I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 46 (Part 2)
Untung saja, tak lama kemudian, seseorang dari bangunan tinggi itu datang untuk bicara pada Lu Huan: “Harap tuan muda dari Ning Wangfu naik dan silakan duduk di atas.”
Lu Huan menatap mereka, dan barulah kemudian dia meletakkan busur dan melompat turun dari punggung kudanya, rambut hitam panjangnya tergerak di punggung. Dia menyerahkan kudanya pada seorang pengawal yang datang bersamanya, meminta mereka mengurus kuda itu, dan setelahnya, dia pun berjalan mengikuti orang yang ada di depannya. Namun sebelum melanjutkan berjalan, dia masih tidak lupa untuk menatap sekeliling, seakan mengisyaratkan pada seseorang agar mengikuti.
Barulah setelah dia pergi, orang-orang di lapangan panahan berani menghembuskan napas mereka, satu demi satu.
Berbagai kotak percakapan antara A, B, C, dan D terus-terusan bermunculan di layar Su Xi.
“Kompetisi ketiga barusan tadi benar-benar dimenangkan dengan terlalu cepat. Aku bahkan tak bisa melihat dengan jelas, sebenarnya apa sih yang terjadi?!”
“Kompetisi kedualah yang benar-benar mengejutkan. Bagaimana mungkin Tuan Lu itu bisa langsung membelah anak panah si pelindung?!”
“Habislah kita, muka si pelindung dan yang lainnya kelihatan begitu hijau. Takutnya sesi pelatihan akan ditambahkan ketika hari ini kita kembali ke barak.”
“Siapa yang barusan memanggil si penasihat itu, apakah Menteri Perang? Kudengar putri bungsu Menteri Perang yang belum menikah datang bersama Beliau.”
….
Su Xi melihat bahwa beberapa orang petugas militer memasang ekspresi yang tak sedap dipandang, sementara para petugas militer kecil lainnya bicara bersahut-sahutan, mengocehkan omong kosong berbunga-bunga tentang si anak. Di depan layar, Su Xi tersenyum sampai tampak bodoh, sementara rasa bangga seorang ibu tumbuh dalam hatinya. Untuk tugas hari ini, dia benar-benar tak perlu membantu si anak, bahkan sedikit pun.
Tampaknya kombinasi dari panahan, latihan pedang, dan melakukan push-up siang dan malam dari si anak selama satu atau dua bulan terakhir ini memiliki efek sangat besar, karena kemampuan beladiri si anak sepertinya telah banyak meningkat sejak saat di Gunung Qiuyan.
Su Xi berniat menenggelamkan diri lebih lama lagi dalam seruan-seruan dari para petugas militer kartun ini, tapi si anak sudah mencapai tangga panjang pada gedung tinggi bersama dengan para pengawal, sambil terus-terusan melirik ke samping. Alis hitam si anak terjungkit naik, seakan bertanya-tanya kenapa si hantu belum juga menyusul.
Su Xi tak punya jalan lain selain menggeser layarnya, lalu menarik-narik lengan baju si anak.
Barulah kemudian ujung alis si anak merileks.
Karena Su Xi sudah menyaksikan kemenangan telak si anak, di tengah-tengah kondisi luar biasa gembira, setelah dia menarik-narik lengan baju si anak, dia juga tak bisa menahan diri untuk menarik-narik busur panjang di tangan kiri si anak.
Anak yang dia besarkan sungguh tampan!
Si anak sepertinya sudah bisa menerka kenapa si hantu begitu kegirangan, karena sudut bibirnya telah melengkung naik dengan sedikit pongah, namun ketika Su Xi melihat lagi, sudut-sudut mulut si anak sekali lagi dengan cepat diturunkan, seakan tak terjadi apa-apa.
Paviliun di atas bangunan tinggi itu bukan merupakan bagian yang terjangkau oleh barak, untuk saat ini Su Xi tak bisa membukanya.
Setelah dia mengantar si anak masuk, dia terus menyalakan antarmuka di wilayah perbatasan dan menunggu.
****
Dari menyingkirkan cendekia Shangguan di Provinsi Yun hingga memasuki militer dan menata divisi kedua sampai ke menguji kemampuan di lapangan panahan hari ini, Su Xi dan si anak sudah begitu lama menghadapi hal-hal menakutkan, dan hampir kesemuanya itu adalah demi menuntaskan tugas ketujuh. Kini karena si anak akhirnya berhasil mendekati Jenderal Zhenyuan, Su Xi merasa kalau si anak pasti akan cepat menyelesaikannya.
