I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 50
Si anak buru-buru membawa Pendeta Yunyou ke balai samping.
Si anak begitu gelisah sampai-sampai, saat mereka dalam perjalanan kemari, dia sudah memberitahukan seluruh situasinya kepada Pendeta Yunyou. Tentu saja, dia tak menyebutkan tentang interaksinya dengan si hantu. Dia hanya bicara secara samar-samar, berkata bahwa dia memercayai kalau ada makhluk supernatural di sekitarnya, dan bahwa dia berharap sang pendeta Taois bisa membantunya bertemu dengan makhluk supernatural itu.
Ketika sang pendeta Taois memasuki balai samping, Su Xi meneguhkan hati dan untuk melihat ke arah si pendeta, hanya untuk mendapati bahwa orang ini adalah seorang pendeta Taois berambut putih dengan pembawaan seperti sosok yang berada di luar keduniawian. Dengan wajah kurus, sepasang mata cerah dan menusuk, penampilan sang pendeta benar-benar memberikan perasaan bahwa orang ini mengetahui semua yang ada di kolong langit.
Setelah sang pendeta Taois berjalan masuk, dia menatap lurus ke udara, dan dari sudut pandang Su Xi, rasanya seakan sang pendeta sedang menatap langsung ke arahnya.
Tiba-tiba punggung Su Xi terasa dingin, rasanya agak seperti kalau pendeta sakti ini telah menemukan bahwa dirinya bukan orang dari dunia mereka.
Lu Huan berjalan ke satu sisi meja, menuangkan teh untuk sang Guru Taois Yunyou. Dia melihat kalau Pendeta Yunyou masih menatap ke satu tempat tertentu, dan mau tak mau ikut melihat ke arah itu juga.
Mereka… apa mereka ada di sana?
Jantungnya berdebar gila-gilaan, tenggorokannya juga jadi luar biasa kering. Rasanya seakan sekujur tubuhnya dipentang tegang seperti tali busur, merasa gugup luar biasa – dia tak pernah merasa segugup ini seumur hidupnya.
Ratusan, ribuan, puluhan ribu kali dia sudah membayangkan akan jadi seperti apa rasanya ketika dia bertemu dengan si hantu. Akan tetapi, setelah berupaya keras berbulan-bulan, dia masih tak bisa untuk tidak menahan napasnya. Tak bergerak, jantungnya berdebar sedemikian cepatnya hingga rasanya nyaris melompat keluar dari dadanya.
Melihat kalau Pendeta Yunyou tak bicara dalam waktu lama, dengan gugup Lu Huan bertanya: “… Pendeta?”
Pendeta Yunyou menolehkan kepala untuk menatapnya. Setelah lewat beberapa saat yang terasa begitu berat, Beliau berkata, “Tuan Lu, saya mengetahui apa yang Anda inginkan, hanya saja –”
Jantung Lu Huan tiba-tiba terasa melambung, membuatnya menahan napas.
“Hanya saja Anda dan orang yang ingin Anda temui tidak berada di dunia yang sama.”
Lu Huan merasakan tangan dan kakinya jadi agak dingin. Tak mampu sepenuhnya mencerna kata-kata itu, dengan susah payah dia bertanya dengan suara parau: “Tidak berada di dunia yang sama…. Apa artinya itu?”
Pendeta Yunyou hanya menggelengkan kepalanya. Ada rasa iba dalam tatapannya yang sulit untuk dipahami. Beliau lalu berkata pada si anak: “Di atas dan di bawah ada ruang di sekeliling kita, di antara masa lalu dan masa depan adalah waktu. Sekuntum bunga, sehelai daun, satu semesta. Di suatu tempat yang tidak diketahui oleh kau dan aku, ada ribuan demi ribuan semesta. Bahkan meski orang di antara bunga-bunga bisa melihat orang di antara dedaunan, bunga dan daun tidak layu dan pudar dalam siklus yang sama, jadi bagaimana mereka bisa bersama?”
Su Xi yang ada di luar layar menatap takjub pada pendeta Yunyou ini yang usianya sudah mencapai seratus tahun lebih.
Walaupun wajah Lu Huan pucat pasi, dia masih tak mau menyerah. Membuka mulut, sepertinya dia ingin mengucapkan sesuatu.
Akan tetapi Pendeta Yunyou kembali berkata: “Yang Anda pikirkan itu bukankah arwah biasa, pendeta ini tak mampu melakukannya, dan tak ada seorang pun di kolong langit yang mampu. Menyerahlah, Tuan Lu, yang Anda inginkan tidak akan bisa tercapai.”
