I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 32
Di halaman, Liu Huan mendongakkan kepalanya, leher dijulurkan seraya memandangi kembang api dalam waktu lama.
Kembang api itu, sekelompok demi sekelompok, menampakkan sinar-sinar cemerlang dan warna-warna gemerlap, tiada hentinya dalam waktu lama.
Rakyat di area kota di luar Ning Wangfu juga tampak agak kebingungan, dan satu demi satu keluar menuju jalanan unttk melihat apa yang sedang terjadi. Suara-suara dari dari beberapa griya di sekitarnya terdengar, dan ada pelayan-pelayan yang terkejut dengan gembira dan berseru, “Lihat, siapa yang menyalakan kembang api?”
Suara-suara ramai ini perlahan menarik Lu Huan keluar dari lamunannya…. Rasanya dia seperti berada di dalam sebuah mimpi yang luar biasa. Ketika melihat sekeliling, dia hanya melihat malam yang sepi, tak ada seorang pun di halaman ini selain dirinya…. Darah yang hampir mengalir deras ke kepalanya perlahan kembali tenang.
Dia tak bisa menahan diri untuk membungkuk, memungut sebongkah batu, lalu melemparkannya ke arah dinding griya terdekaT.
Yang didengarnya sesaat kemudian hanyalah suara batu yang jatuh ke tanah.
Bahkan satu gema pun tak ada.
Hatinya yang tadi luar biasa gembira perlahan mengeras.
Kembang api ini hanya dinyalakan oleh seseorang di kota…. Mungkinkah, yang melakukannya adalah orang itu, yang telah kembali?
Tapi barusan tadi, barusan tadi jelas-jelas dia mendapatkan intuisi semacam itu setiap kali orang itu datang, dia selalu mendapat intuisi….
Kalau begitu, apakah mungkin intuisinya salah? Lagi-lagi imajinasinya berkeliaran bebas?
Lu Huan menatap langit malam, angin dingin berhembus. Setelah perasaannya yang meluap-luap berlalu, dia kembali merasa kesepian, seakan dirinya disiram air dingin tepat di wajah.
Dia tetap berdiri di halaman selama beberapa saat, tiba-tiba merasa kalau dirinya agak konyol – dia tahu kalau dirinya tidak masuk akal, tetapi setelah berbalik, dia masih tidak berjalan masuk ke kamar, dan malah melangkah perlahan menuju hutan bambu.
Absurd memang absurd. Dia berpikir, bagaimana kalau semau ini bukanlah ilusinya, bagaimana kalau orang itu benar-benar telah kembali?
Kalau orang itu tak mau menemuinya, maka pertama-tama dia akan pergi ke hutan bambu untuk menghindar, memberi orang itu waktu untuk menanggapi catatannya, dan kemudian dia akan kembali lagi.
Maka demikianlah, Lu Huan berjalan dengan sangat lambat, kepalanya tertunduk rendah, tangan dan kakinya sedingin es.
Dia memandangi batu di kakinya, dan dalam hati berpikir, kalau orang itu tidak datang, bahkan meski dia tinggal di dalam hutan bambu sepanjang malam, orang itu tetap takkan meninggalkan pesan apa pun untuk menjawabnya.
***
Su Xi tidak tahu mengapa setelah menyulut kembang api, anak itu tidak tampak terlalu gembira. Ekspresi di wajahnya sudah kembali menjadi tampang sedih. Terlebih lagi, anak itu tidak kembali ke kamarnya, tapi setelah terdiam selama beberapa saat, malah berjalan menuju hutan bambu – apa yang hendak dia lakukan?
Su Xi tak bisa menebak apa yang ada dalam benak Lu Huan, tapi kemudian terlihat olehnya si anak berjalan ke tepi hutan, hampir keluar dari area griya kayu bakar ini, dan kemudian berhenti.
Lu Huan menemukan sebuah posisi, lalu terduduk lemas, duduk seperti bagaimana dirinya duduk di ambang pintu di waktu sebelumnya, kepala sedikit tertunduk, tampak melamun.
Bayang-bayang kecil bertengger di atas batu kecil, tampak hampa dan sepi.
… Apa yang terjadi?
