I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 31
Akibat upaya pembunuhan ini, acara perburuannya menjadi kacau balau.
Para pangeran memerintahkan pengawal agar berpatroli di perkemahan, dan mereka semua meningkatkan penjagaan. Para nona bangsawan mengerut ketakutan, seakan para pembunuh akan menyerang turun dari gunung pada detik berikutnya.
Juga ada beberapa orang nona yang coba-coba berlari ke dalam pelukan Putra Mahkota, mengambil kesempatan ini untuk menampakkan sisi lemah mereka – mungkin saja mereka bisa menyingkirkan putri mahkota saat ini dan menjadi putri mahkota yang baru.
Dalam kurun waktu satu batang dupa, sang Putra Mahkota sudah menangkap tiga orang wanita yang terjatuh di depannya. Dia sangat tak berdaya, jadi dia harus memanggil Pangeran Kelima, yang membantunya menghitung jumlah orang dan mengatur kembali para pengawal.
Pangeran Ketiga adalah pemabuk, dan tak bisa diandalkan. Pangeran Kedua masih tak menonjol dan normal, tapi sekarang dia sedang terluka parah dan berbaring di dalam tenda. Di antara para pangeran, hanya Pangeran Kelima yang cukup bijak dan mampu.
Pangeran Kelima tahu bahwa kakak pertamanya, Putra Mahkota, sangat biasa saja sehingga akan jadi kewalahan ketika bertemu dengan hal semacam ini, jadi dia pun tersenyum tipis dan menuangkan secangkir teh untuk Putra Mahkota: “Kakak Pertama sudah sibuk seharian, dan merupakan hal normal kalau merasa pusing. Bahkan para dewa juga bisa jadi seperti ini. Bagaimana kalau beristirahat sebentar dan biarkan adik kelima ini yang melakukannya untuk Kakak.”
Pangeran Kelima menghembuskan napas lega: “Jadi, aku akan menyerahkannya padaku, Adik Kelima.”
Begitu Pangeran Kelima meninggalkan tenda, senyum di wajahnya langsung memudar. Dia bertindak dengan rapi dan menyampaikan perintah bahwa siapa pun yang berani berteriak dan mengganggu hati orang-orang akan dihukum.
Para pengawal dibagi menjadi tiga kelompok. Satu kelompok pergi naik ke gunung unutk menyelidiki jejak-jejak para pembunuh, kelompok kedua mengawal para nona bangsawan kembali ke kediaman mereka masing-masing, dan kelompok ketiga tetap berjaga. Beberapa orang lagi dikirim ke istana untuk melaporkan masalah ini, dan dengan cepat perkemahan yang kacau balau itu pun kembali teratur.
Segera setelahnya, Pangeran Kelima memanggil seseorang dari rombongannya dan bertanya, “Dari keluarga mana pemuda kecil yang telah memburu Raja Serigala Salju hari ini?”
Si pengikut menjawab: “Menjawab Pangeran Kelima, dia adalah putra ketiga dari Ning Wangfu.”
Pangeran Kelima menatap para putra bangsawan yang mengelilingi api unggun, dan dia langsung bertatapan dengan pemuda yang mengenakan pakaian berburu berlengan sempit berwarna hitam dan merah.
Tak ada alasan lain, pemuda itu memiliki temperamen mengesankan dan tampak menonjol di antara kerumunan.
Dunia di sekitarnya begitu berisik, seperti belasan ayam yang mengepakkan sayap dengan panik, namun dia berdiri di tengah kerumunan, bahkan tidak menaikkan kelopak matanya, tampak tenang dan tak peduli.
Dengan penampilan seperti ini, dirinya tak kelihatan seperti anak biasa. Sebaliknya, dia tampak seperti seorang putra keluarga istana.
Pangeran Kelima tak bisa menahan diri untuk menatap pemuda itu beberapa kali lagi.
Dia lalu berjalan menghampiri dan tersenyum pada Lu Huan: “Selamat, pendekar muda. Kalau ingatanku benar, putra ketiga dari Ning Wangfu saat ini baru berusia sekitar empat belas atau lima belas tahun.”
Lu Huan menyerahkan lentera jeraminya kepada yang lain, mendongakkan tatapannya, dan berkata, “Yang Mulia Pangeran terlalu memuji.”
Ini bukan pertama kalinya dia melihat Pangeran Kelima. Kali terakhir ketika dia menghadiri janji temu dengan Menteri Urusan Rumah tangga sebagai tabib jenius dari Kuil Yong’an, dia sudah melihat kuda milik Pangeran Kelima di dalam istal di Kediaman Zhong Ganping, dan telah menerka bahwa Pangeran Kelima juga ada di belakang layar.
Kali ini dengan upaya pembunuhan terhadap Pangeran Kedua, ada terlalu banyak hal yang tampak mencurigakan. Entah apakah pelakunya bandit atau pasukan pemberontak, tapi Lu Huan menerka bahwa masalahnya bukan seperti itu. Kalau bukan Pangeran Kelima, maka pelakunya adalah Pangeran Kedua sendiri yang menjadi maling teriak maling.
Tentu saja, berdasarkan pada terkaan Lu Huan terhadap Pangeran Kelima, walaupun sang Pangeran hanya beberapa tahun lebih tua daripada dirinya, sang Pangeran adalah yang paling muda di antara para pangeran. Dia tampak naif, tapi sebenarnya memiliki pemikiran mendalam. Seharusnya Lu Huan tak merasa terkejut. Kalau upaya pembunuhannya gagal, seharusnya Pangeran Kelima adalah orang pertama yang perlu dicurigai.
