I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 36
Walaupun Lu Huan tidak menunjukkannya, sebenarnya sepanjang hari dia mengharapkan si hantu datang menemuinya lagi.
Kemudian, ketika dia akhirnya mendapati si hantu datang, tak ada orang lain yang tahu, hanya dia yang tahu.
Dia seakan membawa suatu kesukacitaan diam-diam yang tak mau dibaginya dengan siapa pun, dan sudut-sudut bibirnya melengkung samar.
Tiba-tiba dia terpikirkan sesuatu dan melirik pada pelayan yang berada di belakangnya – jalan setapak batu birunya sangat sempit sampai-sampai cabang pohon-pohon prem terjulur di kedua sisi, membuatnya hanya bisa dilewati oleh satu orang, jadi kalau si hantu mengikuti dirinya, maka akan harus menembus tubuh-tubuh para pelayan ini.
Dalam hatinya, Lu Huan merasakan keposesifan.
Tiba-tiba, tanpa sedikit pun pemberitahuan terlebih dahulu, Lu Huan berjalan cepat, menjauhi para bawahannya sampai jarak yang cukup jauh agar si hantu bisa berjalan.
Para pelayan di belakangnya: …Eh?
Kenapa tiba-tiba Tuan Muda Ketiga berjalan secepat itu?
Beberapa orang pelayan di belakangnya telah mencari-cari cara untuk menyenangkan dirinya, tapi kini karena Lu Huan telah menjauhi mereka, mereka langsung berpikir kalau Tuan Muda Ketiga merasa tidak puas kepada mereka karena terlalu lambat, dan karenanya, dengan keringat menetes-netes di dahi, mereka berlari-lari kecil untuk menyusulnya.
Lu Huan “….”
Yang Su Xi lihat di luar layar adalah si anak bergembira selama beberapa saat, menatap kelopak bunga pir di telapak tangannya, tapi kemudian tiba-tiba berjalan sangat cepat dengan kaki-kaki pendeknya.
Mendadak, Lu Huan mulai adu cepat dengan para pelayan di belakangnya! Dan seakan dia memiliki kelainan obsesif kompulsif, dirinya harus berada dalam jarak tertentu dari para bawahan di belakangnya.
Ketika Lu Huan melihat orang di belakangnya berhasil menyusul, dia berjalan lebih cepat lagi, dengan wajah roti kukusnya tampak tidak puas, hingga dia berhasil menyingkirkan bawahannya sepenuhnya.
…??
Su Xi kebingungan.
Ini bukanlah kali pertama Lu Huan menginjakkan kaki ke dalam Kebun Mei’an, tapi ini jelas kali pertama dirinya begitu disambut oleh semua pelayan dan neneknya.
Terutapa, beberapa orang pelayan yang dibawa oleh Lu Wenxiu sedang berdiri di luar aula utama Zhu yang bergenting hijau. Ketika mereka melihat dirinya, sekujur tubuh mereka gemetaran dan langsung membungkuk, begitu ingin menguburkan kepala mereka di dalam tanah, seakan takut kalau Lu Huan akan membalas dendam atas apa yang telah terjadi sebelumnya.
Kakak beradik itu, Lu Yu’an dan Lu Wenxiu, yang satu dengan tongkat yang terikat pada kakinya, dan yang lain sakit TBC gara-gara flu dan diare, perasaan mereka campur aduk ketika mereka melihat pemandangan ini.
Sang Nyonya Besar duduk di bangku paling tinggi.
Di depan sang Nyonya Besar, Ning Wangfei dan Lu Yu’an harus dengan susah payah mengendalikan ekspresi mereka.
Namun Lu Wenxiu sama sekali tak bisa mengendalikan kebenciannya! Ekspresi di wajahnya jelek luar biasa, dan dia menatap Lu Huan dengan gigi digertakkan ketika yang bersangkutan berjalan dari pintu masuk ke bangkunya.
Dirinya selalu setengah hati dalam belajar beladiri, jadi dia bisa saja kalah pada anak haram ini. Tapi kenapa kakak pertamanya juga kalah?
Si anak haram ini telah menemukan sang tabib jenius untuk mengobati sang Nyonya Besar, dan sejak saat itu diperlakukan secara berbeda oleh Beliau.
