I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 37
Mau tak mau Su Xi jadi memikirkan tentang kejadian di mana si anak dan Chang Gongwu berpisah di luar bank dan dia pulang melewati pasar seorang diri. Bayangan tunggal dari sosok mungilnya telah terjulur panjang dalam waktu lama oleh mentari terbenam….
Lu Huan telah tumbuh seorang diri di Ning Wangfu, tanpa ada seorang pun untuk diajak bicara dan tak ada teman di sekitarnya. Bahkan di jalan pasar yang ramai dan riuh, dia hanya menatap pada kegembiraan orang lain dan tak bisa membaur, selalu sendirian.
Walaupun Su Xi tak bisa benar-benar bicara kepadanya di dunia si anak, dia masih bisa menggenggam tangan dan membelai kepala anak itu.
Tetapi jika dia bisa menemani Lu Huan menghadiri pertunjukan lentera yang meriah, kelak ketika Lu Huan menyusuri jalan itu dan melihat keluarga yang terdiri dari tiga orang yang nampak ceria, setidaknya anak itu akan memikirkan tentang malam ketika Su Xi sedang bersamanya.
Setidaknya, anak itu bisa memiliki kenangan-kenangan bahagia.
Sehingga Lu Huan takkan merasa iri kepada orang lain, juga tidak akan berjalan cepat-cepat melewati pasar seorang diri, tanpa ekspresi dan senantiasa menunduk.
Ketika memikirkannya kembali, kehidupannya tidak penuh dengan rasa sakit.
Berpikir demikian, Su Xi, nyaris tanpa keraguan, buru-buru menyengol lengan baju kiri si anak dan dengan penuh semangat berkata, “Oke! Ayo kita pergi dan lihat lentera lebih dulu!”
Hari ini toh adalah akhir pekan.
****
Ketika Lu Huan melihat lengan baju kirinya, yang ditarik-tarik hingga berkibaran dihembus angin, dia dibuat kaget oleh respon hangat dari si hantu, tapi dia juga menghembuskan napas lega dari dasar hatinya.
Sebenarnya, dia takut kalau si hantu akan merasa hal itu membosankan sehingga takkan mau melakukannya bersama dirinya.
Si hantu telah memberi sangat banyak kepadanya, tapi dia tak bisa melihat ataupun menyentuh si hantu. Lu Huan tak tahu harus bagaimana supaya membuat si hantu gembira.
Kini melihat kesukacitaan si hantu, hati Lu Huan terasa penuh. Sudut-sudut bibirnya melengkung naik, matanya dipenuhi oleh warna, dan alisnya melembut. Dia melihat ke sampingnya tempat si hantu berada, dan berkata, “Ayo kita merapikan diri dan pergi.”
****
Yang disebut sebagai merapikan diri adalah berganti dengan pakaian bebas untuk bepergian. Lagipula, pasar penuh dengan orang biasa yang mengenakan baju kasar, dan akan terlalu mencolok kalau mereka mengenakan baju bagus serta berhiaskan bulu dan kumala.
Sejak mereka mengundang sang tabib jenius untuk mengobati sang Nyonya Besar, kehidupan si anak di Ning Wangfu sudah jadi jauh lebih mudah, dan pakaian-pakaian tipis bertambalnya sudah diganti sejak lama. Akan tetapi, jubah-jubah tua yang telah dijahit oleh si hantu dilihat rapi olehnya dan masih disimpan dengan seksama di dalam kotak, seakan menyimpan harta karun.
Lu Huan memasuki rumah dan keluar dengan membawa baju abu-abu muda yang tampak biasa.
Dia mengeluarkan baju itu, tapi tidak kunjung melepaskan baju yang dia kenakan dalam waktu lama. Alih-alih, dia mencengkeram bajunya dan bertanya, “… Apa kau masih ada di dalam rumah?”
