I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 33
Pada delapan hari terakhir ini, kabar tentang upaya pembunuhan terhadap Pangeran Kedua telah menyebar di istana.
Insiden semacam ini bisa disebut sebagai skandal istana. Tak peduli apa pun penyebab upaya pembunuhannya, kalau hal ini adalah karena kekacauan yang disebabkan bencana alam, atau oleh seseorang yang dengan sengaja merencanakan pembunuhan terhadap sang pangeran, keluarga istana jelas tak mau kabar ini sampai menyebar.
Akan tetapi, ada terlalu banyak nona bangsawan muda yang pada hari itu pergi ke perburuan di Gunung Qiuyan. Walau di permukaan mereka semua diam saja dan tidak membocorkan berita satu pun, secara rahasia, mereka sudah menyebarkannya.
Sang Kaisar murka akan hal ini. Beliau segera memerintahkan Pasukan Pengawal Istana untuk menyelidiki, dan mengirim Tabib Istana untuk merawat Pangeran Kedua.
Selama pemeriksaan dan perawatan, Tabib Istana memeriksa sejumlah serbuk yang ada di dada Pangeran Kedua dengan jemarinya, menaruhnya di bawah hidung lalu mengendusnya secara seksama. Sang Tabib merasa sangat curiga, dan ada suatu ekspresi di wajahnya yang kelihatan seakan ada sesuatu yang sulit untuk dikatakan.
Pangeran Kedua berbaring di ranjang hanya selama beberapa hari, tapi luka di dadanya yang nyaris mencapai jantung sudah hampir sembuh, meski dirinya masih tampak lemah. Dia bertanya, “Tabib Xu, apa yang telah kau temukan?”
Tabib Xu berkata: “Yang Mulia Pangeran, mengatakan yang sebenarnya, serbuk obat ini seharusnya memiliki bahan yang sama dengan obat Jinchuang milik tabib istana. Terbuat dari daun kembang sepatu, borneol, dan sebagainya, tetapi saya tidak tahu mengapa obat ini memiliki efek yang begitu ajaib, membuat luka Anda bisa pulih begitu cepat!
“Menteri ini belum pernah melihat obat dengan kemampuan penyembuhan sehebat ini. Pasti ada suatu resep rahasia lain di dalam serbuk ini, tapi menteri ini tidak kompeten dan tak bisa menerka apa bahannya.
“Orang yang menyembuhkan Anda pasti adalah sang tabib jenius!”
Bahkan sebelum sang Tabib Istana mengatakannya, Pangeran Kedua sudah berpikir bahwa hal ini sangat aneh. Anak panah yang telah dia tancapkan sendiri ke tubuhnya menusuk jauh ke dalam dagingnya. Sedikit lebih dalam lagi, dia mungkin akan sudah bertemu dengan Yan Wang. Menurut rencananya semula, lukanya seharusnya membutuhkan waktu tiga hingga lima bulan untuk sembuh.
Tapi sekarang, gara-gara kemunculan yang bisa dijelaskan dari seseorang tak dikenal di Gunung Qiuyan, dia akan bisa turun dari ranjang hanya dalam waktu beberapa hari!
Rencana Pangeran Kedua telah hancur. Walaupun dalam hati dia merasa kesal, jumlah keraguannya lebih besar lagi.
Siapakah orang yang telah menyelamatkan dirinya? Kenapa menyelamatkan dirinya? Tak ada orang biasa yang mampu menghasilkaan obat ajaib semacam ini.
“Tabib Xu, Anda punya banyak pengetahuan, apa Anda bisa menerka siapa yang membuat obat Jinchuang ini?”
Tabib Xu berkata: “Menteri ini merasa malu untuk mengatakan bahwa dia tak mampu menerkanya. Tetapi beberapa hari yang lalu, saya mendengar bahwa seseorang di Ibu Kota telah menyembuhkan rakyat di Kuil Yong’an. Ada banyak orang yang menderita karena demam typhoid telah disembuhkan dalam waktu satu malam. Pejabat ini merasa bahwa orang yang melakukan hal ini kemungkinan sama dengan tabib jenius yang telah menyelamatkan rakyat di Kuil Yong’an.”