Setelah selesai bicara, sang pendeta menggelengkan kepalanya dan langsung berbalik untuk pergi, bahkan tidak meminum teh yang dituangkan oleh Lu Huan untuknya.
Su Xi sampai lupa bernapas. Ditatapnya si anak di dalam layar. Si anak hanya berdiri di sana, wajah begitu kelabu.
Entah apa yang sedang dia pikirkan, seakan satu momen itu telah melucuti semua harapannya. Dia tampak seperti orang tersesat, dan tak bisa menemukan jalan keluar di mana-mana.
… Benarkah ini? Apakah saling bertemu adalah hal mustahil bahkan hingga hari kematiannya.
Darah di sekujur tubuh Lu Huan serasa membeku, seolah dirinya terkurung di dalam es.
Praktis dia tak bisa memikirkan hal lainnya.
Dia berbalik, sepertinya sedang berusaha menemukan di mana si hantu berada, namun tanpa disengaja lengan bajunya menyenggol cangkir teh di atas meja, memecahkannya dengan suara ‘prang –-’ ketika cangkirnya jatuh berserakan ke lantai.
Hanya dengan suara tajam inilah akhirnya pikirannya menjadi sedikit lebih jernih.
Lu Huan mengerutkan bibirnya kuat-kuat, bibir itu agak memucat, lalu dia membungkuk untuk memunguti pecahan-pecahan cangkirnya.
****
Su Xi memandangi adegan ini di layar dan hatinya juga merasa agak tak tertahankan. Dia menarik-narik lengan baju si anak, ingin berkata: ‘Nak, sebenarnya ini tak terlalu penting. Pokoknya, bukankah aku masih ada di sisimu?’
….
Si anak terbengong-bengong, tapi dia hanya membisu, seakan sedang berusaha sebaik mungkin menyemangati diri.
Kemudian, dia menatap ke arah ruang kosong dan menghibur Su Xi: “Jangan takut. Bahkan meski kau seperti ini selamanya, tanpa punya tubuh sungguhan, aku tetap akan menemanimu.”
Su Xi: …QAQ
“Katakan saja apa yang kau inginkan. Walaupun kau tak bisa menyantap makanan-makanan lezat itu ataupun menggunakan perona-perona itu, asalkan itu adalah keinginanmu, jangan ragu untuk mengatakannya padaku….”
Si anak berusaha sebaik mungkin untuk mengatakannya dengan tenang, namun suaranya masih terdengar agak parau, pinggiran matanya juga agak merah.
Tiba-tiba, dia tampak seperti telah menetapkan batin dan mendadak berkata —
“Waktu itu ketika aku memberitahumu bahwa aku takkan menikah dan berkeluarga, aku serius.”
Su Xi: … ah?
Kenapa kau mendadak mengungkit-ungkit masalah ini lagi?
Si anak memancangkan tatapannya ke ruang kosong, rasanya seperti ada ribuan dan ribuan kata yang ingin dia ucapkan. Mata merahnya juga tampak muram dan mendung, namun dia masih menahan diri, hanya menjelaskan kepada si hantu: “Kalau aku menikahi istri dan punya anak, kau akan merasa kalau aku sudah punya orang yang menemaniku dan kemudian meninggalkan aku, kan? Kalau begitu, aku tak mau.”
“.…” Pinggiran mata Su Xi yang ada di luar layar terasa pedas dan panas. Sial, hati dan pikirannya malah dibuat sedih dan hangat oleh seorang anak game kecil. Dia ingin menarik sudut bibirnya untuk membentuk senyuman, tapi pada saat bersamaan rasanya dia ingin menangis karena hidungnya terasa gatal.
Si anak membungkuk untuk memunguti pecahan porselen dan kembali berkata: “Walaupun Pendeta Yunyou dikabarkan luar biasa berbakat, ketika hari ini kita bertemu dengannya, dia ternyata tak bisa memecahkan masalahmu, lantas bukankah berarti dia itu biasa saja? Kau tak usah cemas, aku akan menemukan cara lain….”
Su Xi, yang barusan dibuat terharu sampai-sampai hatinya terasa perih, langsung bergidik. Ponselnya nyaris menggelincir lepas dari tangannya —
Mustahil, Nak, kau masih belum menyerah juga? Kau masih ingin memikirkan jalan lain?!
