I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 38 (Part 2)
Su Xi tidak mengikuti si anak memasuki istana, jadi untuk saat ini dia tak tahu apa yang terjadi dalam sana, tapi dia menunggu dengan game terus menyala dan lanjut mengerjakan PR-nya.
Untuk plot pada perjamuan malam ini, disebutkan bahwa Jenderal Zhenyuan akan mempersulit si anak, tapi Su Xi tak bisa mengikutinya jadi dia tak bisa membantunya.
Akan tetapi, Su Xi berpikir bahwa dengan kecerdasannya, anak itu pasti bisa menanganinya, sehingga dia tak perlu merasa terlalu cemas.
Su Xi menghabiskan waktu lebih dari empat puluh menit untuk mengerjakan PR, dan dua jam telah berlalu di dalam game.
Di tengah malam, gerbang istana akhirnya terbuka, dan tandu orang-orang yang datang untuk perjamuan makan malam pun keluar satu persatu.
Dalam sekali lihat Su Xi menemukan tandu si anak, dan pada saat inilah, garis besar plotnya muncul di layar.
[Di perjamuan makan malam, Jenderal Zhenyuan menatap sang Nyonya Besar dengan tatapan merendahkan serta sangat tidak suka pada perilaku sang Nyonya Besar untuk berusaha berteman dengan Pangeran Kedua demi bisa mengirimkan cucunya ke tempat Pangeran Kedua. Kalau pria dari Ning Wangfu memang berguna, sang Jenderal masih bisa memandang tinggi Ning Wangfu, tapi ternyata kedua putra dari Ning Wangfei, Lu Yu’an dan Lu Wenxiu, sama-sama tak mampu meraih hal besar, dan kini benar-benar mustahil bagi mereka untuk menopang dinding dengan lumpur.
Sang Jenderal juga tidak setuju ketika mendengar bahwa seorang anak tidak sah dari Ning Wangfu-lah yang telah memenangkan hadiah pertama dalam perburuan di Gunung Qiuyan. Sang Jenderal sudah terbiasa dengan metode-metode sang Nyonya Besar, dan berpikir bahwa sang Nyonya Besar hanya mengganggu dan berusaha membuat cucunya tampak menonjol. Karenanya, bahkan dengan kemenangan itu, kesannya terhadap sang tokoh utama tidak terlalu baik. Saat makan malam, sang tokoh utama menyulanginya, namun sang Jenderal menolaknya berulang kali, yang jelas-jelas tidak sopan.
Su Xi meremas pulpennya ketika membaca hal itu. Kenapa si Jenderal Zhenyuan seperti ini?!
Si anak setidaknya juga adalah kerabat jauhnya, bagaimana bisa dia masih memandang si anak dengan mata berkabut?
[Tetapi secara mengejutkan, Pangeran Kelima mengambil inisiatif untuk menyatakan bahwa Pangeran Kedua belum memiliki pendamping belajar, dan hal itu bukan masalah. Dia ingin mengambil inisiatif memberikan pendampingnya kepada Pangeran Kedua. Kemudian, ketika sang Kaisar menghadiahi si tokoh utama dengan perhiasan emas dan perak, dia mengajukan kepada sang Kaisar bahwa dia ingin si tokoh utama menjadi pendampingnya.]
[Pangeran Kedua berdebat dengannya, namun pada saat ini Kaisar curiga bahwa Pangeran Kedua telah berpura-pura akan dibunuh di Gunung Qiuyan, dan merasa tidak senang kepada Pangeran Kedua. Jadi Kaisar pun berpihak kepada Pangeran Kelima dan tanpa disangka-sangka menyetujui permintaan tidak masuk akal dari Pangeran Kelima.]
[Sang tokoh utama diberi hadiah dua kotak emas dan perak di perjamuan ini, dan sejak saat ini dia akan bisa belajar bersama Pangeran Kelima di Akademi Tai.]
Sistem: “Selamat karena telah menyelesaikan tugas utama ketiga (utama): Gagal berteman dengan Pangeran Kedua di Gunung Qiuyan, dan mendapatkan 0 poin serta 0 koin emas, tapi berhasil memasuki Akademi Tai, memenangkan 6 poin dan 100 koin emas.”
Su Xi: … Eh?
Su Xi dibuat tertegun oleh perselisihan tak kelihatan pada perjamuan makan malam itu.
Dia sudah tahu kalau Pangeran Kelima cukup memandang penting kelahiran si anak, dan di Gunung Qiuyan, pikiran-pikiran Pangeran Kelima sudah kelihatan.
