I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 53 (Part 2)
Kali ini ketika Kaisar berjumpa dengan si anak, Pangeran Kesembilan, seharusnya terjadi sesuatu.
Su Xi buru-buru menarik layar ke lemari baju, mengeluarkan semua pakaian tebal dari lemari, melemparkannya ke atas ranjang si anak, dan menggumam, “Di wilayah utara hawanya dingin membekukan. Sebentar lagi musim dingin akan tiba. Kita harus membawa pakaian-pakaian yang lebih hangat.”
Lu Huan menatap kata-kata yang ada di layar, lalu pada angin yang dengan cepat bertiup dari lemari, membantunya mengemasi pakaian, dan kehangatan pun mengalir di dalam hatinya.
Lu Huan tersenyum, lanjut melipat pakaiannya, dan berkata dengan suara lirih: “Bagus.”
Si anak mahir dalam mengemasi barang, dan Su Xi tak bisa banyak membantu dari layar.
Melihat si anak kembali ke bawah tepian atap untuk melepaskan lenteranya lalu meletakkan kotak yang telah Su Xi kuburkan di tanah ke dalam tumpukan barang, mau tak mau matanya melebar: “Apa kau harus membawa barang-barang ini bersamamu saat kau sedang berperang?”
Akhirnya Lu Huan bisa bicara lebih banyak lagi pada Su Xi alih-alih cuma mengajukan pertanyaan dan mendengarkan ya atau tidak nonverbal dari Su Xi. Hal ini membuatnya sangat gembira, dan Lu Huan pun berkata, “Gaji dari pejabat tingkat empat telah meningkat jauh, dan aku berencana membeli rumah di bagian dalam kota. Di rumah itu, aku akan menaruh barang-barang itu di sana, dan kemudian rumah itu akan menjadi rumah masa depan kita.”
Sebelumnya, rumah-rumah selain Ning Wangfu hingga rumah yang diberikan oleh Kementerian Perang entah kondisinya tidak layak ataupun dipersiapkan secara terburu-buru, kesemuanya tidak bisa dianggap sebagai rumah yang sesungguhnya. Dan rumah-rumah di sisi luar kota, karena berada di sisi luar, hanya merupakan tempat tinggal para pekerja jangka panjang.
Jadi kini rumah yang akan dibeli oleh si anak akhirnya bisa disebut sebagai rumah pertama yang mereka miliki bersama.
Su Xi juga merasakan kehangatan dalam hatinya. Di luar layar, dia tersenyum dan berniat mengulurkan jari untuk membelai kepala si anak: “Baguslah.”
Akan tetapi, persis ketika ujung jemarinya hampir menyentuh layar, mendadak dia tak bisa melakukannya sama sekali.
Dulu, si anak seperti bola kecil, di layar tampak persis roti kukus, yang membuat Su Xi ingin membelainya setiap saat.
Tapi kini si anak sepertinya telah tumbuh besar dalam semalam dan sudah menjadi seorang remaja tampan.
Si anak sepertinya merasakan kalau Su Xi sudah akan mengulurkan jari, dan dia sedikit menolehkan kepala, alis tampannya tampak seperti salju yang meleleh, matanya memantulkan cahaya lilin, membuat jantung Su Xi jumpalitan.
Ujung-ujung jari yang hampir mengenai kepala si anak, akhirnya jatuh ke bahu yang bersangkutan dan menekan berat dengan perasaan panik.
Si anak di layar yang lengannya ditekan hingga nyaris copot: “….”
Su Xi buru-buru berkata, “Maafkan aku, tanpa sengaja aku memakai terlalu banyak tenaga.”
Di layar, dia selalu kesusahan dalam mengendalikan tenaganya.
Lu Huan mendongak dan menatap pipi merona Su Xi lewat tirai. Tiba-tiba perasaannya jadi jauh lebih baik.
“Tidak apa-apa. Tenagamu tak seberapa besar. Aku bisa menahannya tak peduli sekuat apa pun kamu.” Dia melengkungkan bibir dan berpura-pura mengemasi bajunya dengan penuh perhatian.
Sementara itu Su Xi, lewat layar, menatap si anak ketika matahari muncul di atas kepala pemuda itu. Apa yang terjadi? Si anak begitu gembira ketika Su Xi nyaris membuat bahunya lepas, dan bahkan sedikit pamer. Apa yang sebenarnya terjadi?
****
Mereka berdua akhirnya bisa berkomunikasi, jadi mereka tak bisa menahan diri untuk bicara lebih banyak, terutama Su Xi, yang langsung menjadi cerewet, mengocehkan tentang Yu Xiupang dan tentang perjamuan sebelumnya. Melihat wajah si anak menjadi semakin dan semakin gelap, dia pun tertawa dan segera mengubah subyeknya.