Karena itu Pangeran Kelima mungkin punya rencana lain. Ketika Pangeran Kedua memimpin penyelidikan terhadap dirinya, Pangeran Kelima kemudian akan mengeluarkan bukti untuk membuat sang Kaisar berpikir bahwa Pangeran Kedua-lah yang telah mengatur dan menjalankan serangan itu sendiri lalu menfitnah adiknya.
Tentu saja, hal itu takkan menjadi masalah bagi Lu Huan, yang akan memenangkan permainan ini.
Gelombang gelap mengamuk di antara para pangeran di Ibu Kota, dan situasinya berbahaya. Dia tak punya niat untuk ikut serta dalam semua urusan ini, tapi orang itu —
Orang itu adalah sesosok ahli kelas dunia yang datang dan pergi dengan bebas serta mumpuni dalam hal pengobatan. Kenapa hari ini orang itu tiba-tiba menyelamatkan Pangeran Kedua?
Apakah orang itu… ada di pihak Pangeran Kedua?
Atau apakah orang itu tidak ada di pihak mana pun, dan hanya menyelamatkan orang-orang karena kebaikan dalam hatinya?
Pangeran Kedua berada di urutan kedua pewarisan tahta. Kalau ingin membantu dia memanjat ke posisi lebih tinggi, pada hari-hari berikutnya, dengan bantuan ini, ada kemungkinan untuk melatih diri, membuatmu bisa berdiri kokoh di Ibu Kota. Jadi, orang itu pun berbaik hati membantu Pangeran Kedua.
Ya, orang itu telah mempersiapkan dengan sedemikian rupa agar dia bisa memperoleh martabat di Ibu Kota di bawah nama sang tabib jenius. Semestinya hal itu bukannya tanpa ada tujuan lain.
Tetapi kalau kau berpikir demikian, ada banyak hal lain yang dilakukan orang itu yang benar-benar tanpa tujuan… seperti semangkuk mi panjang umur, seperti merawat dirinya….
Atau dengan kata lain, menyelamatkan Pangeran Kedua hari ini bukanlah sebuah rencana, melainkan hanya hal yang dilakukan seketika itu juga. Karena kebaikan hati, orang itu melihat Pangeran Kedua terbaring dalam kondisi terluka di tanah, jadi dia pun membantunya….
Akan tetapi, pada luka di dada Pangeran Kedua, obatnya dioleskan dengan sangat merata —
Lu Huan merasa seakan hatinya ditusuk-tusuk ketika dia mengingatnya, ada secercah kemuraman di matanya.
Cuma menyelamatkan? Kenapa kau menuangkan sedemikian banyak obat yang berharga dengan perhatian seperti itu? Apa kau meratakannya dengan tanganmu? Cara meratakan yang seperti apa? Apakah orang itu menarik lepas pakaian Pangeran Kedua lalu meratakan obat itu langsung di permukaan kulitnya…!
Takut kalau Pangeran Kedua akan mati kehabisan darah, orang itu meninggalkan lentera agar para penjaga bisa menemukannya secepat mungkin?
Jelas-jelas ini bukan penyelamatan sambil lalu! Perbuatan ini telah dilakukan dengan perhatian penuh! … Tidak kalah dari ketika orang itu merawat dirinya pada malam itu, membantunya menghilangkan demam tinggi.
— Jadi, apa selanjutnya akan ada orang lain?
Ternyata yang dilihat orang itu bukan cuma dirinya seorang?
… Dirinya tidak unik, tapi cuma satu di antara banyak orang?!
Lu Huan tak tahu tujuan orang itu, tapi tak peduli apa pun alasan orang itu menyelamatkan Pangeran Kedua, entah karena sebab yang pertama atau yang terakhir. Di dalam hatinya, dia merasa seakan sesuatu telah dirampas darinya setelah kepalanya disiram dengan air dingin. Beberapa hal penting berada di luar jangkauannya…. dan dia bahkan merasa gelisah dan iri gara-gara hal ini.
Sementara Lu Huan tampak muram, Pangeran Kelima mau tak mau semakin memandangi dirinya. Ketika pemuda ini menaikkan pandangannya, Pangeran Kelima malah merasa kalau pemuda ini sedikit mirip dengan ayahandanya yang tampan dan dingin.
Tapi bagaimana mungkin?
Dia bertanya-tanya apakah karena di perkemahan terlalu gelap, dan dia sudah salah lihat. Pangeran Kelima lalu tersenyum dan berkata, “Setelah insiden pembunuhannya berakhir, sepuluh hari kemudian ayahanda Kaisarku pasti akan menganugerahkan hadiah atas perburuan di Gunung Qiuyan. Sebelum itu, kau harus memikirkan secara seksama tentang hadiah apa yang kau inginkan.”
Setelah bicara, Pangeran Kelima berpaling untuk menyelamati para putra bangsawan lainnya.
Perburuan sudah usai. Seseorang di Ning Wangfu pergi untuk menyampaikan kabar bagus ini, berkata bahwa Lu Huan memperoleh tempat pertama. Seluruh Ning Wangfu terperanjat. Benar-benar tak terduga bahwa Lu Huan bisa langsung mengalahkan semua orang yang mengikuti Perburuan di Gunung Qiuyan dan memenangkan posisi pertama!