Kenapa dia pergi ke hutan bambu selarut ini dalam hembusan angin dingin begini?
Hidung Su Xi masih terasa pedas, tetapi kemudian dia melihat si anak melakukan serangkaian tindakan yang membuatnya keheranan. Kembang api yang baru saja disulutnya tadi sepertinya tidak membuat anak itu tahu kalau dia sudah kembali.
Dia harus memanfaatkan waktu selagi si anak tidak berada di dalam kamar, dan harus segera meninggalkan pesan, memberitahu si anak kalau dirinya selalu ada di sana.
Memikirkannya seperti ini, Su Xi tak tahan ingin tahu apa yang dipikirkan oleh si anak, dan buru-buru mengganti antarmuka ke bagian dalam kamar.
Kali ini, apa yang harus dia berikan untuk membuat si anak lebih gembira?
Mencari alasan, berkata bahwa dia hanya pergi untuk sementara, dan baru saja kembali hari ini? Dan bahwa dia tidak meninggalkan anak itu?
Atau haruskah dia langsung saja mengikuti kesukaan si anak, memberikan benda-benda yang disukai anak itu?
Su Xi berbaring di ranjang sambil menariki rambutnya. Dia bisa sangat merasakan kesulitan yang dihadapi oleh seorang guru TK dalam membujuk seorang anak.
Lantas, sebenarnya apa yang diinginkan anak itu? Apa yang akan membuatnya bahagia?
Sebenarnya, Su Xi tidak tahu apa yang disukai dan tidak disukai oleh anak itu. Anak itu tak pernah menunjukkan perhatian jelas atas semuanya – kecuali, pada sekali waktu itu, kali pertama anak itu meminta makanan dari kampung halaman Su Xi.
Su Xi belum lupa tentang hal itu, dan dia terus memikirkan tentang makanan setempat macam apa yang akan lebih istimewa. Lagipula, ada banyak makanan yang baru ada pada abad ke-21, dan tak bisa ditukar di toko game.
Tapi malam ini, sudah waktunya untuk memenuhi satu keinginan si anak.
Su Xi membuka toko game, dan dengan seksama mencari-cari bagian kolom yang penuh dengan berbagai masakan. Ada banyak masakan di toko game ini, tapi tatapannya langsung tertuju pada salah satu di antaranya – Kakap Putih masak Osmanthus.
Su Xi sangat suka makan ikan. Di dalam gambar masakan ini, serpihan-serpihan bunga osmanthus ditaburkan di atas daging perut ikan berwarna putih, putih dan kuning berselang-seling, tampak segar dan lezat.
Juga, saat ini di dalam game adalah pergantian antara akhir musim dingin dan awal musim semi, dan jelas takkan ada bunga osmanthus yang mekar di bulan sembilan, jadi ini merupakan masakan yang lebih istimewa lagi.
Tapi juga, masakan ini masih bisa dianggap sebagai masakan kampung halaman Su Xi.
Secepat kilat Su Xi membeli satu kotak makanan itu, penuh dengan ikan kakap masak osmanthus, kemudian dia memilih yang lain lagi di kanan dan kiri, memilih beberapa benda lainnya.
****
Lu Huan duduk di atas batu di hutan sendirian. Dia merasa gugup, takut, dan frustrasi. Ditatapnya langit malam di mana kembang api baru saja merekah.
Sekarang tempat ini sungguh sepi, hanya ada malam, dan dia nyaris bertanya-tanya apakah dirinya telah berharap terlalu banyak. Hanya karena serangkaian kembang api, dia mengira orang itu sudah kembali.
Tapi pada saat yang bersamaan dengan hatinya yang terus kecewa, mau tak mau dia juga memiliki setitik harapan —
Mungkinkah bahwa bisa saja, kalau memang orang itu telah kembali?
Lu Huan sangat bersedih, dan imajinasinya pun berkeliaran bebas.
Pada saat inilah, dia mendengar beberapa pergerakan yang berasal dari pintu kamar.
Jarak antara tempat di dalam hutan bambu ini dan pintu kamarnya sudah cukup jauh, tapi suasananya memang sangat sunyi. Terlebih lagi, Lu Huan selalu menajamkan pendengarannya, karenanya pergerakan seringan itu, bisa langsung dia dengar.
