I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 38 (Part 1)
Ada yang harus Su Xi kerjakan akhir pekan ini. Gips di kakinya sudah hampir siap dilepas. Walaupun dia masih harus memerhatikan saat berjalan, takkan ada masalah kalau dia berjalan pelan-pelan. Orangtuanya tidak ada di rumah, jadi dia, Gu Qin, dan Huo Jingchuan akan ketemuan. Pertama mereka akan pergi melepas gipsnya, dan kemudian mereka akan pergi berbelanja membeli beberapa buku pelajaran, jadi Su Xi tak bisa lama-lama memainkan game itu.
Jadi setelah berbelanja di festival lentera, Su Xi akan offline. Sebelum keluar, dia menyentuh tangan kecil si anak, mencolek sedikit salju yang diambilnya dari bawah tepian atap, lalu menaruhnya di hidung si anak, menggodanya.
Lu Huan merasakan dinginnya salju pada ujung hidungnya, dan mengulurkan tangan untuk menyekanya.
“Jangan nakal,” dia berkata seraya tersenyum.
Tetapi kemudian dia menyadari sesuatu, dan walaupun masih ada senyum di sudut mulutnya, mendadak muncul sorot panik di matanya.
Bulu matanya bergetar gugup. Lu Huan menatap udara kosong dan bertanya dengan suara lirih, “… Apa kau harus pergi untuk melakukan sesuatu?”
Su Xi menyentuh tangan kanannya.
Lu Huan tertegun, dengan ekspresi yang mirip dengan seseorang yang kembali tenang setelah dibuat kegirangan. Dia merasa agak kesepian, tapi dia berusaha sebaik mungkin untuk tidak membiarkan rasa kehilangannya terlihat, dan masih mengulas senyum.
”Yah, sampai jumpa besok, dan hati-hati di jalan.”
Su Xi memperhitungkan waktu yang akan dibutuhkannya untuk pulang dari berbelanja. Seharusnya akan butuh waktu dua malam di dalam game, yang akan tepat waktu untuk mengikuti plot perjamuan malam di istana. Kalau begitu, dia bisa sebentar bersama si anak di malam hari , jadi dia kembali menyentuh tangan kiri si anak, mengangkat tangannya untuk membuka sistem, dan keluar dari game.
Ketika dia keluar, game-nya tidak langsung mati, tapi gambarnya perlahan memudar dan kembali ke antarmuka utama.
Sebelumnya, si anak tidak mengetahui keberadaan Su Xi, jadi setiap kali Su Xi online dan offline, dia juga takkan tahu.
Tapi kali ini, ketika Su Xi keluar dari game, Lu Huan terdiam. Su Xi hanya bisa melihat layar yang perlahan meredup, garis luar si anak, masih berdiri di depan jendela karena tidak tahu ke mana Su Xi pergi, tak tahu ke mana harus melihat sementara matanya terus menatap udara kosong.
Lu Huan sepertinya tidak yakin apakah hantu itu sudah pergi atau belum, dan masih berdiri tak bergerak di tempat setelah si hantu menyentuh tangan kirinya untuk yang terakhir kalinya.
Sebuah kotak dialog muncul di layar – Lu Huan bertanya lagi, “Apa kau sudah pergi?”
Tak ada jawaban, dan gelembung dialog perlahan muncul di atas kepalanya, “Jadi, kapan aku akan bisa bertemu denganmu besok?”
Tetap tak ada jawaban.
Lu Huan ditinggalkan di sana, menatap kehampaan.
Gelembung putih – “Dia sudah pergi.”
Lu Huan merundukkan tatapannya.
….
Si anak masih menunggu hingga layar sepenuhnya memudar. Tanpa menunggu tanda-tanda apa pun untuk memastikan bahwa si hantu memang sudah pergi, si anak perlahan berbalik dan merunduk menatap pasar yang masih sibuk dari jendela.
Namun kali ini, dia berdiri dengan punggung menghadap Su Xi, yang tak bisa lagi melihat raut wajahnya.
Su Xi ….
Kenapa, dia kan cuma keluar dari game. Kenapa si karakter game membuatnya kelihatan seperti kalau ini adalah perpisahan hidup dan mati?