Seperti yang telah diduga, sepuluh menit bahkan belum berlalu di pihak Su Xi ketika sebuah pesan dengan cepat muncul di layar:
[Selamat karena telah menyelesaikan tugas utama ketujuh: Memiliki kemampuan beladiri, strategi militer, dan kekuatan fisik yang lebih baik, serta memperoleh penghargaan dan dukungan dari Jenderal Zhenyuan!]
[Selamat karena telah memperoleh hadiah koin emas +500, hadiah poin +10!]
Buset, sepuluh poin ditambahkan sekaligus karena menyelesaikan tugas ini?! Di luar layar Su Xi nyaris melompat. Buru-buru dia menatap poinnya yang sekarang, jumlahnya adalah 54. Poin-poin yang baru saja diperoleh bisa dipakai untuk membuka lima bagian peta.
Sementara itu, sebuah antarmuka yang menampakkan kondisi saat ini juga sekali lagi muncul sebagai pengingat di layar:
[Kekayaan dan Aset]: Hadiah yang diberikan oleh Kaisar dan sang Nyonya Besar, termasuk kotak-kotak harta, rumah-rumah di kota sisi luar, dan dua petak pertanian.
[Bawahan berkualifikasi]: Chang Gongwu, Penjaga C, Koki Ding, Pekerja x30
[Kenalan Tokoh]: Zhong Ganping (pedagang terkaya nomor sepuluh di Ibu Kota), Menteri Urusan Rumah Tangga (Abu-abu), Nyonya Besar (Abu-abu), Jenderal Zhenyuan, Menteri Perang, Pangeran Kelima (Abu-abu).
[Kenalan Teman]: Yun Xiupang.
[Reputasi dan Martabat]: Tabib Muda Misterius, Pendamping Belajar Tingkat Sembilan, Penasihat Tingkat Lima Bawah.
[Kemungkinan Perluasan Istana Belakang]: Hanyue, putri Menteri Perang.
Dengan penuh semangat Su Xi menggeser baris-barisnya satu demi satu. Orang-orang ‘abu-abu’ di dalam ‘Kenalan Tokoh’ seharusnya adalah orang-orang yang memakai Lu Huan untuk kepentingan mereka sendiri, dan bukan orang-orang yang bisa sepenuhnya berdiri di pihak si anak, sementara mereka yang tanpa warna abu-abu seharusnya adalah orang-orang sepenuhnya berdiri di pihak si anak, dan bisa dianggap sebagai orangnya sendiri.
Selain dari ini, kali ini bagian kondisi saat ini juga memiliki satu baris tambahan jika dibandingkan dengan yang sebelumnya — ‘Kemungkinan Perluasan Istana Belakang’.
Apa?! Di luar layar, mata Su Xi berbinar: jadi game ini benar-benar bisa menerima selir?!
Dia langsung jadi girang bukan kepalang.
Tapi segera setelahnya, dia teringat pada apa yang telah si anak katakan sebelum pertandingan panahan, yaitu ‘Aku ingin hidup seorang diri untuk seumur hidupku’, dan Su Xi langsung kembali kehilangan semangat. Sudahlah, urusan semacam ini seharusnya mengikuti takdir saja.
****
Barulah hingga matahari di antarmuka game-nya sudah akan terbenam, si anak diantar keluar oleh dua orang pengawal. Walaupun Su Xi tidak mengikutinya masuk, secara garis besar dia masih bisa memahami apa yang telah terjadi di dalam.
Hanya saja, ketika si anak keluar, tampak ada seorang gadis kartun yang memiliki wajah roti kukus yang serupa berlari keluar untuk mengantar si anak di belakangnya. Su Xi tak tahu apakah hal ini terjadi selama percakapan antara Jenderal Zhenyuan dan Menteri Perang sebelumnya, namun kini si Gadis A sudah punya nama, telah berubah menjadi dua aksara: Hanyue.
Hanyue memelintir-melintir sapu tangannya, tidak berani mendongakkan kepala, dan dengan sikap malu-malu bertanya dengan suara lirih: “Bagaimana Tuan Lu akan kembali ke kota?”