Saat si anak menyebutkan hal ini, matanya yang menatap nanar mengerjap sekuat tenaga, memulihkan setitik cahaya di sana. Dia merasa kalau hantu di sampingnya belum bergerak juga dan mengira kalau si hantu juga merasa sedih, jadi dia mendongakkan kepala dan memberikan seulas senyum menenangkan.
Su Xi: …QAQ
Ah ah ah Nak, jangan senyum lagi, hati ibu sakit.
****
Keberadaan Pendeta Yunyou tidak diketahui. Belakangan, ketika si anak mengejarnya karena tak mau menyerah, Pendeta Yunyou sudah menghilang.
Malam itu, pada perjalanan pulang, kondisi si anak benar-benar berbeda dari ketika dia pertama kali berangkat.
Ketika si anak pertama kali berangkat, dia menunggangi kudanya tanpa terkendali dengan mata penuh dengan harapan, seperti seorang remaja belia di Ibu Kota yang bergegas-gegas ingin menemui kekasihnya. Namun pada perjalanan pulang ke kediaman pejabat, cakrawala sudah mulai terang, tapi dia malah menyuruh pengawalnya pergi duluan dan dia menunggangi kudanya dengan sangat lambat di belakang.
Su Xi tahu kalau si anak sedang mengalami masa-masa sulit, warna merah di pinggiran matanya belum menghilang. Meski demikian, si anak tidak berhenti bicara sesekali pada Su Xi. Dia ingin menghibur si hantu di sampingnya, tidak apa-apa meski tak punya raga, tak terlalu berbeda dibandingkan dengan orang biasa.
Ini adalah kali pertama Su Xi melihat si anak bicara seperti ini. Melihat gelembung dialog terus bermunculan di atas kepala si anak, rasanya Su Xi agak ingin tertawa, namun hatinya juga merasa sedikit berduka.
Ketika si anak tiba di kediaman pejabat, langit sudah terang sepenuhnya.
Si anak menyadari kalau si hantu sudah menemani dirinya semalaman, sudah lama melampaui waktu di mana si hantu seharusnya pergi. Oleh karena itu, dia berkata pada si hantu: “Kau pasti lelah.”
Su Xi mencubit wajah si anak.
Lu Huan selalu merasa kesal karena diperlakukan seperti anak-anak, dan kali ini juga tak berbeda: ….
Sekali lagi Su Xi meraih tangan si anak untuk memastikan sekali lagi kalau tak ada pecahan cangkir teh yang melukai tangannya. Akan tetapi, si anak mengira kalau si hantu ada di depannya dan karena itu dia melengkungkan matanya lalu berbisik: “Pergilah istirahat, sampai jumpa besok.”
Su Xi melihat kalau si anak tidak terluka dan kemampuannya untuk menyesuaikan diri juga sudah sedikit meningkat, dan barulah dia merasa benar-benar lega. Selain itu, di pihak Su Xi juga sudah malam dan dirinya agak mengantuk, jadi dia membelai kepala si anak untuk yang terakhir kalinya kemudian mematikan ponselnya untuk tidur.
****
Setelah Su Xi offline, Lu Huan tak bisa lagi mempertahankan senyuman di wajahnya. Tanpa bersuara dia berjalan ke sisi ranjangnya dan duduk.
Sekarang hari sudah pagi, sudah saatnya mengenakan seragam pejabat dan pergi ke kantor, namun rasanya seperti semua energi dalam tubuhnya telah dihisap hingga bersih. Dia bahkan tak bisa mengangkat ujung-ujung jarinya.
Di luar gerbang halaman masih sepi dan sunyi, di dalam kamar seperti dalam kamar mayat. Lu Huan duduk diam di sana dalam waktu lama, tali rasa sakit menjerat hatinya.
Dalam waktu satu malam, semua harapannya sepenuhnya telah terbakar menjadi abu. Walaupun sudah menyadari bahwa bertemu dengan si hantu jelas bukan hal mudah, dan bahwa dia tak seharusnya terlalu berharap, yang diucapkan oleh Pendeta Yunyou tetap menghancurkan harapannya.
“Yang kuinginkan takkan bisa diraih,” gumamnya, mengulang kalimat Pendeta Yunyou.
****
Su Xi tertidur, jadi dia tak tahu kalau tanpa suara game-nya telah menambahkan dua poin lagi —
Ini adalah dari Lu Huan yang belajar serta berlatih ilmu pedang, panahan, dan berkuda dengan tekun selama tiga hingga empat bulan ini. +2.