Bukan merupakan tugas mudah untuk memburu Raja Serigala Salju, apalagi Tuan Muda Ketiga baru mencapai usia empat belas tahun dan masih sepenuhnya seorang remaja. Sebelumnya, semua orang di Ning Wangfu sudah tahu kalau dirinya jauh lebih kuat daripada Tuan Muda Pertama dan Tuan Muda Kedua. Dia sangat kuat ketika mengangkat ember, dan penguji juga sangat ketat ketika dia menghadiri ujian, tetapi karena tak ada pembanding lain, maka tak ada kesempatan lain baginya untuk memperlihatkan kebolehannya. Tak ada seorang pun yang tahu kalau dia ternyata mampu memburu Raja Serigala Salju!
… Tetapi sang Nyonya Besar berasal dari wisma Jenderal Zhenyuan. Ketika Jenderal Zhenyuan menenangkan benteng perbatasan saat Beliau masih muda, Beliau pemberani dan hebat dalam bertarung. Mungkinkah Tuan Muda Ketiga mewarisi darah Jenderal Zhenyuan?
Tentu saja sang Nyonya Besar juga berpikir demikian. Sebelumnya, tak satu pun dari ketiga cucunya yang mewarisi kekuatan dari Wisma Jenderal Zhenyuan, tapi sekarang…. Beliau kegirangan dan tak bisa menahan rasa sukacitanya.
Ketika Beliau pertama kali mengirim Lu Huan pergi berburu di Gunung Qiuyan, tentu saja Beliau mengharapkannya berhubungan dengan Pangeran Kedua. Namun hari ini, menurut laporan dari para pengawal, Lu Huan belum sempat bicara sedikit pun dengan Pangeran Kedua selama perburuan di Gunung Qiuyan. Beliau juga merasa sangat kecewa dan menyalahkan cucunya itu karena terlalu kaku dan tak tahu bagaimana menjalin hubungan baik dengan mahkamah kekaisaran!
Tetapi Beliau tak pernah menyangka bahwa yang telah cucunya itu lakukan ternyata jauh melampaui harapannya, dan malah langsung memenangkan hadiah pertama!
… Dengan demikian, Lu Huan bukan hanya bisa berteman dengan Pangeran Kedua, tetapi bahkan pada hari pembagian hadiah, dia bisa saja disukai oleh sang Kaisar!
Sang Nyonya Besar girang bukan kepalang, dan kalau bukan karena terlalu tinggi hati untuk menceritakannya kepada kediaman-kediaman lain, dan bahwa Beliau tak bisa berjalan-jalan untuk saat ini akibat rematiknya, rasanya Beliau ingin memberikan sulangan untuk cucunya itu. Namun meski demikian, Beliau langsung menyuruh mama di sisinya agar mengantarkan sejumlah pakaian kepada Lu Huan sebagai hadiah, serta menyampaikan ucapan selamat mewakili sang Nyonya Besar.
Ning Wangfei dan kedua bersaudara Lu Yu’an dan Lu Wenxiu, yang sedang berbaring di ranjang, tentu saja kembali merasa frustrasi.
Akan tetapi, ini adalah cerita lain.
****
Lu Huan menuntun kudanya ke griya dan mengikatnya di tiang, memberi makan si kuda dengan lesu, dan kemudian kembali ke rumah.
Semalam, seperti biasanya, dia meninggalkan sebuah catatan dan ukiran kayu yang baru di dalam kotak kayu di kaki meja, tapi hari ini orang itu pergi ke Gunung Qiuyan dan menyelamatkan Pangeran Kedua dengan segenap tenaga, bahkan tak punya waktu untuk pergi ke bawah pohon pir demi menemuinya. Tentu saja, orang itu juga tak punya waktu untuk memerhatikan catatan-catatan kecil serta ukiran kayunya, kan?
Walaupun dia berpikir demikian, dia masih menatap kaki meja selama beberapa saat, mengerutkan bibirnya, lalu menarik keluar kotak kayu kecilnya.
Akan tetapi, dia melihat bahwa benda itu belum dipindahkan.
….
Jantung Lu Huan serasa diremas oleh sebuah tangan tak terlihat, dan kecemburuan serta kegelisahan menjerat hatinya tanpa alasan yang jelas….
Dia tahu kalau dirinya tak seharusnya bersikap seperti ini. Tak seharusnya dia setamak ini, tapi dia ingin bertemu dengan orang itu, dia ingin tahu seperti apa penampilan orang itu, seperti apa suara orang itu, dan dia ingin menjadi satu-satunya orang yang bisa menyentuh dan melihat orang itu. Dan bahkan ingin supaya apa yang orang itu lakukan untuknya hanya dilakukan untuknya seorang. Bagaimana bisa ada orang setamak ini di dunia?! Sedemikian tamaknya hingga terasa menjijikkan!
… Tapi dia cuma… cuma tak bisa mengendalikan pemikiran-pemikiran posesif itu…. Hanya saja sayangnya….
Tampaknya dia bukanlah satu-satunya.
Sepanjang hari Lu Huan merasa lesu, dan pada saat ini kulitnya juga terasa sangat dingin.
Dia menatap meja yang kosong dan terdiam, tak tahu catatan apa yang harus dia tinggalkan hari ini —
Bertanya kenapa orang itu tidak muncul dalam pertemuan? Apakah memang perlu menanyakan hal ini? Kalau dia bertanya, orang itu mungkin menganggapnya menyebalkan.