Pangeran Kedua juga telah berpikir demikian, tapi hanya dengan mengandalkan setitik obat ini, orang yang telah menyelamatkan dirinya jelas tak bisa langsung dihubungkan dengan tabib di Kuil Yong’an itu.
Dia mengernyit dan berkata kepada Tabib Xu: “Anda pergilah dulu. Omong-omong, jangan sebarkan berita bahwa aku sudah hampir sembuh.”
Tabib Istana Xu adalah anggota dari faksi Pangeran Kedua, jadi dia mengiyakan lalu mengundurkan diri.
Sementara Pangeran Kedua terbaring sakit di ranjang, di kamar sang Kaisar penuh dengan perdebatan.
Para pejabat mahkamah memperdebatkan tentang bencana beku di perbatasan utara.
Bencana beku pada akhir tahun ini telah menyebar ke seluruh Negara Yan. Di Ibu Kota, akibatnya hanya kenaikan harga makanan dan tidak memengaruhi kehidupan rakyat. Tetapi wilayah utara kondisinya memang sudah dingin, dan akan jadi semakin buruk kalau bertemu lagi dengan bencana semacam itu.
Bukan hanya itu, kemarin para prajurit yang ditempatkan di utara telah bergegas memberangkatkan kurir untuk melapor, berkata bahwa akibat kekurangan makanan, tak ada hujan di bulan tiga, kekeringan, dan sebagainya, pasukan yang melakukan perlawanan menjadi semakin dan semakin banyak. Kalau hal itu tidak ditangani, takutnya para pengacau akan melangkah lebih jauh lagi dan menyerang garnisun utara.
Sang Kaisar begitu putus asa sehingga Beliau mengesampingkan masalah upaya pembunuhan terhadap Pangeran Kedua.
Krisis saat ini adalah – Bencana beku, kekeringan, serta perlawanan di utara sangat mendesak, siapa yang akan mengurusnya? Bagaimana cara mengurusnya?
Menteri urusan rumah tangga dan faksi Pangeran Kelima tentu saja berdiri untuk merekomendasikan agar mengirim Pangeran Kelima. Ketika faksi Permaisuri melihat hal ini, mereka langsung berdiri untuk merekomendasikan mengirim Putra Mahkota. Sang Putra Mahkota bermandikan keringat dingin. Dia takut pada pasukan pemberontak dan karenanya menolak tanpa pikir panjang, membuat pamannya marah. Ditambah lagi, Jenderal Zhenyuan berasal dari faksi Pangeran Kedua. Kini Pangeran Kedua sedang sakit. Dia tak mau membiarkan Pangeran Kelima mengambil kesempatan itu, jadi dia pun mengambil inisiatif untuk minta dikirim.
Sang Kaisar melihat kalau semua orang ini memiliki pemikiran-pemikiran mereka sendiri, tapi tak ada satu pun dari mereka yang benar-benar ingin mengatasi bencana. Beliau terserang sakit kepala gara-gara perdebatan mereka dan tak tahan untuk berkata marah, “Tutup mulut. Siapa yang akan pergi, tunggu zhen membuat keputusan sebelum kalian memutuskan sendiri!”
Demikianlah, setelah terjadi kekacauan selama beberapa saat, Kaisar pun pergi.
Banyak hal terjadi di istana, tapi Ning Wangfu masih tetap sunyi untuk beberapa hari terakhir ini.
Nyonya Besar sibuk memilih pakaian dan perhiasan. Dua hari kemudian, akan ada perjamuan di istana untuk merayakan perburuan di Gunung Qiuyan. Pada saat itu, orang yang telah memenggal Raja Serigala, Lu Huan, akan bisa bertemu dengan banyak pembesar. Sang Nyonya Besar dan Ning Wangfei juga akan masuk istana sebagai anggota keluarga.
Setelah lewat bertahun-tahun lamanya, setelah kemerosotan yang dialami oleh nama baik Ning Wangfu, ini adalah kali pertama sang Nyonya Besar bisa masuk istana untuk ikut serta dalam perjamuan. Tentu saja Beliau gembira. Bukan hanya Beliau menyuruh mama di sisinya agar mengirim banyak perhiasan untuk Lu Huan, Beliau juga memberi hadiah kepada para pelayan di Ning Wangfu.