Dan, bukan hanya itu, tapi Lu Huan juga telah berhasil memenangkan posisi pertama dalam perburuan?! Raja Serigala Salju juga terserang flu dan hanya perlu dipukul oleh kucing buta untuk mengubahnya menjadi tikus mati, kan? Andai saja dia dan kakak pertamanya pergi, bukankah ini akan menjadi jatahnya?!
Bocah ini terlalu beruntung. Seakan Dewa sedang membantunya, hanya dalam beberapa bulan, Lu Huan telah berubah dari seorang anak tidak sah menjadi sebuah keberadaan yang tak bisa diabaikan di Ning Wangfu!
Wajah Lu Wenxiu membiru, dan Lu Huan mengabaikannya sepenuhnya. Tetapi, ketika tak ada seorang pun yang melihat, diam-diam Lu Huan melirik ke sampingnya ketika mengambil tempat di meja bundar, sedikit lebih jauh dari yang lainnnya.
Dia meminta para pelayannya memberikan sesuatu: “Nyonya Besar, ini adalah gigi serigala yang diburu saat perburuan waktu itu. Saya akan memberikannya kepada Anda. Karena hari ini adalah Permulaan Musim Semi, saya telah meminta berkat untuk mengusir roh-roh jahat.”
Sang Nyonya Besar langsung tersenyum, melihat gigi serigala di dalam kotak brokat dengan lebih seksama, lalu berkata, “Ya, Huan’er perhatian sekali.”
Sang Nyonya Besar adalah sosok paling berkuasa, dan Beliau telah berusaha sebaik mungkin untuk mengirim kedua cucunya ke tempat Pangeran Kedua. Upaya ini juga adalah demi mendekati Jenderal Zhenyuan dan berteman secara langsung dengan Pangeran Kedua.
Taring serigala yang Lu Huan berikan kepada Beliau adalah medali untuk perburuan di Gunung Qiuyan, yang jelas-jelas membuat Beliau lebih gembira ketimbang perhiasan emas dan perak mana pun. Ditambah lagi, Beliau akan selalu bisa diingatkan bahwa cucunya telah menjadi pemenang di Perburuan Gunung Qiuyan, dan hal itu memperkuat keinginan Beliau untuk mendukung Lu Huan.
Su Xi melihat dari luar layar, dan mendapati bahwa rencana si anak sebenarnya sangat rumit, tapi juga bisa diperkirakan. Memang benar bahwa Lu Huan telah tumbuh di dalam lingkungan Ning Wangfu. Kalau dia tidak memiliki banyak pemikiran cerdik, dirinya akan sudah sejak lama dibunuh oleh Ning Wangfei.
Akan tetapi, si anak di dalam layar duduk diam seperti roti kukus seputih salju yang diukir dari kumala, dan penampilannya selalu membuat Su Xi melupakan fakta ini.
Su Xi tak bisa menahan senyumannya dan terus menatap, namun pada saat inilah, dia menyadari ada sesuatu yang salah – orang-orang ini makan dan minum, tapi mereka tidak menyentuh custard telur kukus di depan si anak! Sang Nyonya Besar tak pernah menyukai bau amis custard telur kukus, jadi Beliau tak pernah memakannya, namun Ning Wangfei dan kedua bersaudara itu juga tidak memakannya, yang mana merupakan hal aneh.
Mau tak mau Su Xi jadi penasaran apakah ada pencahar di dalam custard telur kukus itu.
Ekspresi pada wajah Ning Wangfei dan Lu Yu’an tak terbaca, karena mereka hanya mengucapkan beberapa patah kata basa-basi kepada si anak di hadapan sang Nyonya Besar, namun Lu Wenxiu tak bisa mengendalikan ekspresi di wajahnya. Dari waktu ke waktu, dia menatap si anak dengan sorot mata aneh.
Kecurigaan Su Xi langsung berubah menjadi keyakinan – Lu Wenxiu ingin cari mati lagi!