Di luar layar, Su Xi menatap sosok sederhana si anak sedang berdiri ragu di depan lemari dengan raut malu dan tiba-tiba merasa gembira – apa, siapa yang berpikir kalau dia tertarik pada tangan dan kaki halus anak itu, dengan tubuh seperti roti kukus manis?
Bercanda ya bercanda, tapi Su Xi masih meniup pintunya, berkata bahwa dia sudah keluar dan takkan mengintip anak itu.
Di dalam kamar, Lu Huan memastikan bahwa si hantu sudah keluar – si hantu selalu menepati janjinya, dan kalau dia bilang tidak akan mengintip, maka si hantu takkan mengintip – dan rona merah di telinga Lu Huan pun sedikit memudar, jadi dia buru-buru mengganti pakaiannya.
Ketika Su Xi tiba di pasar dari Griya Kayu Bakar, dia hanya bisa mengganti layar, dan tak mungkin bisa berjalan bersama dengan si anak di tengah jalan.
Jadi Lu Huan keluar dari gerbang samping Ning Wangfu, berjalan melewati gang sempit dan mengambil jalan pintas menuju pameran lentera di jalan yang paling ramai. Sesekali, dia menatap ke samping dan dalam hati merasa agak heran. Setelah keluar, si hantu langsung menjadi diam, seakan sudah pergi.
Tetapi ketika dia sampai di pasar, ada angin yang bertiup samar di sekitarnya. Angin itu menggelitik jemarinya, dan hatinya kembali tenang – si hantu masih ada di sisinya.
Jalanan yang panjang itu benar-benar ramai, dengan kios-kios yang menjual lentera di kedua sisi jalan, dan juga para pedagang gula-gula, kaligrafi dan lukisan, serta bahkan hydrangea tidak jauh dari situ.
Kebanyakan orang di sisi luar Ibu Kota relatif miskin, tetapi kota sisi dalam pada umumnya merupakan tempat di mana orang-orang terhormat tinggal, jadi di sana luar biasa makmur. Malam ini adalah festival lentera, jadi ada banyak orang yang menjual lentera, dan juga teka-teki silang.
Di dalam layar, semuanya tampak detil dan nyata, seakan di hadapan Su Xi telah terbentang dunia lain.
Su Xi begitu tertarik sampai-sampai dia terus mendekatkan layarnya untuk bisa melihat kotak-kotak perona cantik yang dijual di beberapa kios dengan lebih baik. Matanya berbinar. Bukankah pewarna-pewarna ini sama seperti lipstik?! Alamak, warna coral di sisi kiri bawah itu kelihatannya bagus!
Tapi si anak tidak bergerak, dan sulit bagi Su Xi untuk mengganti layarnya karena takut kalau si anak sampai lepas dari pandangannya.
Jadi, dia meraih tangan si anak dan menariknya ke depan kios yang ingin didatanginya.
Melihat ada begitu banyak orang di sekitarnya, mau tak mau Lu Huan sedikit membentangkan lengannya dan memberi sedikit jarak di sampingnya. Dia sudah akan bertanya, “Kau ingin lihat-lihat ke sana?” ketika merasakan kalau hantu di dekatnya tiba-tiba terasa sangat kegirangan, menarik pergelangan tangannya dan bergegas maju.
Segera dia berhenti di depan sebuah kios yang menjual perona.
Lu Huan menunduk pada kotak-kotak besi kecil dalam berbagai bentuk, yang berisi perona merah yang kelihatan hampir sama, dan berpikir geli. Sebagian besar wanita di dunia menyukai benda ini, dan si hantu juga bukan pengecualian.
“Apakah tuan kecil ini sedang memilihkan untuk kakak perempuanmu, atau untuk tetuamu, atau untuk orang yang kau suka? Di antara mereka, maknanya bisa sangat berbeda.”
Si anak menunduk memandangi kotak-kotak besi itu, tapi dia tak bisa melihat bedanya. Rasanya seperti dia memiliki dua kepala besar.