Pangeran Kelima selalu merupakan orang yang tajam, dan tidak takut menyinggung orang, tak peduli bakat mana pun yang ingin mereka pertandingkan. Pada kali terakhir dia mendengar bahwa Menteri Urusan Rumah Tangga akan bertemu dengan sang tabib dewa, dan dia langsung buru-buru menemuinya – merupakan hal normal bagi dia untuk melakukannya.
Namun mengenai Pangeran Kedua, kenapa kelihatannya situasi orang ini jadi tampak mengenaskan sejak Su Xi menjalankan misi sampingan itu?
Kalau Su Xi tidak menyelamatkannya, Pangeran Kedua akan terbaring di ranjang selama setidaknya tiga bulan, dan sang Kaisar tidak akan semudah itu mencurigai dirinya karena dia terluka sedemikian parahnya.
Tetapi Pangeran Kedua tiba-tiba terluka, tiba-tiba sembuh, dan pulih hanya dalam waktu sepuluh hari yang singkat, kemudian berkata bahwa dia tak bisa pergi ke perbatasan utara. Semua ini membuat sang Kaisar tidak senang.
Su Xi: … Pangeran Kedua, maafkan aku.
Akan tetapi, bagaimanapun juga, mereka telah berhasil menyelesaikan tugas ‘Memasuki Akademi Tai’.
…. Akan tetapi, ketika menyelesaikan tugas sampingan, Pangeran Kedua telah diselamatkan setelah menusuk dirinya sendiri, menghasilkan sedikit penyimpangan dari jalan cerita utama, dan si anak tidak menjadi pendamping Pangeran Kedua melainkan Pangeran Kelima.
Su Xi tak tahu apa yang akan terjadi kalau jalan cerita utamanya berbelok di sini, tapi tak peduli apa pun yang terjadi, dia akan menjaga anak itu dengan baik.
Memikirkan hal ini, Su Xi merasa agak tenang. Dia memetik kelopak bunga pir dan menyapa si anak.
Pertama-tama dia mengganti sudut pandangnya ke arah tandu, di mana kaki-kaki pendek si anak tidak menyentuh tanah dan sebuah tangan kecil memijit area di tengah-tengah alisnya. Wajah seperti roti kukusnya berkerut, dan cahaya bulan terkadang menyorot masuk lewat tirai yang ditiup angin yang terkadang menghembus wajahnya. Su Xi tak bisa melihat ada masalah apa dengannya – apa dia sudah minum-minum sepanjang perjamuan?
Ini pertama kalinya Su Xi melihat si anak minum arak. Dia jadi agak penasaran tentang seperti apa tampang si anak ketika sudah minum. Su Xi tak bisa menahan diri untuk mengeluarkan uang di dalam game untuk melihat wajahnya selama satu menit.
Layar pun berubah ke gambar aslinya.
Si remaja duduk bersandar di sudut tandu, matanya sedikit merunduk. Sorot matanya dingin. Cahaya rembulan menyorot jernih pada wajahnya, ketika dia mengangkat tangan dan memijit pertengahan alisnya, ujung alisnya berkerut, dan ada rona kemerahan pada wajah seputih kumalanya, membuatnya tampak dingin.
Setelah minum, Lu Huan lebih diam daripada biasanya, tampak tenang, dan Su Xi tak tahu apa yang dia pikirkan.
Su Xi berpikir bahwa kelihatannya si anak kuat minum. Pada perjamuan makan malam seperti ini, orang harus minum banyak, tapi dia tak kelihatan mabuk.
Tepat ketika dia memikirkannya, gumpalan kabut memenuhi layar, dan dengan suara ‘pop’ kabut pun memudar. Si anak pun berubah kembali menjadi roti kukus kecil bertangan dan berkaki pendek tanpa ekspresi di wajahnya.
Su Xi: … memaksakan senyum.jpg.
Sudah terbiasa dengan ini.
Su Xi meniupkan angin.
Di layar, hari ini Lu Huaan sudah berkali-kali dihembus angin, dan ketika angin menghembusnya, jantungnya sedikit terlonjak, tanpa sadar bertanya-tanya apakah si hantu sudah datang. Tapi setiap hembusan angin itu ternyata bukanlah si hantu.
Hingga bunga pir putih terjatuh ke tengah alisnya, meluncur di tulang hidungnya, dan masuk ke dalam telapak tangannya.