Sementara itu Lu Wenxiu, tak tahu kalau ada seseorang yang menatap dirinya dari luar layar. Dia terus memandangi Lu Huan saat mengambil nasinya. Setelah mendengar bahwa Lu Huan dihadiahi sebuah griya oleh sang Nyonya Besar, hal pertana yang Lu Huan lakukan adalah memelihara ayam. Di Ning Wangfu, hal in merupakan ide konyol, namun apakah orang ini memang sebegitunya suka makan ayam?
Dengan sendirinya Lu Wenxiu berpikir bahwa urusannya tidak seperti ini, jadi dia pun memasukkan pencahar ke dalam custard telur kukus di hadapan Lu Huan, dan juga di dalam minumannya.
Hei, bahkan jika dia tidak memakan custard telur kukusnya, mustahil baginya untuk tidak minum, kan?
Setelah Lu Wenxiu sembuh dari flunya, entah kenapa dia mengalami diare selama setengah bulan sampai-sampai anusnya seperti akan keluar!
Sekujur tubuhnya sudah menjadi sangat kurus, dan dia tampak seperti hantu penyakitan. Kebencian meluap-luap di dalam hatinya. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan obat sang tabib dewa, tapi dia tak berani mengatakannya kepada ibunya. Jadi, dia menyalahkan Lu Huan atas fakta bahwa Lu Huan-lah yang telah menemukan sang tabib dewa untuk Nyonya Besar.
Tak peduli apa pun yang kau katakan, biarkan dia menderita apa yang harus dia derita!
Tentu saja Lu Wenxiu tahu bahwa kini sang Nyonya Besar sangat menganggap penting Lu Huan, tapi terus kenapa? Dia sudah tidak takut pada air mendidihnya. Dia telah menjebak Lu Huan tapi tidak membunuhnya. Ini kan cuma pencahar. Paling-paling, sang Nyonya Besar akan menghukumnya duduk merenung menghadap tembok selama tiga bulan atau setengah tahun. Bagaimanapun, tak mungkin membiarkan cucumu sendiri mati!
Berpikir demikian, Lu Wenxiu terus-terusan menatap Lu Huan, merasa agak gugup. Kenapa dia belum makan juga?
Su Xi, di luar layar, dibuat tak mampu berkata-kata pada Lu Wenxiu, dan nyaris jadi familier dengan penampilan bodoh Lu Wenxiu.
Melihat si anak, sejak awal hingga akhir, anak itu tak pernah menyentuh custard telur kukus di hadapannya, hanya menaikkan bulu mata gelapnya dan sepenuhnya mengabaikan penampilan Lu Wenxiu.
Su Xi mengacungkan jempolnya. Lu Huan memang pantas menjadi anaknya yang pintar.
Tapi, tentu saja, Lu Wenxiu takkan menyerah. Tiba-tiba dia berdiri, mengangkat cawan arak di hadapannya, lalu berkata kepada si anak, “Adik Ketiga, aku tak tahu apa-apa tentang yang terjadi di tepi sungai. Kali ini, demam typhoid nyaris membawaku memasuki pintu kematian, yang ini aku tahu banyak. Kuharap kau tak memikirkannya lagi.”
Perilakunya begitu mendadak, dan reaksi pertama Su Xi adalah bahwa pasti ada suatu obat di dalam minumannya, jadi tanpa sadar tubuhnya mengejang dan ditatapnya si anak.
Perlahan si anak merundukkan matanya dan tampak tetap tenang. Setelah mendengar kata-kata Lu Wenxiu, dia menaikkan pandangannya dan menatap yang bersangkutan.
Su Xi berpikir, anak ini sangat pintar. Dia pasti bisa menemukan jalan keluar, jadi Su Xi tak perlu mencemaskannya.
Tetapi kemudian dia melihat si anak berdiri dan mengulurkan tangan ke arah cawan di depannya, seakan hendak mengambil dan meminum isinya untuk menyulangi Lu Wenxiu.
Su Xi: !!!
Tunggu, apa si anak tak tahu kalau ada sesuatu di dalam minumannya?!
Su Xi tak tahu apa yang ada di dalam minuman itu, tapi dia tahu kalau pasti ada sesuatu, kalau tidak, Lu Wenxiu takkan sampai seputusasa itu.