Makna sesungguhnya dari kata-kata ini adalah, apakah pulang bersama-sama memungkinkan atau tidak. Walaupun Su Xi yang ada di luar layar sesaat lalu tidak terlalu puas dengan menantu yang ini, dengan matahari terbenam, dan pemandangan yang jadi luar biasa indah, dia merasa seperti sedang menonton drama idol kartun. Di luar layar, dia masih tak tahan untuk menampakkan seulas senyum pengertian seorang ibu tua.
Sekarang dia ingin melihat bagaimana si anak akan menjawab, apakah wajahnya akan memerah. Dan sebagai hasilnya, dia melihat —
Si anak berwajah roti kukus yang mengenakan pakaian gagah itu memusatkan perhatian dan mengarahkan pandangannya pada kuda yang sedang dituntun oleh seorang pengawal ke arahnya dari kejauhan. Dia menunggu hingga kuda itu tiba dan dengan cepat melangkah menuruni anak tangga dengan langkah-langkah lebar, menghilang tanpa bayangan dalam sekejap mata. Ketika Hanyue kembali mendongakkan kepalanya, yang tersisa di sisinya hanya udara kosong dan dingin.
Hanyue, berantakan dihembus angin: “….”
Si anak tidak mendengar —
Dia benar-benar tidak dengar —
Setelah si anak memutar tubuhnya di atas punggung kuda, dengan cemas dia menatap udara kosong di sisinya, bertanya pada si hantu dengan suara lirih: “Apa kau masih di sini? Kenapa barusan tadi kau tidak mengikutiku?”
Su Xi, yang membenci besi karena tidak menjadi baja: ….
(T/N: membenci besi karena tidak menjadi baja berarti merasa kesal kepada orang karena gagal memenuhi harapan dan tidak sabar ingin melihat perkembangannya)
Nak, lihatlah ke dalam cermin, lihatlah wajah roti kukusmu itu, apakah kata-kata ‘tidak sensitif’ tertulis besar-besar di situ?!
Su Xi menarik-narik lengan baju si anak, dan barulah kemudian Lu Huan menghembuskan napas lega.
Walaupun Lu Huan tahu kalau si hantu ingin mendorong dirinya ke arah putri sang menteri, dan hatinya penuh dengan kekesalan, dia tak bisa melakukan hal-hal seperti menerima orang tidak penting untuk membuat si hantu kesal. Selain si hantu, matanya tak bisa memandang orang kedua.
Terlebih lagi, si hantu mungkin tidak marah – bukan hanya tidak matah, tapi si hantu mungkin malah benar-benar gembira untuknya.
Lu Huan berpikir sampai di sini, mengerutkan bibirnya, dan merasa seakan kepalanya seakan kembali disiram dengan air dingin.
Bagaimanapun juga, sikap Jenderal Zhenyuan kepadanya hari ini sudah banyak berubah, dan Beliau sepertinya berniat untuk merekomendasikan dirinya memasuki perkemahan pasukan, di wilayah utara. Ini, bersama dengan sasaran yang telah dia dan si hantu rencanakan sebelumnya, menjadi selangkah lebih dekat lagi.
Sementara Su Xi memperhitungkan poinnya dengan penuh semangat, hati Lu Huan juga sangat gembira.
Kedua orang itu berjalan kembali ke kediaman pemerintahan bersama-sama.
Ada banyak orang di sepanjang jalan, jadi kurang nyaman untuk bercakap-cakap. Setelah mereka kembali ke kediaman, Lu Huan menuang secangkir teh untuk meredakan rasa hausnya, dan barulah setelahnya dia mempertimbangkan bagaimana cara mengungkapkan pada si hantu urusan soal si hantu merasuki tubuh.
Ketika si hantu tidak berada di sisinya, Lu Huan sudah membaca-baca banyak buku dan menemukan beberapa metode. Hanya saja dia tak tahu apakah metode-metode ini bisa dipakai saat ini. Kalau memungkinkan, maka dia masih perlu membawa si hantu mencari orang pintar….
Tentu saja, Su Xi, di sisi lain, tidak tahu kalau si anak di sini sudah maju secepat itu dan sudah menemukan suatu cara. Su Xi masih memikirkan tentang kata-kata yang telah diucapkan si anak: “hidup sendirian untuk seumur hidupku.” Entah dia sedang memasuki fase memberontak ataukah dia benar-benar berencana untuk menjadi ‘duda’. Singkatnya, ini adalah masalah yang sangat memusingkan.