Serta merta, ekspresi alisnya berubah dari acuh tak acuh menjadi ekspresi menghangat, dan bulu matanya terangkat dengan penuh sukacita, seakan telah menunggu dalam waktu lama.
Lu Huan menurunkan tangannya dan bergegas duduk tegak: “Aku sudah tak bertemu denganmu selama satu hari satu malam.”
Di luar layar Su Xi tersenyum. Si anak ternyata memperhatikan waktu dengan baik.
“Apa yang hari ini kau lakukan?” Lu Huan tak bisa menahan diri untuk bertanya lirih.
Sudah tepat dua puluh empat jam sejak mereka berpisah di depan cahaya lentera di pasar kemarin malam, dan mereka sudah tidak bertemu hingga awal malam ini. Apakah si hantu harus melakukan sesuatu? Dia bertemu dengan siapa? Apa yang telah dia lakukan?
Tapi Lu Huan tak mungkin bisa tahu.
Su Xi berpikir, bagaimana aku bisa menjawab pertanyaan itu?
Tampaknya Lu Huan sadar pada pertanyaannya sendiri, dan bagaimana pihak lain tak bisa menjawabnya. Lu Huan pun tersenyum dan berkata, “Kalau aku masih bisa mengajukan pertanyaan dengan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’, apa kau akan menjawabku?”
Su Xi mendapati kalau si anak tak pernah tersenyum sebelumnya, tapi sejak menemukan kalau si hantu bisa menyentuhnya, sepertinya anak itu jadi lebih banyak tersenyum – tidak terlalu banyak, tentu saja.
Lu Huan bertanya lirih, “Apa hari ini kau pergi bermain? Kau senang?”
Su Xi mengait tangan kirinya yang mungil.
Lu Huan kemudian bertanya, “Tapi apa kau bertemu seseorang?”
Tentu saja aku bertemu orang, kenapa juga aku keluar tanpa bertemu orang? Tak ada seorang pun yang perlu keramas kalau mereka tidak bertemu siapa-siapa.
Su Xi tersenyum dan lanjut menarik tangan kiri Lu Huan di layar.
Si anak yang ada di layar menatap tangan kirinya sendiri dan sepertinya terpengaruh oleh gerakan ceria Su Xi. Senyum di matanya semakin dalam, tapi dia berusaha sebaik mungkin untuk bersikap tak peduli, hanya bertanya sambil lalu, “Orang yang kau temui itu pria atau wanita?”
Su Xi menarik tangan kiri si anak, tapi sebelum yang bersangkutan bisa bereaksi, dia buru-buru menarik tangan kanannya.
Bukankah pria dan wanita itu adalah Gu Qin dan Huo Jingchuan?
Di layar, si anak terdiam dan bertanya, “Jadi ternyata teman-temanmu…. Apa kau sangat menyukai mereka?”
Tangan kirinya ditarik.
Setelah bertanya dan menjawab seperti ini, Su Xi berpikir kalau ini menyenangkan, dan dia masih menunggu si anak lanjut bertanya, tapi dia tak tahu apa yang dipikirkan si anak yang ada di layar. Walaupun si anak berusaha menjaga ekspresinya tetap tidak berubah, wajah bundarnya berkerut.
Sehelai daun muncul di atas kepala si anak, dan daunnya mengeluarkan hujan.
Su Xi: ???
Begitu Su Xi berniat untuk melanjutkan komunikasi dengan si anak, dia melihat sejumlah dialog plot bermunculan di layar.
Ternyata tandunya melewati wisma Jenderal Zhenyuan, dan tentu saja petunjuk-petunjuk untuk plot berikutnya yang berhubungan dengan sang Jenderal pun mulai bermunculan.
Jenderal Zhenyuan sedang berada di dalam ruang belajar di rumahnya, bicara lirih dengan Menteri Urusan Militer di tengah malam.
Menteri Urusan Militer berkata dengan suara rendah: “Pada perjamuan hari ini, gelombangnya naik, dan Kaisar sepertinya agak tidak puas kepada Pangeran Kedua.”
Jenderal Zhenyuan mengernyit dan berkata dengan suara yang dalam, “Alasan kenapa jenderal ini mendukung Pangeran Kedua adalah karena Pangeran Kedua tahu bagaimana cara menghindari bahaya ketika para pangeran lainnya sedang bertarung. Dia tidak mencolok, mau menerima, dan mampu meraih hal-hal besar! Tapi ketika sudah tiba waktunya bagi dia untuk memimpin pada kerusuhan di utara ini, dia masih saja merendah dan bahkan bilang dirinya sakit demi menghindarinya! Kalau dalam hatinya ada rakyat, dia seharusnya tahu kalau rakyat di utara saat ini sedang menderita. Dengan memanfaatkan ini, dia bisa saja ikut dalam perebutan tahta.”