Lu Huan bangun bersamaan dengan kokok ayam jantan setiap harinya, berusaha keras tanpa tanding. Mulanya, seharusnya ada empat poin yang ditambahkan, tetapi poin-poin dari bagian kekuatan dan kemampuan beladiri masih kurang sedikit. Walaupun kontribusi Lu Huan selama beberapa bulan terakhir ini jauh lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, sistem tetap menganggapnya sebagai dua poin.
Saat ini, sistem mengirimkan sebuah pesan:
[Selamat telah menyelesaikan sepuluh tugas utama tingkat pemula dan menengah, poin telah mencapai seratus! Bingkisan hadiah besar akan dibuka –]
[Bingkisan hadiah besar dikirim dalam –3 –2 –1—]
Setelah pesan ini keluar, udara di sekeliling Lu Huan yang ada di dalam layar game sepertinya telah mengalami perubahan, namun tampaknya juga tak berubah sama sekali.
Hanya saja ada suatu benda tembus pandang tambahan pada ruang di hadapan Lu Huan – seperti ada sesuatu yang mengambang di udara.
Suasana hati Lu Huan saat ini cukup buruk, tapi dia langsung merasakan sesuatu dan mendongakkan kepalanya dengan waspada. Kemudian dia melihat benda aneh yang muncul di udara.
Pupil matanya berkontraksi. Sejenak dia panik dan diri: “Makhluk apa ini?!”
Meski begitu, ruang di dalamnya kosong, dan tak ada seorang pun yang menjawabnya.
Lu Huan meraih pedang di samping ranjangnya kemudian berjalan ke arah layar yang melayang-layang di tengah udara. Dia mencabut pedangnya dan berusaha memotong benda itu, tapi langsung menembusnya.
Sekarang, sebuah gambar perlahan-lahan mulai muncul pada layar. Gambar itu sepertinya adalah bentuk sebuah kamar, tetapi di dalamnya terdapat benda-benda yang tak pernah Lu Huan lihat sebelumnya. Tepat di bagian tengah ruangan itu sepertinya ada sebuah ranjang, tapi pola hiasan pada ranjang itu agak terlalu –terlalu menyilaukan. Lu Huan tak tahu barang aneh apa yang tergambar di permukaannya, kelihatan seperti beruang, tapi pada saat bersamaan kelihatan seperti —
Mata Lu Huan memicing, tapi sebelum dia bisa melihatnya dengan jelas, sebaris kata-kata tiba-tiba muncul pada benda yang mengambang itu, menutupi gambar tersebut.
Tak disangka, Lu Huan ternyata bisa memahami karakter-karakter dalam barisan kata-kata ini.
“Ingin bertemu dengan orang dalam hatimu? Ingin tahu seperti apa dirinya? Mainkanlah game ini: menjadi seorang Kaisar bijaksana yang mencintai dunia di bawah langit, melayani negara dan rakyat, maka kau bisa memenuhi semua keinginan hatimu!”
Selama sepersekian detik, Lu Huan ragu apakah dirinya sedang bermimpi, namun layar aneh di hadapannya tampak begitu nyata —
Tatapannya yang setajam mata panah terpancang pada kalimat pertama benda tembus pandang itu:’orang dalam hatimu.’
Setelahnya, sebelum dia bisa bereaksi, benda tembus pandang itu sekali lagi mengirimkan sebaris kalimat yang bersamaan dengan itu terdengar suara mekanis yang bicara langsung ke dalam telinga Lu Huan.
“Halo, Nak, selamat datang di dunia game yang menyenangkan setelah mendapat seratus poin.”
Dalam sekejap, ekspresi Lu Huan jadi agak aneh. Dia tak mau repot-repot memikirkan tentang semua hal tak masuk akal ini. Setelah terdiam sejenak, dia bertanya: “Kau sebut aku apa?”
Dua kata muncul pada layar: Zaizai.
Kali ini, suara mekanis itu menggunakan nada menjelaskan untuk membacakannya: ‘Z-ai-zai, Z-ai-zai (nada ketiga), Zaizai (nada ketiga).”
(T/N: Zaizai adalah istilah mandarin (pinyin) untuk kata ‘Nak’ (Cub dalam inggris). Pemakaian istilah pinyin ini lebih tepat karena sistem sedang menjelaskan cara bacanya. Bahasa Mandarin memiliki empat nada, kata zaizai yang ini menggunakan nada ketiga)
“.…”
Ekspresi Lu Huan langsung jadi ganjil.
————-
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Si Anak: …….
Keesokan harinya ketika Su Xi online: Nak, ada apa denganmu, Nak?”