Sementara itu Lu Huan menatap ke udara kosong, hatinya penuh dengan emosi — kalau benar-benar ada cara yang bisa membuat si hantu muncul di hadapannya, maka mungkin suatu hari kelak, harapan-harapan dalam hatinya itu takkan terlalu sukar untuk diungkapkan.
Yang dia inginkan hanyalah bisa melihat si hantu sekali saja dalam sisa hidupnya.
Dia sudah akan membuka mulutnya ketika seseorang dari luar tiba-tiba memanggil: “Penasihat, ada orang yang mengirimkan barang untuk Anda.”
Pemikiran-pemikiran Lu Huan langsung terpotong. Dia menautkan alisnya, dan berkata kepada hantu di sisinya: “Aku akan pergi mengambilnya, jadi tunggulah aku, jangan pergi dulu.”
Lu Huan bangkit dan berjalan keluar, tapi sebelum keluar, dia kembali menoleh ke belakang dalam waktu lama. Dia tidak merasa yakin karena berulang kali memperingatkan dengan kalimat lainnya: Aku akan pergi dan segera kembali, dalam waktu setengah batang dupa, jadi jangan pergi dulu.”
Dengan geli Su Xi mengusap lengan bajunya, mengisyaratkan kepadanya: cepat pergi, aku takkan ke mana-mana.
Lu Huan berdiri di ambang pintu, menatap balik ke arah si hantu. Di matanya terdapat setitik ketidakberdayaan dan keraguan, berhenti sejenak sebelum akhirnya melangkah keluar. Memang, pikirnya, alasan mengapa dia sangat ingin si hantu memiliki raga sungguhan dan muncul di sisinya, adalah karena dia tak bisa melihat si hantu, tak bisa mendengar suaranya, tak mampu menyentuhnya, dan juga tak tahu kapan si hantu akan menghilang. Perasaan semacam ini bagaikan siksaan, terus-menerus merasa cemas, selamanya tanpa akhir….
Su Xi menunggu sebentar di dalam kamar sebelum dia tak tahan lagi dan mengikuti si anak keluar dari kediaman, hanya untuk melihat dua orang pelayan yang tidak dikenal berdiri di depan si anak, membawa sesuatu di tangan mereka, berkata bahwa ini adalah kantong wewangian yang dibuat sendiri oleh putri bungsu sang Menteri Perang —
Su Xi: !!!
Akan tetapi, pada detik berikutnya, si anak menutup gerbang, tampak seakan merasa luar biasa tidak sabaran. Dengan tatapan menolak, dia mengunci pintu dan tak mau menemui kedua orang ini.
Su Xi: ….
Dalam hati Su Xi terkekeh, dan begitu si anak menutup pintu, dia takut kalau hal itu akan benar-benar memutus jodoh antara si anak dan putri sang Menteri Perang.
Benar saja, ketika Su Xi membuka kondisi terkini di sudut kanan layar untuk memeriksanya, dia menyadari bahwa dalam kolom ‘Istana Belakang’, nama Hanyue perlahan memudar, lalu menghilang dari dalam kolom itu.
Sekali lagi si anak memusnahkan istana belakang dengan tangannya sendiri, menjadikannya sebuah kolom kosong terbengkalai.
Su Xi: ….
Si anak menutup gerbang dan berjalan balik. Seakan sudah merasakan kalau si hantu keluar, ekspresi dinginnya sedikit berkurang, memicing ke arah udara kosong. Api lilin di bawah tepian atap menerpa ujung alisnya, membuatnya tampak damai dan lembut.
Su Xi melihat perubahan dalam ekspresi di wajah roti kukus si anak dan tiba-tiba merasa kalau si anak tampaknya menurunkan kewaspadaan hanya di depan dirinya, dan tiba-tiba hatinya pun terasa melembut. Dia bahkan tak merasa ingin mengolok si anak karena telah menjadi pria lurus yang kaku, dan menghampiri untuk meraih tangan si anak.
Lu Huan membawanya kembali ke dalam, mengetahui bahwa walaupun si hantu telah melihat adegan itu sesaat yang lalu, mungkin si hantu masih tak mau menyerah. Ditatapnya lengan baju yang sedikit tertiup angin di sisi kirinya, meragu sejenak, lalu bertanya: “Kau…! Aku sudah menolak dia, jadi apa sekarang kau masih ingin menjodohkan putri Menteri Perang denganku?”
Gadis itu sangat baik, tapi si anak jelas-jelas tidak menyukainya.
Kemudian Su Xi menarik-narik tangan kanan si anak. Jangan paksakan dirimu kalau kau tidak menyukai dia.
