I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 35
Keduanya menanam pohon pir bersama-sama, dan segera tampaklah beberapa gundukan kecil di halaman. Su Xi menatap gundukan-gundukan kecil pada layar – sudut mulutnya berkedut, dan hatinya sarat dengan pengharapan. Menanam pohon di dalam game memiliki kesan pencapaian yang jauh lebih besar daripada menanam pohon di kehidupan nyata, karena di dalam game, waktu berlalu dengan cepat. Dia bisa membayangkan kemunculan beberapa batang pohon muda, subur dan bergoyang ditiup angin pada tahun berikutnya.
Mulanya, bagi Su Xi, pohon bunga pir hanyalah sejenis pohon biasa dan tak ada bedanya dari pohon-pohon lainnya.
Namun kini, tampaknya ini gara-gara si anak, pohon pir telah diberi makna yang lebih penuh di dalam hatinya.
Ketika si anak menggenggam kelopak bunga pir di tangannya, dia akan menantikan kedatangan Su Xi. Dan ketika Su Xi menelusuri jalan, kalau dia melihat pohon pir yang sedang berbunnga, dia akan memikirkan roti kukus kecil bermuka dua di dalam game.
Memegangi ponselnya, Su Xi tak bisa menahan senyumannya.
Setelah menanam pohon, selapis salju telah menyelimuti halaman. Di pihak Su Xi, sekarang baru pukul empat atau lima siang, tapi di dalam game, sekarang sudah masuk masa-masa paling dingin di malam hari. Ketika Su Xi melihat kulit putih bersih si anak tampak agak pucat karena dingin, dia pun harus mendorong kepala anak itu dengan jari untuk menyuruhnya masuk rumah.
Si anak masih dalam masa pertumbuhan dan sudah waktunya untuk pergi tidur.
“Kau memintaku tidur? Aku belum mengantuk.” Akhirnya Lu Huan merasakan keberadaan dari hantu yang selama ini telah bersama dengannya, dan hatinya merasa girang dan gembira. Tentu saja, dia jadi tak mengantuk sama sekali. Dia ingin bicara lebih banyak lagi pada hantu itu.
Bahkan meski Lu Huan selalu bicara dan meminta, si hantu hanya menjawab dengan ‘tidak’.
Tidak mengantuk bokongku, dari luar layar jelas-jelas Su Xi melihat kalau mata si anak sudah merah, dan dia diam-diam menguap dari balik lengan bajunya. Hati ibu tuanya bergejolak, dan dia berpikir, ‘Oh astaga, kuapan si anak dengan wajah roti kukus ini imut sekali. Tentu saja, aku sungguh ingin menghabiskan uang dalam game ini demi melihat lukisan aslinya!’
Lu Huan kembali ke dalam rumah, mencuci tangannya, mengeringkannya dengan handuk, lalu menatap ruang kosong di dalam rumah, dan bertanya, “Tapi apa kalian para hantu butuh tidur?”
Pada umumnya, para dewa dan hantu tidak perlu tidur dan makan, tapi Su Xi takut untuk mengatakan kalau dia tidak membutuhkannya, kalau-kalau si anak yang ingin tahu itu jadi tak mau tidur lagi, jadi dia pun menarik tangan kiri si anak dan berkata — Ya, hantu juga ingin tidur.
Si anak langsung tampak serius dan berkata, “Kau pasti mengantuk. Salahkan aku karena telah mengganggumu dengan mengajukan terlalu banyak pertanyaan.”
Hati Su Xi begitu gembira. Kau ini sungguh seorang anak yang baik ya?
Setelah berkata demikian, si anak mengedarkan pandangan dan berpikir sejenak, lalu berbelok ke kamar sebelah kemudian berkata kepada si hantu, “Ikut denganku.”
Ada banyak kamar di griya kayu bakar itu, dan sekarang si anak sudah memperbaiki beberapa di antaranya, jadi kamar-kamar itu kelihatan lumayan.
