I Raised A Sick And Weak Prince - Chapter 55 (Part 2)
Lu Huan, bersama dengan Jenderal Zhenyuan dan yang lainnya, kembali ke tempat mereka diposisikan di luar kota. Namun sebelum kembali, dia pergi ke sebuah tempat di luar kota. Setelah keluar dari Kuil Changchun pada waktu itu, dia sudah menyuruh orang-orangnya agar mencari tahu hal tersebut. Ternyata tempat kelahiran mendiang Qing Guiren adalah di sini, Yunzhou. Pada waktu itu sang Kaisar menguburkannya di pemakaman kekaisaran. Akan tetapi, karena kerinduan Kaisar kepadanya, Beliau pun membangun tugu peringatan untuk sang selir di Yunzhou.
Tugu peringatan ini dijaga ketat. Namun Lu Huan menyelinap diam-diam dengan kemampuan beladirinya yang hebat.
Udara malam sangat dingin. Yunzhou dekat dengan perbatasan Utara sehingga cuacanya dingin membekukan dan selapis es sudah terbentuk di tanah.
Sepertinya ada orang yang kemari beberapa hari yang lalu. Ada sebuah kotak perhiasan yang disukai kaum wanita, ini pasti adalah untuk orang yang dicintai oleh penguasa tertinggi negeri tersebut. Namun meski demikian, sekelilingnya lengang dan sangat sepi.
Lu Huan merundukkan pandangannya dan menatap bisu pada tugu tersebut dengan ekspresi rumit.
Su Xi menarik-narik lengan bajunya. Barulah kemudian Lu Huan memperoleh kembali kesadarannya dan ekspresinya melembut: “Kamu ada di sini.”
Su Xi merasa bahwa meski dalam hati si anak tidak memercayai apa yang diucapkan oleh sang biarawati, dia masih tetap tersentuh oleh urusan ibu kandungnya, Qing Guiren. Bagaimanapun juga, setelah dia terlahir dalam kehidupan ini, dia tak punya kesan sedikit pun mengenai ibu kandungnya. Jangankan Qing Guiren, dia bahkan tak tahu seperti apa penampilan selir rendahan dari Ning Wangfu yang dianggap sebagai ibunya itu. Walaupun dia tumbuh besar di Ning Wangfu dan memiliki status, pada kenyataannya dia tak ada bedanya dari anak yatim piatu.
Dalam hati Su Xi merasa iba. Suaranya juga jadi sangat lembut dan bertanya: “Apa yang kau pikirkan?”
Si anak menatap tugu tersebut dan berkata: “Aku berpikir bahwa dia seharusnya adalah orang baik. Sayangnya, sang Putra Langit tak berperasaan. Aku tak pernah melihat wajahnya. Kudengar semua potretnya yang ada di istana sudah dibakar. Dan hari ini, Kebun Qinglan juga terbakar.”
Setelah kematian Qing Guiren, selama sesaat sang Kaisar menjadi gila dan memerintahkan orang-orang Beliau agar membakar seluruh kediaman Qing Guiren.
Akan tetapi, setelah membakarnya, sang Kaisar kehilangan akal sehat dan begitu menderita. Jadi, Beliau membangun sebuah kediaman kekaisaran sementara untuk mendiang di Yunzhou. Emosi-emosi rumit sang Kaisar sungguh tak bisa diperkirakan.
Su Xi tak bisa menahan desahannya. Dia memikirkannya dan berkata: “Jangan sedih, setidaknya aku bersamamu.”
Lu Huan menaikkan pandangannya dan menatap baris kata-kata yang melayang-layang di langit malam. Alis mengernyitnya kembali longgar dan dia tersenyum: “Ya.”
****
Keesokan harinya, pasukan Jenderal Zhenyuan melanjutkan perjalanan. Akan tetapi di kediaman kekaisaran sementara di Yunzhou, sang Kaisar tak bisa tidur semalaman. Dalam hatinya muncul keraguan. Karenanya Beliau memanggil orang-orangnya secara diam-diam dan memberi perintah kepada mereka: “Selidiki kasus Qing Guiren pada waktu itu secara diam-diam. Tabib istana yang memeriksa kegugurannya pada waktu itu: bawa orang itu pada zhen. Siksa lalu tanyai lagi.”
****
Perbatasan Utara diselimuti salju tebal dan situasinya genting. Ketika Jenderal Zhenyuan tiba dengan pasukannya, garis depan telah menangkap mata-mata dari negara tetangga.
Negara tetangga itu telah secara diam-diam memimpin pasukan mereka memasuki kota dan perang sudah akan terjadi sebentar lagi.