Lupakan saja, dia seharusnya berpura-pura kalau hal itu tak pernah terjadi, dan meninggalkan sesuatu yang lain?
Lu Huan berusaha sebaik mungkin untuk berkonsentrasi, membentangkan kertas di atas meja, mengangkat kuas, mencelupkannya ke dalam tinta, dan menulis di kertas:
–”Kau sepertinya tidak datang hari ini, tapi tidak apa-apa, aku juga tak menunggu terlalu lama. Telah terjadi sesuatu, jadi aku pergi di tengah jalan. Maaf.”
Setelah menulis, Lu Huan membaca tulisannya, mengerutkan bibirnya, dan merasa tidak puas. Sedikit kecewa, dia meremas kertas itu menjadi gumpalan, lalu membakarnya dengan api lilin.
Dia tak tahu apa yang harus ditulisnya hari ini. Ada banyak pertanyaan dalam benaknya, tapi dia tahu kalau orang itu takkan memberinya jawaban apa pun….
Dia tak pernah merasa sebingung ini. Tanpa bisa menahan diri, dia menatap lentera kelinci yang tergantung di bawah tepian atap, tapi dia langsung teringat pada lentera jerami serupa yang telah ditinggalkan orang itu setelah menyelamatkan Pangeran Kedua. Bulu mata Lu Huan bergetar, dan hatinya dijerat oleh kecemburuan yang tak bisa dia kendalikan. Dia memejamkan matanya, meletakkan kuas, pergi untuk membasuh darah dari wajah dan pakaiannya, lalu pergi tidur lebih awal.
****
Kecepatan makan Su Xi tak bisa dibilang terlalu cepat, tetapi setelahnya dia, seperti biasanya, didorong ke dapur oleh ibunya untuk mencuci piring. Wajahnya tampak kesal: “Bu, kenapa lagi-lagi aku yang harus mencuci piring? Lebih baik aku tinggal di rumah sakit saja.”
“Jangan bicara sembarangan.” Ibu Su Xi langsung menceramahinya dengan wajah galak dan mendesak: “Cepat selesaikan cuci piringnya, kemudian kembali ke kamarmu untuk belajar sebentar. Bukannya sebentar lagi akan ada ulangan bulanan?”
Su Xi harus berjalan terpincang-pincang ke dapur, dan butuh waktu sepuluh menit baginya untuk buru-buru mencuci piring, kemudian dia bergegas kembali ke kamar dan menyalakan ponselnya.
… Seharusnya sekarang anak itu sudah tidur.
Benar saja, saat dia online, selimut di atas ranjang sudah tampak sedikit melengkung naik, seperti sebuah bukit kecil. Hari ini Su Xi sudah meng-ghosting anaknya itu. Su Xi masih merasa sedikit bersalah, jadi dia bertanya-tanya apakah dia seharusnya memberi anak itu sesuatu untuk menebusnya.
Tapi pertama-tama, mari kita lihat catatan apa yang telah dia tinggalkan. Mungkin ada keluhan kenapa dia tidak datang…. Tidak, dengan sifat anak itu, bahkan meski merasa kecewa, catatan yang ditinggalkan pasti — “Yah, kamu tidak datang, tapi tidak apa-apa, aku toh tidak pergi.” Si anak tak pernah mengatakan apa yang sesungguhnya ada di dalam hatinya.
Memikirkan tentang hal ini, Su Xi merasa geli, dan perlahan melepaskan kaki mejanya.
Akan tetapi, seketika itu pula dia dibuat tertegun, dengan sorot tak percaya di matanya.
Tak ada apa-apa?
Tak ada catatan di kaki meja?
Hari ini si anak tak meninggalkan catatan?!!
Sial!! Ini adalah kali pertama anak itu tidak meninggalkan catatan apa pun untuknya! Apakah ini karena dia tidak pergi menemui si anak dan si anak merasa kesal?! Nggak, sikap ini terlalu mirip dengan bocah TK, kan?!
Tiba-tiba Su Xi melihat ke arah ranjang kayu dengan ekspresi terbengong-bengong, tak tahu apakah dia harus tertawa atau menangis. Anak itu sedang tidur menghadap dinding, memegang kepala dengan satu tangan dan menutupi kelopak matanya. Tampaknya dia tidur dengan sangat gelisah, dan alisnya masih mengernyit, penuh pikiran.
Su Xi membesarkan layarnya. Samar-samar terlihat sedikit luka pada leher si anak, yang tampak sangat mencolok pada leher putih tersebut. Semestinya dia terluka pada perburuan hari ini, tapi tertutup darah di siang hari dan Su Xi jadi tak menyadarinya….
Su Xi langsung merasa bersalah.
Su Xi ingin melakukan sesuatu. Pertama-tama mengoleskan obat di leher anak itu, dan kemudian, harus meninggalkan… sebuah catatan ‘Aku mengakui kesalahanku, mohon berilah hukuman’, meminta maaf? — Dia sungguh tak tahu apakah anak itu akan mengerti.
Atau mungkin dia harus menebus dengan beberapa barang kecil dari toko untuk membuat anak itu senang. Tapi ketika dia sedang duduk di ranjang, persis ketika dia akan membuka toko, tiba-tiba pintu kamarnya didorong hingga membuka.
Ibu Su Xi bertanya: “Xixi, kenapa kau belum mulai belajar?”