Akan tetapi, ketika Su Xi kembali dari olahraga pagi-pagi sekali, dia langsung duduk di sofa dan bermain dengan si anak selama setengah jam sebelum mandi. Saat ini Su Xi juga merasa tubuhnya penuh keringat dan tidak nyaman, jadi dia berencana untuk menutup game dan mandi dulu.
Dia masih bicara pada si anak sebelum mematikan game-nya.
“Masih ada yang perlu kulakukan, jadi aku akan pergi duluan dan nanti sore baru akan main lagi denganmu, na-” Su Xi teringat kalau si anak tak suka ketika dia memanggilnya ‘nak’, jadi dia menggigit bibirnya, tersenyum, lalu mengganti nama yang bersangkutan: “Xiao Xiao, sampai jumpa besok.”
Lu Huan juga agak tidak puas dengan nama baru ini, tapi ini jauh lebih baik daripada yang sebelumnya, jadi dengan ogah-ogahan dia menerimanya dan berkata pada Su Xi, “Apa kau akan ikut pergi ke Utara bersamaku?”
“Dasar, ya tentu saja.” Su Xi berkata demikian tanpa ragu.
Melihat si anak tersenyum dengan hati tenang, Su Xi ikut tersenyum dan mengulurkan tangannya – lalu buru-buru menarik kembali tangannya itu dan memutuskan akan memperbaiki kebiasaannya membelai kepala anak itu tiap hari. “Aku pergi dulu,” ujarnya. “Bye-bye.”
Walaupun Lu Huan tak tahu apa arti dari dua kata terakhir, dia bisa menerka bahwa arti dari ‘bye-bye’ mirip dengan ‘dadah’, jadi dia juga belajar: “Bye-bye, bye-bye.”
Su Xi, di luar layar, tertawa terbahak-bahak dan akhirnya mematikan ponselnya.
Dia melemparkan ponselnya ke sofa, membuka NetEase Cloud dan memainkan musik, kemudian bangkit dengan membawa handuk dan berjalan menuju kamar mandi.
Di sisi lain, Lu Huan, yang belum mematikan tirai, menatap syok pada bata yang telah Su Xi tinggalkan di sofa. Batanya bisa bernyanyi?!
Lu Huan duduk di ranjang, mengibaskan lengan bajunya dan mengarahkan tirai ke tubuhnya, lalu berkutat untuk memperbesar tirai dan berusaha menyentuh bata yang ada di sofa. Batanya langsung menyala, mengeluarkan kata-kata ‘buka dengan sidik jari’.
Lu Huan sangat merasa bahwa peradaban setelah lewat seribu tahun telah menjadi sangat unik sehingga dia belum juga memahami apa sebenarnya bata ini, kenapa beberapa orang di jalanan menggunakannya sebagai catatan, yang lainnya menggunakan benda ini untuk memainkan lagu, dan dia bisa memakainya lewat tirai.
Lu Huan melihat Su Xi berjalan memasuki salah satu ruangan yang lebih kecil.
Sebelum Su Xi memasuki ruangan kecil itu, Lu Huan berusaha memindahkan antarmuka ke situ.
Dia melihat Su Xi berada di depan cermin tembaga cerah dan sedang mengoleskan suatu busa atau apalah ke wajahnya. Di dalam kamar, Lu Huan menatap tirai dan mendapati bahwa ada suatu benda putih yang mirip dengan toilet di samping Su Xi. Ini mungkin juga adalah sumur.
Lenteranya ternyata dipasang di langit-langit, dan setelah lewat seribu tahun, tampaknya lilin tak lagi dibutuhkan untuk penerangan.
Ketika sedang mengemasi baju-bajunya, Lu Huan berniat melihat lebih dekat, tapi persis pada saat itu dia melihat Su Xi tiba-tiba melepaskan pakaiannya —
Wajah Lu Huan merona dan dia buru-buru menutup tirai sebelum bisa melihat apa pun dengan jelas.
Jantungnya berdebar begitu cepat, membuatnya berjalan menuju meja, menarik napas dalam-dalam dan memerintahkan dirinya sendiri menulis ‘jangan melihat perbuatan yang tak senonoh, jangan bergerak kalau tidak sopan’ seratus kali sebelum dia bisa menenangkan diri.
****
Lu Huan mengemasi barang-barangnya dengan cepat, dan pasukan Jenderal Zhenyuan berangkat dua hari kemudian. Dia menaiki kudanya dan pergi menuju Utara dengan beberapa orang yang sebelumnya telah dia temui di lapangan panahan, mengawal ransum dan pakan kuda baru yang disediakan oleh Wan Sanqian.
