa tahu anak tidak sah itu ternyata memiliki kemampuan menunggang kuda yang istimewa dan berhasil mencapai Zhong Ganping sebelum dirinya, atau bahkan berhasil menemukan si tabib jenius lebih dulu?
Lu Yu’an tak bisa menoleransi kalau dibanding-bandingkan dengannya.
Pada saat ini, yang ada di depan gerbang hanya Lu Huan dan beberapa orang kroninya, jadi kenapa tidak mengambil kudanya dan meninggalkan dia tanpa kuda untuk ditunggangi? Lihat apakah dia masih bisa setenang dirinya sekarang ini!
Berpikir demikian, Lu Yu’an mendengus dingin: “Kalau Adik Ketiga benar-benar punya kepercayaan diri sebesar itu, tak usah menunggang kuda!”
Lu Huan tampak seperti telah memperkirakan kalau Lu Yu’an akan berkata demikian. Alisnya berkedut samar dan dia melangkah maju untuk melindungi kudanya, berkata cemas, “Tidak, aku butuh kuda ini.”
Melihat dia seperti ini, Lu Yu’an merasa semakin besar kepala. Perbedaan di antara dirinya dan Lu Wenxiu adalah bahwa Lu Wenxiu luar biasa bodoh dan tak merahasiakan apa-apa di depan semua orang. Namun dirinya jauh lebih stabil di depan semua orang, dan pada saat ini tak ada orang lain. Bahkan meski dia mengambil kuda Lu Huan, tak ada seorang pun yang bisa memprotes.
Selain itu, Lu Huan cuma punya kuda ini. Di istal ada kuda lain, tapi penjaga istalnya adalah orang kepercayaan ibunya dan takkan membiarkan Lu Huan menunggangi kuda tersebut. Tanpa kuda, Lu Huan pasti jauh tertinggal di belakangnya.
Jadi, kalau dia bisa menindas anak tidak sah ini, kenapa tidak?
Apa mungkin Lu Huan masih ingin mencari sendiri si tabib jenius?!
Sebelum dia sempat bertindak, kroni-kroni di sekitarnya langsung paham, berjalan menghampiri dan merampas kekang di tangan Lu Huan, lalu berkata dengan suara garang, “Terima kasih atas kudanya, Tuan Muda Ketiga!”
Setelah berkata demikian, dia menaiki kuda itu.
Lu Yu’an ingin bergegas, dan akhirnya melontarkan tatapan merendahkan pada Lu Huan dengan ekspresi penuh kemenangan, kemudian berjalan pergi bersama orang-orangnya.
****
Setelah Lu Yu’an pergi, pintu masuk Ning Wangfu pun menjadi kosong dan tak ada orang lagi Lu Huan menyingkirkan raut sedih di wajahnya yang dia pasang ketika kudanya dibawa pergi, lalu menatap ke arah perginya Lu Yu’an tanpa ekspresi apa pun. Sorot matanya sedingin salju beku di gunung nun jauh.
****
Di luar layar, Su Xi dibuat tertegun oleh kemampuan akting luar biasa dari anak itu.
Tunggu, apa dia sudah tahu kalau kuda marun kecilnya telah diutak-atik?
Saat ini Lu Huan tidak berbalik kembali ke rumah, melainkan perlahan berjalan keluar dari kota, dan memutuskan untuk mencari seseorang yang bisa berpura-pura menjadi sang tabib jenius serta mengenakan mantel hitam untuk menggantikan dirinya di depan sang Nyonya Besar.
Dirinya selalu waspada, jadi bagaimana mungkin dia bisa tak tahu kalau Ning Wangfei akan menggerakkan tangan dan kaki sebelum perburuan di Gunung Qiuyan? Selama beberapa hari terakhir ini dia selalu waspada, apalagi hari ini ada masalah dengan pelananya. Sekali lihat saja dia sudah tahu, bahkan meski Ning Wangfei memakai cara-cara lain, dia pasti akan bisa menghindarinya.
Selama bertahun-tahun, trik-trik semacam ini telah dipakai oleh Ning Wangfei, tak ada lainnya lagi.
Sungguh bodoh dan menggelikan.
Ning Wangfei telah melakukan banyak hal dan takkan memberitahu Lu Yu’an. Mungkin dia ingin menjaga agar tangan anak kesayangannya tetap bersih. Akan tetapi, kelemahan Lu Yu’an adalah bahwa dirinya kompetitif dan pencemburu, jadi Lu Huan hanya perlu memanfaatkan kelemahan dan keagresifannya ini. Dua kalimat saja, dan Lu Yu’an tidak jauh lebih baik daripada Lu Wenxiu, si buntelan rumput itu.
Kuda merah ini sudah bersama dengan Lu Huan selama bertahun-tahun, tapi kini hanya dipakai untuk menukar nyawa seorang bawahan dekat Lu Yu’an. Sungguh disayangkan.
Karena dia tidak terburu-buru, Lu Huan pun berjalan menuju luar kota.
Namun ketika melihat punggung si anak, Su Xi merasa sangat tidak nyaman.
Dari kali pertama dia membuka game ini, dia sudah tahu kalau Ning Wangfu berkekurangan dalam memberikan makanan dan pakaian untuk si anak. Namun hari ini dengan ketiga kuda di istal, perbedaan di antara dua kuda tinggi dan satu kuda yang kurus itu sungguh terlalu kuat, membuatnya merasa lebih tertekan untuk si anak.