— Mungkin ini adalah gerakan yang dihasilkan beberapa batang ranting kering yang dihembus angin di halaman?
Akan tetapi, nyaris seketika itu juga, Lu Huan berdiri. Dia tak peduli apakah dirinya akan kecewa nantinya, tapi jantung di dalam dadanya yang tadinya seperti sudah mati, sekali lagi kembali berdetak. Dia berlari ke arah pintu dengan langkah-langkah bertenaga, dan kemudian mulai meningkatkan kecepatan, ujung-ujung bajunya melayang dihembus angin dingin.
Dia berlari ke dalam kamar, rambut panjang hitamnya tertiup angin hingga berantakan.
Dilihatnya kalau tak ada seorang pun di dalam kamar. Ruangan itu kosong.
Lu Huan menahan perasaan kecewa yang seakan meremasnya dengan susah payah, dan berusaha melihat ke atas meja dengan tenang.
Di atas meja….
Setelah delapan hari berlalu, sekali lagi ada tambahan beberapa benda di atas meja itu.
Jantung Lu Huan melonjak gila-gilaan, tak bisa memercayai penglihatannya sendiri.
Orang itu sudah kembali….
Orang itu sudah kembali?
Orang itu sudah kembali!!!
Dia pikir orang itu takkan pernah kembali lagi, tapi — ternyata tebakannya tentang kembang api yang barusan tadi tidak salah. Jadi ternyata memang orang itu yang telah menyalakannya? Dia tahu itu, dia tahu kalau dia punya intuisi yang tak tergambarkan namun akurat tentang kemunculan orang itu!
Lu Huan seperti seorang anak yang, setelah kehilangan permen mereka yang berharga, kembali menemukannya dengan susah payah, dan merasa tak pernah sebahagia ini dalam hidupnya.
Matanya yang semula redup juga langsung kembali berbinar, tampak seperti dengan ‘byaar’ – suar menyala dalam kegelapan, dan menjadi warna hitam yang berkilauan.
Jantungnya serasa akan melompat ke tenggorokan, dan ekspresi di wajahnya langsung jadi berwarna. Tepian matanya memerah, dan dia buru-buru berjalan menuju sisi meja.
Su Xi, yang ada di luar layar melihat kegembiraan dan kegairahan yang nyaris tak bisa ditutup-tutupi di wajah si anak, dan terisak.
Sementara itu, Lu Huan tak tahu apakah ini karena bertemu kembali setelah waktu yang lama, tapi dia merasa rindu rumah. Benda-benda yang dikirimkan oleh orang itu hari ini, Lu Huan sungguh berharap dia bisa menggenggam erat semuanya di dalam tangannya dan tidak pernah melepaskannya, tapi ketika benar-benar ada di tangannya, ternyata dia malah tak berani membukanya.
Dia takut bahwa setelah orang itu mengirimkan barang-barang ini sekarang, orang itu akan menghilang lagi dalam waktu lama….
Di atas meja, totalnya ada tiga buah kotak kayu.
Lu Huan berusaha mengendalikan jantungnya yang berdebar gila-gilaan, mengerahkan keberanian, lalu membuka kotak pertama.
Di dalamnya penuh dengan kembang api.
Kembang api-kembang api ini tampak sangat unik, jelas bukan kembang api normal yang bisa kau beli di kota.
Lu Huan sungguh gembira. Meski dia ingin menahannya sebaik mungkin, tapi malam ini dia benar-benar tak bisa mengendalikannya, dan karena di sekitar sini tak ada siapa-siapa, dia pun tak menutup-nutupinya sama sekali, dan akhirnya tak bisa menahan diri untuk mengulurkan tangan dan menyentuhnya.
….
Kotak kedua.
Lu Huan membuka yang ini dengan jauh lebih lambat daripada kotak pertama, mungkin karena merasakan sedikit keengganan.
Setelah perlahan membukanya, dia menyadari kalau di dalamnya terdapat sekantong biji-bijian, menguarkan keharuman yang ringan dan lembut. Sepertinya ini adalah – biji bunga pir?
Apa maksud orang itu?