***
Sejak Su Xi tidak online dalam waktu lama, sistem telah mengambil inisiatif untuk memanggilnya dan membuatnya bisa dengan cepat menonton plot-plot yang telah terjadi selama delapan hari ini.
Tetapi kini Su Xi sedang memerhatikan si anak di layar, dan tidak berminat melihat apa yang sedang terjadi di istana serta Ning Wangfu dalam delapan hari ini, jadi dia pun menggeser animasinya ke sudut kanan atas layar dan mengecilkannya.
Pada saat ini, tentu saja Lu Huan tak peduli untuk memikirkan hal ini.
Dia menatap sayuran yang ada di dalam kotak dari orang itu, uap melayang perlahan. Di malam musim dingin, uap putihnya tampak jelas dan hangat, mengingatkan dirinya bahwa ini bukanlah mimpi.
Setelah spekulasi muncul dalam benaknya, jantung Lu Huan berdebar sangat kencang, dan darah mengalir cepat ke seluruh tubuhnya – bukan karena takut, melainkan karena sepertinya dia akhirnya bisa menyingkirkan lapisan kabut dan semakin dekat pada identitas asli orang itu…
Hal ini sangat penting baginya.
Lu Huan mengendalikan napasnya yang agak cepat, berusaha sebaik mungkin menenangkan diri, dan dengan seksama memilah-milah berbagai hal yang telah terjadi setelah orang itu muncul di sisinya.
Sejak orang itu tanpa diketahui mengirimkan segala macam barang ke rumahnya, seperti sepatu, tungku arang, baju jahitan, ayam, bibit tanaman, serta kandang penahan dingin ke griyanya, dia seharusnya sudah menerkanya.
Tapi pada saat itu, Lu Huan hanya berpikir kalau mereka pasti adalah semacam ahli beladiri hebat yang bisa datang dan pergi dengan mudahnya.
Setelah itu, dia memakai obat demam untuk menyelamatkan rakyat di Kuil Yong’an. Dia mendapatkan rumah dan pertanian dari Zhong Ganping. Dia berjumpa dengan Menteri Urusan Rumah Tangga. Dia diperintahkan oleh sang Nyonya Besar untuk ikut serta dalam perburuan di Gunung Qiuyan. Orang itu mengetahui semua hal ini seakan telah berada di sisinya setiap saat.
Tapi pada saat itu, walaupun dia merasakan keraguan, dia tak mau memikirkan tentang kekuatan-kekuatan aneh tersebut. Dia hanya berpikir bahwa orang itu memiliki sumber informasi yang sangat luas, punya banyak mata di seluruh Ibu Kota, dan mengetahui semua yang terjadi di sini.
Ditambah lagi, orang itu telah mengirim lebih dari dua ratus ekor ayam ke pertaniannya hanya dalam waktu satu malam. Tanpa terdeteksi, orang itu telah meninggalkan surat di kamar Ning Wangfei untuk mengerjai wanita itu. Ini adalah sesuatu yang takkan bisa dilakukan oleh manusia biasa.
… sekarang ketika memikirkannya secara seksama, tak peduli sehebat apa pun kekuatan sihirmu, tetap mustahil bagi manusia untuk melakukan hal-hal tersebut.
Jadi….
Orang itu sungguh dewa atau hantu?
Dan catatan yang telah dia tinggalkan setiap malam, walaupun orang itu menanggapi, tapi tak pernah meninggalkan pesan satu kata pun. Dia pernah bertanya apakah karena suatu hal orang itu tak bisa meninggalkan pesan, dan orang itu berkata ‘ya’ – ternyata inilah alasannya.
Apakah hantu atau dewa tak bisa meninggalkan tulisan tangan?
….
Lu Huan memikirkan semua yang telah terjadi sejak awal hingga akhir, dan kemudian menatap masakan yang ada di hadapannya. Darahnya mengalir hingga ke puncak kepala, dan dia nyaris bisa sepenuhnya memastikan dugaannya.
Orang itu adalah hantu atau dewa yang telah muncul di sisinya.
Dan itu berarti –
Yah, saat ini orang itu bisa saja masih berada di sisinya?!