Su Xi di luar layar: Bah, tak kusangka kalau si anak juga adalah pria biasa. Aku akan memilihnya sendiri.
Pertama-tama Su Xi menggerakkan warna coral di sisi kiri bawah dengan jarinya, tapi tiap-tiap kotak perona yang memesona itu begitu indah sampai-sampai dia tak bisa memilih sama sekali, jadi dia pun tak tahan untuk menyentuh yang lainnya.
Tapi akankah nenek ini menghabiskan terlalu banyak uang dari si anak?? Dia agak enggan menyentuh terlalu banyak di antaranya. Dilihatnya papan kayu yang tergantung di sudut kanan atas kios itu dan membaca —
Dua tael perak untuk satu perona?!
Bukankah berarti dia merampok uang orang secara terang-terangan?!
Su Xi langsung menyerah atas ide membeli perona itu. Lagipula, dia toh tak bisa menggunakannya, jadi dia menarik lengan baju si anak dan berniat pergi.
Di mata si pemilik kios, ini merupakan pemandangan yang ganjil. Pertama-tama, dia melihat beberapa perona di lapaknya telah digerakkan oleh angin tanpa sebab yang jelas. Dari mana datangnya angin malam ini? Mau tak mau dia pun menatap ke arah langit. Tetapi kemudian dia melihat ada bocah tampan di depannya, yang lengan bajunya ditarik-tarik oleh angin.
Ini?
Sebelum si pemilik kios bertanya-tanya apakah dia telah melihat hantu, dia mendengar si bocah kecil bertanya, “Apakah berarti total semua ini adalah dua belas? Aku akan ambil semuanya masing-masing satu kotak.”
Si pemilik kios langsung berseru kegirangan. Ternyata pelanggan besar?!
Takut kalau si bocah kecil akan menyesalinya, buru-buru dia mengambil satu kotak untuk masing-masing dari dua belas perona itu, membungkusnya dalam kantong kain, lalu menyerahkannya kepada si bocah kecil.
Di luar layar, Su Xi tertegun dan tak bisa menahan diri untuk menjumlahkan harga totalnya. Tunggu, dua puluh empat tael perak, jangan boros begitu! Padahal akhirnya kau baru saja keluar dari kemiskinan!
Dia melihat si anak telah mengeluarkan tael-tael perak dan menyerahkannya kepada si pemilik kios. Hatinya terasa sangat pilu sampai-sampai hampir muntah darah, namun tael-tael perak telah berpindah tangan, dan semuanya sudah terlambat.
Su Xi menarik-narik lengan baju si anak lebih keras lagi, sementara si anak membawa kantong kain itu dan lanjut berjalan. Cahaya lentera-lentera di kedua sisi pasar menyorot pada wajahnya, membuat anak itu berkilau dengan pendar kuning terang. Ketika Lu Huan mendapati bahwa angin di sisinya masih menarik-narik lengan bajunya keras-keras, dia berbisik, “Jangan cemas, aku yang menginginkannya. Apa pun yang kau suka, kau tak boleh melewatkannya. Walaupun tidak berguna, tetap saja terasa menyenangkan untuk memilikinya, di samping itu, saat kau masih hidup –”
Lu Huan kelihatan seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi setelah terdiam sejenak, dia menelan kembali kata-katanya.
Su Xi memang merasa agak menyesalkan tael-tael perak si anak, tapi ketika dia melihat si anak mengulas senyum tipis dari sudut matanya, anak itu tampak lebih gembira daripada dia, jadi dia pun membiarkannya saja.
Walaupun si anak terlahir dalam kondisi sulit di Ning Wangfu, anak itu tidak tumbuh menjadi orang jahat dan selalu tahu bagaimana membalas budi. Sebelumnya si hantu telah memberi dia ini dan itu. Walaupun dia tak mengatakan apa-apa, dia pasti benar-benar ingin membalasnya. Kalau si hantu tidak membiarkan dia melakukan sesuatu, dia mungkin akan merasa gundah.