Sebelum tiba di perbatasan Utara, Lu Huan sudah sangat sibuk. Akan tetapi, setelah tiba di wilayah Utara, dia jadi lebih sibuk lagi dan tugas-tugasnya sudah hampir menenggelamkannya.
Pada dua hari pertama Su Xi melihat, lewat layar, sekelompok orang-orang kelaparan di sepanjang jalan menuju perbatasan Utara. Mayat-mayat bertumpukan seperti gunung. Apa yang mulanya merupakan penginapan dan rumah makan kini telah berubah menjadi lapangan penguburan besar-besaran. Bencana dan kekacauan telah menjadi semakin serius setelah lewat bertahun-tahun, membuat tempat ini bagaikan neraka di muka bumi.
Mengejutkan dan mengerikan.
Pada hari kelima, mata-mata yang dikirim oleh negara tetangga telah membunuh dia warga dan ditangkap oleh pasukan Kekaisaran Yan. Jenderal Zhenyuan begitu marah sampai-sampai menggantung sendiri seorang pangeran dari negara tetangga, yang telah ditangkap beberapa hari yang lalu, di atas gerbang kota agar membeku hidup-hidup. Mata balas mata, Kekaisaran Yan takkan pernah mundur!
Akibat pemicu ini, perang pun dimulai sepenuhnya.
Pada saat bersamaan, Su Xi dan Lu Huan sama-sama menerima Tugas 12: [Tenangkan kekacauan. Buat kontribusi militer dan desak mundur tentara musuh. Hadiahnya 2.000 koin emas dan hadiah poin 18].
Akan tetapi ketika dihadapkan dengan kota di perbatasan yang seperti neraka ini, untuk saat ini mereka berdua sama sekali tak bisa fokus pada misinya.
Ini adalah kali pertama Su Xi melihat pertumpahan darah semacam ini, bahkan kelopak matanya juga berkedut.
Ini tidak seperti yang ada di pertunjukan drama-drama kostum di mana mereka menggeletakkan beberapa mayat di tanah. Di sini, mayat-mayat prajurit dan rakyat sipil yang membusuk ada di mana-mana. Walaupun perbatasan Utara dingin membeku, lalat dan belatung masih hidup dan mereka beterbangan serta merayapi mayat-mayat itu.
Di dalam kota, warga sipil saling berpelukan dan menangis pilu sementara api peperangan mengamuk membabi-buta di kejauhan dan bendera Kekaisaran Yan melambai-lambai di udara.
Kalau Su Xi membeli visual effect dalam game dan semua yang dia lihat adalah kematian orang-orang kecil ini, mungkin dia akan benar-benar muntah.
Pada hari ulang tahun si anak, Su Xi tak punya waktu untuk menemaninya. Lu Huan mengenakan zirahnya, memimpin pasukan dan pergi langsung menuju garis depan perbatasan Utara. Perang mengganas. Sebagian besar waktu Lu Huan dihabiskan di atas punggung kuda dan tidak banyak waktu untuk berkomunikasi dengan Su Xi.
Lu Huan ingin Su Xi berhenti membuka tirai di sisi gadis itu selama periode waktu ini. Dia tak mau Su Xi melihat pertumpahan darah di pihaknya.
Namun setiap hari Su Xi merasa cemas. Dia takut kalau si anak yang telah dengan susah payah dia rawat hingga sebesar ini dengan upayanya sendiri akan terluka dalam perang. Jadi, Su Xi malah lebih sering membuka ponselnya ketimbang sebelumnya.
Lu Huan dan Jenderal Zhenyuan saling berdiskusi di dalam tenda. Lu Huan menghasilkan banyak strategi. Maka demikianlah, pada sebulan terakhir ini, Kekaisaran Yan telah menang berkali-kali dan negara-negara tetangga pun mundur dari beberapa kota.
Akan tetapi, ini ada sebuah masalah kritis yang baru. Sebelum mundur,pasukan negara tetangga telah mengikat beberapa ratus wanita tua dan muda serta anak-anak lalu mundur ke Ngarai Gunung Huiyan dengan membawa para tawanan itu. Tujuan mereka adalah untuk memaksa pasukan Jenderal Zhenyuan mundur.
Kalau mereka tidak memanfaatkan kemenangan ini dan mengejar pasukan yang mundur, negara tetangga akan memanfaatkan sela waktu ini untuk memulihkan diri dan kembali memperkuat pasukan mereka lalu lanjut menyerang wilayah tersebut.
Akan tetapi, kalau mereka mengejar pasukan yang mundur, ratusan wanita tua dan muda serta anak-anak itu pasti akan langsung dibunuh di depan umum. Mereka semua merupakan warga biasa dari Kekaisaran Yand an kerabat dekat mereka telah dikawal kembali ke dalam kota oleh pasukan. Kalau mereka mengabaikan ratusan orang ini tanpa memedulikan situasi dan terus berperang, bahkan meski pasukan Jenderal Zhenyuan memperoleh kemenangan, Kekaisaran Yan mungkin akan kehilangan hati dan dukungan dari rakyat.