Su Xi begitu ketakutan sampai-sampai ponselnya jatuh ke lantai, jadi dia buru-buru memungutnya. Tapi begitu dia hendak memungutnya, benda itu diambil oleh ibunya. Ibunya berkata: “Bermain tiap hari di rumah sakit masih tak masalah, lagipula, itu adalah masa istitahat karena sakit. Tapi sekarang karena kau sudah kembali bersekolah, jadi jangan main saja tiap hari. Terlebih lagi, sebentar lagi kau harus ikut ulangan. Apa kau sudah menyelesaikan belajarmu?”
Su Xi mengulurkan tangannya untuk mengambil ponselnya, tapi ibu Su Xi mengangkatnya tinggi-tinggi dan berkata tegas: “Kau bahkan berusaha mengambil ponsel dari ibu. Ibu pikir kau sudah kecanduan game-game itu!”
Wajah Su Xi berkerut: “Bu, sepuluh menit saja, biarkan aku memakai ponselnya sepuluh menit saja!”
“Coba minta lagi setelah ulangan selesai.” Ibu Su membawa ponselnya dan berjalan ke luar, berkata, “Kalau kau tak bisa mendapatkan posisi tiga besar di kelas… sudahlah. Karena kali ini kau sudah melewatkan banyak PR, kalau kau tak berhasil menjadi sepuluh besar, maka ponselmu akan disita selamanya.”
Su Xi terperangah: “Bu — “
Ibu Su Xi menutup pintu dan keluar, lalu memberitahu ayah Su Xi agar nanti membawakannya segelas susu.
Su Xi menggaruk kepalanya dengan gelisah, tapi dia kemudian melirik pada kertas yang belum tersentuh di mejanya, kemudian pada jam di dinding, dan tahu kalau dia harus belajar. Kalau hal ini berlanjut, bukan hanya ibunya akan mencemaskan dirinya, dia sendiri akan berpikir kalau dirinya telah kecanduan game itu, dan dia juga akan mencemaskan dirinya sendiri.
Dia selalu rajin belajar dan punya nilai yang bagus, tapi sekarang dia telah menghabiskan begitu banyak energi pada game. Di tahun ketiga SMU, kalau nilainya sampai jatuh, akibatnya akan menjadi bencana.
Tetap saja, dia benar-benar mencemaskan anak itu.
Tapi waktu ulangannya tinggal dua setengah hari lagi. Untung saja, di dalam game berarti cuma tujuh atau delapan hari, jadi seharusnya tak ada kejutan apa-apa. Sekarang pertaniannya telah berjalan dengan mulus, plot perburuan di Gunung Qiuyan telah berlalu, dan si anak telah dengan sukses mendapatkan posisi tertinggi.
Di Ning Wangfu, karena perhatian dari sang Nyonya Besar, Ning Wangfei, Lu Yu’an, daan Lu Wenxiu untuk saat ini tak bisa membuat masalah. Ditambah lagi, anak itu memiliki integritas dan hati yang murni, jadi Su Xi tak perlu terlalu merasa khawatir.
Tunggu hingga ulangannya selesai, baru kemudian pergi mencarinya.
Berpikir demikian, Su Xi pun kembali tenang dan berjalan ke meja, pertama-tama membuka buku pelajarannya.
****
Lu Huan terus membolak-balikan tubuhnya dengan gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak. Keesokan harinya, salju lebat mulai berguguran di luar jendela. Seharusnya ini adalah salju terakhir di musim dingin yang membekukan ini. Rumput di halaman sudah tumbuh sedikit, mulai menampakkan sedikit tanda-tanda datangnya musim semi.
Setelah dia membuka mata, tanpa sadar dia melihat ke arah meja, dengan setitik ekspresi rumit di wajahnya.
Semalam, dia tidak meninggalkan pesan apa pun kepada orang itu, tapi dia tak tahu apakah orang itu akan mengambil inisiatif untuk meninggalkan sesuatu.… Mungkin orang itu akan meninggalkan beberapa petunjuk untuk memberitahu dirinya mengenai Pangeran Kedua.
Lu Huan tidak berharap orang itu akan menjelaskan kenapa dia tidak pergi ke tempat yang dijanjikan. Lagipula, orang itu tak pernah berjanji kepadanya akan pergi ke tempat perjanjian. Dia telah menunggu seharian, tidak mengharapkan kedatangan seseorang. Tidak heran kalau, bagi orang itu, dirinya… bersikap menyulitkan.
Setelah menenangkan diri semalam, Lu Huan juga tahu kalau semalam dia merasa kesal karena orang itu telah datang ke Gunung Qiuyan, tapi malah pergi menyelamatkan Pangeran Kedua dan tidak datang menemui dirinya.
Karena orang itu telah dengan seksama mengoleskan obat pada Pangeran Kedua dan meninggalkan lentera seperti yang telah orang itu lakukan kepadanya, dia merasa marah, dan melahirkan perasaan-perasaan cemburu yang tak seharusnya dia miliki.
Dengan kata lain, setelah pada hari-hari ini berkomunikasi dengan orang itu lewat catatan, dia telah menerima pendampingan, kebaikan, dan kelembutan orang itu….
Kesemuanya ini adalah hal-hal yang sebelumnya tak pernah dia dapatkan sejak lahir hingga sekarang, jadi dia berada dalam ilusi bahwa orang itu hanya bisa berada di sisinya. Dia telah diberi jantung dan malah merogoh rempela.
Lu Huan menenangkan diri dan berpikir, kalau hari ini orang itu meninggalkan sesuatu, apakah dia harus bertanya secara langsung mengapa orang itu menyelamatkan Pangeran Kedua?