Si anak bersikap seperti ini, jadi Su Xi pun mendapat dorongan untuk online lagi! Tapi Gu Qin memanggil dan mendesaknya agar cepat keluar. Mendadak perhatiannya teralihkan, dan karena takut terlambat untuk janji mereka, Su Xi pun melompat turun dari ranjang dan mengganti pakaiannya.
****
Di lain, Lu Huan tetap tinggal selama beberapa saat di toko pakaian itu, memandangi cahaya-cahaya di pasar, sebelum turun dengan mengenakan baju yang telah Su Xi pilihkan untuknya serta kantong berisi perona dalam pelukannya.
Di tengah-tengah cahaya dan keramaian, Lu Huan melewati kerumunan dan kembali sendirian ke Ning Wangfu.
Dia jelas tahu kalau si hantu punya urusannya sendiri, dan bahwa si hantu tak bisa tetap tinggal di sisinya untuk selamanya. Tapi mungkin karena fakta bahwa dia tak bisa melihat atau menyentuh si hantulah makanya dia jadi tak memiliki rasa tenang sedikit pun dalam hatinya.
Rasanya seperti menghadapi gumpalan kehampaan. Dia hanya bisa menunggu secara pasif, tidak tahu kapan si hantu akan muncul atau pergi tanpa suara.
Jika suatu hari kelak sesuatu yang tak diharapkan terjadi, seperti pada kali terakhir, dan si hantu tidak kembali selama delapan hari penuh, atau bahkan lebih lama lagi, kalau si hantu tak pernah muncul lagi, lantas apa yang bisa dia lakukan?
Lu Huan memikirkan hal ini, tapi tidak menunjukkannya di wajahnya. Dia hanya kembali ke Griya Kayu Bakar lewat pintu samping seperti biasanya. Sebelumnya, sang Nyonya Besar telah menawarkan untuk memberinya tempat tinggal baru di sisi barat dan memintanya pindah ke sana. Di sana ada jembatan kecil, air mengalir, mata air yang jernih, serta bebatuan buatan di halaman, tidak kalah dari kediaman milik Lu Yu’an dan Lu Wenxiu.
Namun Lu Huan telah menolaknya.
Bagaimanapun juga, Ning Wangfu bukanlah tempat untuk dia tinggali dalam waktu lama. Dia tak pernah ingin tinggal di sini seumur hidup. Di samping itu, ada terlalu banyak kenangan tentang dirinya dan si hantu di Griya Kayu Bakar.
Dia menaikkan pandangannya dan menatap lentera yang berayun-ayun di bawah tepian atap, kehangatan melingkupi sorot matanya.
****
Su Xi telah berganti pakaian dengan sweater merah muda dan berjalan pelan-pelan menyusuri trotoar jalan bergandengan tangan dengan Gu Qin. HUo Jingchuan berjalan di belakang kedua gadis itu sambil membawa tumpukan buku. Mereka tiba di siang hari, dan ketiganya berniat mencari tempat untuk makan di dalam mall.
“Omong-omong, apa menurutmu akhir-akhir ini keberuntunganmu sudah berubah?” Gu Qin melirik pada kaki yang baru saja dibebaskan dari gips dan berkata, “Sejak kau memenangkan lotere.”
Dahulu, bisa dibilang kalau Su Xi itu luar biasa sial, dan bahkan seteguk air dingin saja akan membuatnya tersedak. Gu Qin dan Huo Qingchuan, kedua muda-mudi ini, tak pernah berani membiarkan Su Xi berjalan sisi trotoar yang dekat dengan jalan, takut kalau tiba-tiba ada mobil yang menabrak petak bunga dan menyerempet Su Xi.
Namun kemalangan semacam ini sudah hampir tak pernah terjadi sejak dia keluar dari rumah sakit.
“… Memang sudah membaik.” Su Xi adalah orang yang paling merasakannya, terutama untuk ujian skala besarnya. Dia tidak mematahkan pensilnya di tengah-tengah ujian. Langit sepertinya telah membuka mata dan membiarkan dia mengikuti ujian dengan mulus.
Gu Qin mengeluh, “Padahal kau telah mengenakan baju dalam merah setiap tahun, yang ternyata tidak berguna sama sekali. Kenapa sekarang tiba-tiba kau jadi beruntung?”