Orang itu tak bisa hadir di tempat perjanjian delapan hari yang lalu dan tak bisa melihat pohon bunga pirnya, jadi orang itu memintanya menanam sederet pohon bunga pir?
Walaupun Lu Huan tidak mengerti niat orang itu, dia masih merasa gembira, seperti menyentuh sesuatu yang berharga, dengan mata tampak seperti batu obsidian.
Dia menempatkan biji-biji bunga pir itu di bawah hidungnya lalu mengendusnya.
….
Masih ada sisa kotak terakhir.
Lu Huan seperti seorang anak yang sedang membuka kado-kado kesukaannya, dan ketika sampai pada kado terakhir, dia tak sanggup membukanya bungkusnya.
Dia memerhatikan kotaknya baik-baik, berusaha keras menahan kegembiraan terpancar di matanya. Buru-buru dia membentangkan kertas dan menata tinta, mencelupkan kuasnya ke dalam tinta, lalu menempatkan ujung kuasnya ke atas kertas.
Lu Huan memakai tangan kirinya untuk menyeka wajahnya. Setelah dia menenangkan diri, kemudian dia mulai menulis pesan.
Tetapi ketika menulis, sudut mulutnya masih terangkat naik tanpa bisa ditahan-tahan.
Ini adalah yang pertama kalinya bagi Su Xi, yang berada di luar layar, melihat Lu Huan benar-benar tak bisa mengendalikan kegembiraan dan kesukacitaannya sampai seperti itu. Dia pun tak bisa menahan diri untuk menangkupkan tangan ke wajahnya, menampakkan seulas senyum keibuan.
Dan kemudian, dia melihat anak itu menulis.
— “Menghilang selama delapan hari, kau pasti telah keluar melakukan perjalanan panjang, aku sudah menerkanya, jadi aku menunggumu kembali dengan sabar, dan sama sekali tidak merasa gelisah.”
Su Xi: ….
???
Kau bilang kau sudah menerkanya?
Kau bilang kau tidak gelisah sama sekali?
Nak, tanya pada hati nuranimu dan bilang sekali lagi, siapa itu si cengeng kecil yang barusan tadi duduk di ambang pintu?
Setelah selesai menulis, si cengeng kecil itu tampak cukup puas dengan alasan ini, jadi dia melipat kertasnya menjadi satu dan menjejalkannya ke dalam kotak kayu kecil di dalam kaki meja sesuai dengan praktek biasanya.
Tiba-tiba anak itu terpikirkan sesuatu, berbalik, dan buru-buru mengumpulkan kertas-kertas yang berantakan di lantai, membawa semuanya dalam pelukan, lalu membakarnya satu demi satu dengan api lilin. Wajahnya tampak agak malu…. Orang itu, mereka seharusnya belum melihatnya….
Su Xi memang belum melihatnya, karena dia sudah keburu merasa cemas. Sesaat yang lalu dia sibuk menyiapkan hadiah, dan belum melihat apa saja yang telah ditulis anak itu selama beberapa hari terakhir ini.
Sayangnya, dia bahkan belum sempat melihatnya sedikit pun, tapi sudah habis dibakar.
Su Xi: “….”
Ketika kertas-kertas itu sudah terbakar semua, Lu Huan menghembuskan napas lega. Dia kelihatan ingin bicara lebih banyak lagi, dan kembali menulis di kertas —
— “Akan tetapi, kalau kelak kau ingin pergi dalam waktu lama, apa mungkin….”
Di tak menyelesaikan tulisannya, karena merasa hal ini agak tidak pantas, jadi dia pun meremasnya menjadi bola dan membakarnya.
Lu Huan menatap kertas kosong, merasa agak berdebar. Dia ingin agar kelak orang itu tidak tiba-tiba menghilang tanpa jejak, tapi dia juga takut kalau kali ini dia membuat permintaan, hasilnya akan sama seperti pada kali terakhir dia meminta bertemu, membuat orang itu jadi tidak kesal.
Bagaimanapun juga, hal-hal ini akan dibicarakan lagi nantinya. Sebelum dia bisa menerka siapa orang itu, sebelum dia bisa yakin kalau orang itu takkan pernah menghilang, catatan yang dia tulis harus penuh kehati-hatian.