Karena ini, kini mereka hanya punya satu pilihan, yaitu membiarkan sekelompok prajurit yang terdiri dari lima orang untuk diam-diam menyelinap ke dalam Ngarai Gunung Huaiyan, menyelamatkan beberapa ratus orang itu dan menyapu seluruh pasukan musuh dalam sekali serang.
Namun menyelinap ke dalam perkemahan pasukan musuh cukup berbahaya.
****
Di dalam tenda, Lu Huan sedang menatap peta topografis yang terbentang di atas meja dengan banyak kecemasan di wajahnya. Cahaya lilin menerakan bayangan pada profil sampingnya, berayun antara cahaya dan kegelapan.
Sebelum Lu Huan tiba di Utara, Su Xi sudah tahu bahwa pergi berperang dan bertarung pastilah sangat sulit, jadi dia menemani si anak dalam waktu lama dan berlatih ilmu beladiri. Namun dia tak pernah membayangkan kalau ternyata akan seberbahaya ini.
Pedang dan tombak tak punya mata. Walaupun ilmu beladiri si anak sudah hebat dan dia tak mengalami satu pun luka parah, tanpa bisa dihindarkan, kulit di tubuh anak itu sudah tergores beberapa kali.
Ada tanah dan noda darah pada wajah putih nan jernih Lu Huan. Dia tak tahu kapan terompet tanduk akan ditiup, jadi dia tak punya waktu untuk mengurus luka-lukanya. Beberapa hari yang lalu, lengannya tergores panah dan dia harus membalutnya dengan tergesa-gesa.
Setiap hari, jantung Su Xi serasa akan berhenti ketika dia melihat Lu Huan meninggalkan tenda. Dia baru akan merasa agak tenang ketika anak itu tetap tinggal di dalam tenda. Kalau saja sejak awal Su Xi tahu bahwa kondisinya akan jadi seperti ini, dia akan memakai segala cara untuk memelintir misi utama ke arah berbeda dan menghindari misi pergi ke Utara ini tak peduli apa pun yang terjadi.
Su Xi tak bisa menahan desahannya. Dia duduk di belakang meja sambil memegangi pulpen dan tak bisa membaca satu soal pun yang ada di atas kertas ujian.
Lu Huan menandai peta topografis dan melihat ke arah tirai. Dia melihat wajah cemas Su Xi, tapi dirinya bahkan lebih mencemaskan soal gadis itu. Sudah lewat beberapa hari sejak Xiao Xi pulang sekolah, dia tidak mengerjakan banyak tugas dan terus menatap cemas padaku. Kalau terus seperti ini, bukankah pelajarannya akan memburuk?
Namun Lu Huan tak bisa menyatakannya secara terang-terangan, jadi dia pun berkata hangat pada Su Xi: “Kau istirahatlah, aku akan baik-baik saja. Kali ini seseorang akan memimpin pasukan untuk menyelamatkan rakyat, aku sudah merencanakan semua langkah pencegahannya, jadi mungkin saja bukan aku yang akan memimpin pasukan.”
Namun Su Xi sama sekali tidak memercayainya. Dia merasa kalau si pria tua itu, Jenderal Zhenyuan, pasti akan menyuruh si anak memimpin pasukan untuk menyelamatkan orang.
Karenanya, dia mendesah dan berkata: “Andai saja aku tahu lebih awal, aku takkan datang ke tempat terkutuk ini.”
Bagi Su Xi, mungkin karena mayat-mayat rakyat jelata semuanya telah diubah menjadi gambar-gambar kartun kecil oleh sistem, bahkan meski dia sudah melihat pemandangan penuh darah tersebut dan mengasihani mereka, dia tidak merasa terlalu geram. Tentu saja yang lebih dia pedulikan adalah orang yang telah dia temani selama hampir satu setengah tahun, orang yang bahkan tak bisa merayakan ulang tahun keenam belasnya gara-gara peperangan: si Anak.
Namun Lu Huan telah melihat pemandangan mengerikan itu dengan mata kepalanya sendiri. Jadi dia ingin mengakhiri perang ini sesegera mungkin dan tentu saja lebih gelisah untuk mengembalikan rakyat di perbatasan Utara ke dunia yang damai dan makmur daripada Su Xi.
Lu Huan tersenyum. Dia tak menyalahkan Su Xi karena tidak bisa memahami dinasti tempatnya berada.