Menteri Urusan Militer juga berkata: “Pada saat ini, Kaisar masih belum memutuskan siapa yang akan pergi ke Utara untuk menangani kekacauan. Begitu keputusannya dibuat, kekuatan militer harus diserahkan kepada orang itu.”
Jenderal Zhenyuan mendesah: “Andai saja aku tidak terlalu tua, kali ini aku akan memimpin pasukan sendiri. Sayangnya, Kaisar sudah tidak menyukaiku karena sudah tua.”
Menteri Urusan Militer menasihati dengan suara lirih, “Jenderal, tidakkah Anda mengerti? Alasan mengapa Kaisar tak mau membiarkan Anda memimpin pasukan kali ini bukan karena Anda sudah tua dan tak berguna, melainkan karena Beliau ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mengambil kembali kekuatan militer yang selama bertahun-tahun ada di tangan Anda.”
Alis Jenderal Zhenyuan sedikit terangkat.
Menteri Urusan Militer tahu bahwa Jenderal Zhenyuan adalah orang yang setia, namun dia juga harus mengingatkan yang bersangkutan: “Kekuasaan Anda sangat tinggi, tetapi kalau kayu di hutan indah, angin akan menghancurkannya. Jika Anda menyerahkan kekuatan militer, kediaman Anda mungkin akan benar-benar runtuh dan pada akhirnya akan habis dibantai. Tetapi kalau kekuatan militer masih ada di tangan Anda, kediaman Anda akan bertahan selama tiga generasi, dan sang Kaisar tetap takkan mampu menggoyahkannya.”
“Karena itu, Anda harus menemukan seseorang yang bisa pergi ke utara untuk membantu Anda membereskan kekacauan secepat mungkin!”
Jenderal Zhenyuan berkata, “Ini tidak mudah. Aku sudah bertempur selama bertahun-tahun, dan putriku satu-satunya telah meninggal karena sakit. Sekarang karena aku tinggal seorang diri, tidak banyak orang yang bisa kupercaya, jadi ke mana aku bisa pergi mencari seseorang untuk mewarisiku?”
Sepanjang percakapan, Jenderal Zhenyuan yang berambut kelabu mendesah penuh sesal.
Persis pada saat itulah, sistem mengeluarkan sebuah pesan:
[Harap menerima tugas jalan cerita utama kedelapan (menengah}: Setelah menyelesaikan tugas ketujuh, menjadi pewaris Jenderal Zhenyuan, dan pergi ke utara untuk membuat pencapaian militer.”
Tingkat kesulitan tugas ini adalah 15 bintang, hadiah koin emas 2.000, dan hadiah poin 12.]
Su Xi terkejut ketika melihat tugas ini. Tujuh tugas pertama semuanya adalah untuk pemula. Apakah sekarang tugas-tugasnya sudah berubah menjadi tugas-tugas menengah?
Tak heran tugas terakhirnya adalah mengubah pandangan Jenderal Zhenyuan terhadap si anak dan memperoleh dukungan Beliau. Ide aslinya adalah untuk mempersiapkan si anak memperoleh warisan dari Jenderal Zhenyuan.
Kalau kau ingin mendapatkan pijakan di mahkamah kekaisaran, jasa militer memang merupakan jalan paling cepat.
Tapi.
Su Xi menatap pada si roti kukus yang diukir dengan indah di layar. Benar-benar tak mungkin bisa membayangkan dia memimpin pasukan untuk maju berperang! Dia tak mampu membayangkannya dan hanya memikirkannya saja sudah membuat Su Xi tertekan.
Kalau kau pergi berperang, kau pasti akan terluka, kan?
Tapi kalau aku ada di sini, seharusnya tak apa-apa.
Dan walaupun tugasnya muncul pada saat ini, setidaknya masih ada jalan yang panjang sebelum tiba waktunya untuk menyelesaikan tugas ini.
Berpikir demikian, Su Xi sedikit tenang.
****
Perlahan tandu memasuki Ning Wangfu.
Lu Huan menundukkan kepalanya dan tidak bertanya lagi.
Dia tahu kalau si hantu mungkin saja pergi menemui hantu-hantu lainnya, dan bahwa ada banyak hal lain di dunia si hantu, bukan cuma dirinya. Hal ini benar-benar normal. Tapi dia masih – dia masih merasakan suatu kegelisahan dan semacam rasa posesif di dalam hatinya.