Sekarang, hanya tinggal kotak terakhir yang belum dibuka.
….
Meski merasa enggan, sudut mata Lu Huan masih menampakkan senyum samar. Dia meletakkan tangannya di atas kotak, dan sesaat kemudian, membukanya.
Setelah dia membukanya, aroma sayuran langsung menerpa hidungnya, dan uap panas mengepul keluar dari dalam kotak itu.
Sebuah piring porselen yang indah, daging ikan seputih salju, potongan-potongan daun bawang yang lembut, dan di sela-selanya berhiaskan bunga osmanthus, dengan warna kuning yang memikat.
Ekspresi Lu Huan tampak terpana.
Isinya… makanan?
Sesuatu melintas dalam benaknya. Waktu itu, setelah dia menempatkan permintaan akan masakan dari kampung halaman, jelas-jelas dia langsung membakarnya setelah selesai menuliskannya.
Orang itu, bagaimana mereka….
Orang itu ternyata… mungkinkah….
Tubuh Lu Huan membeku dari kepala hingga ujung kaki. Detil-detil dari setelah orang itu muncul berlintasan dalam benaknya.
Mengesampingkan kenyataan bahwa setiap malam orang itu datang dan pergi tanpa meninggalkan jejak sambil memberinya berbagai barang, mengesampingkan kemampuan-kemampuan luar biasa itu, serta juga keahlian medis yang mumpuni, ternyata masih ada banyak detil yang terlewat.
Seperti, masakan babi tumis kental dengan prem yang tiba-tiba muncul dan tiba-tiba menghilang, ember di tepi sungai pada waktu itu yang entah bagaimana menjadi lebih ringan, dan karena suatu alasan tertentu, orang itu tak bisa meninggalkan tulisan apa pun.
Semua detil ini perlahan berkumpul menjadi satu. Lu Huan menatap masakan yang ada di depan matanya, dan perlahan napasnya menjadi lebih cepat.
….
Selama ini dia tak pernah memercayai kekuatan-kekuatan aneh dan dewa-dewi, dia berpikir kalau semua itu hanyalah cerita-cerita karangan.
Tapi mungkinkah orang itu, mungkinkah —
Su Xi melihat si anak terdiam sangat lama di depan meja, dan kemudian, wajah roti kukusnya terangkat dengan raut tidak yakin.
Di kepalanya muncul sebuah gelembung putih dengan sebuah tanda tanya besar, menyuarakan apa yang ada di dalam benaknya.
— “Apa… kau adalah hantu? Atau dewa?”
Kelopak mata Su Xi berkedut.
Su Xi begitu terkejut sampai-sampai dia nyaris jatuh dari ranjang pada saat itu juga. Tunggu, tunggu sebentar, anak ini sudah begitu cepatnya menebak identitasnya tanpa batas.
Apa-apaan ini. Arah pandangan Su Xi tertuju pada masakan tersebut, dan tiba-tiba menyadari di mana masalahnya. Catatan yang ditulis anak itu pada waktu itu tidak ditinggalkan untuk dia baca, tapi dia sudah melihatnya. Anak itu pasti akan mencurigai hal tersebut ah!
Anak itu tak mungkin jadi ketakutan kan?
Tapi dia hanya melihat kalau meski wajah anak itu penuh dengan keraguan, tidak ada setitik pun raut gelisah. Sebaliknya —
Sebaliknya, samar-samar sudut mata anak itu berkilat dengan setitik kesukacitaan.
Anak itu menatap langit malam tanpa batas, mengerutkan bibirnya. Jemari yang menggelantung di sisi tubuhnya sedikit mengepal, kemilau samar di matanya tampak seperti mengetahui tentang orang itu. Yang lainnya tak bisa melihat, tak bisa menyentuh, tapi hanya dia, memiliki, menyentuh, menggenggam….
————-
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Si Anak: — “Menghilang selama delapan hari, kau pasti telah keluar melakukan perjalanan panjang, aku sudah menerkanya, jadi aku menunggumu kembali dengan sabar, dan sama sekali tidak merasa gelisah.”
Su Xi: kau bicara sembarangan lagi.