Perjalanannya panjang dan berat. Ketika sebelumnya mengira Su Xi adalah hantu, dia telah berencana meminta Su Xi agar jangan pergi sejauh ini bersamanya, tapi kini dia merasa lega ketika mengetahui bahwa Su Xi hanya perlu membuka bata itu supaya bisa langsung tiba di tempat tujuan.
Pasukan berjalan selama beberapa hari, dan ketika dia berkemah di sebuah desa, Lu Huan kembali seorang diri ke tenda, menutup tirai tenda, dan membuka tirainya.
Beberapa hari ini dia selalu menempuh perjalanan, dan hanya bisa bicara pada Su Xi ketika dirinya sendirian di tenda pada malam hari.
Saat ini, sepertinya di pihak Su Xi sudah pagi dini hari.
Duduk bersila di atas tikar jerami, Lu Huan mengangkat dua buah buku yang ada di atas sofa di aula utama rumah Su Xi – sepertinya buku-buku ini disebut majalah karena demikianlah cara Su Xi menyebutnya – lewat tirai, menatapnya dengan seksama, dan berusaha mengingat lebih banyak lagi isi buku-buku ini. Dia berusaha mengingat kosa kata baru dari dinasti Su Xi, selagi menunggu Su Xi bangun.
Ketika matahari mulai terbit, pintu dari kamar lain di rumah Su Xi tiba-tiba terbuka, dan dua orang kartun paruh baya keluar.
Lu Huan tersenyum. Dia sudah melihat mereka selama beberapa hari terakhir ini. Kedua orang ini adalah orangtua Su Xi.
Dia menyapa orangtua Su Xi tanpa suara, tapi kedua orang itu tidak tahu kalau dia ada. Mereka menguap dan sarapan, menyisihkan seporsi untuk Su Xi di atas meja, lalu keluar dengan membawa tas-tas mereka. Seharusnya mereka pergi bekerja di kantor.
Lu Huan bangkit dan menambahkan beberapa batang lilin di sisinya lalu menunggu, tapi pintu kamar Su Xi tak pernah terbuka.
Dia selalu takut mengganti antarmuka ke dalam kamar Su Xi karena dia mencemaskan tentang situasi yang terjadi pada kali terakhir di kamar mandi.
Tapi hari ini adalah waktu bagi Su Xi untuk berangkat ke sekolah – Lu Huan mengetahuinya dari buklet, akademi di sana namanya sekolah.
Tapi Su Xi tidak kunjung bangun untuk waktu yang lama.
Lu Huan mengernyit dan merasa kalau bubur dan telur yang ada di atas meja sudah hampir jadi dingin, karena itu dia membawa buburnya lewat tirai, dengan kikuk membuka antarmuka ke dapur, lalu meletakkan kedua makanan itu ke dalam sebuah kotak hitam.
Benda ini namanya microwave. Dia sudah melihat iklan tentang benda ini di pamflet kemarin lusa dan langsung mencari tahu lalu mendapati kalau sangatlah sederhana dan mudah untuk memakainya. Teknologi dari seribu tahun yang akan datang benar-benar memudahkan.
Sesaat kemudian, bubur yang ada di dalam kotak plastik dikeluarkan dan ditaruh kembali ke atas meja.
Sekarang seharusnya sudah cukup panas, dan alis Lu Huan pun kembali rileks.
Tapi Su Xi masih tak keluar juga.
Lu Huan memandangi jam dinding yang ada di aula utama, yang menunjukkan bahwa waktunya sudah melewati saat di mana Su Xi biasanya mengenakan sepatunya dan pergi ke sekolah. Mau tak mau Lu Huan menggaruk kepalanya.
Dia berpikir dalam-dalam selama dua detik sebelum mengganti antarmukanya ke dalam kamar Su Xi.
Kemudian didapatinya Su Xi sedang terbaring bermandi keringat di ranjang, tertutup selimut tebal, mata gadis itu terpejam rapat, memegangi perutnya, meringkuk seperti bola.
Kelopak mata Lu Huan tersentak, jantungnya serasa diremas, dan dia langsung berdiri dari tikar jeraminya.
—————-
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Pada usia enam belas tahun, Lu Huan, yang sudah bisa menikah dan punya anak di Negara Yan: pertama-tama, namaku bukan ‘Anak’.
Su Xi: Jadi? Apa aku harus membawamu ke Uniqlo?
Lu Huan, yang sudah bisa menikah dan punya anak di Negara Yan: …?