(T/N: mengenakan baju dalam merah adalah simbol keberuntungan)
Tentu saja, Su Xi tak bisa bilang kalau semua itu adalah karena sebuah game karena teman-temannya takkan memercayainya. Mereka mungkin juga akan berpikir kalau dia sudah tidak waras. Lagipula, mereka takkan bisa menemukan game itu di ponsel mereka.
Ketiganya pun duduk di sebuah restoran masakan Sichuan.
Gu Qin dan Huo Jingchuan memutuskan untuk memesan beberapa jenis masakan lagi.
Sementara ketiganya mengobrolkan soal sekolah, mereka makan dan menunggu sisa makanannya disajikan. Seorang pramusaji datang membawa sepiring sup ikan yang masih segar dan berkata kepada Su Xi, “Cantik, geser makannya sehingga aku bisa menaruh sup ikan ini.”
Tapi tepat pada saat itu, sebelum si pramusaji selesai bicara, telapak kakinya tiba-tiba terpeleset.
Sup ikan yang sangat panas di tangannya hampir menjatuhi bahu Su Xi. Gu Qin terperangah dan memekik, “Hati-hati!”
Huo Jingchuan langsung berdiri.
Pupil mat Su Xi menyusut cepat dan jantungnya serasa melompat ke tenggorokan. Buru-buru dia mengelak ke sisi lain.
Si pramusaji ketakutan setengah mati dan buru-buru berusaha menangkapnya.
Tapi….
‘Klontang – ‘ Sekuali sup ikan yang panas itu jatuh ke lantai, dan walaupun supnya menumpahi seluruh permukaan lantai, tak sedikit pun yang memerciki Su Xi.
Lantainya jadi panas dan kejadian ini berlangsung sangat cepat, para pramusaji lainnya tidak sempat bereaksi.
Setelah akhirnya bisa bereaksi, Gu Qin buru-buru berdiri, berlari ke sisi lain Su Xi dan bertanya, “Su Xi, apa kau terkena kuah panasnya?”
Huo Jingchuan agak marah dan menatap si pramusaji, “Kakak, kau kenapa sih?”
Su Xi ketakutan tapi menggelengkan kepalanya.
Pada saat itu, sup ikannya benar-benar kelihatan seperti akan menumpahinya, tapi kemudian seakan disapu menjauh oleh suatu kekuatan dari luar. Terlalu banyak hal buruk yang telah terjadi pada Su Xi, tapi ini adalah kali pertama kemalangan telah berbalik sebelum terjadi – apakah ini adalah keberuntungan yang didatangkan oleh ‘koi’ seperti yang disebutkan oleh sistem? Apakah telah diimbangi oleh kemalangannya sendiri?
Gu Qin menghembuskan napas lega dan berkata, “Kau itu terlalu sial. Untung saja, tidak sampai terjadi masalah besar.”
Si pramusaji yang menyajikan sup itu begitu ketakutan sampai-sampai dia menangis dan minta maaf berulang-ulang: “Maafkan saya, saya benar-benar minta maaf.”
Si manajer datang untuk menengahi dan berkata, “Apa tamu-tamunya baik-baik saja?”
Huo Jingchuan melihat kalau Su Xi baik-baik saja dan berkata dengan wajah menghitam, “Untung saja temanku nggak kenapa-kenapa.”
Melihat kalau si pramusaji tampak gelisah, Su Xi melambaikan tangannya dan berkata, “Kau bisa antarkan satu kuali lagi, cukup berhati-hatilah.”
… Dan mungkin sebenarnya ini bukan masalah dari si pramusaji, melainkan fisiknya yang payah.
Su Xi menepuk-nepuk dadanya dan diam-diam menghembuskan napas lega. Kalau kuali besar ini sampai menjatuhi bahunya, walaupun kulitnya begitu tebal sehingga dia takkan sampai terluka bakar, kulitnya tetap akan melepuh kalau sup itu sampai menumpahi lehernya.
Dari terikat pada sistem itu, sampai menemukan sebuah game yang hampir seperti dunia nyata, dan memenangkan lotere, semua ini sudah merupakan hal-hal ajaib. Membandingkannya dengan apa yang terjadi barusan tadi, Su Xi pun kembali tenang.