Setelah pemikiran ini muncul dalam benak Lu Huan, mata gelapnya tiba-tiba mengejang, jemarinya mengepal tanpa sadar.
Tubuh si pemuda menjadi tegang, matanya gelap dan bersinar, sejumlah emosi samar yang bahkan tak bisa dipastikannya pun mengemuka. Mungkin ini perasaan gembira, penuh harap, cemas, gugup – tanpa sadar dia mengedarkan pandangan ke sekitar, tapi ruangan itu kosong melompong. Lentera kelinci di bawah tepian atap juga menyala bisu dengan cahaya lilin, dan sepertinya tak ada seorang pun di sisinya. Tapi bagaimana kalau memang ada?
Bagaimana kalau orang itu masih ada di dalam rumah?
Tenggorokan Lu Huan terasa agak kering, dan dia memaksa dirinya untuk menahan emosi-emosi rumitnya. Dia mendongakkan kepala dan tak tahu harus melihat ke mana, jadi pandangannya tertuju pada lentera yang berayun. Lalu perlahan dia membuka mulut, “Kau… apa kau masih di sini?”
Kali ini yang muncul bukan gelembung putih, bukan pikiran dalam hati si anak, melainkan sebuah balon kotak dialog.
Di luar layar, mata Su Xi melebar, dan satu-satunya pemikiran yang ada dalam benaknya adalah kata: “Sial”–
Apa-apaan, apa-apaan, si anak sedang bicara kepadanya?!
Si anak di layar mendongakkan kepala dan menatap ke bagian bawah tepian atap lewat jendela. Jelas kalau tatapan anak itu tidak tertuju kepadanya, tapi Su Xi merasa kalau si anak sedang memandang dirinya dari dalam layar. Hitam dan putih pada mata yang ada di wajah putih bundarnya begitu jelas, indah, dan jernih.
Seketika Su Xi merinding.
Dia benar-benar mulai menyadari bahwa ini bukan lagi sebuah game, melainkan seperti persimpangan dari dua ruang dan waktu yang dipisahkan oleh sebuah layar.
Jantungnya berdebar kencang.
Tepat sebelum Su Xi sempat bereaksi, si anak di layar kembali bertanya, “Apa kau masih di sini? Kalau kau masih di sini… apa kau bisa memberitahuku?”
Baris demi baris teks bermunculan di layar, seakan sedang bicara kepada Su Xi secara langsung.
Lu Huan menahan napasnya, sekujur tubuhnya tegang, menatap langit malam yang tak berbatas. Cahaya menyinari wajahnya, terang dan gelap, seperti sebuah jejak persimpangan di antara dua ruang dan waktu.
Ekspresi di wajah Lu Huan menampakkan secercah harapan dan keinginan, namun sepertinya ini hanyalah puncak dari gunung es. Emosi-emosi yang bergejolak dalam hatinya hanya bisa terlihat dari jemari yang dia kepalkan, nyaris memutih di sisi tubuhnya.
Setelah menunggu lama, tak ada satu pun yang menjawab.
Lu Huan kembali membuka mulutnya dan berbisik, “Kau tak bisa bersuara, ya? Kalau kau masih ada di sini, tolong gerakkan lengan bajuku, ya?”
Setelah suaranya keluar, dia menundukkan kepala dan dengan gugup menantikan lengan bajunya digerakkan.
Lengan baju seputih saljunya diterangi cahaya lilin, dan sebentuk bayang-bayang terbentuk di lantai.
Namun bayang-bayang itu diam saja, tak ada pergerakan sama sekali.
Satu detik berlalu.
Dua detik.
Tiga detik.
….
Hati Lu Huan tak sanggup menahan emosi-emosi kecewanya. Dia mengerutkan bibirnya dan tanpa sadar berpikir, mungkinkah terkaannya tentang orang itu salah, ataukah si hantu sedang tidak di sini sekarang? Kalau begitu, kapan berikutnya dia akan muncul?
Di depan layar, Su Xi terus meragu. Anak itu sangat berani, apa dia sungguh tidak takut? Apakah dia benar-benar bisa menyentuh anak itu saat anak itu sedang sadar?
Setelah meragu sejenak, Su Xi mengulurkan tangannya dan menggerakkan jari si anak.