Dia mendorong pintu kamar di sebelah kamarnya, kemudian memasang selimut baru lalu dengan hati-hati memeriksa kebersihan kamar itu.
Tapi tak ada meja dan kursi di dalam kamar itu, cuma ada sebuah ranjang.
Lu Huan menggaruk dahinya dengan ujung jari lalu berkata minta maaf kepada hantu di sampingnya, “Aku tak tahu bagaimana dan di mana kau tidur di hari-hari biasa, tapi kelak jangan tidur di jalanan. Takutnya hantu-hantu besar lainnya akan mengganggumu. Kalau kau tak keberatan, tinggallah dulu bersamaku. Masih ada banyak barang yang kurang di dalam kamar ini, jadi besok aku akan membelinya. Malam ini, kau akan tinggal di kamarku.”
Kata-kata ini bermunculan di layar, dan wajah roti kukus si anak tampak penuh dengan kesungguhan.
Di luar layar, Su Xi sudah akan mati tertawa. Si anak itu benar-benar menganggapnya sebagai hantu.
Hantu besar menindas dirinya.
Kenapa anak ini imut sekali, sih?
Dia tak tahu apa yang telah anak itu lakukan dengan otaknya, tapi pada saat anak itu mengajukan banyak bertanyaan, dia telah memberitahukan jenis kelaminnya kepada si anak, dan si anak pun merona dalam waktu lama. Terlebih lagi, kalau hantunya tak terlihat, maka tak menjadi masalah kalau tinggal di satu kamar, namun si anak mengetahui jenis kelaminnya, dan sekarang jadi membuka dua kamar.
Su Xi hampir tak mampu mengendalikan pikiran jahatnya untuk tidak mencubit wajah si anak. Dia takut anak itu akan merona dalam waktu lama seperti sebelumnya, jadi dia berusaha bertahan dan mengendalikan dorongan hatinya.
… Pada permulaan game, anak itu selalu bersikap dingin, tapi Su Xi tak mengangka bahwa meski anak itu waspada kepada orang luar, di dalamnya dia sangat sensitif, dan juga merupakan seorang anak yang sangat hati-hati.
Takutnya, kalau diaa tidak tinggal di dalam kamar si anak untuk malam ini, si anak akan jadi sangat melankolis sampai tak bisa tidur. Lagipula, si anak tak bisa melihat ke mana dia pergi, jadi sekalian saja dia mengikuti kemauannya.
Maka Su Xi menyenggol tangan kiri si anak dan tersenyum lalu berkata, ‘Baiklah.’
Masakan kakap putih dengan osmanthus harum sudah terlupakan oleh mereka berdua, dan kini sudah jadi dingin dalam udara malam musim dingin. Ketika Lu Huan kembali ke rumahnya dan menyimpan ketiga kotak itu, dia bersiap membawa masakan kakap putih dengan osmanthus tersebut ke dalam kamar sebelah yang telah dibersihkan.
Su Xi langsung menarik pakaian Lu Huan – sayang, anak baik, keluarga kita nggak miskin-miskin amat, kita tidak makan makanan dingin.
Ketika Lu Huan mendapati kalau dirinya tak bisa berjalan lebih jauh lagi, dia pun tahu apa maksud si hantu. Si hantu takut kalau makanannya sudah dingin. Bukankah jadi tidak enak baginya untuk memakan makanan ini?
Kehangatan mengalir di dalam hati Lu Huan. Walaupun ini hanyalah kepedulian kecil, baginya, tetaplah sangat berharga. Bagaimanapun juga, sejak dia masih kecil, tak ada seorang pun yang peduli apakah dia lapar, apalagi soal apakah dia menyantap makanan dingin.
Sayangnya, hantu itu tak bisa makan bersamanya.
Lu Huan berbalik menghadap angin di belakangnya dan berkata, “Jangan cemas. Aku akan menaruhnya di dapur. Besok aku bisa menghangatkannya.”