Setelah makan, dia berpisah dengan Gu Qin dan Huo Jingchuan lalu pulang ke rumah.
Sekarang di dalam game belum saatnya untuk perjamuan istana, tapi Su Xi tak bisa menahan dirinya untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh si anak. Dia membuka buku pelajarannya untuk mengerjakan PR, dan membuka game-nya pada saat bersamaan.
Dia melihat kalau orang-orang di Ning Wangfu sedang sibuk, mempersiapkan keberangkatan sang Nyonya Besar dan Ning Wangfei ke istana untuk menghadiri perjamuan. Di dinasti mana pun, kaum wanita semua sama saja, mereka harus mandi dan berdandan selama beberapa jam sebelum menghadiri perjamuan makan malam.
Di sisi si anak, walaupun sang Nyonya Besar juga telah mengirim orang untuk membantunya berganti pakaian, dia mengusir semua gadis pelayan itu dan melakukan semuanya sendiri.
Saat dari luar layar Su Xi melihat si anak memasang wajah serius, dia pun tak bisa menahan tawanya.
Betapa jelitanya gadis-gadis yang wangi dan lemah lembut itu, apa si anak belum tumbuh dewasa? Di matanya, apakah gadis-gadis pelayan itu tidak ada bedanya dengan bebatuan di sisi jalan?!
…. Tapi sekarang lebih baik berkonsentrasi pada karirnya, dan ketika plotnya maju untuk memulihkan identitasnya sebagai Pangeran Kesembilan, anak itu bisa memiliki wanita cantik sebanyak yang dia inginkan.
Pada saat itu, Su Xi harus membandingkan dengan baik dan memilihkan lebih banyak wanita cantik. Selain dari wanita-wanita cantik di Negara Yan, dia juga harus memilihkan beberapa wanita yang memiliki kecantikan eksotis.
Sebelumnya Su Xi pernah melihat Gu Qin memainkan game berjudul ‘Rencana Pemilihan Selir’. Dia sudah melihat Gu Qin bermain dari belakang yang bersangkutan, dan sudah dibuat begitu cemas sampai-sampai kehilangan akal sehat. Wanita cantik yang dia sukai adalah yang memiliki hiasan emas di dahi, tapi Gu Qin malah tidak memilihnya untuk memasuki istana belakang! Siapa yang bisa tahan dengan hal ini? Sekarang pasti akan ada lebih banyak wanita cantik di dalam game ini ketimbang di game yang itu.
Ketika Su Xi memikirkan hal ini, dia jadi agak bersemangat. Dia begitu tidak sabaran sehingga tak tahan menunggu plotnya maju sampai ke sana secepat mungkin.
Tapi sekarang, dia harus menumbuhkan si anak dengan baik. Pertama-tama, memulai karir, kemudian memulai keluarga. Untuk sementara ini, tak seharusnya dia memikirkan tentang memilihkan istri untuk anak itu.
Ketika dia melihat si anak sedang sibuk, dia pun tak mengganggunya, mengesampingkan game-nya dan mengerjakan PR, sambil kadang-kadang melirik si anak.
Waktu di game berubah menjadi pukul tiga sore.
Datanglah tiga tandu: dua dengan atap satin merah yang membawa sang Nyonya Besar dan Ning Wangfei, serta satu tenda tebal berwarna biru yang datang ke griya si anak untuk membawanya ke istana.
Su Xi ingin mengangkat tirai tandu si anak dan memberitahunya bahwa dia akan pergi ke istana bersama dengannya, tapi tepat pada saat itulah tiba-tiba dia teringat sesuatu —
Dia belum membuka peta istana!
Saat ini, Su Xi memiliki 32 poin. Aturan membuka peta di game ini adalah tiap 2, 5, 7, 8, atau s10 poin bisa membuka satu bagian, yang dibagi sesuai dengan ukurannya. Sementara itu satu bagian yang seukuran istana akan membutuhkan setidaknya enam poin lebih untuk membukanya – yang berarti adalah 38 poin.
Tapi pada saat ini, tugas apa yang bisa Su Xi selesaikan demi mendapat poin?
Bagaimanapun, berdasarkan pada akal sehat, dan sesuai dengan pengaturan game ini, pembukaan atas tiap bagian seharusnya mengikuti tugas. Akankah sekarang game ini mempersulitnya dalam menyelesaikan tugas mana pun?