Tanpa daya Su Xi melihat si anak mengangkat cawan arak dan menaruhnya di bawah bibir. Merasa begitu cemas sampai-sampai tak memedulikan hal lainnya, dia pun menukar antarmuka ke sisi luar aula utama dan mengayunkan tangannya pada tepian atap.
Dengan suara berderak, tepian atap di luar aula utama griya sang Nyonya Besar tiba-tiba menjatuhkan banyak pecahan genting, dan suaranya begitu keras sampai-sampai sang Nyonya Besar, Lu Wenxiu, dan yang lainnya terperanjat, tanpa sadar menoleh.
Pada saat inilah, buru-buru Su Xi menggamit tangan si anak, menyambar cawannya, lalu buru-buru menukarkannya dengan cawan di hadapan Lu Wenxiu.
Ketika sang Nyonya Besar, Lu Wenxiu, dan yang lainnya kembali sadar, sang Nyonya Besar menyuruh para pelayannya untuk memeriksa apakah dinding griya telah mengalami kerusakan, sementara Lu Wenxiu lanjut menatap Lu Huan dan memaksanya meminum secawan arak ini.
Lu Huan meminum habis isi cawannya dan menatap Lu Wenxiu: “Silakan.”
Jantung Lu Wenxiu nyaris sampai ke tenggorokannya. Melihat cawan Lu Huan sudah kosong, rasa putus asanya pun berubah menjadi kegembiraan dan dia pun dengan cepat meminum habis isi cawan di tangannya.
Akan tetapi, setelah minum, dia melihat perlahan Lu Huan melengkungkan sudut bibirnya dan melirik ke sebelahnya. Dia tak tahu apa yang Lu Huan lihat, namun sudut-sudut alisnya tampak agak berkerut, seakan sedang merasa sangat senang.
Lu Wenxiu: ….
Sial, ini kan cuma secawan pencahar. Akulah yang harusnya merasa senang! Tunggu saja kau, lihat apa aku bisa membunuhmu!
Lu Wenxiu begitu gembira karena selama beberapa hari ini dia sudah menunggu-nunggu saat yang tepat untuk mengerjai Lu Huan. Dia sudah dengar kalau besok Lu Huan akan pergi ke perjamuan di istana dengan sang Nyonya Besar. Kita lihat saja bagaimana anak tidak sah ini bisa pergi!
Tak lama kemudian acara bersantap sang Nyonya Besar pun berakhir dalam fantasi gembira Lu Wenxiu. Setelah makan, sang Nyonya Besar memanggil Lu Huan ke ruang belajar, bicara beberapa patah kata kepadanya, lalu memberinya sesuatu. Kemudian Lu Huan berbalik dan meninggalkan Kebun Mei’an.
Begitu dia meninggalkan pintu depan, Lu Wenxiu langsung berlari ke kamar kecil dengan ekspresi seperti telah memakan kotoran anjing – bukankah beberapa hari yang lalu dia sudah mengalami diare? Kenapa hari ini kena lagi?
Tapi Lu Wenxiu berpikir kalau Lu Huan akan sama menderita dengan dirinya, jadi dia tak terlalu kesusahan.
****
Seperti biasa Lu Huan pulang dengan menyusuri jalan setapak batu biru, dari pepohonan bunga prem menuju jalan Zhongyuan. Dia melambaikan tangannya dan menyuruh para pelayannya agar mengundurkan diri, lalu kembali ke Griya Kayu Bakar seorang diri, berjalan dengan langkah perlahan, seakan sedang berjalan dengan seseorang.
Sebelumnya, setiap kali si anak kembali ke Griya Kayu Bakar dan berjalan melewati hutan bambu, dia entah berlari kecil dan berjalan terburu-buru, atau sambil memikirkan sesuatu dan melamun. Tak pernah Su Xi melihat raut yang begitu santai dan ceria di wajahnya. Su Xi memandangi dari luar layar – suasana hati anak itu kelihatannya membaik karena mereka sedang bersama.
Setelah kembali ke Griya Kayu Bakar, Lu Huan bertanya lirih, “Apa kau masih ada?”