Su Xi pun melepaskannya.
Lu Huan melangkah keluar dari ambang pintu dengan membawa kotak makanannya lalu berbalik untuk membantu Su Xi menutup pintu.
Ketika pintunya tertutup, Lu Huan tak bisa menahan diri untuk berhenti sejenak dan melongok ke dalam kamar.
Kamarnya masih kosong. Dia tak bisa melihat si hantu, tapi dari dasar hatinya dia tahu kalau hantu itu masih ada di sini. Mungkin sedang duduk di ranjang, berdiri di depan jendela, atau sedang berjongkok di depannya dan menatap konyol ke arahnya.
Memikirkan tentang hal ini, hati Lu Huan jadi penuh pengharapan akan terbitnya mentari esok hari. Dahulu, dia selalu sendirian dan hari-harinya tanpa kehidupan, tapi sekarang hatinya bagaikan lilin yang menyala, berkelip-kelip penuh harapan.
“Sampai jumpa besok.” Lu Huan menatap langit yang kosong, bintang-bintang begitu benderang.
Ini adalah kali pertama Su Xi menerima tiga kata ‘sampai jumpa besok’ dari si anak. Kata-kata ini terasa seperti kesepakatan untuk bertemu tiap hari, yagn membuatnya merasa hangat.
Dia menatap si anak kecil yang berdiri di depan rumah dan tak bisa menahan diri untuk mengulurkan jarinya dan mengusap kepala kecil si anak dengan penuh kasih.
“.…” Ekspresi Lu Huan tampak agak ganjil. Kenapa hantu ini memperlakukan dirinya seperti anak-anak? Dia kan sudah melewati ulang tahun ke empat belas, dan banyak orang yang sudah pergi berperang di usia lima belas tahun, yang berarti mereka bukan lagi anak-anak.
Sementara Su Xi, di luar layar, tentu saja tak tahu apa yang anak itu pikirkan, dan dengan penuh kasih mengamati si anak kembali ke ranjangnya sebelum membuka toko.
****
Pokoknya, ujian sudah selesai, dan dia sekarang sudah senggang, jadi Su Xi memanfaatkan waktunya untuk membuat rumah kaca.
Tugas kedua adalah memperoleh hasil bahan makanan sebanyak dua ribu kilogram, dan tugas keenam adalah mengendalikan bencana kelaparan dan memberi makan rakyat di satu wilayah. Karena kedua tugas itu berhubungan dengan hasil bahan pangan, rumah kaca ini harus selesai.
Dia berencana mengirim si anak pergi ke pertanian sebelum ujian dimulai, tapi malah tertunda.
Setelah pembagian jurusan di sekolah Su Xi, dia langsung memilih seni liberal, karena dia tak perlu melakukan riset dalam fisika, kimia, dan biologi. Kalau dia tak memainkan game ini, dia takkan perlu repot-repot mencari tahu tentang ‘prinsip rumah kaca’ di Baidu sama sekali.
Dia menguburkan dirinya dalam belajar mandiri dan mendesah ketika menyadari apa yang sedang dia lakukan – game ini mendesaknya untuk belajar!
Fungsi-fungsi dari sebuah rumah kaca modern sudah sangat lengkap, tapi sistem pendinginan dan sistem pengendalian otomatis jelas-jelas mustahil dilakukan pada masa kuno di dalam game. Jadi Su Xi langsung melewatkannya.
Lalu untuk lingkungan Negara Yan yang dingin sekarang ini, sistem penahan panas dan sistem irigasi akan memiliki pengaruh terbesar pada produksi bahan makanan.
Su Xi membeli gambar denah sebuah rumah kaca versi sederhana dari toko game, seperti yang telah dia lakukan ketika dia mencari kandang pelindung dingin pada kali terakhir, dan kemudian menyusunnya jadi satu memakai kayu dan lilin.