Suasana hati si anak akhirnya kelihatan sudah sedikit membaik. Sudut-sudut bibir sedikit terangkat, dia bertanya: “Kenapa? Kenapa kau tak menginginkannya lagi?”
Ada suatu pengharapan dalam suaranya, tapi dengan untaian kata yang begitu panjang itu untuk diungkapkan, Su Xi merasa dia takkan mampu mengekspresikannya.
Karenanya Su Xi: …..
Mengetahui bahwa si hantu tak tahu harus bicara bagaimana, Lu Huan bertanya lagi: “Kalau nanti muncul anak perempuan orang lain lagi, apa kau masih ingin menjadi mak comblang, dan mendorong-dorongku ke arah mereka?”
Di luar layar, tiba-tiba Su Xi merasa kalau si anak kecil ini agak terlalu pendendam. Hari ini dia cuma sekali ikut campur, tapi mungkinkah si anak masih ingin ibu mengakui kesalahannya?
Dengan sangat kesal Su Xi memukul tangan kanan si anak, mengekspresikan: Nggak, nggak akan mencampuri urusan pernikahanmu yang penting itu lagi.
Tangan si anak jadi semerah bit gara-gara dipukul keras-keras oleh si hantu, tapi si anak mengangkat tangannya untuk mengamati punggung tangannya secara seksama, lalu senyum di sudut bibirnya menjadi sedikit lebih tak ditahan-tahan lagi.
Dia berusaha sebaik mungkin untuk menahannya, tapi matanya masih menampakkan berkas-berkas kecerahan.
Si anak mengangkat tangannya, berdiri di tengah halaman, dan mengangkat alisnya untuk lanjut memanas-manasi Su Xi: “Apakah karena kau sudah mendengar kata-kataku yang ingin hidup sendiri sepanjang hidupku, jadi kau tak lagi bersikeras, atau….”
Si anak tampak agak gugup, lalu memalingkan pandangannya. Menunduk, ujung kakinya menendang batu di lantai, telinganya agak memerah, dan dengan suara lirih dia bertanya, “Atau apakah ada alasan lain?”
Su Xi menarik-narik lengan baju kirinya, mengindikasikan bahwa alasan pertamalah penyebabnya.
Sosok Lu Huan menegang. Sejumlah harapan yang timbul dalam hatinya langsung seperti disiram dengan air dingin. Dia merasa agak kecewa. Memaksa diri untuk menaikkan sudut-sudut bibirnya, dia menatap ke udara kosong – dia bahkan tak tahu harus melihat ke mana. Dia tak bisa melihat si hantu.
Lu Huan berkata dengan suara parau: “Begitu, ya?”
“Kemudian, kalau suatu ketika, aku bertemu dengan seorang gadis yang baik, cerdas, dan pengertian, anggap kalau aku mengagumi orang itu, apa kau masih akan mengharapkan aku menikah, dan terus menjadi pasangan yang saling setia hingga akhir hayat dengan orang lain itu?”
Tentu saja, Su Xi berharap seperti ini. Akan tetapi, dia jadi sadar dengan raut wajah si anak yang tampak agak sedih dan tak tahu apakah si anak benar-benar berharap dia menjawab ‘ya’ untuk pertanyaan ini.
— Tidak, kenapa akhir-akhir ini si anak selalu melemparkan onggokan-onggokan besar pertanyaan mematikan kepadanya tanpa sebab?
Su Xi tak menjawab, dan karenanya dengan pengertian Lu Huan menganggap jawabannya adalah ‘ya’.
Sudut-sudut bibir si anak merapat, bahunya merosot, dan dengan cahaya perlahan memudar dari matanya, dia pun berjalan kembali ke dalam kamar tanpa bersuara.
Su Xi menatap punggung lunglai si roti kukus kecil itu: ….
Tidak senang lagi? Tidak senang lagi?!
Nak, apa paman besarmu datang akhir-akhir ini?
(T/N: istilah ‘paman besar’ ini adalah plesetan dari ‘bibi besar’ untuk seorang gadis, atau datang bulan)
————–
Si Pengarang ingin bilang sesuatu:
Su Xi: Nona Muda Hanyue, harap berhenti! Kurasa anakku masih bisa ditakhlukkan sekali lagi!
Si Anak: … Saat istana belakang mengirim satu, aku sendiri yang akan mengusir satu pada saat itu juga, baru kau akan mengerti.