Su Xi menarik tangan kecil Lu Huan dari belakangnya. Lu Huan merasakan ujung-ujung jarinya dikait oleh angin dan terasa kebal. Dia agak malu dan melepaskan tangan si hantu.
“Apa kau tahu kalau hari ini adalah Awal Musim Semi?” Pada layar, si anak mendongak pada langit malam di atas halaman.
Su Xi mengikuti arah pandangannya dan menatap pada langit malam.
Semalam adalah hujan salju lebat terakhir di Negara Yan. Walaupun hari ini matahari tak kelihatan, di sore hari tampak bintang-bintang menggelantung di angkasa.
Si anak mengulurkan tangan mungilnya, menunjuk bintang-bintang, dan menjelaskan sepenuh hati, “Awal Musim Semi adalah ketika semuanya diperbaharui. Apa kau melihat tujuh bintang di langit yang kelihatan seperti sendok? Itu adalah Biduk Besar. Hari ini biduknya mengarah ke Yin Fang.”
Walaupun Su Xi tak bisa mengerti, dia merasa kalau si anak dengan wajah roti kukusnya sangatlah imut, jadi Su Xi meraih sehelai daun dan menerbangkannya di depan Lu Huan. Ujung dari daun itu bergerak naik turun untuk memberitahu Lu Huan bahwa dia mengerti.
Dia juga mendengar si anak berkata, “Awal Musim Semi… pada hari ini, orang-orang akan menyembahyangi leluhur mereka, menerima berkat, dan berdoa untuk Tahun Baru, jadi pasar akan sangat ramai.”
Setelah terdiam, Lu Huan tampak berusaha merilekskan ekspresinya, berpura-pura bersikap santai, dan berkata lirih, “Kalau malam ini kau tak ada urusan, tinggallah sedikit lebih lama.”
Walaupun kau tak bisa makan, menguleni mi sangatlah menarik. Kita bisa menguleni mi bersama-sama. Kalau kau tak mau, kita bisa pergi ke pasar bersama-sama. Malam ini pasti ada banyak lentera yang indah. Kalau pasarnya ramai, apa kau mau pergi ke luar kota? Salju di pinggir kota belum meleleh, pasti ada lautan salju di padang rumput.”
Setelah berkata demikian, si anak menundukkan wajah roti kukusnya dan mengaitkan kedua tangan di belakang punggung, berpura-pura bersikap sangat santai.
Tapi tanpa sadar ujung-ujung kakinya menendangi kerikil di tanah.
Kelihatannya anak itu sedang menantikan untuk melakukan sesuatu bersama si hantu, tapi takut kalau si hantu akan menolak.
Akan tetapi, di luar layar, mata Su Xi begitu cerah. Sial, semuanya kedengaran sangat menarik! Andai saja dia tahu lebih awal kalau mereka bisa melakukan banyak hal bersama-sama, dia takkan takut membuat anak itu ketakutan sehingga tidak muncul lebih cepat. Sudah sejak lama dia akan sudah melompat keluar dengan berpura-pura menjadi hantu!
Akan tetapi, pada saat itu dia takut kalau si anak takkan punya kepercayaan kepadanya kalau tiba-tiba dia pura-pura jadi hantu dan muncul begitu saja. Takutnya akan jadi lebih sulit untuk mendekati anak itu.
Su Xi ragu-ragu untuk memilih dan menggaruk kepalanya di luar layar. Untuk waktu yang lama, dia tak tahu apa yang harus dia pilih.
Si anak berkata, “Kalau kau tidak juga membuat keputusan, hari ini kita bisa pergi melihat lentera, besok menunggang kuda, dan kemudian memasak mi keesokan lusanya.”
Si anak masih menundukkan wajah roti kukusnya, dan, walaupun sedang berpura-pura tak terjadi apa-apa, sudut-sudut matanya memerah.
————-
Si pengarang ingin bilang sesuatu:
Lu Wenxiu: Aku benar-benar tak tahu apa yang membuat Lu Huan begitu gembira.
Si Anak: Dia begitu bertekad melindungiku, pikirannya tak pernah berubah, aku sangat bahagia.
Su Xi: Aku ini cuma seorang ibu tua yang menemani anak TK melihat lentera dan membuat mi dan menunggang kuda.Jpg