Seperti membangun rumah-rumahan dari balok, yang kali ini sedikit lebih sulit daripada sebelumnya, dan butuh waktu beberapa jam untuk menyatukan sebuah rumah kaca versi sederhana.
Su Xi tak tahu apakah rumah kaca ini bisa dipakai, tapi pertama-tama dia meletakkannya di halaman griya si anak, dan kemudian meletakkan gambar denah yang dibelinya di pasar langsung ke atas meja di rumah si anak.
Si anak sangat cerdas sehingga mungkin setelah melihat rumah kaca buatan Su Xi, anak itu bisa mendapat inspirasi dan meningkatkannya menjadi versi yang lebih baik.
Setelah memikirkan hal ini, Su Xi pun mematikan game-nya.
****
Lu Huan berbaring di kamar sebelah, tapi sepanjang malam dia tak bisa tidur. Dia berbaring di ranjang dan memandang ke luar jendela pada salju lebat terakhir sebelum datangnya musim semi. Perlahan dia mengerutkan bibirnya dan matanya tampak cerah.
****
Pada pagi keesokan harinya, Lu Huan melihat apa yang tampak seperti sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu dan kertas lilin di halaman, bentuknya serupa dengan kandang pelindung yang sebelumnya, tapi gayanya lebih unik. Apakah ini adalah barang baru yang diberikan oleh si hantu yang akan membantunya menumbuhkan tanaman?
Sudut-sudut mulut Lu Huan terangkat, dan dia tak bisa menurunkannya kembali untuk waktu yang lama.
Lu Huan berjalan ke pintu kamar sebelah. Dia tak tahu apakah hantu itu masih ada di sana, jadi dia mengetuk pintu, namun tak ada jawaban – apakah hantu itu sudah kembali ke alam baka?
Lu Huan telah membuat kesepakatan dengan si hantu, dan ketika nanti dia muncul, si hantu akan meletakkan sehelai kelopak bunga pir ke dalam tangannya. Karena itu, kini ketika dia melihat si hantu sudah pergi, walaupun hatinya merasakan kehilangan, dia tidak mencemaskan soal kehilangan sebesar sebelumnya, dan kurang lebih dirinya jadi lebih tenang. Mungkin si hantu punya urusan yang harus dikerjakan, dan nanti akan datang lagi.
Lu Huan langsung mendorong pintunya. Ranjang yang rapi tampak tak tersentuh, dan ada sebuah gambar tambahan di atas meja, ditambah juga dengan pesan yang telah dia letakkan di situ semalam.
Begitu Lu Huan melihat catatan tersebut, dia jadi ingat pada hal memalukan yang telah dia lakukan. Buru-buru dia berjalan menuju meja, wajah merona ketika dia membakarnya. Kemudian pandangannya tertuju pada gambar denah —
Gambar ini sepertinya menunjukkan prinsip dari suatu bangunan. Lu Huan mengangkatnya dan mengamatinya secara seksama. Semakin dia melihatnya, semakin terkejut dia jadinya.
Dia selalu merasa bahwa hantu di sekitarnya itu datang dari alam baka, tapi kesannya seakan telah lebih maju ribuan tahun dari dinastinya sekarang.
Prinsip-prinsip dari bangunan yang hantu itu tunjukkan bisa dipahami kalau dia memikirkannya secara seksama, tapi kalau tidak ditunjukkan, orang-orang dari dinasti ini takkan pernah terpikirkan tentang hal ini. Singkatnya, kesemuanya ini merupakan hal-hal dan ide-ide yang sangat unik.
Seperti kandang pelindung dingin pada kali terakhir, bangunan baru ini juga pasti sangat efektif.
Menilik dari bencana beku yang saat ini terjadi di Negara Yan, ini merupakan hal mendesak karena mereka tak punya makanan, dan kini karena si hantu tidak ada di sini, lebih baik dia memanfaatkan waktu ini untuk pergi ke pertanian.