Mulanya, mereka terpisah oleh jarak ribuan tahun, jadi mau itu budaya, tata bahasa ataupun cara berpikir, semuanya amat berbeda. Setelah dia mulai terhubung dengan beberapa pengetahuan dan budaya di pihak Su Xi, Lu Huan menyadari bahwa banyak praktek feudalisme di dinastinya sendiri sudah sangat membusuk. Sebaliknya, pihak Su Xi lebih damai, dan perang hampir tak pernah terjadi.
Jadi Su Xi tentu saja tak perli memahami sifat terbelakang dan terpencil dari dinastinya, akan lebih baik kalau Lu Huan berasimilasi ke dalam dinasti Su Xi.
Lu Huan benar-benar ingin menyingkirkan tirai dan menyentuh Su Xi dengan melewatinya, tapi dia merasa bahwa tindakan tiba-tiba mengangkat tangannya akan membuat Su Xi merasa heran, jadi dia pun cuma berjanji: “Perang ini semestinya berakhir di bulan tiga. Ketika waktunya tiba, kita akan pulang ke Ibu Kota. Aku belum menunjukkan rumah yang baru saja dibeli kepadamu.”
Barulah kemudian Su Xi merasa sedikit lebih gembira: “Oke.”
Lu Huan mendesak lagi: “Cepatlah pergi tidur.”
Su Xi menatap si anak lewat layar ponsel. Entah kenapa setelah mencapai seratus poin, setelah si Anak kembali ke penampilan aslinya, dia telah menjadi lebih tampan namun selalu bicara kepada Su Xi seperti seorang pria tua. Lu Huan adalah jenis pria tua yang akan buru-buru pergi membeli obat untuk sakit karena mentruasi.
Su Xi menggelengkan kepalanya, bertanya-tanya apakah ini cuma imajinasinya sendiri.
Namun saat ini memang sudah larut malam, dan dia harus mematikan ponselnya. Dia kembali mengucapkan selamat malam kepada si anak kemudian akhirnya mematikan ponselnya.
Walaupun Lu Huan mendesak Su Xi agar tidur, sebenarnya dia merasa sangat enggan. Dia tak bisa tinggal terlalu lama di dalam tenda. Hari-hari ini, dia entah berperang di pasukan atau bersiaga menunggu serangan. Dia jarang punya waktu untuk bicara pada Su Xi. Selain itu, ada terlalu banyak prajurit di dalam pasukan, membuatnya tak punya privasi. Bahkan ketika dia sedang terluka, dia hanya bisa mengurusnya sendiri, Su Xi tak bisa membantu membalutnya seperti sebelumnya.
Lu Huan juga memikirkan tentang ketika dia bisa kembali ke Ibu Kota dari Utara.
Memikirkan soal ini, Lu Huan kembali mendongak ke arah tirai.
Kemudian pada tirai di mana sosok Su Xi perlahan menghilang, dia melihat sekumpulan gelembung bermunculan di atas kepalanya sendiri.
“Aiya, aku menyuruhmu untuk pergi dan kau pergi begitu saja. Aku terluka dan kau tak mau tetap tinggal bersamaku untuk dua detik lagi.”
“Aiya, kemarin, wajahku terluka, tapi Xiao Xi tak menyadarinya setelah dia datang. Dia selesai mencemaskannya setelah beberapa patah kata saja. Aih, andai aku tahu ini lebih awal, aku pasti akan menerima luka yang lebih serius.”
“Aiya, aku mau kembali ke Ibu Kota.”
“Aiya….”
Ekspresi Lu Huan langsung jadi hampa. Gelembung-gelembung ini – bagaimana bisa dia memiliki begitu banyak pemikiran? Kenapa dia sendiri tak tahu?! Dia jelas-jelas tak berpikir demikian–! Bagaimana bisa dia berpikir seperti seorang wanita tua?!
Lu Huan merona dan buru-buru menutupi kepalanya, namun gelembung-gelembung itu terus bermunculan tanpa henti. Untuk saja tirai di pihak Su Xi sudah menjadi gelap setelah lewat beberapa saat.
Namun di sisi lain tirai, Su Xi sedang menatap tumpukan gelembung itu, memukuli meja dan tertawa gila-gilaan.
Dia memukuli meja dan tanpa sengaja mengguncang segelas air yang ada di atasnya.
Wajah Lu Huan menggelap: “….”
————-
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Su Xi online dan memutuskan untuk memuaskan keinginan si anak: Astaganaga! Sayangku, bagaimana bisa kau sampai terluka separah ini! Sakit tidak? Hati ibu sakit sekali! Ha ha ha ha!
Lu Huan yang berumur enam belas tahun, yang sudah bisa menikah dan punya anak di Negara Yan (wajahnya kembali menggelap): ….