Kalau orang itu, seperti biasanya, menolak untuk menjawab, maka dia tidak akan menjawab. Asalkan orang itu masih ada, hal ini bukan masalah besar. Rasa posesif yang berat dan suram di dalam hatinya juga harus sedikit dikurangi.
Dia berpakaian dan berjalan menuju pinggiran meja, dalam hati masih berharap.
Dia memusatkan pikiran dan menarik keluar kotak kecil dari dalam kaki meja.
Kalau orang itu meninggalkan sesuatu, dia – dia takkan peduli tentang fakta bahwa orang itu tidak muncul di tempat yang dijanjikan.
Lu Huan mengangkat kotak kecil di tangannya, nyaris merasa takut untuk membukanya. Ada setitik harapan dan kegelisahan tersembunyi di matanya. Setelah terdiam lama, dengan pemikiran bahwa lebih baik tersiksa belakangan daripada tersiksa di muka, dia pun membuka kotak di tangannya itu.
Kotaknya kosong.
“.…”
Bulu mata Lu Huan bergetar, dan untuk sesaat tangan dan kakinya terasa dingin. Dia kembali membolak-balikkan kotak itu, lalu mengamati lagi mejanya. Setelah terdiam sejenak, dia pun buru-buru berjalan keluar dari rumah.
Akan tetapi, halamannya kosong, dan begitu sunyi senyap di bawah hujan salju yang lebat.
Hanya ada salju putih di permukaan tanah. Tak ada sesuatu yang baru di halaman, dan tak ada jejak kemunculan siapa pun – kemarin orang itu tidak datang ke tempat perjanjian, dan semalam juga tak meninggalkan pesan?
Ini adalah kali pertama mereka berdua putus hubungan.
Lu Huan berdiri termangu dalam waktu lama, bahkan tidak sadar kalau bajunya yang tipis telah ditumpuki salju di bagian bahu.
Tiba-tiba dia merasa gugup.
Akhir-akhir ini, orang itu akan mengambil catatannya setiap malam dan berkomunikasi dengannya. Bahkan meski dia tidak meninggalkan catatan, masih akan ada jejak yang tertinggal, mengindikasikan kalau orang itu ada di sana. Hal itu tak pernah berhenti, tapi semalam —
Apakah mungkin karena dia tidak meninggalkan catatan, orang itu juga marah?
Tidak, bukan begitu. Orang itu bukan jenis orang yang pemarah. Orang itu telah melakukan banyak hal untuknya, dan bahkan membantunya membalas dendam kepada Ning Wangfei. Dari semua hal ini, dia telah berusaha sebaik mungkin menerka karakter orang itu, tapi tak pernah menemukan emosi marah. Lantas, mungkin semalam telah terjadi sesuatu dan orang itu tidak bisa datang?
Lu Huan merasa hatinya seakan diikat pada sebongkah batu raksasa dan dijatuhkan. Kali ini dia mengabaikan emosi-emosinya yang kikuk, buru-buru berjalan kembali ke dalam rumah, membentangkan kertas, dan segera menulis pesan.
****
Pada hari ketiga, Lu Huan terus terjaga sepanjang malam, hingga fajar datang. Dia buru-buru melompat turun dari ranjang dan menunggu orang itu menanggapi.
Tapi.
Tetap saja tak ada apa-apa.
Seperti pada hari kedua, tak ada apa-apa, dan tak ada jejak kedatangan siapa pun.
….
Hari keempat.
Hari kelima.
….
Delapan hari sudah lewat.
Lu Huan telah menulis banyak catatan. Beberapa di antaranya telah diremas menjadi bola dan dibakar dengan api lilin. Beberapa dimasukkan ke dalam kotak kecil, menunggu tanggapan dari orang itu.
Akan tetapi, setelah delapan hari berlalu, tetap tak ada jawaban untuk apa yang telah dia masukkan ke dalam kotak kecil…. Tak ada seorang pun yang memindahkannya kecuali dirinya sendiri.
Orang itu sepertinya telah sepenuhnya menghilang dari dunianya.
Sudah sejak lama Lu Huan berpikir bahwa pada suatu hari, orang itu mungkin saja tiba-tiba menghilang tanpa meninggalkan jejak apa pun, dan dia takkan bisa menemukan mereka tak peduli metode apa pun yang dia pergunakan. Itulah sebabnya dia ingin sekali berkomunikasi lewat pesan demi mencari tahu identitas orang itu. Tapi dia tak pernah menyangka kalau hari ini akan datang secepat ini. Sebelum dia mengetahui siapa orang itu, mereka telah menghilang tanpa jejak.
Untuk dua hari pertama, Lu Huan masih pergi ke luar, tapi pada hari kedelapan, dirinya sudah semakin layu di dalam griya. Dia terjaga sepanjang malam, duduk di ambang pintu rumah dengan mata merah, tidak tahu kenapa orang itu tiba-tiba menghilang.
–Hal yang paling dia cemaskan telah terjadi.
Orang itu telah menghilang.
“Kau sudah muak ya?” Lu Huan menggumam pada dirinya sendiri.
Ini pasti karena dia telah dengan sembarangan menawarkan untuk bertemu. Dia telah membuat orang itu merasa lelah berada di sisinya, jadi orang itu pun pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Atau, orang itu sudah berganti sasaran dan tak lagi muncul di sisinya, lalu pergi ke sisi Pangeran Kedua, untuk memperlakukan pihak lain itu dengan baik.