Jadi Lu Huan mengenakan mantelnya dan keluar lewat pintu.
Sejak pengaturan dari kunjungan terakhir Lu Huan, pertaniannya telah beroperasi dengan teratur di bawah kepemimpinan Koki Ding dan ketiga orang lainnya.
Kandang-kandang ayam sudah dibangun semua, dan memanfaatkan kondisi pasar di musim dingin yang berkekurangan, mereka pun membeli banyak ayam betina yang tak bisa bertelur di peternakan-peternakan lain ataupun menghasilkan telur yang sangat sedikit dengan harga murah.
Kalau dijumlah, pertanian ini sekarang memiliki lebih dari seribu ekor ayam, jadi kandang-kandang ayamnya telah dibangun sedikit lebih banyak daripada rencana semula, masih menurut kapasitas enam puluh ekor ayam dalam tiap kandang.
Hasil telur di peternakan-peternakan lain sekarang sangat rendah, tetapi para pembesar tetap butuh memasak dengan telur atau menambahkannya ke dalam sup, bahkan di musim dingin.
Karena itu, akhir-akhir ini, hampir dari semua telur yang beredar di pasar dihasilkan oleh pertanian mereka, yang sama saja dengan memanfaatkan musim dingin untuk menguasai pasar.
Hanya saja Lu Huan telah secara khusus meminta Tuan Ding agar mengatur para pekerja supaya dibagi-bagi menjadi berbagai kios berbeda untuk menjualnya, supaya tak ada seorang pun di pasar yang menemukan fakta ini.
Selain itu, telur-telurnya dibagi menjadi tiga, enam, atau sembilan peringkat. Para pembesar tidak peduli dengan harga, dan pikiran mereka sangat dangkal. Saat mereka melihat telur-telurnya dibagi menjadi lebih bagus dan kurang bagus, tentu saja mereka tidak ragu mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli telur-telur yang bagus.
Tetapi sebenarnya, telur-telur yang lebih bagus itu hanya dibuat lebih mulus oleh para pekerja dan dibungkus dengan sutra murahan, dibungkus di dalam kotak, lalu dijual dengan harga sepuluh kali lipat lebih tinggi daripada telur-telur biasa.
Setelah memperoleh tael-tael perak dari para pembesar, mereka tidak merampok rakyat jelata, menaruh beberapa butir telur di dalam lumpur, dan menjualnya pada harga semula.
Untuk telur-telur yang tersisa setiap harinya, Lu Huan meminta para pekerja lama agar membawa dan membagi-bagikannya kepada para pengungsi yang sedang hamil atau punya anak di rumah.
Dengan cara ini, peternakan ayamnya berjalan dengan teratur, dan pundi-pundi uang Lu Huan bagaikan bola salju yang bergulir membesar dari sebuah bola salju kecil. Hanya dalam waktu beberapa puluh hari, ditambah dengan 250 tael modal awal, setelah dikurangi dengan biaya, sisanya akan sudah lebih dari lima ratus tael.
Setelah Lu Huan kembali dari pertanian dan melepaskan mantelnya, penjaga yang telah dia kirim ke luar halaman datang untuk memberitahukan kabar kepadanya.
Si penjaga memberitahunya bahwa rematik sang Nyonya Besar sudah jauh membaik sehingga Beliau sudah bisa turun dari ranjang dan berjalan.
Malam ini sebuah meja dipasang di Kebun Mei’an untuk menyelamati Lu Huan atas kembalinya dia dari perburuan penuh kesuksesan di Gunung Qiuyan kemudian menyuruh si penjaga pergi.
Ketika si penjaga menyampaikan cerita itu, beberapa orang pelayan yang ada di samping si penjaga menundukkan kepala mereka, semuanya diam-diam merasa terkejut.
Dahulu, perjamuan sang Nyonya Besar tidak boleh disajikan oleh pelayan biasa, demikian halnya juga dengan para mama, tapi kini sang Nyonya Besar sama sekali tidak peduli tentang semua dan malah secara khusus menyuruh para pelayan ini memberikan tujuh undangan.