Andai saja aku bisa melihat dia, andai saja aku bisa menyentuh dia.
Andai saja….
Lu Huan tak berani memikirkannya, karena takut kalau ide-ide yang muncul jadi terlalu serakah.
Tapi bisakah semua hantu di sekitarnya melihat dia?
Aku bukanlah jenisnya, jadi aku tak bisa melihat dia dan tak bisa menyentuh dia. Aku sangat cemburu pada orang-orang di sekitarnya.
Walaupun mengetahui bahwa si hantu ada di sisinya merupakan keberuntungan terbesarnya dalam hidup ini, Lu Huan masih menginginkan lebih. Setelah mendapatkan kehangatan dan kebaikan dari hantu itu, dia bahkan ingin mengetahui suara dan penampilannya. Dia ingin bisa terus melihat si hantu setiap saat.
Dengan begitu, si hantu takkan bisa pergi dengan mudah, dan takkan pernah menghilang lagi.
….
Lihatlah, persis seperti saat ini, aku jelas-jelas tahu kalau dia ada di sisiku, tapi aku tak tahu raut wajahnya, dan aku tak tahu dia ada di sisi sebelah mana.
Dia bahkan takkan tahu bahwa si hantu ada di sana kalau si hantu tidak meraih jarinya.
Dia seperti seorang buta, dan melihat dunia tanpa sosok itu.
….
Lu Huan berpikir demikian, tapi wajahnya tak menampakkan apa-apa.
Dia tahu kalau rasa posesif dan kegelisahannya yang berlebihan benar-benar salah, dan kalau dia mengungkapkannya, dia takut akan menakuti si hantu, jadi dia berusaha sebaik mungkin untuk tidak membiarkan emosi-emosi suram itu menampakkan diri.
Namun setelah Su Xi keluar dari pemberitahuan tugas yang muncul di layar, dia melihat kalau sehelai daun itu masih menggelantung di atas kepala si anak pada layar.
Wajah bundar si anak tertunduk, dan matanya terarah ke lantai. Su Xi langsung merasa geli, membelai kepala dan mencubit hidung si anak.
Dia ingin anak itu mengerti bahwa meskipun dia menyukai teman-temannya, dia juga sangat menyukai si anak, kalau tidak dia takkan memainkan game online itu sepanjang jari dan meluangkan waktu bersama anak itu. Tetapi maksud dari kata-kata ini terlalu panjang dan rumit untuk diekspresikan.
Setelah rambut si anak di layar diacak-acak dan wajahnya dicubit sampai merah, samar-samar pipinya masih tampak merah, dan sehelai daun di puncak kepalanya itu akhirnya menghilang.
****
Setelah kembali ke Griya Kayu Bakar, si anak bergegas masuk ke dalam rumah dan melepaskan mantelnya yang besar. Dia segera mengenakan bajunya dan mengulurkan tangannya. Telapak tangannya langsung disentuh lembut, dan dia jadi yakin kalau si hantu belum pergi. Lu Huan berbisik ke udara: “Malam ini, sesuai dengan pertemuan kemarin, apa kau mau menguleni mi?”
Su Xi menggerakkan tangan kanan Lu Huan dan berkata: tidak.
Malam ini ada hal penting lain yang harus dikerjakan.
Dia membuka toko dan menemukan bahwa beberapa baris keahlian abu-abu sudah terbuka, dan sekarang karena poinnya adalah 38, sudah saatnya untuk membuka keahlian-keahlian ini.
Tugas ketujuh adalah menguasai ilmu beladiri, seni berperang, dan meningkatkan kekuatan fisik, serta memenangkan penghargaan dan dukungan dari Jenderal Zhenyuan.
Kemampuan beladiri si anak dipelajari lewat mencuri belajar, dan walaupun dirinya menonjol di antara remaja-remaja yang ada di Ibu Kota berkat bakatnya, dia masih bisa melangkah lebih jauh lagi.
Selain dari tugas-tugas jalan cerita utama, tugas-tguas sampingan, hubungan interpersonal, serta lingkungan luar, yang perlu ditingkatkan juga termasuk dua kategori utama: keahlian dan kekuatan fisik.
Melatih keahlian akan membuat anak itu bisa mencapai tingkat kecakapan tertentu. Dengan meningkatkan kekuatan fisik, tubuh remajanya akan tumbuh semakin kuat, dan Su Xi juga bisa mendapatkan poin.