Lu Huan masih memandangi sudut lengan bajunya.
Namun pada saat inilah, jemarinya yang tergantung di samping tubuh terasa seperti disentuh ringan.
Lu Huan “….”
Sentuhan ini sangat halus, perasaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tak ada sentuhan dari kulit, tak ada suhunya, tapi samar-samar seperti ada angin yang menyentuh tangannya, begitu singkat.
Namun kemudian angin itu seperti berusaha mengendalikan kekuatannya, supaya tidak melukai dirinya, dan kemudian dengan hati-hati, sepintas menyentuh punggung tangannya.
Menyentuh lagi dan kemudian mundur.
Napas Lu Huan jadi sedikit lebih cepat.
Dia menatap tangannya, lalu berkata kebodoh-bodohan: “Tidak sakit, tidak sakit, tenagamu tak sebesar itu.”
Sebagai hasilnya, angin itu sedikit merileks, melingkari tangannya, dan menggerakkan jemarinya, seakan sedang menggenggamnya.
Di lantai, bayang-bayang tangan kanan Lu Huan juga bergerak, menampakkan tangan satu orang yang bergerak sendiri.
Tetapi Lu Huan tahu bahwa sebenarnya ada dua orang, dan bahwa orang itu telah menggenggam tangannya.
Ini adalah suatu perasaan yang sangat ganjil, hanya ada angin tanpa temperatur dan bentuk. Namun angin ini penuh perasaan dan lembut, mengenai kulit di tangan Lu Huan seperti aliran listrik, mengikuti ujung-ujung jemari Lu Huan. Percikan-percikan mengalir hingga ke dalam hatinya.
Ujung-ujung jemarinya bergerak ringan, dan jantungnya berdebar kencang.
Mata Lu Huan sedikit memerah.
Benar saja, ternyata memang hantu yang telah muncul di sisinya. Apakah hantu ini telah bersamanya selama ini?
Semua yang ada di sekitarnya begitu sunyi, bumi begitu senyap. Lu Huan berdiri diam, menundukkan kepalanya dan menatap tangannya, hanya mendengar jantungnya berdebar kencang di dalam rongga dadanya.
Waktu serasa hampir berhenti.
Akhirnya dia bisa merasakan keberadaan orang itu….
Saat ini dia hampir tak bisa mendeskripsikan emosi-emosi yang membuncah dalam hatinya. Dia tumbuh besar seorang diri dan bertahan hidup dengan baik sejak kecil. Dia tak pernah berharap akan ada seseorang yang muncul di sisinya, menemaninya, berkomunikasi dengannya, dan memberinya kebaikan. Dia tak pernah disapa atau dipedulikan oleh teman main, kerabat, ataupun sahabat.
Dia tak pernah berpikir bahwa pada suatu hari, akan ada seseorang dalam hidupnya, membawa cahaya kecil dari lentera kelinci, perlahan menyingkirkan kabut gelap dan kabur di sekitarnya, lalu datang untuk menemani dirinya, tidak seperti seisi dunia yang lain.
… Apakah orang itu selalu ada di sisinya? Mengawasinya? Tetap berada bersamanya?
Orang itu… bukan, bukan orang, tapi bahkan meski adalah hantu, hantu itu adalah hantunya seorang.
Tanpa suara Lu Huan menundukkan kepalanya. Kulit di lehernya dingin dan pucat, namun darah di jantungnya mengalir deras, dan matanya bagaikan obsidian, bersinar dengan sorot yang tak pernah ada sebelumnya.
Dia merasakan angin di ujung jemarinya dan berusaha menekan kegairahannya, tapi masih tak sanggup menahannya, jadi ekspresi gembira muncul di sudut-sudut matanya.
… Seperti seseorang yang telah berjalan seorang diri di dalam kegelapan untuk waktu yang lama, mengejar cahaya, dan kini akhirnya berhasil menyentuh pancaran cahaya itu.
Dia teringat sesuatu, jadi dia pun mendongakkan kepala, menatap sebelahnya yang kosong, lalu bertanya lirih: “Tak heran kau tidak datang pada perjanjian waktu itu. Bukannya karena kau tidak mau datang, tapi karena kau tidak bisa menampakkan diri, kan?”