Di rumah anak ini memang selalu seperti ini. Selalu hati-hati dan manis….
Su Xi tak lagi merasa bersalah atas tael-tael perak si anak setelah dia memikirkannya, tapi dia juga memutuskan untuk berhati-hati untuk tidak menunjukkan rasa tergila-gilanya pada apa pun lagi.
Walaupun segala macam hiasan dari potongan kertas dan lentera di kedua sisi jalan pasar semuanya indah dan tak tertandingi, dan Su Xi merasa sangat ingin memilikinya, demi dompet anaknya, sang ibu tua harus berhemat.
Tetapi Lu Huan sedikit merundukkan bulu mata gelapnya dan melirik pada dua belas kotak perona di tangannya. Walaupun hatinya penuh dengan kesukacitaan, di dalamnya tercampur dengan beberapa emosi berbeda.
Si hantu di dekatnya sangat menyukai benda-benda ini. Kalau dia bisa menggunakannya, dia akan jadi lebih gembira lagi.
Tapi si hantu tidak memiliki raganya sendiri, dan tak bisa dilihat oleh orang lain. Si hantu hanya bisa berkeliaran seperti ini sepanjang hari, dan juga tak bisa bicara.
Walaupun si hantu ada di sisinya, si hantu bahkan tak bisa mengatakan nama marganya ataupun di mana dulunya dia tinggal. Apakah dia tinggal sendirian?
Aku tak bisa melihat dia, dan kalau hantu-hantu lain mengganggunya, aku — aku tak berguna.
Selain itu, aku takkan pernah bisa menyentuh dia.
Lu Huan menatap jalanan dari batu gamping, bayang-bayangnya terlihat sendiran di samping bayang-bayang milik kerumunan orang. Alisnya tampak agak muram.
Su Xi tak tahu apa yang dipikirkan oleh si anak dengan wajah roti kukusnya tertunduk. Dia hanya tahu bahwa anak itu barusan berjalan maju dengan kepala terangkat tinggi, kelihatan sangat gembira, dan kini dia kelihatan seperti sedang berpikir secara mendalam.
Mungkinkah bahwa ketika melihat para pasangan dan orang-orang yang menggandeng anak-anak mereka keluar untuk menonton festival lentera, Lu Huan jadi memikirkan tentang ibunya yang bahkan tidak dia ketahui siapa nama marganya, dan kini dia merasa agak depresi?
Su Xi tak bisa menahan perasaaan ingin mengajak si anak melakukan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya, jadi dia pun mendorong punggung si anak dengan ujung-ujung jarinya.
Lu Huan menenangkan diri dan bertanya lembut, “Apa ada barang lain yang ingin kau beli?”
Su Xi menggandeng tangan Lu Huan dan menariknya memasuki toko baju di depannya.
Su Xi baru saja mengganti penampakan layar untuk melihat dalamnya. Di lantai dua toko itu, ada pakaian untuk muda-mudi, tusuk-tusuk rambut, dan mahkota-mahkota kumala, serta juga sabuk dan aksesoris bandul kumala.
Su Xi tampak agak kegirangan. Selain dari game ini, satu-satunya game yang pernah dia mainkan adalah Miracle Nikki, tapi karakter-karakter kartun pada game mendandani itu terasa kalah menyenangkan ketimbang mendandani si anak.
Lu Huan kebingungan dengan apa yang akan si hantu lakukan ketika si hantu membawanya ke toko baju laki-laki ini.
Dia berbalik dan memberi sejumlah tael perak kepada si pemilik toko lalu memberitahunya agar menunggu di bawah.
Kemudian, begitu Lu Huan berbalik, sudah ada sehelai baju brokat putih, sabuk yang bertatahkan kumala dan gading, bandul brokat merah, dan kumala kristal jernih berwarna putih bersih – benda-benda ini melayang naik turun di hadapan Lu Huan, terus bergerak-gerak.