Sang Nyonya Besar yang sekarang, setelah melalui serangkaian kejadian, jadi memperlakukan Tuan Muda Ketiga seperti putranya sendiri?
Untung saja, meskipun Tuan Muda Ketiga dingin, kelihatannya dia bukan jenis orang yang menyimpan dendam. Selama sepuluh hari terakhir ini, walaupun dia telah memperoleh kekuasaan, Tuan Muda Ketiga tidak melakukan pembalasan apa pun kepada orang-orang yang dulu telah memandang rendah dirinya di dalam kediaman.
Tentu saja, mungkin juga Tuan Muda Ketiga cuma tidak memedulikan mereka dan tak mau repot-repot memikirkan hal itu.
Tapi bagaimanapun, para pelayan yang dulu pernah menghinanya kini berada dalam suasana hati yang amat rumit, dan terus menundukkan kepala mereka.
Dan beberapa orang sudah siap untuk bergerak, memikirkan berbagai macam kata sanjungan.
****
Untuk perjamuan sang Nyonya Besar, Ning Wangfei dan kakak beradik Lu Yu’an dan Lu Wenxiu tentu saja harus hadir. Lu Huan tidak terlalu menyukai acara itu, tapi sedikit banyak dia sudah bisa menerka isi pikiran sang Nyonya Besar. Lu Wenxiu dan Lu Yu’an kakak beradik itu telah mencoba berbagai cara untuk menyusahkan dirinya. Di mata sang Nyonya Besar, perjamuan hari ini bertujuan untuk memberi peringatan kepada kedua kakak beradik itu dan memberitahu mereka agar jangan mengganggunya.
Tentu saja, hati Lu Huan juga sudah tahu dengan jelas. Kalau sang Nyonya Besar berbuat demikian, apakah ini adalah serangan kebaikan tiba-tiba dari sang tetua? Apakah tiba-tiba Beliau jadi peduli pada dirinya?
Tidak, tentu saja tidak.
Sang Nyonya Besar hanya menaruh alat tawar pada dirinya sendiri setelah perburuan di Gunung Qiuyan itu.
Beliau ingin menyasar pada memasuki mahkamah, dan tentu saja Beliau tidak mau diganggu oleh dua kakak beradik tolol itu.
Dengan kata lain, sang Nyonya Besar hanya berpikir bahwa Lu Huan ada di pihak yang sama dengannya, dan membuat upaya sederhana untuk menyingkirkan beberapa masalah.
Lu Huan bersikap agak dingin dan tidak banyak bicara. Dia hanya mengganti pakaiannya dan menyuruh orang-orang itu pergi.
….
Lu Huan sudah ada di tempat ini selama satu hari satu malam, dan kebetulan dia terbangun persis ketika Su Xi terbangun di sisi lainnya.
Su Si bangun, persis di akhir pekan, ketika matahari bersinar lewat jendela. Dia mengambil ponselnya dengan malas-malasan dan mendengar suara munculnya pemberitahuan:
Sistem: [Harap menerima tugas utama tujuh: pada perjamuan untuk perburuan Gunung Qiuyan di istana kekaisaran besok, tolong bantu tokoh utama memecahkan kesulitan yang dihadapi oleh Jenderal Zhenyuan, dan bantu tokoh utama agar memiliki kemampuan lebih baik dalam seni beladiri, seni peperangan, dan kekuatan fisik. Akhirnya, peroleh dukungan tak terlihat dari Jenderal Zhenyuan.]
[Tingkat kesulitan tugas: sembilan bintang, hadiah koin emas +500, hadiah poin +10.]
Su Xi tersadar sepenuhnya begitu dia melihat pemberitahuan itu dan langsung membuka game-nya.
Mendapatkan dukungan dari Jenderal Zhenyuan?