Saat malam itu dia kembali ke Gunung Qiuyan, dia tak meninggalkan pesan apa pun gara-gara temperamennya, jadi orang itu pun mengambil inisiatif untuk memutus hubungan di antara mereka berduaa.
Kalau kini orang itu takkan pernah muncul lagi – dia harus bagaimana?
Lu Huan duduk di sana sepanjang hari, sejak dini hari hingga petang. Dia menatap ke luar griya dengan wajah tanpa ekspresi. Dia tidak selalu melihat ke tempat tertentu, dan hanya tampak melamun, menantikan kedatangan seseorang. Ketika hari telah sepenuhnya gelap, dia bangkit dan menyalakan lentera kelinci, kemudian berbalik dan duduk lagi.
Dia teringat pada kali pertama orang itu muncul, semestinya adalah – Ketika pintu gubuk kayunya tiba-tiba diperbaiki? Atau bahkan lebih awal lagi?
Kemudian, beberapa kali orang itu mengiriminya berbagai benda. Sekali waktu, adalah sepatu bot yang dibuat dengan seksama, di lain waktu, tungku arang, dan lain kalinya lagi adalah makanan. Dia telah dibuat terperanjat, dan telah mencurigai kalau seseorang di Ning Wangfu telah memasang perangkap untuknya, tapi pada malam itu, dia sakit parah. Dia tak mampu membeli obat untuk mengobati demam tingginya, dan berada dalam kondisi setengah sadar, kemudian lagi-lagi diselamatkan orang itu.
Dia telah dibuat kaget dan curiga, hatinya merasa tidak tenang. Kemudian, orang itu memberi dia semangkuk mi panjang umur, yang merupakan makanan terbaik yang pernah Lu Huan santap sejak dirinya dilahirkan. Kemudian lagi, dia mulai berkomunikasi dengan orang itu lewat pesan, dan orang itu ternyata mulai menanggapi pesan-pesannya. Ini juga adalah kali pertama dia memiliki seseorang untuk diajak bicara.
… Kini, orang itu takkan pernah datang lagi.
Mata Lu Huan tampak tak berjiwa, dan cahaya di bawah tepian atap tak mampu mencapai matanya. Dia menurunkan pandangannya dan menatap nanar ke tanah.
Apakah dia telah mengambil langkah yang salah?
****
Dua setengah hari kemudian, Su Xi menyelesaikan ulangannya. Setelah menyelesaikan ulangannya di siang hari, dia mengisi lembar jawabannya dan segera menyerahkan lembar jawabannya itu. Sesudah tidak online selama dua hari, Su Xi merasa sangat cemas. Walaupun dia tahu kalau tak ada hal besar yang akan terjadi di dalam game, dia masih tak tahan ingin kembali melihat anak itu. Untung saja, siang ini setelah ulangan selesai, dia bisa pulang lebih cepat.
Sebelumnya, dia hanya menganggap game itu sebagai permainan, tetapi seiring dengan dia semakin dan semakin merasa kalau karakter game di dalamnya memiliki emosi sendiri, dirinya jadi semakin peduli tentang apakah anak itu akan mendapatkan pemikiran-pemikiran sedih selama dua hari ketiadaannya.
Tentu saja, juga ada kemungkinan kalau Su Xi berpikir terlalu berlebihan.
Singkatnya, dia tak peduli ketika dirinya diundang oleh Gu Qin dan yang lainnya untuk pergi berbelanja siang ini. Tanpa makan di kafetaria, dia langsung naik bus dan buru-buru pulang ke rumah.
Ponselnya ada di dalam kamar orangtuanya. Su Xi jadi seperti pencuri. Dia membuka pintu kamar orangtuanya dan mengambil ponselnya.
Dia kembali ke kamarnya dan mengisi baterainya —
Kemudian dia menyalakan layarnya.
Jantung Su Xi berdebar kencang, dan dia tersenyum pada pemikiran akan segera melihat anak itu. Akan tetapi, ketika dia online dan mengubah antarmukanya ke rumah, mendadak senyumnya menghilang.
Tunggu, apa-apaan semua kertas yang sudah diremas-remas yang bertebaran di lantai rumah?
Catatan-catatan ini semestinya ditulis oleh anak itu dalam beberapa hari terakhir ini, tapi dia tak mendapatkan tanggapan dari Su Xi. Apa dia telah menulis sebanyak itu? Lantas, apa berarti anak itu menunggu Su Xi?
Su Xi tak pernah menyangka bahwa pada suatu hari ketika dirinya tak bisa online, si tokoh utama akan menunggu dirinya. Tiba-tiba dia merasakan hatinya sakit, tak sanggup membaca catatan-catatan itu, dan langsung mengganti antarmukanya ke halaman untuk mencari si anak.
Begitu antarmukanya sampai di halaman, dia melihat si anak sedang duduk di depan pintu rumah, sedikit mendongakkan kepala, memandangi lentera kelinci yang bergoyang-goyang di bawah tepian atap.
Pada saat ini, hari sudah gelap di dalam game, dan cahaya lilin menerpa wajah sia anak, yang jelas-jelas gelap. Ekspresinya tak bisa dilihat, tapi sepertinya memang tidak ada. Wajah bundarnya sangat gelap, dan tepian matanya sedikit memerah.
Eh, apa yang terjadi?
Su Xi, yang tak tahu apa yang sedang berlangsung di dalam benak anak itu dan hendak membesarkan layarnya, melihat sebuah gelembung besar muncul di atas kepala anak itu.