Lu Huan menebak-nebak isi pikiran si hantu lalu bertanya, “Apa kau ingin aku mengenakan ini?”
Su Xi, di luar layar, buru-buru menepuk tangan kiri Lu Huan. Ya, kau sangat pintar.
Kemudian, dia melihat raut aneh di wajah si anak, seakan sedang bertanya-tanya kenapa si hantu begitu gembira mendandani dirinya.
Tetapi karena ini adalah permintaan si hantu, si anak tidak terlalu lama meragu, dan kemudian dia pun mengambil barang-barang itu dari udara lalu pergi ke sudut untuk berganti pakaian.
Sebelum melepaskan pakaiannya, seperti biasa wajah si anak jadi kemerahan, dan dia berkata kepada Su Xi, “Apa kau bisa memejamkan matamu?”
Di luar layar, Su Xi memutar matanya. Apa si anak pikir dia bernafsu melihat tubuhnya? Tak ada yang membuatnya tergiur dengan melihat orang-orangan tongkat yang terdiri dari beberapa goresan sederhana.
Terlebih lagi, orang-orang kuno itu berpakaian sangat rapat, jadi ketika si anak melepaskan bajunya, bukankah masih ada lapisan baju di baliknya?
Si anak berpakaian dengan sangat cepat, dan ketika dia sudah selesai, si anak keluar dan membentangkan tangan, mendongak kikuk ke tempat Su Xi berada, seakan tidak yakin pada apa yang akan dilakukan oleh si hantu.
Dari seberang layar Su Xi mengangkat tangan si anak, merapikannya tanpa menarik sikunya, lalu mengibaskan pinggiran baju yang dikenakan si anak.
Ketika dia melakukan ini, dia hanya tahu bahwa tubuh si anak begitu kaku, tapi dia tak melihat raut di wajah yang bersangkutan.
***
Lu Huan melongok keluar lewat jendela di lantai dua toko baju tanpa memicingkan mata, menatap sejumlah salju yang meleleh di tepian atap, memandanginya berubah menjadi air hujan yang menetes-netes dari tepian atap dan mengenai lentera-lentera yang berayun, mendengarkan suara-suara di luar pasar dan berpura-pura tenang. Tapi jantung si pemuda sudah sejak lama berdebar kencang.
Deg, deg.
Tak ada yang pernah melakukan hal ini untuknya —
Dirinya begitu kedinginan dan demam pada malam ketika dia berada dalam kondisi koma dan kehilangan kesadaran. Apakah pada malam itu si hantu telah mengganti bajunya yang basah oleh keringat?
….
Setelah selesai merapikan baju anak itu, Su Xi yang ada di luar layar menatap si anak, tak bisa menahan diri untuk memekik. Ah, dia tampak sangat rupawan!
Rasanya aku ingin membeli semua baju ini dan menyuruh si anak berganti dengan set-set yang berbeda setiap harinya hanya demi memamerkannya!
Setelah ini, siapa yang akan mau memainkan Love Nikki-Dress Up Queen? Dia bisa bermain sepanjang hari dengan pertunjukan mendandani si anak!
Sebelumnya, ketika Su Xi mengirimkan baju-baju untuk si tokoh utama game, dia hanya ingin melihat anak itu mengenakan baju yang berbeda, tapi jelas berbeda ketika membiarkan si anak berganti baju dengan sendirinya dibanding ketika secara langsung menyuruh si anak berganti baju.
Dan si anak begitu menurut karena berdiri diam tak bergerak, membiarkan Su Xi bersenang-senang.
Setelah mengganti baju anak itu, Su Xi memutar si anak dan menyentuh rambut hitam anak itu dengan tangannya. Inilah yang disebut sebagai rambut panjang bagai air terjun oleh orang-orang kuno.