Dia pun terpaksa bertanya kepada sistem.
“Langkah mana yang salah?” Atau apa ada bug di dalam game?
Sistem: “Masalahnya ada pada tugas utama ketiga.”
“Tugas utama ketiga adalah membuat si tokoh utama berteman dengan Pangeran Kedua di Perburuan Gunung Qiuyan dan membuatnya memasuki Akademi Tai. Total 12 poin akan dihadiahkan. Asalkan si tokoh utama bicara dengan Pangeran Kedua di Gunung Qiuyan, kau akan menyelesaikan setengah dari tugasnya dan mendapatkan hadiah 6 poin, tapi untuk beberapa alasan tertentu, walaupun di Gunung Qiuyan si tokoh utama bicara dengan Pangeran Kelima, dia telah menolak Pangeran Kedua. Jadi setengah tugas utama lainnya pun gagal.”
Sistem juga mengingatkan: “Dan rasa suka si tokoh utama kepada Pangeran Kedua adalah -60.”
Su Xi: …?
Su Xi terperanjat. Dia tak menyangka kalau akan jadi seperti ini.
Kenapa, kenapa si anak membenci Pangeran Kedua? Pangeran Kedua, kesan orang itu dalam pandangan Su Xi cukup tidak menonjol, dia kan tidak melakukan sesuatu yang menjengkelkan ah?
Apakah karena dia telah menyelamatkan Pangeran Kedua sehingga membuat si anak tidak senang?
Jadi, bukankah ini berarti dia telah tanpa sengaja memengaruhi jalur cerita utama karena dia pergi melakukan tugas sampingan?
Su Xi bertanya, “Apa yang akan terjadi kalau pada waktu itu Pangeran Kedua tidak diselamatkan?”
Sistem berkata: “Pangeran Kedua harus diselamatkan, tidak ada ‘kalau’. Karena tokoh utama ingin memasuki Akademi Tai, satu-satunya jalan adalah dengan menemani belajar seorang pangeran. Setelah menyelamatkan Pangeran Kedua, akan ada tempat kosong di antara para pangeran. Si tokoh utama mungkin tidak menjadi pendamping Pangeran Kedua, tapi mungkin saja menjadi pendamping pangeran lain.”
Su Xi mengerti bahwa si anak membenci Pangeran Kedua, sehingga tidak mengambil inisiatif untuk berteman dengan yang bersangkutan – tugasnya sudah gagal.
Namun Pangeran Kedua tidak membenci si anak, dan karena si anak telah memenangkan Perburuan Gunung Qiuyan, Pangeran Kedua dan beberapa orang pangeran lainnya telah memiliki kesan terhadap si anak – menjadi pendamping dari salah satu pangeran itu akan menjadi kesuksesan, dan tugas memasuki Akademi Tai seharusnya juga akan berhasil.
Hanya saja untuk saat ini, gara-gara kesalahan Su Xi sendiri, untuk smentara ini dia tak bisa membuka bagian istana, dan dia tak bisa mengikuti si anak memasuki istana.
….
Hal ini agak disayangkan bagi Su Xi, tapi dia menghentikan tangannya yang berniat mengangkat tirai tandu supaya si anak tidak tahu kalau dia sudah datang, karena tak mungkin bisa mengikuti si anak memasuki istana.
Dia melihat tandu si anak memasuki gerbang istana setelah melewati jalan yang panjang.
Langit di dalam game itu sudah gelap, dan istana tampak luar biasa menakjubkan. Tepian-tepian atap berkilau di dinding merah istana tampak seperti singa, berdiri gagah di kegelapan malam, megah dan kokoh. Tandu si anak perlahan menghilang ke dalam gerbang istana, seakan akhirnya melangkah memasuki pusaran Ibu Kota.
Di dalam pusaran raksasa ini, si anak tidak sah yang telah jatuh ke dalam istana tampak begitu kecil.
****
Pada saat bersamaan, Lu Huan membuka satu sudut tirai tandu ketika melaju memasuki istana. Dinding-dinding istana di kedua sisi begitu dalam sehingga dia hanya bisa melihat langit malam gelap yang sempit.
Dirinya tampak sedikit lebih berwibawa.