Tampaknya seperti kalau gelembung itu sudah tidak muncul selama berhari-hari, sehingga menumpuk jadi satu dan muncul sekaligus, membuat layarnya nyaris dibanjiri oleh gumpalan-gumpalan yang berjejalan rapat itu.
“… Apa kau cuma memanfaatkanku?”
Hal pertama yang muncul adalah ini. Kelopak mata Su Xi tersentak membuka, dan tanpa sadar dia ingin membantahnya. Tapi segera setelahnya, si anak kembali memikirkan sesuatu yang lain.
Isinya adalah rentetan pemikiran.
— “Apa kau takkan datang lagi?”
— “Maafkan aku, tak semestinya aku menyebutkan kalau aku ingin bertemu denganmu. Kau pasti kesusahan.”
— “Kalau kau tak menginginkannya, tidak apa-apa kalau muncul sebulan sekali saja, tapi apa kau bisa….”
— “… Tak menjadi masalah kalau kau ingin memanfaatkan aku, atau kalau semuanya disebabkan oleh rasa kasihan, aku… aku tak peduli.”
— “Aku mengaku.”
— “Maaf, malam itu aku sengaja tidak meninggalkan pesan, aku cuma… aku cuma merasa cemburu…. Maaf, aku tak seharusnya begitu…. Tak seharusnya aku terlalu serakah…. Siapa pun kamu, tak peduli kenapa kau muncul dan kenapa kau menghilang…. Kau…. Keluarlah dan bicara padaku, ya?”
— “Aku kesepian.”
Kemudian, satu-persatu gelembung-gelembung itu perlahan menghilang, hanya menyisakan dua kata terakhir, yang perlahan memudar bagai uap air di permukaan layar. Namun kedua kata ini serasa mencekik Su Xi.
Sosok kecil di depan pintu rumah itu duduk di sana seorang diri, hanya ditemani bayangan di tanah yang diterangi oleh lilin kuning. Sosoknya seperti sebuah bola kecil, meringkuk memeluk kakinya.
Anak itu tak mengatakan apa-apa, gelembung-gelembung putih ini hanyalah kata-kata di dalam hatinya.
Dia mendongak menatap nanar pada lentera kelinci, tak menunjukkan apa yang ada dalam pikirannya, namun mengucapkan semua itu di dalam hatinya.
Dia kesepian.
Su Xi memandangi anak itu sampai lupa bernapas, dan sedikit demi sedikit matanya mulai terasa panas.
Dia tak pernah memikirkan tentang apa yang dilakukan anak itu ketika dirinya sedang tidak online. Dia mengira kalau anak itu mungkin sedang sibuk bercocok tanam, atau mungkin sibuk merencanakan hal lainnya. Tapi dia tak pernah memikirkan tentang satu masalah ini – akankah anak itu berpikir kalau dia tidak menginginkan anak itu karena dia tidak online? Ketika dia tidak online, si anak akan memikirkan dirinya dan merasa kesepian.
Tapi sekarang dia sudah tahu, si karakter merasa sedih ketika dia tidak ada.
Su Xi menatap si anak, dan tiba-tiba jantungnya serasa diremas sangat erat. Ini adalah yang pertama baginya, dan karena sesosok karakter di dalam game-lah dia merasakan kehilangan sekuat ini. Dia ingin memberitahu si anak kalau dia sudah kembali, tapi dia tak tahu harus bagaimana.
Jadi, dia membuka toko, memilih ke kanan dan kiri, dan tanpa sengaja jarinya menggoyangkan seonggok kembang api.
Kemudian, pada detik berikutnya, kembang api pun meledak di layar. Su Xi terperanjat.
Dan Lu Huan, yang sedang memandangi langit malam tanpa batas di depan rumah, tiba-tiba melihat suatu ledakan terjadi tidak jauh dari tempatnya berada, lalu serentetan kembang api tiba-tiba melayang di angkasa, bersinar terang, dan sejenak kemudian terjatuh ke dalam griyanya seperti galaksi.
Ini bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan oleh orang biasa. Hari ini tidak ada festival, dan tak ada kembang api seperti itu di pasar.
Sejenak dia terperangah, kemudian jantungnya seakan melompat keluar dari tenggorokannya.
Mendadak Lu Huan berdiri, berjalan beberapa langkah menuju halaman, mendongakkan kepalanya dan menatap lekat-lekat pada langit malam, dengan kesukacitaan yang tak tergambarkan di wajahnya – apakah orang itu kembali?
****
Su Xi melihat perubahan ekspresi di wajah anak itu, dan hidungnya terasa lebih masam lagi.
Dengan sedih dia mengulurkan jarinya, dan sehembus angin bertiup di Griya Kayu Bakar, dengan lembut mengangkat baju tipis Lu Huan – sayang, aku ada di sini.
Selalu.
————-
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Si Anak: Kenapa kau menuangkan begitu banyak obat berharga dengan sedemikian perhatiannya? Apa kau mengoleskannya dengan tangan? Kau mengoleskannya dengan apa? Apa kau menarik lepas baju Pangeran Kedua dan mengoleskan obatnya langsung ke kulitnya…!
Su Xi: … Tanpa tanganku, dengan apa lagi aku mengoleskan obatnya? Atau memangnya aku perlu melepas kaus kaki Pangeran Kedua dan memakainya untuk mengoleskan obat itu ke tubuhnya?!!
Si Anak (berpikir): … Iya.