“Kalau jawabannya ‘ya’, genggam tangan kiriku. Kalau ‘tidak, genggam tangan kananku.”
Lu Huan tidak pandai dalam mengekspresikan dirinya sendiri, dan untuk alasan tertentu, pangkal telinganya agak memerah.
Di luar layar, Su Xi tak pernah menduga akan bisa berkomunikasi dengan cara seperti ini. Bukankah dia akan bisa menjelaskan secara benar mengapa dia membantu anak itu pada saat itu?!
Dia jadi kegirangan. Tentu saja dia langsung meraih tangan kiri anak itu.
— Walaupun dia tak bisa menyentuh tangan lembut Lu Huan, tetap saja hal itu telah menggerakkan hati seorang ibu miliknya.
Benar saja, si anak di layar membentuk sudut empat puluh lima derajat sebelum duduk di ambang pintu rumah dan mendongak memandangi langit dengan raut melankolis. Seluruh dirinya tampak jelas sedang gembira. Dengan ‘piaji’ di puncak kepalanya, sebuah hati kecil berkilauan pun muncul.
Lu Huan terbatuk dan bertanya, “Jadi, kau tidak menyalahkan aku karena telah secara tiba-tiba membuat permintaan untuk bertemu, kan?”
Tangan kirinya digesek dengan lembut.
Beban yang menindih hatinya selama delapan hari penuh pun akhirnya terangkat. Lu Huan menghembuskan napas lega, lalu bertanya lagi —
Sebelum mengajukan pertanyaan ini, dia terdiam, berusaha sebaik mungkin untuk tampak tak peduli, lalu mengajukan pertanyaannya dengan santai, “Yah, kenapa kau menyelamatkan Pangeran Kedua. Apa kau ingin membantu dia?”
Tangan kanannya ditarik.
Tidak.
Hati Lu Huan merosot, dan suaranya terdengar agak bingung. Dia meragu sebelum bertanya, “Jadi, kau melakukannya karena niat baik? Pangeran Kedua memang hebat –”
Namun kata-kata itu belum selesai, dan tangan kanannya sudah disentuh lagi.
Su Xi langsung buru-buru menepuk tangan kanan si anak.
Lu Huan dibuat tertegun oleh tenaga orang itu, dan tiba-tiba sebuah terkaan muncul dalam benaknya. Terkaan ini muncul dengan tiba-tiba, dan matanya berbinar, semakin dan semakin cerah. “Jadi karena….” Lu Huan tak mengatakan apa-apa lagi.
Namun dia melihat bahwa kuas tulis di atas meja tiba-tiba berubah arah di tengah udara, lalu jelas-jelas menunjuk ke arahnya –
“Karena aku?” Suara Lu Huan keluar.
Kuas di atas meja bergerak dua kali. Semua ini karena kamu, tak ada yang lainnya.
Tak pernah terpikirkan oleh Lu Huan bahwa hal ini ada hubungannya dengan dirinya. Karena walaupun dia ingin memasuki Akademi Tai, dia tak pernah memberitahu orang itu. Namun mungkinkah orang, bukan, hantunya itu bisa menerka apa yang dia pikirkan, jadi si hantu menyelamatkan Pangeran Kedua, hanya karena dia tak ingin menunda masuknya dirinya ke Akademi?
Jadi ternyata, semua ini untuknya —
Lu Huan berusaha sebaik mungkin untuk mengendalikan ekspresinya, berupaya keras menahan diri mati-matian. Namun sudut-sudut mulutnya naik kian dan kian tinggi, sehingga menjadi semakin dan semakin tak terkendali.
Di luar layar, yang tiba-tiba dilihat oleh Su Xi adalah serentetan gambar hati di permukaan layar, berdenyut-denyut di puncak kepala si anak seakan hampir meledak.
Si anak sangat gembira, Su Xi akhirnya bisa menjelaskan dirinya dengan benar. Di luar layar, dia menutupi wajahnya, teramat gembira. Hati ibu sialannya ini!
———
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Si Anak: Tunggu dulu, saat aku mandi, nggak mungkin kau juga —
Su Xi: Nenek ini miskin dan nggak punya duit.
Si Anak (kecewa): Oh.
Su Xi: ??