Su Xi melepaskan carikan kain linen abu-abu tak mencolok yang dipakai si anak untuk mengikat rambutnya, dan kemudian memasang tusuk rambut magnolia putih nan halus yang baru saja dia pilih —
Berbalik kembali, mata hitam si pemuda tampak begitu cerah, dan dirinya tampak seperti seorang dewa kecil, begitu penuh keagungan.
Su Xi begitu gembira karena dia bisa dengan mudah menata rambut panjang si anak, dan hati ibu tuanya sudah hampir membanjir meluap-luap dari layar. Kalau dia tidak perlu menyelesaikan tugas-tugas game ini, dia bisa sekedar pergi berbelanja bersama anak ini untuk mengubah dinasti dari Negara Yan!
Yang dia rasakan kepada Lu Huan bagaikan hembusan angin segar.
Angin itu jelas-jelas tak punya temperatur dan tak ada rasa sentuhan, tetapi ketika mendarat di puncak kepala Lu Huan dan merapikan rambutnya yang agak berantakan, tubuh anak itu jadi sama kakunya dengan papan, tak bisa bergerak, dan jantungnya hampir bersuara teramat sangat keras.
Kulit di sisi cambangnya terasa seperti disetrum, dan sensasi menggelenyar itu tiba-tiba terasa hingga ke sekujur tubuhnya.
Lu Huan tak tahu apa yang salah dengan dirinya.
… Apakah ini merupakan penistaan?
Pemikiran ini mendadak muncul dalam benaknya, dan kelopak mata Lu Huan berkedut keras, hanya untuk merasa bahwa hal ini agak tak tertahankan.
Mendadak, hatinya seakan dijerat oleh sesuatu yang tak bisa dijelaskan, tumbuh perlahan, tapi dia belum menyadarinya.
Dia agak takut kalau si hantu akan mendengar jantungnya yang berdebar kencang, jadi buru-buru dia maju beberapa langkah.
Dia berdiri belakang jendela dan merasakan angin dingin menghembus wajahnya, dan perasaan panik serta bingung dalam dirinya pun sedikit mereda.
****
Su Xi melihat si anak dengan wajah roti kukusnya berdiri di belakang jendela. Wajah bundar itu merona, dan si anak mengepalkan tangan serta tak berani melihat ke belakang, jadi dia mengira kalau si anak merasa malu.
Su Xi tak bisa menahan tawanya. Dia meraih tangan si anak dan mengajaknya keluar dari toko pakaian untuk mencari tahu mereka bisa pergi ke mana lagi malam itu.
Tapi persis pada saat inilah, tiba-tiba Lu Huan melihat seorang peramal berjubah hitam ketika dia melangkah turun dari toko pakaian, membawa panji-panji untuk menawarkan jasa ramalan. Beberapa baris kata-kata tertulis pada panji-panji si peramal: meramal, jasa supernatural, dan konsultasi spiritual.
Tiba-tiba Lu Huan terpikirkan sesuatu, dan seketika itu pula muncul secercah kegairahan dan pendambaan di wajahnya.
Semua ekspresi ini muncul seketika itu juga di wajahnya, membuatnya tampak agak seperti orang gila.
Si peramal ini bukan sosok yang terkenal, tapi baru saja terpikirkan oleh Lu Huan bahwa mungkin benar-benar ada cara untuk membuat si hantu bereinkarnasi. Bagaimana kalau si hantu bisa memiliki raga, dan bisa berada di sisinya?
Dahulu kala, dia sama sekali tak memercayai kekuatan-kekuatan aneh yang menyinggung para dewa ini, tapi kini dia ingin mencobanya, asalkan ada sedikit saja kemungkinan hal itu bisa terjadi.
————
Si Pengarang ingin bilang sesuatu:
Si Anak (mengepalkan tangan): Aku akan menemukan raga yang sesuai untuknya, dan kemudian pada suatu hari kelak aku bisa bertemu dengannya.
Su Xi: … Habislah sudah.