Setelah kemarin malam bermain, malam ini anak itu masih harus belajar. Sang ibu tua sudah mengatur jadwal anaknya dengan jelas.
Su Xi membuka toko.
Sedetik kemudian, Lu Huan menemukan beberapa buah buku melayang-layang di udara di hadapannya: ‘Seni Berperang Sun Tzu’, ‘Enam Teknik Rahasia dan Tiga Strategi’, ‘Seratus Strategi Peperangan’, ‘Strategi Manjur’, dan ‘Ilustrasi Ilmu Pedang’.
Melihat wajah si anak sejenak tampak hampa, Su Xi berpikir kalau anak itu tak mau belajar, jadi dia membelai kepala si anak untuk menyemangati.
Dia juga menukarkan orang-orangan gula dari toko dan menggoyangkannya di udara, mengisyaratkan bahwa si anak bisa memakan permen itu setelah dia selesai belajar.
Lu Huan: “….”
Lu Huan tampak agak keheranan. Dalam kasus di Kuil Yong’an, si hantu telah berusaha membuat dirinya memenangkan reputasi di Ibu Kota, jadi dia menerka kalau si hantu ingin dia terlibat dalam perselisihan di Ibu Kota. Dan sekarang, dengan memberikan semua ini kepadanya, apakah si hantu sedang mendesaknya agar belajar dan membuat kemajuan? Tak masalah sih….
Tapi berusaha menggoda dia dengan permen orang-orangan kecil, Lu Huan jadi agak kebingungan.
Dirinya tinggi, kedua lengannya panjang dan kuat. Dia sudah merupakan seorang pemuda, namun di mata si hantu, kenapa memperlakukan dirinya seperti anak-anak? Tetapi ketika tadi dia bertanya dan si hantu menjawab, si hantu jelas-jelas baru berumur enam belas atau tujuh belas tahun.
Tapi Lu Huan tak terlalu memikirkannya. Sebaliknya, dia tersenyum dan membentangkan tangannya, kemudian buku-buku itu pun jatuh ke dalam pelukannya. Dia memeluk tumpukan buku itu, menatap tanpa daya pada udara di depannya, dan berencana untuk masuk ke rumah dan mengambil lentera untuk membaca di malam hari.
Tetapi ketika dia sudah akan duduk di belakang meja, Su Xi kembali menghentikan dirinya.
Menurut tugas utama, cepat atau lambat Lu Huan akan disuruh memimpin pasukan untuk maju ke medan perang. Ibu tua ini sangat cemas, dan rencana promosinya sangat mendesak.
Bagaimana kalau melakukan push-up dan membaca sekaligus?
Jadi dengan tatapan nanar Lu Huan membiarkan angin di sekitarnya mengambil semua buku itu dan meletakkannya di atas meja, dan kemudian si angin mengangkat tubuhnya —
Lu Huan: !!!
Tanda seru muncul di dalam gelembung putih di atas kepala si anak yang ada di layar. Di luar layar, Su Xi tak bisa menahan tawanya sebelum dengan lembut menaruh si anak di atas ranjang di dalam rumah. Pada saat ini, si anak tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan. Wajah si anak memerah seperti awan di cakrawala, dan dia bahkan menahan napasnya, namun semua yang dilakukan Su Xi adalah membalikkan roti kukus itu ke atas ranjang.
Su Xi meletakkan anak itu telungkup di atas ranjang.
Serentetan titik-titik muncul di atas kepala si anak: …. Eh?
Dengan lembut Su Xi mengangkat tubuh si anak, sedikit menekan tangannya, dan kemudian menekankan satu jari pada punggung si anak dan membuatnya turun perlahan. Jadi demikianlah, satu push-up sudah dilakukan.
Lu Huan yang tubuhnya digerakkan oleh Su Xi, mengerti kalau si hantu ingin dia melakukan gerakan ini. Berolahraga?
Tapi beban pada punggungnya….
Apakah si hantu sedang duduk di atas punggungnya?
Di luar layar, Su Xi tak tahu apa yang dipikirkan oleh anak itu, hanya tahu kalau wajah bundarnya merona habis-habisan dan warna merah perlahan mewarnai pangkal lehernya. Dan kemudian, seakan sedang berusaha membuktikan sesuatu, tiba-tiba Lu Huan mulai melakukan push-up dengan cepat!
Belasan push-up dilakukan dalam sekejap!
Kecepatan, kekekuatan, dan keleluasannya dalam melakukan gerakan itu! Su Xi kaget bukan kepalang!