Dia sudah sedikit menganalisa tentang Jenderal Zhenyuan yang merupakan seorang pria sangat kaku dan amat keras di barak, namun sebagai hasilnya, dia memiliki reputasi sebagai seorang yang berjiwa patriot dan pemberani. Kini, meski dia sudah berusia senja, dia hanya seorang diri dan tak punya penerus.
Sang Nyonya Besar dari Ning Wangfu bisa dianggap sebagai kerabat jauhnya. Sesuai dengan hubungan itu, sang Jenderal seharusnya lebih memerhatikan Ning Wangfu.
Tetapi sang Jenderal mungkin sangat memandang rendah penampilan Ning Wang di mana lumpur tak mampu menopang dinding, jadi dia selalu memandang rendah Lu Yu’an dari Ning Wangfu.
Saat ini keberadaan si anak belum terungkap, dan dia masih merupakan anak tidak sah dari Ning Wangfu, sehingga lebih-lebih lagi dipandang rendah oleh sang Jenderal.
… Su Xi tak tahu akan jadi sesulit apa misi ini. Sepertinya dia punya sebuah misi penting yang harus diselesaikan besok.
Tapi besok bukan hari ini, dan berpikir demikian, Su Xi pun mengganti antarmukanya ke posisi si anak.
Si anak sedang berjalan menuju Kebun Mei’an.
Sebelumnya, karena Su Xi tak bisa membuka Kebun Mei’an, dia tak pernah melihat seperti apa tempat itu. Namun pada kali terakhir di acara perburuan di Gunung Qiuyan, dia sudah menyelesaikan tugas sampingan menyelamatkan Pangeran Kedua, dan masih ada sisa dua poin yang bisa dipakai untuk membuka tempat lainnya.
Karena itu, dia pun langsung memilih untuk membuka Kebun Mei’an.
Kebun Mei’an adalah tempat sang Nyonya Besar tinggal, dan pemandangan di sana lebih indah daripada tempat lainnya di Wangfu. Salju lebat terakhir sudah turun semalam, dan kini ada kepingan-kepingan salju kristal putih bersih pada pohon prem di seluruh griya, persis seperti lautan salju bunga prem.
(T/N: ‘Mei’ dari nama Kebun Mei’an berarti prem)
Si anak, mengenakan mantel seputih salju, berjalan menyusuri jalan setapak dari batu biru, diikuti oleh beberapa orang pelayan, samar-samar membawa hawa kebangsawanan.
Hanya saja dia sedikit mengernyitkan alisnya, dan tampak sedang memikirkan sesuatu.
Untuk waktu yang lama Su Xi tak bisa menemukan satu pun pohon bunga pir di situ, jadi dia buru-buru mengganti layar ke Gunung Qiuyan dan memetik sekuntum bunga pir dari pohon pir yang ada di situ.
Tak bisakah pakai bunga prem saja? Tidak, harus bunga pir.
Dengan rasa etiket si anak, Su Xi harus memuaskannya.
Kemudian Su Xi mengganti kembali layarnya.
Di layar, Lu Huan hanya merasakan angin bertiup di sekitarnya. Dia sedikit tertegun, jantungnya berdebar, dan tanpa sadar mengangkat tangannya. Pada detik berikutnya, telapak tangannya yang sedikit mengepal ditarik, dan sekuntum bunga pir dijatuhkan oleh angin ke telapak tangannya.
“Kau ada di sini,” Lu Huan menggumam lirih.
Alisnya yang mengernyit tiba-tiba merenggang, dan samar-samar ada sebuah senyum lembut di mata gelapnya.
Tampaknya secara tiba-tiba, seakan ada angin musim semi berhembus dalam semalam, seolah ribuan pohon dan ribuan bunga pir merekah penuh.
———–
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Si Anak: walaupun makanannya dingin, aku tak bisa menahan diri untuk memakannya semalam.
Su Xi (online lagi dan mendapati kalau makanannya sudah lenyap): ….