Terkadang psikologi orang memang seperti ini. Kalau anak-anak mereka tidak mendapatkan makanan yang baik, mereka mungkin tidak merasa terlalu tertekan, namun begitu ada anak-anak lain yang menjadi pembandingnya –
Melihat anak-anak lain memakai kotak-kotak makanan yang indah, menyantap bekal makanan yang lezat, memakai tas sekolah yang cantik, serta menaiki sepeda gunung yang baru.
Namun selama bertahun-tahun, anak-anak mereka sendiri hanya bisa memakan roti kukus, memakai kantong-kantong putih kekuningan sebagai tas sekolah, berjalan kaki pulang-pergi ke sekolah di jalan berlumpur, dan hanya bisa melihat anak-anak lain bermain sepeda dengan gembira….
Tiba-tiba hatinya terasa masam.
Seakan game ini adalah TK, Su Xi sama sekali tak mau anaknya merasa iri kepada orang lain. Dia ingin anaknya mendapatkan semua yang terbaik.
Tentu saja, anak itu mungkin tidak terlalu peduli dengan apakah kudanya sama bagusnya dengan milik kakak-kakaknya, Lu Yu’an dan Lu Wenxiu —
Mungkin dia tak peduli bahwa pangan, sandang, papan, dan transportasi yang dia miliki tidak sebagus milik kedua bersaudara itu.
Akan tetapi, sebagai seorang ibu tua, tangis Su Xi meledak gara-gara imajinasinya sendiri.
Yang dimiliki oleh anak-anak lain, anak keluarganya harus punya juga.
Meski kini anak itu punya lahan pertanian, sedikit perak, adik-adik lelaki, dan pekerja, masa depannya akan semakin dan semakin membaik.
Tetapi yang telah dia alami dan berkekurangan di masa lalu takkan pernah bisa tergantikan.
Jadi Su Xi membuka toko —
Mau bilang apa lagi, ya jelas dalam mata uang di dalam game!
Ketika Lu Huan meninggalkan Ibu Kota yang ramai, ketika dia pertama kali melangkah di jalan setapak, tiba-tiba dia mendengar suara derap tapal kuda di depannya.
Tanpa sadar dia mendongak, dan melihat bahwa di bawah sebatang pohon tak jauh dari situ, terikatlah seekor kuda. Kuda itu seputih salju tanpa ada campuran warna lainnya, surai kuda itu menjuntai di punggung. Tubuhnya tinggi, proporsinya bagus, cerah, dan cantik, dengan kepala terangkat tinggi. Kuda tersebut sangat tinggi, dengan mata tajam menusuk, tampak seperti seekor kuda berharga yang mampu menempuh perjalanan hingga seribu li dalam sehari.
Apakah orang itu…?
Perlahan-lahan Lu Huan sudah jadi terbiasa dengan perbuatan orang itu yang mengirimkan penghiburan setelah dia mengalami kerugian.
Dia telah berkekurangan satu kuda dibandingkan yang lain, jadi orang itu memberinya kuda.
Dia menatap kuda itu dan ekspresinya melembut. Dia berjalan dengan cepat, membelai ringan punggung kuda itu, dan sesaat kemudian, dia menguburkan wajahnya di dalam surai putih pada punggung si kuda, pipinya menempel pada kelembutan surai kuda itu. Surai tersebut memberikan secercah kehangatan pada kulitnya.
Rasanya dia seperti telah berjalan seorang diri di dalam kegelapan untuk waktu yang lama, dan pada akhirnya menemukan satu-satunya cahaya yagn membuatnya merasa tenang.
****
Sementara itu, Ning Wangfei, yang menunggu kabar di dalam kediaman, sedang duduk dan minum teh, mendengarkan si mama berkata bahwa semuanya sudah siap, dan Lu Huan pasti mematahkan kakinya sebelum perburuan di Gunung Qiuyan. Ning Wangfei pun merasa sedikit lega.
Hanya saja kabar tentang cidera Lu Huan belum juga datang, jadi dia tak bisa sepenuhnya melepaskan batu besar yang menindih di dalam hatinya….
Namun tak seorang pun yang menyangka yang terjadi pada malam itu.
Lu Huan-lah yang membawa si tabib jenius bermantel hitam kembali ke Ning Wangfu. Si tabib jenius meresepkan sebungkus obat untuk mengobati rematik dan kaki dingin sang Nyonya Besar!
Seluruh Ning Wangfu langsung heboh!
Dan persis ketika Ning Wangfei melemparkan cangkir tehnya dengan marah, datang sebuah kabar lagi —
Kaki Lu Yu’an patah ketika dia meninggalkan Ibu Kota demi mencari pebisnis kaya bermarga Zhong!
Lu Yu’an terbaring di jalanan, saat ini tak mampu bergerak. Kedua pengawalnya buru-buru mengirim orang untuk mengantarkan pesan, meminta agar tabib dan tandu segera dikirimkan!
————
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Su Xi: Anak sepertinya menyukai kuda poni yang kukirimkan. (Girang.jpg)
Si Anak: Kuda poni? Kau lihatlah pada Qianli yang tinggi dan gagah perkasa itu kemudian bilang lagi.
(T/N: Qianli = seribu li)
Su Xi: Aku cuma tak tahu apakah anakku bisa memanjat menaikinya dengan tangan dan kakinya yang pendek-pendek itu.
Si Anak: … (Nggak bilang apa-apa, dalam diam menggulung lengan bajunya untuk menampakkan lengannya yang ramping)